[SELAMAT!][Anda naik lima level.][Level anda saat ini, Mafia Bermerek #kelas kejam.][Sistem Mafia Terkuat telah diupgrade. Silahkan tekan 'Ya' untuk langkah selanjutnya.] Arsenio lantas menekan 'Ya', seperti yang diperintahkan. Ada perasaan was-was mengusik pikiran. Namun, segera dikendalikan kembali. TRING ...Cahaya jingga berkilau terang, membuat Arsenio menutupi matanya dengan sebelah tangan. "Apa yang terjadi?" Dia bertanya-tanya.Dalam hitungan detik, model dari layar notifikasi pun berubah. Tidak lagi seperti sebelumnya. Kali ini tampak lebih canggih, modern dan mengagumkan. [Selamat datang, dalam Sistem Mafia Terkuat type 5.0.]Tidak seperti sebelumnya, hanya berupa tulisan, yang terbaru ini, selain tulisan muncul juga suara laki-laki. [Kali ini, untuk bisa mendapatkan Poin Kemenangan dan Poin Aksi akan berbeda.]#1. Setiap kali melakukan perlawanan fisik, akan mendapatkan Poin Aksi.[Satu pukulan = 5 Poin Aksi.][Dua pukulan = 10 Poin Aksi][Tiga kali pukulan bertubi
Sementara itu, di rumah sakit All Star Hospital. Ruang VVIP, yang kini sudah tak ditempati lagi. Namun, sudah berdiri banyak orang di sana. Pria tua sambil membawa tongkat besi, yang diperuntukkan untuk menopang langkahnya setiap waktu. Ada lima pria bertubuh atletis dan otot-otot kekar, menggambarkan bahwa mereka rajin berolahraga. Akan tetapi, sedang menundukkan kepala di hadapan pria tua tersebut, tanpa sepatah kata. PLAKKKK ...PLAKKKK ...Suara tamparan terdengar nyaring, menyeruak mengisi ruangan tersebut. Mereka tertunduk malu, menyembunyikan wajah yang memerah akibat luapan emosi pria tua itu. Alexander Guan menatap nanar mereka sili berganti. Wajah yang semula sudah memerah, kini berubah kelabu. Terbayangkan bagaimana marah sekaligus kecewanya, ketua Naga Merah itu?Dirinya yang baru saja kembali dari genung All Star Group, setelah memeriksa kondisi perusahaan itu, tak menduga akan mendapatkan kejutan luar biasa diluar dugaan. "Apa-apaan ini?! Bagaimana bisa, Arsenio perg
DWAAARRRRRR ...Leonardo melemparkan sebuah bom, berukuran bola bekel ke arah Arsenio. Sebelum pemuda tiga puluh tahun itu sempat menjauh, bom tersebut sudah meledak lebih dulu di udara. Kekuatan ledakannya tidaklah besar. Namun, setidaknya mampu membuat Arsenio tersungkur di tanah dengan posisi tengkurap."Tuan Muda!" Bastian berlari setelahnya. Tak peduli asap yang masih membumbung di sana. Dia menutup hidung dan mulutnya dengan sebelah tangan, supaya asap bekas ledakan tidak terhirup."Cepat, tangkap Malik dan seluruh orang yang ada di sini!" titah Alexander Guan cepat."Baik, Tuan!"Cale bergegas pergi. Nyatanya, kedua pria yang seperti langit dan bumi itu, tidak datang seorang diri. Sudah bersiap anggota Naga Merah di belakang. Berjaga-jaga untuk memungkinkan yang ada.Perintah telah diturunkan, mereka segera bergerak. Mengepung area halaman luas itu, dengan membawa persenjataan lengkap.Malik yang memang sudah tidak memiliki tenaga lagi, masih berusaha untuk melawan Anggota Naga
Sky Blue Hospital. Tiga puluh tahun yang lalu.Mobil ambulance baru saja berhenti tepat di depan pintu masuk. Para petugas medis, bergegas mengeluarkan pasien yang berada dalam kondisi kritis dan hamil besar. "Nyonya besar, sepertinya akan melahirkan!" terang Bastian, yang masih berusia dua puluh tahun saat itu. "Baik!" Dokter itu mengangguk, segera dia memerintahkan stafnya untuk membawa wanita hamil tersebut ke ruang bersalin. Namun, sebelum itu Clarissa berucap lebih dulu. "Sematkan keturunan ini!" Dia mengangkat sebelah tangannya dan mata berkaca-kaca. Wanita cantik itu, kembali menjerit dan meringis kesakitan. Seluruh tubuhnya sudah bermandikan keringat dan cairan merah mengalir dari kedua pahanya.Tidak ada yang dipikirkannya selain merasakan nyeri luar biasa di bagian perutnya."Nyonya tenang saja. Kami akan menyelamatkan Tuan Muda kecil." Dokter menjawab dengan nada bergetar. Ia tak bisa memastikan apakah bayi alam kandungan itu akan selamat atau tidak? Keberhasilannya san
Setelah mendengar cerita tentang kematian sang ibu, Arsenio tidak bisa menyembunyikan keterkejutannya. Bahkan ia mengepalkan kedua tangan saat mengetahui bahwasanya Around, adalah Dokter yang dahulu mengoperasi ibunya. "Mengapa, Around berniat membunuhku, Ayah?" Arsenio menjatuhkan pertanyaannya yang membuat Alexander Guan diam membisu.Arsenio terbaring di ranjang rumah sakit. Sebelah tangannya dipasangi selang infus. Sebenarnya Arsenio, malas kembali ke kamar yang yang terkesan suntuk itu."Ayah memecatnya karena telah lalai, hingga membuat ibumu kehilangan nyawa." Beberapa detik diam, akhirnya kalimat tersebut lolos dari bibir pria yang sudah tidak muda lagi itu. "Bukankah, pria misterius itu yang sudah membunuh ibu? Lantas, bagaimana dengan pria yang sudah melakukan hal keji itu? Apa ayah tidak langsung membunuhnya?"Pertanyaan demi pernyataan dilontarkan Arsenio, guna mengulik lebih jauh dari alur cerita yang selama ini tidak pernah ia ketahui.Cale dan Bastian hanya diam mema
"Tuan Muda Arsenio."Sang pemilik nama lantas berbalik badan, ketika seseorang memanggilnya dari arah belakang. Kali ini bukan Bastian, melainkan seorang wanita cantik, berpakaian casual, rambut di kuncir ke atas. Memakai sepatu boots warna hitam, senada dengan setelan pakaiannya. Tinggi wanita itu kira-kira 165 cm. Arsenio mengelus dagunya lembut, menatap lekat wanita tersebut dari ujung rambut hingga ujung kaki. Ini kali pertama Arsenio melihat gadis tersebut. Mungkin? Atau bisa saja sudah saling bertemu, hanya saja ia lupa akan hal tersebut?"Siapa kau? Mengapa kau memanggilku dengan sebutan Tuan Muda?" Arsenio menatapnya lebih tajam. Menelisik lebih jauh, wanita yang tiba-tiba datang dan berlagak seperti sudah lama mengenal. "Jangan katakan, kau adalah pengawal baru yang diperintahkan ayah untuk mengawasi diriku?"Dia mengangkat jari telunjuknya, sedang menerka-nerka, menerawang kemungkinan yang terjadi karena siapa lagi kalau bukan ayahnya? Namun, wanita itu menggeleng cepat. T
Beberapa hari telah berlalu. Gadis cantik, yang menjadi utusan Sistem Mafia Terkuat itu, tinggal di bawah atap yang sama dengan Arsenio. Sempat menjadi pertanyaan besar di benak Alexander Guan, tentang Arsenio yang tiba-tiba mengajak seorang wanita datang ke rumah. Namun, bukan Arsenio jika tidak bisa berkilah.Arsenio mengakui, bahwa Freya, adalah teman semasa sekolahnya dulu. Freya baru saja diusir dari rumahnya karena sudah telat lima bulan tidak bayar uang sewa. Freya hidup sebatang kara. Orang tuanya sudah lama meninggal dunia. Itulah mengapa, Arsenio membawa Freya ke rumahnya. Pintar bukan?"Tuan, ingin pergi kemana?" tanya Freya, melihat Arsenio menuruni anak-anak tangga dengan langkah tergesa-gesa. Meskipun berperan sebagai teman semasa sekolah, Freya tetap memanggil Arsenio dengan embel-embel 'Tuan'. Hal tersebut, dikarenakan Freya beralasan ingin menjadi sketaris pribadi Arsenio. "Aku ingin ke penjara. Melihat, para pecundang itu menghadapi mautnya!" Arsenio membalasnya s
Arsenio telah menyelesaikan misinya, yaitu menghabisi nyawa Malik. Meskipun tidak berjalan sesuai yang diinginkannya, tetapi Arsenio tetap puas. Karena fokusnya bukan hanya pada Malik saja, ada Leonardo yang menjadi targetnya juga. Arsenio tidak menyesali tindakannya yang saat itu lebih memilih bertarung dengan Leonardo ketimbang Malik. Pada hakekatnya, ia ingin menjajal sampai di mana kemampuan pemuda yang sangat ditakuti di Apple Blossom City itu.Arsenio kini menatap lekat Anindira, yang duduk di pojokan penjara sambil memeluk kedua kakinya."Ambilkan dia makan!" titah Arsenio tiba-tiba.Anindira memutar bola matanya cepat. Menjatuhkan tatapan tidak percaya, pada pemuda yang sedang berdiri dengan ekspresi angkuh di depan penjara."Sudah beberapa hari, dia tidak makan dan minum. Pastinya dia kelaparan dan kehausan. Jadi, kalian ambilkan makanan dan minum untuknya!" Bibirnya memang berkata pada dua bodyguard yang berjaga di sana. Namun, ekor matanya melirik Anindira yang berada di
Hari berikutnya. Arsenio menaklukkan X One di Bandara internasional, yang hendak melarikan diri ke luar negeri. Di hari itu juga, Organisasi yang selama ini dipimpin X One pun ditaklukkan. Mereka tidak bisa berkutik lantaran pemimpin mereka telah ditangkap.Pada akhirnya, Arsenio pun menjadi penguasa Tiga Wilayah Bagian, seperti yang telah kakeknya janjikan. Sebagaimana seharusnya, pewaris utama keluarga Guan, yang akan memimpin Tiga Wilayah Bagian. Sejak hari itu, Arsenio mulai berbenah. Dia membentuk Organisasi Naga Merah yang lebih kuat lagi, kokoh dan sedikit berbeda dari yang dipimpin Alexander Guan sebelumnya.Arsenio membuat banyak perubahan di mana-mana. Berkat kontribusinya itu, semua orang di Tiga Wilayah Bagian tersenyum. Tidak ada yang tidak mengenal Arsenio sekarang.Arsenio pun mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Anindira. Tepat dua bulan setelah Luke Mallory tiada. Pernikahan yang telah nantikan itu akan segera terwujud.Satu hari sebelum pernikahan. Malam harinya
"Kejutan!" Suara Elsa begitu nyaring dan sangat melekat di telinga Arsenio.Siapa yang menduga, bom yang dimaksud Luke Mallory sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, adalah Elsa. Arsenio tidak habis pikir. Jika ia tahu, mungkin gadis itu sudah berpindah dunia kemarin. "Ada apa dengan ekspresimu, Kak? Apa kau terkejut melihatku seperti ini?" sambungnya berpura-pura polos, seolah tak terjadi apa-apa.Dia memah pandai bermain sandiwara. Kemarin Elsa berlagak layaknya seseorang yang sangat menderita. Mampu, menarik simpati Arsenio dan yang lainnya. Namun, sekarang? Elsa seperti serigala yang menyusup ke dalam gerombolan domba, lalu siap menerkam mereka.Arsenio bergeming. Dia terlalu cepat untuk mempercayai seseorang tanpa mencari tahu asal usulnya lebih jauh. Sampai akhirnya ia berada di ujung jurang karena rasa kepercayaannya itu, tapi semua ini tidak bisa ia sesali terus menerus. "Kenapa kau diam, Kak? Bukankah kau selalu saja banyak bicara ini dan itu? Kau terus saja berkata, b
Arsenio berlari ke ruang perawatan. Dia mendapat kabar bahwa Elsa telah sadar. Dia bersyukur karena operasi pengangkatan cip itu berhasil. Bruk ...Pintu dibuka secara kencang, hingga menciptakan suara nyaring, sontak membuat dua gadis di dalamnya tersentak kaget."Arsenio ...""Kak Arsenio ..."Keduanya menyebut nama sang pria di waktu bersamaan. Terdengar kompak. Arsenio bernapas lega setelahnya. Lantaran dua wanita yang ia sayangi, ternyata baik-baik saja.Terutama saat melihat senyuman Anindira, selalu membuat hatinya tenang. "Kalian baik-baik saja bukan?" tanya Arsenio pada keduanya. "Iya, Kak Arsenio."Anindira ingin menjawab juga. Namun, dia kalah cepat dengan Elsa yang sudah lebih dulu berucap. Anindira pun hanya diam dan menunggu giliran ia berkata.Pandangan Arsenio lurus pada Anindira dan begitu juga senyuman. Ya, meskipun tangannya mengelus kepala Elsa."Lantas bagaimana dengan Kak Arsenio? Apa kakak berhasil menyelamatkan teman-temanku? Aku mendengar cerita Kak Anindir
"Kapan pengirimannya?" Terlihat Luke Mallory sedang berada di sebuah ruangan, lebih disebut sebagai gudang karena banyak tumpukan kardus terbengkalai di sana.Jaring laba-laba menjadi penghias di setiap sudut ruangan. Lubang angin pun sudah tertutup debu yang sangat tebal.Lantai yang dipijak pun bukan dari keramik, melainkan masih lapisan pasir. "Pengirimannya akan dilakukan sore ini, Bos. Ketua Bulan Darah, yang akan mengantarnya sendiri," jawab salah satu anak buahnya, tertunduk ke bawah."Bagus. Para investor kita sudah banyak menanyakan soal anak-anak itu, yang akan mereka pekerjaan sebagai penari di club-club malam."Luke Mallory tersenyum sinis. Mengayunkan kakinya santai sambil menyesap sepuntung rokok yang hendak habis."Lantas, apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang Arsenio?"Tiba-tiba dia membahas soal Tuan Muda keluarga Guan itu. Setiap saat dirinya tidak bisa tidur, terus saja terbayang-bayang bajah pemuda tiga puluh tahun, yang telah membunuh Leonardo. "Kami be
"Sebenarnya, Kak Arsenio ini, siapa? Mengapa kakak bisa masuk ke rumah besar itu? Memangnya rumah itu, milik kakak juga?"Pertanyaan Elsa, sontak membuat Arsenio menghela napas berat. Sebenarnya dia ingin menyembunyikan identitasnya yang tidak lain adalah Pewaris Utama Keluarga Guan, dari Elsa. Namun, sepertinya keadaan yang telah memaksa ia untuk berkata jujur."Rumah mewah itu milik ayahku. Sebenarnya aku ini, pewaris utama keluarga Guan. Arsenio Bagas Guan. Putra satu-satunya Alexander Guan," beber Arsenio ragu. Dia tidak yakin momentumnya pas untuk mengungkapkan identitas. Elsa menatapnya sangat lama dan tanpa kata, seolah kalimat tadi adalah mantra yang mengutuknya menjadi patung batu. "Elsa?" Panggilan Arsenio menyadarkan gadis cantik dua puluh tahun itu, dari diamnya. "Mengapa sejak awal Kak Arsenio tidak jujur padaku?" Elsa mengubah posisi duduknya yang semula sedikit menghadap Arsenio, kini melihat keluar jendela."Aku tidak suka orang yang berkata bohong," sambungnya kesa
Arsenio pun kembali ke rumah. Kemarin malam ia tidak pulang karena menemani Elsa. "Tuan Muda. Kemana saja Anda kemarin malam?" tanya Bastian, yang langsung mencecar. "Tuan, terus mencari Anda. Mengapa ponsel Anda tidak aktif? Sebenarnya pergi kemana Anda, Tuan Muda?"Arsenio menghela napas panjang, "ada hal yang sedang kuurus. Sekarang aku minta padamu untuk mencari informasi tentang Organisasi Bulan Darah.""Bulan Darah?" Bastian menautkan sebelah alisnya. "Bukankah organisasi itu sudah hilang. Lantas, untuk apa, Anda mencari informasi tentang mereka lagi?""Aku akan jelaskan nanti. Sekarang, aku ingin menemui ayah. Di mana Ayah?" "Tuan Alexander ada di ruangannya." Setelah mendengar kalimat itu, Arsenio buru-buru menaiki anak-anak tangga, menuju lantai dua.Arsenio pun langsung masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintunya lebih dulu."Ayah," kata Arsenio terkesan buru-buru."Arsenio. Kemana saja kamu, Nak?" tanya Alexander Guan cemas. Sampai bangu dari tempat duduknya. "Aku ber
Entah mengapa, Arsenio merasa ingin berlama-lama di tempat ini. Seolah sesuatu sedang menunggunya dan takdir ingin dirinya menemukan itu.Arsenio pun mengunjungi ayahnya dan mengatakan bahwa ia akan pulang setelah makan siang. Sesaat setelah itu, Arsenio melihat sesuatu yang membuat aliran darahnya mendidih lagi. "Hei, kalian yang berkelahi di sana! Apa yang kalian lakukan di depan umum seperti ini?!" "Ayo cepat pergi!!" ucap seorang pelaku mendorong rekannya untuk kabur dari sana.Arsenio berseru. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan aksinya, dua pria yang lagi-lagi sedang mengeroyok anak kecil itu, pergi. Kali ini bukan gadis yang Arsenio selamatkan sebelum."Hei kalian--Ck!!" Arsenio berdecak dengan kepalan tangan meninju udara. Tindakannya itu, mendapat teguran dari dua pria berseragam keamanan. Dari yang Arsenio lihat, sepertinya mereka sedang melakukan patroli rutin. "Kau?! Lagi-lagi membuat keributan di sini, apa tak kapok?!" ucap salah seorang petugas keamanan itu yang ter
Hari berikutnya. Arsenio pun melaju dengan kecepatan tinggi dengan motornya. Sudah cukup lama ia tidak berpacu di atas kuda besinya itu. Semenjak menjadi Tuan Muda keluarga Guan, ia tidak lagi mengendarai motor.Arsenio membelah keramaian kota Sky Blue City. Menyalip kendaraan yang ada di depannya dengan mudah.Setelah berpacu kecepatan di jalanan selama tiga puluh menit, Arsenio pun menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang pemakaman keluarga. Arsenio turun dari motor, tidak lupa dia membawa satu buket bunga mawar putih yang sangat indah dan harum.Arsenio berjalan memasuki makam dan berhenti tepat di samping pusaran yang bertuliskan nama Clarissa di atasnya. Dia membuka kacamata hitam yang sedari tadi melekat di wajahnya. "Selamat pagi, Bu. Maafkan Arsenio yang baru mengunjungi ibu lagi."Arsenio meletakkan buket bunga itu di atas makam Clarissa. Sekuat tenaga dia memendung emosi, yang coba menerobos pertahanannya."Ibu suka mawar putih bukan? Kali ini Arsenio bawakan mawa
Satu Minggu berikutnya. Kondisi Arsenio telah pulih sepenuhnya. Bastian pun mengajak Arsenio untuk menemui anak-anak di tempat sosial, yang dibangun oleh Alexander Guan.Arsenio berjalan santai sambil melihat-lihat sekelilingnya, yang dipenuhi suara tawa anak-anak. Koridor ini, mengingatkan Arsenio pada sekolah dasarnya dulu. Hanya saja, saat ia bersekolah tidak ada tawa yang seperti ini. Setiap kali dirinya berjalan, maka teman-teman sebayanya langsung menghindar. Seolah dirinya monster yang tidak pantas untuk didekati. Melihat anak-anak bisa tertawa lepas tanpa beban, meskipun tidak memiliki orang tua, membuat Arsenio merasa tenang. Ada kebahagiaan yang sulit ia gambarkan dalam lembaran kata-kata. Setidaknya di tempat ini, mereka tidak merasa kesepian. "Tuan Alexander Guan membangun tempat ini, tepat satu bulan setelah meninggalnya Nyonya Clarissa. Tuan Alexander Guan, sangat terluka saat itu, terlebih lagi dia harus berpisah dengan putranya, yaitu Anda, Tuan Muda. Sebelum memban