Arsenio telah menyelesaikan misinya, yaitu menghabisi nyawa Malik. Meskipun tidak berjalan sesuai yang diinginkannya, tetapi Arsenio tetap puas. Karena fokusnya bukan hanya pada Malik saja, ada Leonardo yang menjadi targetnya juga. Arsenio tidak menyesali tindakannya yang saat itu lebih memilih bertarung dengan Leonardo ketimbang Malik. Pada hakekatnya, ia ingin menjajal sampai di mana kemampuan pemuda yang sangat ditakuti di Apple Blossom City itu.Arsenio kini menatap lekat Anindira, yang duduk di pojokan penjara sambil memeluk kedua kakinya."Ambilkan dia makan!" titah Arsenio tiba-tiba.Anindira memutar bola matanya cepat. Menjatuhkan tatapan tidak percaya, pada pemuda yang sedang berdiri dengan ekspresi angkuh di depan penjara."Sudah beberapa hari, dia tidak makan dan minum. Pastinya dia kelaparan dan kehausan. Jadi, kalian ambilkan makanan dan minum untuknya!" Bibirnya memang berkata pada dua bodyguard yang berjaga di sana. Namun, ekor matanya melirik Anindira yang berada di
Suasana berbeda.PLAKKKK ...PLAKKKK ....Tamparan keras dilayangkan Around kepada anak buahnya yang baru saja memberi laporan buruk. Ada dua pria yang tubuhnya saja besar, tapi kerjanya tidak becus, sedang berdiri tertunduk di hadapan Around.Pria baya itu tidak bisa menahan diri, tangannya langsung mengayun cepat. Memberi tanda merah di pipi anak buahnya. "Kalian! Menjaga satu orang wanita saja tidak bisa! Sebenarnya, apa yang kalian lakukan sampai-sampai perempuan lemah itu tidak ada di kamarnya, ah?! Dia tidak bisa bergerak, lantas bagaimana bisa dia meninggalkan ruangannya?!" bentak Around dengan nada tinggi. Sampai air liurnya membuncah keluar."Maafkan kami, Bos. Bastian datang dan langsung menghajar kami, sampai pingsan," beber salah satu anak buahnya, di bawah tekanan. Suaranya terputus-putus dan bermandikan keringat."Benar, Bos. Lihat wajahku! Bengkak karena pukulan Bastian!" Satunya lagi pun bersaksi, bahkan dia menunjukkan bagian mata kirinya yang sudah membiru. Sedangka
Berlanjut ..."Kita akan pergi kemana?" tanya Anindira, menatap keheranan Arsenio yang duduk di sebelahnya.Ada sedikit perasaan tidak nyaman dan canggung, duduk satu mobil dengan pria yang sangat dibenci oleh Around. "Menemui ibumu," balas Arsenio sekedarnya saja. Tanpa menoleh sedikitpun.Suasana hatinya saat ini sedang tidak baik-baik saja. Terutama, saat mendapati fakta, bahwa Anindira memiliki hubungan lebih dengan Leonardo, sungguh membuat ia merasa panas.Menganggap pertanyaan Anindira seperti angin lalu, yang masuk dari telinga kanan dan keluar dari kiri."Kau bersungguh-sungguh dengan ucapanmu? Jadi, kita akan ke rumah sakit, sekarang?" Mata indah itu, berbinar-binar tanpa bisa ditutupi.Sedangkan Arsenio hanya meraung seperti anak kucing yang kelaparan tanpa berkata. Melipat kedua tangan di atas dada dan mengalihkan pandangannya ke sisi berbeda.Anindira menaikkan sebelah alisnya. Dirasa ada sedikit keanehan dari sikap Arsenio sekarang. Lebih terlihat, seperti orang yang se
BERLANJUT ...Suasana malam yang hening. Seorang bocah laki-laki berusia tujuh tahun, tengah duduk telungkup di pojok kamar. Tubuh mungilnya bergetar hebat laksana digoncang badai di laut lepas. Ia menutupi wajah dengan kedua tangan kecilnya, tak sanggup menatap seisi kamar, yang hanya ditemani redupnya cahaya rembulan dari balik jendela. Di luar kamar. Terdengar jelas sedang terjadi keributan antar dua orang. Pria dan wanita dewasa, saling beradu argumen, entah siapa yang lebih dulu memulainya? Berkali-kali terdengar benda berbahan kaca dilempar sangat kuat.PRAAKKK ...Suara nyaring dari pecahannya membuat bocah itu semakin ketakutan di kamarnya. Bibir mungil itu tak kuat berucap. Netranya hanya dapat terpejam. Ingin tertidur lelap. Namun, keributan di luar sana memaksanya untuk terjaga."Dasar wanita tidak berguna! Mati saja kau!""Kau laki-laki brengsek! Pengkhianat besar!""Kau yang pengkhianat, wanita tidak tahu diuntung!" BRAAK ...Suara nyaring kembali terdengar. Kali ini e
BERLANJUT ...****Pagi harinya."Ayo, Tuan, pukul saya!" tantang Freya sambil menggerakkan tiga jarinya. Siap menerima segala serangan yang datang. Arsenio menyeringai penuh semangat, "dengan senang hati."BRUK ...Arsenio mengangkat sebelah kakinya tinggi-tinggi, lalu mengarahkan tendangan keras ke wajah Freya. Namun, gadis itu mampu menangkis menggunakan sebelah tangannya."Tendangan Anda masih lemah. Anda harus lebih berusaha keras untuk mendapatkan stamina yang lebih besar lagi, Tuan," ucap Freya berkomentar.Arsenio mengangguk sambil menurunkan kakinya, lalu membuang napas panjang. "Baiklah. Terima kasih untuk arahanmu, Freya."Arsenio tersenyum kecil, nyatanya berlatih bela diri tak meluluh dengan pria saja. Wanita juga bisa. Contoh kecilnya, adalah Freya."Apa, Anda ingin berlatih bela diri lagi, Tuan?" tawar Freya hati-hati, sembari menyeka keringat di kening menggunakan handuk kecil yang melingkar di lehernya. Hal serupa pun dilakukan Arsenio. Namun, ia sembari meneguk air
Setelah kurang dari tiga puluh menit membelah keramaian jalanan beraspal Sky Blue City, laju mobil pun berhenti tepat di depan sebuah gedung pencakar langit, yang banyak dijadikan impian untuk didatangi.Arsenio tak menahan diri lagi. Keluar dari mobil, mengayunkan kakinya mengambil langkah cepat, memasuki gedung tersebut dengan raut wajah sedikit tegang. "Tuan Muda." Beberapa staf yang tak sengaja berpapasan di lobby pun membungkuk setengah badan, sembari tersenyum kecil.Kini sudah tidak menjadi rahasia umum lagi, Arsenio yang tidak lain adalah pewaris Keluarga Guan.Arsenio membalasnya dengan anggukan kepala. Mengerjapkan mata cepat. Dia begitu terburu-buru. Langkahnya dipercepat menuju lift VVIP. Freya masih setida mendampingi, sedangkan dua Bodyguard, diminta untuk naik lift yang lain.***Lantai sembilan belas. Pintu pun terbuka, bersamaan dengan kedatangan Arsenio ke ruangan, yang di dalamnya terpasang banyak layar monitor. Ada yang berukuran kecil hingga paling besar, berada
"Leonardo!" pekik Bastian kencang, disertai dengan kedua tangan mengepal erat.Sementara sang pemilik nama, menunjukkan senyuman mengejek tanpa merasa berdosa. "Sudah lama tidak bertemu. Bagaimana kabarmu, Kakak?" Dia bersikap sangat santai, berbeda dengan Bastian yang seolah seperti kebakaran jenggot. Tenangnya, pemuda tiga puluh tahun itu, memanggil Bastian dengan embel-embel 'Kakak' sebenarnya apa yang terjadi? Adakah hubungan di antara keduanya?Bastian meradang tanpa bisa ditutupi. "Cih ..." Dia meludah ke sisi kiri. "Jangan pernah, kau memanggilku dengan sebutan itu! Kita tidak pernah memiliki hubungan kekeluargaan!" berangnya naik pitam. Hanya karena satu kata saja, sudah mampu membangunkan singa yang sedang tertidur.Leonardo tertawa lantang sampai mendongak, "apa kau malu, mengakui diriku sebagai adikmu, ah? Bukankah kita lahir dari rahim yang sama?""Cukup, Leonardo! Sampai kapan pun, diriku tidak akan pernah mengakuimu sebagai adikku!" sungut Bastian tanpa terbantahkan, y
Beberapa menit sebelum kejadian."Apa kau mendapatkan kabar terbaru tentang Bastian? Bagaimana kondisinya sekarang?" Arsenio bertanya sambil mengayunkan kakinya cepat di area lobby.Raut wajahnya begitu tegang dan dingin, saking cemasnya, saat ada yang menyapa saja Arsenio tak membalas. Padahal biasanya dia selalu tersenyum. "Belum ada kabar apa-apa, Tuan Muda. Saya tidak lagi bisa menghubungi anggota kita yang ada di sana. Bahkan ponsel Bastian pun tidak aktif," jawab Cale, yang tidak kalah buru-burunya dari Arsenio. "Sial! Mengapa aku sampai lengah seperti ini? Semua ini pasti rencana pria keparat itu! Tidak akan kubiarkan dia hidup lebih lama lagi!"Selain mengumpat, dia juga mengutuk keras Leonardo, yang telah berani membangunkan singa yang sedang tertidur pulas.Langkahnya terus dipacu menuju pintu keluar. Di sana sebuah mobil mewah sudah terparkir sempurna. Seorang pria telah berdiri di sampingnya. "Freya, kau ikut aku!" titahnya tegas.Freya mengangguk, "baik, Tuan." Dia mem