"Ayah Tuan meminta Anda kembali ke rumah dan mengambil alih pekerjaan beliau."
Mendengar hal itu, Arsenio terkejut setangah mati. Meskipun dia memliki begitu banyak keraguan, dalam hati, Arsenio ingin percaya. Oleh karena itu, sekarang Arsenio hanya bisa menuruti apa yang dikatakan oleh pria yang menjemputnya barusan.
Saat ini, keduanya sedang menuju rumah sakit. Awalnya ia tidak mau, lantaran takut akan masuk ke hal-hal aneh, tetapi pria bernama Bastian itu, memaksa dan menceritakan sedikit kisah yang sama sekali tidak pernah Arsenio ketahui.
***
Sky Blue Hospital, Distrik S98.
Tring!
Notifikasi muncul sebelum Arsenio memasuki ruangan.
[Misi Baru: Kalahkan Organisasi Hitam.]
[Tingkatan Kesulitan: 10-12.]
[Hadiah: 20 Juta Dollar dan Mobil.]
[Keuntungan Tambahan: Mendapatkan 20 Poin Aksi dan 70 Poin Kemenangan.]
[Skill: 20%/100]
[Stamina: 40%/100]
Notifikasi pun menghilang sendiri, sesaat setelah Bastian mempersilahkan Arsenio untuk masuk ruangan lebih dulu karena sebagai mestinya, anak buah tunduk kepada Tuannya.
"Mengapa kau bertuduk padaku?" tanya Arsenio kebingungan. Merasa tidak pantas diperlakukan layaknya majikan.
Bastian mengerjapkan matanya, "Anda adalah Tuan Muda. Sudah sepantasnya saya menghormati Anda, dan saya berjalan mengikuti Anda di belakang." ucapnya dengan tenang. Tangan pria itu masih menempel di dadanya, menunjukkan rasa hormat.
Arsenio semakin kebingungan dan tidak tahu harus berkata apa. Terlebih lagi, Bastian selalu memanggilnya dengan sebutan 'Tuan Muda' yang tidak bisa Arsenio artikan sepenuhnya.
"Baiklah." Arsenio melangkah dengan penuh kewaspadaan. Takut-takut, sudah disiapkan jebakan untuk menjeratnya di dalam sana.
Meskipun ini rumah sakit, tetapi ruangan tersebut lebih layak disebut kamar hotel, sebab tampilannya yang mewah dan tidak tercium aroma khas rumah sakit. Setidaknya itulah yang Arsenio lihat dan rasakan.
Arsenio melangkah lebih jauh. Di ruangan tersebut, sudah ada dua pria gagah berpakaian serba hitam dan mengenakan kacamata hitam sedang berdiri tegap, selang sedetik keduanya membungkukkan badan, memberi hormat setibanya Arsenio di sana.
Arsenio mengangguk ragu. Sungguh ia seakan dibawa masuk ke dunia novel, yang di dalamnya mengisahkan para konglomerat, yang dikawal oleh orang-orang khusus.
"Ayah Anda ada di sebelah sana, Tuan Muda." Bastian menunjuk ke arah pria yang seluruh rambutnya sudah memutih. Pria tua itu terbaring lemas tak berdaya. Alat medis pun terpasang di tangan serta hidungnya.
Dari kejauhan, Arsenio dapat melihat, sudah banyak kerutan di wajah pria itu.
"Apakah dia benar-benar ayahku? Aku tidak yakin." Arsenio bertanya dengan penuh keraguan. Langkahnya terhenti sejenak, kira-kira lima meter dari pria tua itu terbaring di tempatnya.
Bastian mengangguk dan berkata, "Betul, Tuan Muda. Dia adalah Tuan Alexander Guan. Sedangkan Anda, Arsenio Bagas Guan. Putra Tunggal Alexander Guan, yang akan mewarisi seluruh kekayaan keluarga Guan."
Arsenio menelan ludahnya pelan-pelan. Penjelasan dari Bastian, sungguh sulit dipercaya semudah itu. "Benarkah itu? Haruskah aku mempercayainya?"
"Bastian ..."
Sebelum Bastian dapat menjawab pertanyaan Arsenio, terdengar suara lirih memanggil.
"Iya, Tuanku." Bastian buru-buru menghampiri pria bernama lengkap Alexander Guan itu.
"Di mana putraku? Apa kau berhasil mengajaknya untuk menemuiku? Aku sungguh ingin bertemu dengannya," ungkap Alexander Guan berat karena suaranya terhalang selang yang terpasang di mulutnya.
"Tentu, Tuanku. Tuan Muda Arsenio, saat ini sudah ada di sini." Bastian menjatuhkan pandangnya ke arah Arsenio.
"Tuan Muda, Tuan Alex ingin bertemu dengan Anda," pintanya kemudian.
Arsenio lagi-lagi menelan ludahnya berat. Oh, sungguh, dirinya sangat gugup. Bahkan tangannya sampai berkeringat dingin.
Langkah demi langkah Arsenio ambil. Ragu dan takut, tetapi berselimut penasaran. Ia coba untuk mempercayai kenyataan yang ada di depan matanya sekarang.
"Ayah ..." Arsenio bersuara pelan. Percayalah! Dia ragu untuk menyebut Alexander Guan dengan sebutan 'Ayah' karena bagi Arsenio, ayahnya telah mati beberapa tahun yang lalu.
"Arsenio." Alexander mengarahkan pandangannya. Ditatapnya sangat dalam putra satu-satunya itu.
"Arsenio ... Anakku. Kemarilah." Alex mengangkat sebelah tangannya. Terasa lemas dan tak bertenaga. Namun, ia tetap berusaha demi menyentuh anaknya yang selama ini, tidak pernah tinggal satu atap dengannya.
Arsenio mendekatkan wajahnya. "Iya, Ayah. Aku di sini. Arsenio senang bertemu dengan Ayah. Bagaimana kabar Ayah?" tanyanya sebagai basa-basi belaka.
Lain di bibir, lain pula di hati. Arsenio mengakui Alexander sebagai ayahnya di bibir karena ia belum yakin sepenuhnya. Walau Arsenio akui, ia senang bertemu dengan ayah kandungnya.
Alexander mengusap kepala Arsenio dan berkata, "Setelah ini, seluruh kekayaan keluarga Guan, jatuh ke tanganmu. Termasuk beberapa perusahaan besar, Property dan organisasi. Bastian akan menjadi asistenmu. Dia yang bertanggung jawab untuk mengurus seluruh keperluanmu," beber Alex secara gamblang.
Arsenio melirik, sedangkan Bastian mengerjapkan matanya disertai anggukan kepala pelan, mengartikan bahwa ucapan Alexander benar adanya.
Arsenio, menghela napas panjang. "Baik, Ayah. Aku akan mengurus semuanya, seperti yang Ayah inginkan."
Arsenio pun mengulas senyum, dalam semalam kehidupannya berubah drastis, layaknya dalam sebuah novel.
'Tunggu, pembalasan dendamku ... Elisha, Felix, Hendry.' Arsenio tersenyum miring, mengingat orang-orang yang selama ini telah memperlakukannya dengan buruk.
***
Malam harinya. Arsenio pun diajak ke kediaman keluarga Guan. Mansion mewah yang memiliki halaman luas layaknya lapangan sepak bola.
Mobil mewah terparkir rapi di sana. Arsenio memandang takjub apa pun yang ada di depan matanya. Para pengawal pun sudah berbaris guna menyambut kedatangan Arsenio, seperti yang sudah diinformasikan sebelumnya.
Tepat sesaat mobil yang Arsenio naiki terparkir di sana. Mereka lantas memberi hormat, yang membuat Arsenio semakin merasa seperti orang berkuasa.
"Selamat datang, Tuan Muda Arsenio!" seru mereka serentak, sesaat setelah Arsenio keluar dari mobil.
"Mari, Tuan Muda!" ajak Bastian tanpa berbasa-basi lagi. Arsenio pun mengangguk.
Arsenio memasuki mansion. Menatap takjub seisi ruangan yang luar biasa. "Apakah aku sedang bermimpi?" ucapnya sampai tidak berkedip.
"Anda sedang tidak bermimpi, Tuanku. Ini adalah rumahmu. Tuan Axel, bahkan sudah memindahkan hak kepemilikan rumah ini, menjadi milik Anda."
Arsenio melotot dan melihat ke arah Bastian. "Apakah aku ini sungguh anak dari Alexander Guan?" tanyanya memastikan.
Bastian mengangguk dengan penuh keyakinan. "Tentu, Tuanku. Tuan Alex melakukan semua ini guna melindungi Anda, sebagai pewaris satu-satunya keluarga Guan."
Arsenio menyimak serius seraya mengikuti langkah Bastian, yang mengarah pada anak-anak tangga.
"Sesaat setelah Nyonya Clarissa melahirkan Anda, Nyonya tak sadarkan diri dan detak jantungnya seketika berhenti. Tuan Axel tidak percaya dengan kematian janggal itu. Setelah ditelusuri, ternyata ada seseorang yang telah menyusup ke rumah sakit dan menyamar sebagai perawat ... Perawat itu yang telah membunuh ibu Anda. Dirasa keselamatan Anda terancam, maka Tuan Axel menyerahkan Anda kepada Daren ..."
Keduanya melangkah bersama-sama, menaiki setiap anak tangga.
"Sebenarnya, sudah sejak lama Tuan Axel ingin mengajak Anda pulang. Terutama ketika mendengar Daren telah mati. Tuan Axel benar-benar berduka saat itu. Namun, dirinya tidak bisa berbuat banyak karena pertarungan di dunia bisnis sedang memanas," beber Bastian berterus terang.
"Lalu, mengapa, Ayah ingin aku pulang sekarang?" Arsenio menjatuhkan pertanyaannya, yang lantas dijawab Bastian dengan senyuman tipis.
"Saya melihat Anda, ketika di restoran, saat Tuan Muda berhasil menghajar pemilik restoran dan laki-laki itu ..."
"Maksudnya, Felix?" tebak Arsenio ragu.
Bastian mengangguk, "iya. Saya melihat semuanya, kejadian di restoran itu. Mendapati fakta bahwa Tuan Muda berhasil membuat mereka tidak berdaya, saya berpikir sudah waktunya Tuan Muda Arsenio untuk pulang. Maka dari itu, saya memberitahukannya kepada Tuan Axel."
"Apa selama ini, kau selalu mengikutiku?" Arsenio melebarkan matanya, sedangkan Bastian hanya tersenyum tipis disertai anggukan kepala. "Tuan Axel sendiri yang memerintahkan saya untuk terus mengawasi dan melaporkan seluruh kegiatan Tuan Muda."
Arsenio pun tersedak napasnya sendiri setelah mengakuan yang keluar dari mulut Bastian. Jadi, selama ini Bastian selalu mengawasinya atas perintah Alexander. Dengan kata lain, semua hinaan yang acap kali diterimanya, diketahui oleh Axel? Ada perasaan malu, tetapi Arsenio juga kesal karena baik Axel maupun Bastian tidak ada yang mau membantu disaat mendapatkan kesulitan.
Arsenio mengehentikan langkahnya, tepat di anak tangga terakhir. "Apakah kau bisa mencari informasi tentang, Organisasi Hitam?"
Hari berikutnya. Arsenio pun masih tertidur lelap di atas ranjang empuk, super lembut yang baru pertama kali ia rasakan. "Selamat pagi, Tuan Muda." Bastian telah berdiri di samping tempat tidur Arsenio, menyapa dengan penuh hormat, tapi tetap berwibawa. Arsenio perlahan-lahan membuka matanya. Ia terkejut mendapati Bastian telah berdiri di depannya, beserta dua pria lain yang berpenampilan layaknya pelayan. "Ada apa ini?" Arsenio buru-buru mengubah posisinya menjadi duduk. Membulatkan matanya karena terkejut. "Selamat pagi, Tuan Muda. Bagaimana tidur Anda? Apakah nyenyak?" tanya Bastian seramah mungkin. Arsenio mengangguk pelan. "Iya. Lalu, apa yang kalian lakukan di sini?" "Letakkan makanannya di sini!" titah Bastian, kepada salah satu pelayan yang membawa baki berisikan makanan. Pelayan itu mengangguk, lalu meletakkan baki tersebut di atas ranjang, tepat di hadapan Arsenio. "Aku tidak mengerti semua ini," celetuk Arsenio sambil mengerutkan keningnya. "Saya membawakan sarapan
Masih di hari itu. Setelah menempuh perjalanan hampir dua jam, akhirnya Arsenio sampai di kawasan Distric Cucumber. Sejauh mata memandang, kawasan ini sangat ramai. Banyak pertokoan dan pelayanan publik. Ada alun-alun juga. Arsenio cukup takjub. Namun, tujuannya datang ke Distric Cucumber bukanlah untuk jalan-jalan, melainkan mencari Organisasi Hitam. "Apa kau tahu, di mana markas besar Organisasi Hitam?" tanya Arsenio, pada Bastian yang fokus menyetir. Bastian melihat ke arah belakang dari kaca spion kecil yang tepat berada di atas kepalanya. "Sesungguhnya, saya tidak tahu pasti markas besar mereka karena tidak banyak orang yang mengetahui lokasi pastinya, tetapi saya bisa mencaritahu informasi detailnya untuk, Tuan Muda." Arsenio pun bergumam kecil, melipat kedua tangannya di dada, kemudian mengalihkan pandangannya ke luar jendela mobil. "Kalau begitu, cari tahu informasi tentang markas besar mereka. Aku ingin informasi selengkap mungkin tentang Organisasi Hitam karena diriku a
Beberapa jam kemudian. Arsenio pun telah menyelesaikan pertemuannya yang berjalan lancar. Pembahasan proyek peluncuran game terbaru, seketika memacu semangat Arsenio untuk cepat-cepat menyelesaikan quest itu. Sebab ada beberapa hal dalam rancangan game ini, memiliki kemiripan dengan kehidupannya dahulu. Arsenio dan Bastian berjalan beriringan di lobby. Orang-orang yang tidak sengaja berpapasan pun, membungkuk, memberikan hormat kepada Arsenio tentunya."Bagaimana, kondisi Ayah sekarang?" tanya Arsenio santai sambil merapikan kemejanya."Kondisi, Tuan Axel terkini berangsur membaik. Dokter berkata, dalam beberapa hari kedepan, seandainya kondisi Tuan Alex membaik, maka ia diperbolehkan untuk pulang," terang Bastian, mengiringi langkah Arsenio."Bagus. Aku senang mendengarnya. Semoga saja Ayah bisa cepat kembali ke rumah.""Iya, Tuan Muda. Semenjak kedatangan Anda, semangat hidup Tuan Axel, semakin tinggi. Ia benar-benar ingin melihat Anda sukses mengurus bisnis keluarga Guan. Anda ada
DOOORRR ...Arsenio pun menarik pelatuknya. Timah panas itu melesat cepat dan tepat mengenai sasaran di depan sana. "Yes ..." Arsenio bersorak gembira. Melepaskan pengaman mata dan telinga, serta sarung tangan. Tidak berselang lama Bastian datang dengan raut wajah datar seperti biasanya. "Tuan Muda." Ia membungkuk."Bagaimana, apa kau sudah mendapatkan informasi tentang Felix?" tanya Arsenio serius."Sudah Tuan Muda. Hari ini Felix akan memantau pengiriman emas di pelabuhan 223, yang letaknya di ujung Distric L45. Jadwal keberangkatannya hari ini sebelum pukul 10.00." Keterangan Bastian pun, mendapat senyuman miring dari Arsenio. "Kalau begitu, kita berangkat sekarang juga. Siapkan mobil!" titahnya kemudian melenggang pergi. "Baik, Tuan Muda." Bastian mengangguk, lalu mengekor kepergian Arsenio.***Distric L45. Jalan Lost Contact. Kediaman Felix. Arsenio dan Bastian berada di mobil. Jaraknya hanya sekitar lima puluh meter dari mansion mewah milik keluarga Felix."Jadi, ini rumahn
Sementara itu, di luar restoran, Bastian dan dua anak buahnya tengah memantau dari kejauhan, menggunakan sebuah teropong kecil. Kalau saja bukan karena perintah dan rencana, Bastian tidak akan mau berada jauh dari Arsenio. Sebab sudah menjadi keharusannya berada di sisi Arsenio. Apa pun keadaannya. "Apa rencana kita selanjutnya?" tanya salah satu anak buahnya yang duduk di kursi pengemudi, sedangkan Bastian duduk di sampingnya sambil memantau ke luar jendela."Tunggu mereka keluar dari restoran. Kita akan ikuti mereka nanti." Bastian membalas tanpa memalingkan wajah, saking tidak ingin kehilangan sedikit pun momen.Selang beberapa menit kemudian, Felix dan Arsenio terpantau keluar dari restoran. Felix tampak melihat-lihat kiri dan kanannya, seolah-olah sedang memastikan keadaan sekitarn aman atau tidak? Tampak jelas dari ekspresi yang datar dan tatapan serius. Tak lama kemudian, Arsenio pun diminta masuk ke mobil lebih dulu, sembari Felix masih melihat-lihat sekelilingnya dengan ra
Sky Blue Hospital. Ruangan Axel Guan berada. Pria setengah baya itu, sedang duduk bersandar di atas ranjang dan ditemani Bastian. "Bagaimana, kabar Arsenio? Sudah lama dia tidak berkunjung," tanya Axel Guan sembari mengunyah sepotong apel, yang telah dikupas kulitnya oleh Bastian."Kabar Tuan Muda baik, Tuan. Tuan Muda terlalu sibuk mempelajari tentang bisnis, sehingga dia tidak memiliki waktu untuk menemui Anda sekarang ini," jawab Bastian beralasan.Axel Guan menganggukkan kepalanya sambil menatap kosong objek di depannya. "Ternyata dia memiliki semangat yang besar untuk mengelola perusahaan. Aku berharap besar, anak itu mampu menjalankan bisnis keluarga Guan, lebih baik dariku.""Iya, Tuanku. Bahkan Tuan Muda bersemangat untuk mempelajari ilmu bela diri dan beberapa senjata."Axel menjatuhkan tatapan tajam ke arah Bastian, "apakah dia sudah mengetahui soal organisasi kita?"Bastian mengangguk pelan, "iya, Tuanku. Tuan Muda Arsenio sudah mengetahuinya dan dia sangat antusias untuk
Berangkas bukan sekedar berangkas biasa. Di dalamnya terdapat sebuah ruangan yang luas, cukup untuk dihuni ratusan orang. Jauh dari ekpektasi Arsenio, nyatanya berangkas tersebut tidak menyimpan barang-barang berharga, melainkan hanya ruang hampa. Meskipun begitu, ruangan tersebut tetap memiliki pentilasi udara. Bahkan memiliki pendingin ruangan juga.Arsenio sedikitnya menduga, ruangan tersebut diperuntukkan untuk tempat bersembunyi anggota Organisasi Hitam, bilamana terjadi serangan. "Kemana lorong ini mengarah?" tanya Arsenio sambil menyipitkan matanya. Dilihat lurus ruangan tersebut."Keluar Mansion," jawab King datar sambil kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Sikapnya sangat tenang sekarang. Namun, berbeda dengan Arsenio, yang tampak sangat antusias dengan apa yang dilihatnya sekarang.'ouh, jadi mereka memiliki jalan rahasia, yang mungkin tidak diketahui banyak orang.' Arsenio membatin sambil mengelus dagu. Tepat seperti dugaannya. Ruangan ini memang diperuntukka
Arsenio yang berhasil keluar dari penjara pun, tidak membuang waktu lagi untuk segera melancarkan aksinya. Ia telah melihat anggota Organisasi Hitam yang menjaga penjara kocar kacir. Terdengar suara teriakan bahwasanya ada serangan datang.BRUK!Arsenio melayangkan tendangan keras bertubi-tubi pada lawan yang ditemuinya. Beberapa diantara mereka langsung terkapar, ada juga yang membuat Arsenio kewalahan. Arsenio tak seorang diri sana. Ada anggota Naga Merah yang datang untuk merobohkan pertahanan Organisasi Hitam. Mereka datang melalui lorong yang terhubung dengan berangkas. Ting!Tiba-tiba layar notifikasi pun muncul di hadapannya. Tertulis.[Selamat. Kamu mendapatkan 10 poin Aksi dan 5 poin kemenangan. Skill bertambah 5% dan Stamina bertambah 10%][Tingkatkan terus skill-mu, maka kau akan mendapatkan lebih banyak poin Aksi dan Poin Kemenangan.]Tak berselang lama, notifikasi pun hilang. Arsenio tersenyum penuh kemenangan. Rasa percaya dirinya semakin meningkat. Kini ia dapat meras
Hari berikutnya. Arsenio menaklukkan X One di Bandara internasional, yang hendak melarikan diri ke luar negeri. Di hari itu juga, Organisasi yang selama ini dipimpin X One pun ditaklukkan. Mereka tidak bisa berkutik lantaran pemimpin mereka telah ditangkap.Pada akhirnya, Arsenio pun menjadi penguasa Tiga Wilayah Bagian, seperti yang telah kakeknya janjikan. Sebagaimana seharusnya, pewaris utama keluarga Guan, yang akan memimpin Tiga Wilayah Bagian. Sejak hari itu, Arsenio mulai berbenah. Dia membentuk Organisasi Naga Merah yang lebih kuat lagi, kokoh dan sedikit berbeda dari yang dipimpin Alexander Guan sebelumnya.Arsenio membuat banyak perubahan di mana-mana. Berkat kontribusinya itu, semua orang di Tiga Wilayah Bagian tersenyum. Tidak ada yang tidak mengenal Arsenio sekarang.Arsenio pun mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Anindira. Tepat dua bulan setelah Luke Mallory tiada. Pernikahan yang telah nantikan itu akan segera terwujud.Satu hari sebelum pernikahan. Malam harinya
"Kejutan!" Suara Elsa begitu nyaring dan sangat melekat di telinga Arsenio.Siapa yang menduga, bom yang dimaksud Luke Mallory sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, adalah Elsa. Arsenio tidak habis pikir. Jika ia tahu, mungkin gadis itu sudah berpindah dunia kemarin. "Ada apa dengan ekspresimu, Kak? Apa kau terkejut melihatku seperti ini?" sambungnya berpura-pura polos, seolah tak terjadi apa-apa.Dia memah pandai bermain sandiwara. Kemarin Elsa berlagak layaknya seseorang yang sangat menderita. Mampu, menarik simpati Arsenio dan yang lainnya. Namun, sekarang? Elsa seperti serigala yang menyusup ke dalam gerombolan domba, lalu siap menerkam mereka.Arsenio bergeming. Dia terlalu cepat untuk mempercayai seseorang tanpa mencari tahu asal usulnya lebih jauh. Sampai akhirnya ia berada di ujung jurang karena rasa kepercayaannya itu, tapi semua ini tidak bisa ia sesali terus menerus. "Kenapa kau diam, Kak? Bukankah kau selalu saja banyak bicara ini dan itu? Kau terus saja berkata, b
Arsenio berlari ke ruang perawatan. Dia mendapat kabar bahwa Elsa telah sadar. Dia bersyukur karena operasi pengangkatan cip itu berhasil. Bruk ...Pintu dibuka secara kencang, hingga menciptakan suara nyaring, sontak membuat dua gadis di dalamnya tersentak kaget."Arsenio ...""Kak Arsenio ..."Keduanya menyebut nama sang pria di waktu bersamaan. Terdengar kompak. Arsenio bernapas lega setelahnya. Lantaran dua wanita yang ia sayangi, ternyata baik-baik saja.Terutama saat melihat senyuman Anindira, selalu membuat hatinya tenang. "Kalian baik-baik saja bukan?" tanya Arsenio pada keduanya. "Iya, Kak Arsenio."Anindira ingin menjawab juga. Namun, dia kalah cepat dengan Elsa yang sudah lebih dulu berucap. Anindira pun hanya diam dan menunggu giliran ia berkata.Pandangan Arsenio lurus pada Anindira dan begitu juga senyuman. Ya, meskipun tangannya mengelus kepala Elsa."Lantas bagaimana dengan Kak Arsenio? Apa kakak berhasil menyelamatkan teman-temanku? Aku mendengar cerita Kak Anindir
"Kapan pengirimannya?" Terlihat Luke Mallory sedang berada di sebuah ruangan, lebih disebut sebagai gudang karena banyak tumpukan kardus terbengkalai di sana.Jaring laba-laba menjadi penghias di setiap sudut ruangan. Lubang angin pun sudah tertutup debu yang sangat tebal.Lantai yang dipijak pun bukan dari keramik, melainkan masih lapisan pasir. "Pengirimannya akan dilakukan sore ini, Bos. Ketua Bulan Darah, yang akan mengantarnya sendiri," jawab salah satu anak buahnya, tertunduk ke bawah."Bagus. Para investor kita sudah banyak menanyakan soal anak-anak itu, yang akan mereka pekerjaan sebagai penari di club-club malam."Luke Mallory tersenyum sinis. Mengayunkan kakinya santai sambil menyesap sepuntung rokok yang hendak habis."Lantas, apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang Arsenio?"Tiba-tiba dia membahas soal Tuan Muda keluarga Guan itu. Setiap saat dirinya tidak bisa tidur, terus saja terbayang-bayang bajah pemuda tiga puluh tahun, yang telah membunuh Leonardo. "Kami be
"Sebenarnya, Kak Arsenio ini, siapa? Mengapa kakak bisa masuk ke rumah besar itu? Memangnya rumah itu, milik kakak juga?"Pertanyaan Elsa, sontak membuat Arsenio menghela napas berat. Sebenarnya dia ingin menyembunyikan identitasnya yang tidak lain adalah Pewaris Utama Keluarga Guan, dari Elsa. Namun, sepertinya keadaan yang telah memaksa ia untuk berkata jujur."Rumah mewah itu milik ayahku. Sebenarnya aku ini, pewaris utama keluarga Guan. Arsenio Bagas Guan. Putra satu-satunya Alexander Guan," beber Arsenio ragu. Dia tidak yakin momentumnya pas untuk mengungkapkan identitas. Elsa menatapnya sangat lama dan tanpa kata, seolah kalimat tadi adalah mantra yang mengutuknya menjadi patung batu. "Elsa?" Panggilan Arsenio menyadarkan gadis cantik dua puluh tahun itu, dari diamnya. "Mengapa sejak awal Kak Arsenio tidak jujur padaku?" Elsa mengubah posisi duduknya yang semula sedikit menghadap Arsenio, kini melihat keluar jendela."Aku tidak suka orang yang berkata bohong," sambungnya kesa
Arsenio pun kembali ke rumah. Kemarin malam ia tidak pulang karena menemani Elsa. "Tuan Muda. Kemana saja Anda kemarin malam?" tanya Bastian, yang langsung mencecar. "Tuan, terus mencari Anda. Mengapa ponsel Anda tidak aktif? Sebenarnya pergi kemana Anda, Tuan Muda?"Arsenio menghela napas panjang, "ada hal yang sedang kuurus. Sekarang aku minta padamu untuk mencari informasi tentang Organisasi Bulan Darah.""Bulan Darah?" Bastian menautkan sebelah alisnya. "Bukankah organisasi itu sudah hilang. Lantas, untuk apa, Anda mencari informasi tentang mereka lagi?""Aku akan jelaskan nanti. Sekarang, aku ingin menemui ayah. Di mana Ayah?" "Tuan Alexander ada di ruangannya." Setelah mendengar kalimat itu, Arsenio buru-buru menaiki anak-anak tangga, menuju lantai dua.Arsenio pun langsung masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintunya lebih dulu."Ayah," kata Arsenio terkesan buru-buru."Arsenio. Kemana saja kamu, Nak?" tanya Alexander Guan cemas. Sampai bangu dari tempat duduknya. "Aku ber
Entah mengapa, Arsenio merasa ingin berlama-lama di tempat ini. Seolah sesuatu sedang menunggunya dan takdir ingin dirinya menemukan itu.Arsenio pun mengunjungi ayahnya dan mengatakan bahwa ia akan pulang setelah makan siang. Sesaat setelah itu, Arsenio melihat sesuatu yang membuat aliran darahnya mendidih lagi. "Hei, kalian yang berkelahi di sana! Apa yang kalian lakukan di depan umum seperti ini?!" "Ayo cepat pergi!!" ucap seorang pelaku mendorong rekannya untuk kabur dari sana.Arsenio berseru. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan aksinya, dua pria yang lagi-lagi sedang mengeroyok anak kecil itu, pergi. Kali ini bukan gadis yang Arsenio selamatkan sebelum."Hei kalian--Ck!!" Arsenio berdecak dengan kepalan tangan meninju udara. Tindakannya itu, mendapat teguran dari dua pria berseragam keamanan. Dari yang Arsenio lihat, sepertinya mereka sedang melakukan patroli rutin. "Kau?! Lagi-lagi membuat keributan di sini, apa tak kapok?!" ucap salah seorang petugas keamanan itu yang ter
Hari berikutnya. Arsenio pun melaju dengan kecepatan tinggi dengan motornya. Sudah cukup lama ia tidak berpacu di atas kuda besinya itu. Semenjak menjadi Tuan Muda keluarga Guan, ia tidak lagi mengendarai motor.Arsenio membelah keramaian kota Sky Blue City. Menyalip kendaraan yang ada di depannya dengan mudah.Setelah berpacu kecepatan di jalanan selama tiga puluh menit, Arsenio pun menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang pemakaman keluarga. Arsenio turun dari motor, tidak lupa dia membawa satu buket bunga mawar putih yang sangat indah dan harum.Arsenio berjalan memasuki makam dan berhenti tepat di samping pusaran yang bertuliskan nama Clarissa di atasnya. Dia membuka kacamata hitam yang sedari tadi melekat di wajahnya. "Selamat pagi, Bu. Maafkan Arsenio yang baru mengunjungi ibu lagi."Arsenio meletakkan buket bunga itu di atas makam Clarissa. Sekuat tenaga dia memendung emosi, yang coba menerobos pertahanannya."Ibu suka mawar putih bukan? Kali ini Arsenio bawakan mawa
Satu Minggu berikutnya. Kondisi Arsenio telah pulih sepenuhnya. Bastian pun mengajak Arsenio untuk menemui anak-anak di tempat sosial, yang dibangun oleh Alexander Guan.Arsenio berjalan santai sambil melihat-lihat sekelilingnya, yang dipenuhi suara tawa anak-anak. Koridor ini, mengingatkan Arsenio pada sekolah dasarnya dulu. Hanya saja, saat ia bersekolah tidak ada tawa yang seperti ini. Setiap kali dirinya berjalan, maka teman-teman sebayanya langsung menghindar. Seolah dirinya monster yang tidak pantas untuk didekati. Melihat anak-anak bisa tertawa lepas tanpa beban, meskipun tidak memiliki orang tua, membuat Arsenio merasa tenang. Ada kebahagiaan yang sulit ia gambarkan dalam lembaran kata-kata. Setidaknya di tempat ini, mereka tidak merasa kesepian. "Tuan Alexander Guan membangun tempat ini, tepat satu bulan setelah meninggalnya Nyonya Clarissa. Tuan Alexander Guan, sangat terluka saat itu, terlebih lagi dia harus berpisah dengan putranya, yaitu Anda, Tuan Muda. Sebelum memban