Arsenio membuka matanya perlahan. Beberapa kali, matanya menyipit karena sinar biru yang terllihat amat terang, yang kemudian memunculkan sebuah jendela notifikasi di depannya. Arsenio mengucek matanya, tak percaya dengan apa yang baru saja dia lihat.
[Sistem Mafia Terkuat][Terima][Ya/ Tidak]Guna menjawab rasa penasarannya itu, Arsenio pun menekan [Ya]. Meskipun sedikit ragu, pria itu tak memiliki apa-apa lagi yang bisa membuatnya merasa kecewa. Kehabisan uang, dibuang kekasihnya, dan berada di ambang kematian. Pria itu sudah mengalami semuanya.Tring!Bahu Arsenio bergerak, sedikit terkejut dengan bunyi notifikasi yang menampilkan jendela yang berbeda dari yang dia lihat sebelumnnya.[New Quest : Permalukan Elisha.][Hadiah : 10 Juta Dolar][Lemparkan Dadu]"Lemparkan dadu, maksudnya?"Arsenio memiringkan kepalanya, membaca ulang tulisan tersebut. Tidak tahu apa yang dimaksud dengan 'lemparkan dadu'. Mungkinkah semacam permainan yang biasa ia mainkan sewaktu kecil?Arsenio merasa ini sangat aneh sekali, tidak mungkin kalau apa yang dilihat ini sungguhan, sebab 10 juta dolar adalah uang yang sangat besar. Tak tahu harus berbuat apa, pria itu memijit keningnya beberapa kali,. Dia bahkan berpikir, bahwa ada yang salah dari kepalanya sejak mendapatkan kekerasan dari Felix dan teman-temannya.Setelah beberapa menit, layar notifikasi itu pun belum juga menghilang dari hadapannya. Hingga Arsenio mengatakan hide barulah jendela notifikasi menghilang dari hadapannya.Arsenio masih belum percaya sepenuhnya dengan apa yang baru saja dilihatnya, hingga Arsenio memutuskan untuk kembali ke apartemen murahannya.Di dalam kamar, setelah berganti pakaian, Arsenio kembali berpikir keras.[Sistem Mafia Terkuat][New Quest : Permalukan Elisha.][Hadiah : 10 Juta Dolar][Lemparkan Dadu]Kata-kata yang tertulis di notifikasi itu, masih terbayang-bayang dalam pikiran Arsenio."Apa yang harus kulakukan setelah ini? Aku telah menekan 'Yes' apa artinya, aku telah menerima permainan ini?"Arsenio menatap langit-langit kamarnya. Menerawang dan menerka-nerka kemungkinan yang akan terjadi kepadanya setelah ini. Namun, membayangkan hal yang belum tentu terjadi, membuatnya sedikit frustasi.***Keesokan harinya. Arsenio memutuskan untuk kembali bekerja dan melupakan kejadian kemarin malam. Pengkhianatan yang diberikan Elisha, sekeras mungkin ia lupakan."Hei, pelayan, kemarilah!" panggil Elisha sambil mengangkat sebelah tangannya. Sekarang Elisha sedang bersama Felix di restoran tempat Arsenio bekerja.Elisha sempat tidak percaya, kalau Arsenio masih hidup. Padahal Elisha yakin, Arsenio tidak akan selamat karena mantan pacarnya itu tidak bisa berenang."Iya, Nona?" Arsenio datang dan menyapa dengan sangat ramah. Walaupun sebenarnya dia ingin sekali membalas perlakuan Elisha kemarin malam."Kamu lihat, Sayang. Laki-laki jelek ini ternyata bekerja di sini. Dia pasti seorang pelayan, lihat saja penampilannya," kata Elisha mengejek sambil menggenggam mesra tangan Felix.Sementara Felix memandangi Arsenio dari ujung rambut sampai ujung kaki, tanpa berkata-kata, tetapi tatapannya sangat sinis."Silahkan, dipilih makanannya." Arsenio hendak menyerahkan buku menu. Namun, Elisha langsung menepis dengan cepat sehingga buku menu itu jatuh ke lantai."Pria bodoh!" umpat Elisha sambil tersenyum miring.Felix pun tertawa kecil, dia beranjak dari tempat duduk, lalu menghampiri Arsenio yang hendak mengambil buku menu itu.Felix menginjak buku menu itu dengan sengaja. "Pria bodoh! Tidak berguna! Seharusnya kau menjadi gelandangan saja di jalan!"Arsenio menatap serius lawan bicaranya, tanpa berkata. Sementara itu, Hendry, sang manager restoran tersebut pun datang dengan tergesa-gesa. Hendry mendapat laporan dari pelayan lainnya, bahwa Arsenio berulah."Ada apa ini?" Hendry menatap kesal Arsenio. Lalu, mengubah ekspresi menjadi ramah kepada Felix."Pria ini sudah menghina pacarku," tuduh Felix. "Dia menggoda kekasihku dan mengakuinya sebagai pacarnya!""Aku tidak melakukan itu," jawab Arsenio cepat."Arsenio! Kau selalu saja mengacau. Seharusnya kau merasa beruntung karena restoranku masih menerima orang sepertimu!" Hendry meninggikan suaranya, sehingga seluruh pasang mata mengarah padanya."Lihat saja penampilanmu itu! Tidak akan ada satu orang pun yang mau menerima pria sepertimu di tempat mereka! Kau tidak berpendidikan, baju kusut dan jelek! Masih sangat beruntung, kau bisa bekerja di restoranku!"Hendry tidak segan-segan melontarkan kata-kata kasar dengan nada tinggi. Sementara Elisha Elisha melipat kedua tangannya di dada, lalu tersenyum miring melihat Arsenio. Felix tidak kalah senangnya, mendapati Arsenio dimarahi Hendry.Arsenio pun melihat ke arah Elisha yang sedang tersenyum puas. Dipermalukan untuk yang kedua kalinya, membuat Arsenio ingat dengan jendela notifikasi berisi misi yang dia dapatkan sebelumnya.Arsenio tidak peduli dengan ucapan dan hinaan dari Hendry. Dia mengingat-ingat kembali bagaimana caranya untuk menampilkan kembali layar notifikasi itu?Ketika memikirkannya kembali, layar notifikasi itu muncul. Arsenio, menatap keheranan. Namun, segera ia membaca ulang quest yang tertulis.Arsenio pun menerima tawaran itu. Tidak ada salahnya dia mencoba hal itu. Apa lagi, semua ini salah mereka.Hologram berbentuk dadu, berwana keemasan itu, pun muncul di hadapan Arsenio. Namun, mereka yang ada di sana tidak bisa melihatnya. Lalu, muncul notifikasi lagi.[Tingkat kesulitan, 1]Arsenio pun melemparkan dadu itu, walau sebenarnya dia tidak paham dengan hal itu. Namun, Arsenio tetap melakukan misinya.Dadu itu menghilang, selanjutnya Arsenio berkata."Dia adalah wanita yang tidak tahu diri! Apartemen miliknya itu, sebenarnya aku yang membelikanya. Seharusnya dia tinggal di pinggir jalan karena apartemen itu milikku!"Arsenio berkata dengan kencang. "Elisha tidak pernah bekerja. Selama ini aku yang memberinya uang! Dia terlihat cantik karena memakai uangku untuk ke salon. Elisha, adalah wanita yang jelek, pemalas dan licik!"Sekarang Arsenio berbalik menghina dan menjelek-jelekkan Elisha di hadapan semua orang. Tidak berhenti sampai di situ saja. Arsenio mengambil jus yang ada di sana, lalu menyiramkannya ke Elisha.Rambutnya yang basah, membuat Elisha terlihat seperti tikus yang tersiram air, hingga membuat beberapa wanita yang ada di sana tertawa melihat Elisha.Hal itu, membuat Elisha marah dan ingin menampar Arsenio. Sebelum itu terjadi, Elisha menginjak kulit pisang, hingga membuatnya terjatuh dan mencium lantai.Semua orang di sana tidak bisa menahan tawa mereka, sementara Elisha begitu marah. Dia memaki Arsenio, tapi Arsenio tidak peduli. Layar notifikasi yang muncul di depannya lebih menarik baginya.Layar notifikasi menyelesaikan misi dan mendapatkan hadia.[Selamat, kau berhasil menyelesaikan misi!][Hadiah 10 juta dolar sedang di transfer ke rekeningmu]Arsenio sedang memperhatikan layar notifikasi itu dan suara ocehan Elisha dan Felix sama sekali tidak terdengar.[Transfer uang berhasil]Baru ponsel Arsenio bergetar dan saat itu sungguh muncul informasi, dia menerima uang 10 juta dollar, yang membuat matanya sangat melebar.Arsenio tidak menyangka kalau ini sungguhan. Di depannya, Felix yang marah bersama dengan Elisha hampir memukul. Namun, Arsenio membalas dengan balik memukul mereka hingga keributan besar terjadi.BRUK ...Wajah Felix sedikit lebam dan darah segar keluar dari tepi bibirnya. Arsenio tersenyum penuh kemenangan sekarang."Sudah cukup! Pria sialan. Kau harus bertanggung jawab atas semua kekacauan ini!" Hendry memaki Arsenio."Sebaiknya, dia dipecat saja, Bos!""Betul, Bos. Arsenio akan membuat restoran ini bangkrut."Beberapa orang di sana mengatakan, kalau Arsenio harus dipecat. Arsenio langsung melemparkan apronnya. Kesal sekaligus geram."Aku tidak membutuhkan pekerjaan ini lagi! Aku berhenti!" tegas Arsenio, lalu melenggang pergi."Pria tidak tahu diri! Bodoh! Jangan pergi. Kau harus tanggung jawab ....!" pekik Hendry marah. Namun, Arsenio tidak peduli.Felix pun tidak tinggal diam. Dia tidak bisa melepaskan Arsenio begitu saja dan ingin membalaskan rasa malu yang dirasakan oleh Elisha.Quest baru pun muncul di depan Arsenio.[New Quest][pukul wajah Felix dan Hendry.][Setiap kali pukulan, maka kau akan mendapatkan penambahan kekuatan fisik]Buk! Pukulan keras mendarat sempurna di wajah Felix tanpa ampun. Arsenio tidak memberinya satu pukulan, tapi dua pukulan sekaligus sampai membuat Felix terpental beberapa meter. Hal tersebut pun mendapatkan perhatian penuh dari pengunjung lain dan membuat malu Felix. "Sayang!" Elisha buru-buru menghampiri Felix yang terkapar dan membantunya. Tidak sampai di situ saja, Arsenio pun meninju wajah Hendry sebagaimana yang tertulis di questnya. Arsenio benar-benar berubah seperti monster ganas, yang memberikan pukulan tanpa ampun kepada lawannya. "Anggaplah, itu adalah hadiah sebelum diriku pergi dari tempat ini! Mulai hari ini, kalian akan mengingat aku, sebagai Arsenio yang kuat, bukan pria lemah yang tidak tahu diri. Camkan itu!" ungkap Arsenio bernada arogan. Tatapannya nanar dan penuh amarah, terutama mereka yang selama ini telah berbuat jahat kepadanya. Semua terbelalak, termasuk Elisha. Felix buru-buru bangun, tangannya sudah mengepal dengan cepat dia berlari untuk balik memukul
"Ayah Tuan meminta Anda kembali ke rumah dan mengambil alih pekerjaan beliau."Mendengar hal itu, Arsenio terkejut setangah mati. Meskipun dia memliki begitu banyak keraguan, dalam hati, Arsenio ingin percaya. Oleh karena itu, sekarang Arsenio hanya bisa menuruti apa yang dikatakan oleh pria yang menjemputnya barusan.Saat ini, keduanya sedang menuju rumah sakit. Awalnya ia tidak mau, lantaran takut akan masuk ke hal-hal aneh, tetapi pria bernama Bastian itu, memaksa dan menceritakan sedikit kisah yang sama sekali tidak pernah Arsenio ketahui. *** Sky Blue Hospital, Distrik S98. Tring! Notifikasi muncul sebelum Arsenio memasuki ruangan. [Misi Baru: Kalahkan Organisasi Hitam.] [Tingkatan Kesulitan: 10-12.] [Hadiah: 20 Juta Dollar dan Mobil.] [Keuntungan Tambahan: Mendapatkan 20 Poin Aksi dan 70 Poin Kemenangan.] [Skill: 20%/100] [Stamina: 40%/100] Notifikasi pun menghilang sendiri, sesaat setelah Bastian mempersilahkan Arsenio untuk masuk ruangan lebih dulu karena sebagai me
Hari berikutnya. Arsenio pun masih tertidur lelap di atas ranjang empuk, super lembut yang baru pertama kali ia rasakan. "Selamat pagi, Tuan Muda." Bastian telah berdiri di samping tempat tidur Arsenio, menyapa dengan penuh hormat, tapi tetap berwibawa. Arsenio perlahan-lahan membuka matanya. Ia terkejut mendapati Bastian telah berdiri di depannya, beserta dua pria lain yang berpenampilan layaknya pelayan. "Ada apa ini?" Arsenio buru-buru mengubah posisinya menjadi duduk. Membulatkan matanya karena terkejut. "Selamat pagi, Tuan Muda. Bagaimana tidur Anda? Apakah nyenyak?" tanya Bastian seramah mungkin. Arsenio mengangguk pelan. "Iya. Lalu, apa yang kalian lakukan di sini?" "Letakkan makanannya di sini!" titah Bastian, kepada salah satu pelayan yang membawa baki berisikan makanan. Pelayan itu mengangguk, lalu meletakkan baki tersebut di atas ranjang, tepat di hadapan Arsenio. "Aku tidak mengerti semua ini," celetuk Arsenio sambil mengerutkan keningnya. "Saya membawakan sarapan
Masih di hari itu. Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, akhirnya Arsenio sampai di kawasan Distric Cucumber. Sejauh mata memandang, kawasan ini sangat ramai. Banyak pertokoan dan pelayanan publik. Ada alun-alun juga. Arsenio cukup takjub. Namun, tujuannya datang ke Distric Cucumber bukanlah untuk jalan-jalan, melainkan mencari Organisasi Hitam. "Apa kau tahu, di mana markas besar Organisasi Hitam?" tanya Arsenio, pada Bastian yang fokus menyetir. Bastian melihat ke arah belakang dari kaca spion kecil yang tepat berada di atas kepalanya. "Sesungguhnya, saya tidak tahu pasti markas besar mereka karena tidak banyak orang yang mengetahui lokasi pastinya, tetapi saya bisa mencaritahu informasi detailnya untuk, Tuan Muda." Arsenio pun bergumam kecil, melipat kedua tangannya di dada, kemudian mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil. "Kalau begitu, cari tahu informasi tentang markas besar mereka. Aku ingin informasi selengkap mungkin tentang Organisasi Hitam karena diriku a
Beberapa jam kemudian. Arsenio pun telah menyelesaikan pertemuannya yang berjalan lancar. Pembahasan proyek peluncuran game terbaru, seketika memacu semangat Arsenio untuk cepat-cepat menyelesaikan quest itu. Sebab ada beberapa hal dalam rancangan game ini, memiliki kemiripan dengan kehidupannya dahulu. Arsenio dan Bastian berjalan beriringan di lobby. Orang-orang yang tidak sengaja berpapasan pun, membungkuk, memberikan hormat kepada Arsenio tentunya."Bagaimana, kondisi Ayah sekarang?" tanya Arsenio santai sambil merapikan kemejanya."Kondisi, Tuan Axel terkini berangsur membaik. Dokter berkata, dalam beberapa hari kedepan, seandainya kondisi Tuan Alex membaik, maka ia diperbolehkan untuk pulang," terang Bastian, mengiringi langkah Arsenio."Bagus. Aku senang mendengarnya. Semoga saja Ayah bisa cepat kembali ke rumah.""Iya, Tuan Muda. Semenjak kedatangan Anda, semangat hidup Tuan Axel, semakin tinggi. Ia benar-benar ingin melihat Anda sukses mengurus bisnis keluarga Guan. Anda ada
DOOORRR ...Arsenio pun menarik pelatuknya. Timah panas itu melesat cepat dan tepat mengenai sasaran di depan sana. "Yes ..." Arsenio bersorak gembira. Melepaskan pengaman mata dan telinga, serta sarung tangan. Tidak berselang lama Bastian datang dengan raut wajah datar seperti biasanya. "Tuan Muda." Ia membungkuk."Bagaimana, apa kau sudah mendapatkan informasi tentang Felix?" tanya Arsenio serius."Sudah Tuan Muda. Hari ini Felix akan memantau pengiriman emas di pelabuhan 223, yang letaknya di ujung Distric L45. Jadwal keberangkatannya hari ini sebelum pukul 10.00." Keterangan Bastian pun, mendapat senyuman miring dari Arsenio. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang juga. Siapkan mobil!" titahnya kemudian melenggang pergi. "Baik, Tuan Muda." Bastian mengangguk, lalu mengekor kepergian Arsenio.***Distric L45. Jalan Lost Contact. Kediaman Felix. Arsenio dan Bastian berada di mobil. Jaraknya hanya sekitar lima puluh meter dari mansion mewah milik keluarga Felix."Jadi, ini rumahn
Sementara itu, di luar restoran, Bastian dan dua anak buahnya tengah memantau dari kejauhan, menggunakan sebuah teropong kecil. Kalau saja bukan karena perintah dan rencana, Bastian tidak akan mau berada jauh dari Arsenio. Sebab sudah menjadi keharusannya berada di sisi Arsenio. Apa pun keadaannya. "Apa rencana kita selanjutnya?" tanya salah satu anak buahnya yang duduk di kursi pengemudi, sedangkan Bastian duduk di sampingnya sambil memantau ke luar jendela."Tunggu mereka keluar dari restoran. Kita akan ikuti mereka nanti." Bastian membalas tanpa memalingkan wajah, saking tidak ingin kehilangan sedikit pun momen.Selang beberapa menit kemudian, Felix dan Arsenio terpantau keluar dari restoran. Felix tampak melihat-lihat kiri dan kanannya, seolah-olah sedang memastikan keadaan sekitarn aman atau tidak? Tampak jelas dari ekspresi yang datar dan tatapan serius. Tak lama kemudian, Arsenio pun diminta masuk ke mobil lebih dulu, sembari Felix masih melihat-lihat sekelilingnya dengan ra
Sky Blue Hospital. Ruangan Axel Guan berada. Pria setengah baya itu, sedang duduk bersandar di atas ranjang dan ditemani Bastian. "Bagaimana, kabar Arsenio? Sudah lama dia tidak berkunjung," tanya Axel Guan sembari mengunyah sepotong apel, yang telah dikupas kulitnya oleh Bastian."Kabar Tuan Muda baik, Tuan. Tuan Muda terlalu sibuk mempelajari tentang bisnis, sehingga dia tidak memiliki waktu untuk menemui Anda sekarang ini," jawab Bastian beralasan.Axel Guan menganggukkan kepalanya sambil menatap kosong objek di depannya. "Ternyata dia memiliki semangat yang besar untuk mengelola perusahaan. Aku berharap besar, anak itu mampu menjalankan bisnis keluarga Guan, lebih baik dariku.""Iya, Tuanku. Bahkan Tuan Muda bersemangat untuk mempelajari ilmu bela diri dan beberapa senjata."Axel menjatuhkan tatapan tajam ke arah Bastian, "apakah dia sudah mengetahui soal organisasi kita?"Bastian mengangguk pelan, "iya, Tuanku. Tuan Muda Arsenio sudah mengetahuinya dan dia sangat antusias untuk
Hari berikutnya. Arsenio menaklukkan X One di Bandara internasional, yang hendak melarikan diri ke luar negeri. Di hari itu juga, Organisasi yang selama ini dipimpin X One pun ditaklukkan. Mereka tidak bisa berkutik lantaran pemimpin mereka telah ditangkap.Pada akhirnya, Arsenio pun menjadi penguasa Tiga Wilayah Bagian, seperti yang telah kakeknya janjikan. Sebagaimana seharusnya, pewaris utama keluarga Guan, yang akan memimpin Tiga Wilayah Bagian. Sejak hari itu, Arsenio mulai berbenah. Dia membentuk Organisasi Naga Merah yang lebih kuat lagi, kokoh dan sedikit berbeda dari yang dipimpin Alexander Guan sebelumnya.Arsenio membuat banyak perubahan di mana-mana. Berkat kontribusinya itu, semua orang di Tiga Wilayah Bagian tersenyum. Tidak ada yang tidak mengenal Arsenio sekarang.Arsenio pun mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Anindira. Tepat dua bulan setelah Luke Mallory tiada. Pernikahan yang telah nantikan itu akan segera terwujud.Satu hari sebelum pernikahan. Malam harinya
"Kejutan!" Suara Elsa begitu nyaring dan sangat melekat di telinga Arsenio.Siapa yang menduga, bom yang dimaksud Luke Mallory sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, adalah Elsa. Arsenio tidak habis pikir. Jika ia tahu, mungkin gadis itu sudah berpindah dunia kemarin. "Ada apa dengan ekspresimu, Kak? Apa kau terkejut melihatku seperti ini?" sambungnya berpura-pura polos, seolah tak terjadi apa-apa.Dia memah pandai bermain sandiwara. Kemarin Elsa berlagak layaknya seseorang yang sangat menderita. Mampu, menarik simpati Arsenio dan yang lainnya. Namun, sekarang? Elsa seperti serigala yang menyusup ke dalam gerombolan domba, lalu siap menerkam mereka.Arsenio bergeming. Dia terlalu cepat untuk mempercayai seseorang tanpa mencari tahu asal usulnya lebih jauh. Sampai akhirnya ia berada di ujung jurang karena rasa kepercayaannya itu, tapi semua ini tidak bisa ia sesali terus menerus. "Kenapa kau diam, Kak? Bukankah kau selalu saja banyak bicara ini dan itu? Kau terus saja berkata, b
Arsenio berlari ke ruang perawatan. Dia mendapat kabar bahwa Elsa telah sadar. Dia bersyukur karena operasi pengangkatan cip itu berhasil. Bruk ...Pintu dibuka secara kencang, hingga menciptakan suara nyaring, sontak membuat dua gadis di dalamnya tersentak kaget."Arsenio ...""Kak Arsenio ..."Keduanya menyebut nama sang pria di waktu bersamaan. Terdengar kompak. Arsenio bernapas lega setelahnya. Lantaran dua wanita yang ia sayangi, ternyata baik-baik saja.Terutama saat melihat senyuman Anindira, selalu membuat hatinya tenang. "Kalian baik-baik saja bukan?" tanya Arsenio pada keduanya. "Iya, Kak Arsenio."Anindira ingin menjawab juga. Namun, dia kalah cepat dengan Elsa yang sudah lebih dulu berucap. Anindira pun hanya diam dan menunggu giliran ia berkata.Pandangan Arsenio lurus pada Anindira dan begitu juga senyuman. Ya, meskipun tangannya mengelus kepala Elsa."Lantas bagaimana dengan Kak Arsenio? Apa kakak berhasil menyelamatkan teman-temanku? Aku mendengar cerita Kak Anindir
"Kapan pengirimannya?" Terlihat Luke Mallory sedang berada di sebuah ruangan, lebih disebut sebagai gudang karena banyak tumpukan kardus terbengkalai di sana.Jaring laba-laba menjadi penghias di setiap sudut ruangan. Lubang angin pun sudah tertutup debu yang sangat tebal.Lantai yang dipijak pun bukan dari keramik, melainkan masih lapisan pasir. "Pengirimannya akan dilakukan sore ini, Bos. Ketua Bulan Darah, yang akan mengantarnya sendiri," jawab salah satu anak buahnya, tertunduk ke bawah."Bagus. Para investor kita sudah banyak menanyakan soal anak-anak itu, yang akan mereka pekerjaan sebagai penari di club-club malam."Luke Mallory tersenyum sinis. Mengayunkan kakinya santai sambil menyesap sepuntung rokok yang hendak habis."Lantas, apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang Arsenio?"Tiba-tiba dia membahas soal Tuan Muda keluarga Guan itu. Setiap saat dirinya tidak bisa tidur, terus saja terbayang-bayang bajah pemuda tiga puluh tahun, yang telah membunuh Leonardo. "Kami be
"Sebenarnya, Kak Arsenio ini, siapa? Mengapa kakak bisa masuk ke rumah besar itu? Memangnya rumah itu, milik kakak juga?"Pertanyaan Elsa, sontak membuat Arsenio menghela napas berat. Sebenarnya dia ingin menyembunyikan identitasnya yang tidak lain adalah Pewaris Utama Keluarga Guan, dari Elsa. Namun, sepertinya keadaan yang telah memaksa ia untuk berkata jujur."Rumah mewah itu milik ayahku. Sebenarnya aku ini, pewaris utama keluarga Guan. Arsenio Bagas Guan. Putra satu-satunya Alexander Guan," beber Arsenio ragu. Dia tidak yakin momentumnya pas untuk mengungkapkan identitas. Elsa menatapnya sangat lama dan tanpa kata, seolah kalimat tadi adalah mantra yang mengutuknya menjadi patung batu. "Elsa?" Panggilan Arsenio menyadarkan gadis cantik dua puluh tahun itu, dari diamnya. "Mengapa sejak awal Kak Arsenio tidak jujur padaku?" Elsa mengubah posisi duduknya yang semula sedikit menghadap Arsenio, kini melihat keluar jendela."Aku tidak suka orang yang berkata bohong," sambungnya kesa
Arsenio pun kembali ke rumah. Kemarin malam ia tidak pulang karena menemani Elsa. "Tuan Muda. Kemana saja Anda kemarin malam?" tanya Bastian, yang langsung mencecar. "Tuan, terus mencari Anda. Mengapa ponsel Anda tidak aktif? Sebenarnya pergi kemana Anda, Tuan Muda?"Arsenio menghela napas panjang, "ada hal yang sedang kuurus. Sekarang aku minta padamu untuk mencari informasi tentang Organisasi Bulan Darah.""Bulan Darah?" Bastian menautkan sebelah alisnya. "Bukankah organisasi itu sudah hilang. Lantas, untuk apa, Anda mencari informasi tentang mereka lagi?""Aku akan jelaskan nanti. Sekarang, aku ingin menemui ayah. Di mana Ayah?" "Tuan Alexander ada di ruangannya." Setelah mendengar kalimat itu, Arsenio buru-buru menaiki anak-anak tangga, menuju lantai dua.Arsenio pun langsung masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintunya lebih dulu."Ayah," kata Arsenio terkesan buru-buru."Arsenio. Kemana saja kamu, Nak?" tanya Alexander Guan cemas. Sampai bangu dari tempat duduknya. "Aku ber
Entah mengapa, Arsenio merasa ingin berlama-lama di tempat ini. Seolah sesuatu sedang menunggunya dan takdir ingin dirinya menemukan itu.Arsenio pun mengunjungi ayahnya dan mengatakan bahwa ia akan pulang setelah makan siang. Sesaat setelah itu, Arsenio melihat sesuatu yang membuat aliran darahnya mendidih lagi. "Hei, kalian yang berkelahi di sana! Apa yang kalian lakukan di depan umum seperti ini?!" "Ayo cepat pergi!!" ucap seorang pelaku mendorong rekannya untuk kabur dari sana.Arsenio berseru. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan aksinya, dua pria yang lagi-lagi sedang mengeroyok anak kecil itu, pergi. Kali ini bukan gadis yang Arsenio selamatkan sebelum."Hei kalian--Ck!!" Arsenio berdecak dengan kepalan tangan meninju udara. Tindakannya itu, mendapat teguran dari dua pria berseragam keamanan. Dari yang Arsenio lihat, sepertinya mereka sedang melakukan patroli rutin. "Kau?! Lagi-lagi membuat keributan di sini, apa tak kapok?!" ucap salah seorang petugas keamanan itu yang ter
Hari berikutnya. Arsenio pun melaju dengan kecepatan tinggi dengan motornya. Sudah cukup lama ia tidak berpacu di atas kuda besinya itu. Semenjak menjadi Tuan Muda keluarga Guan, ia tidak lagi mengendarai motor.Arsenio membelah keramaian kota Sky Blue City. Menyalip kendaraan yang ada di depannya dengan mudah.Setelah berpacu kecepatan di jalanan selama tiga puluh menit, Arsenio pun menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang pemakaman keluarga. Arsenio turun dari motor, tidak lupa dia membawa satu buket bunga mawar putih yang sangat indah dan harum.Arsenio berjalan memasuki makam dan berhenti tepat di samping pusaran yang bertuliskan nama Clarissa di atasnya. Dia membuka kacamata hitam yang sedari tadi melekat di wajahnya. "Selamat pagi, Bu. Maafkan Arsenio yang baru mengunjungi ibu lagi."Arsenio meletakkan buket bunga itu di atas makam Clarissa. Sekuat tenaga dia memendung emosi, yang coba menerobos pertahanannya."Ibu suka mawar putih bukan? Kali ini Arsenio bawakan mawa
Satu Minggu berikutnya. Kondisi Arsenio telah pulih sepenuhnya. Bastian pun mengajak Arsenio untuk menemui anak-anak di tempat sosial, yang dibangun oleh Alexander Guan.Arsenio berjalan santai sambil melihat-lihat sekelilingnya, yang dipenuhi suara tawa anak-anak. Koridor ini, mengingatkan Arsenio pada sekolah dasarnya dulu. Hanya saja, saat ia bersekolah tidak ada tawa yang seperti ini. Setiap kali dirinya berjalan, maka teman-teman sebayanya langsung menghindar. Seolah dirinya monster yang tidak pantas untuk didekati. Melihat anak-anak bisa tertawa lepas tanpa beban, meskipun tidak memiliki orang tua, membuat Arsenio merasa tenang. Ada kebahagiaan yang sulit ia gambarkan dalam lembaran kata-kata. Setidaknya di tempat ini, mereka tidak merasa kesepian. "Tuan Alexander Guan membangun tempat ini, tepat satu bulan setelah meninggalnya Nyonya Clarissa. Tuan Alexander Guan, sangat terluka saat itu, terlebih lagi dia harus berpisah dengan putranya, yaitu Anda, Tuan Muda. Sebelum memban