Arsenio yang berhasil keluar dari penjara pun, tidak membuang waktu lagi untuk segera melancarkan aksinya. Ia telah melihat anggota Organisasi Hitam yang menjaga penjara kocar kacir. Terdengar suara teriakan bahwasanya ada serangan datang.BRUK!Arsenio melayangkan tendangan keras bertubi-tubi pada lawan yang ditemuinya. Beberapa diantara mereka langsung terkapar, ada juga yang membuat Arsenio kewalahan. Arsenio tak seorang diri sana. Ada anggota Naga Merah yang datang untuk merobohkan pertahanan Organisasi Hitam. Mereka datang melalui lorong yang terhubung dengan berangkas. Ting!Tiba-tiba layar notifikasi pun muncul di hadapannya. Tertulis.[Selamat. Kamu mendapatkan 10 poin Aksi dan 5 poin kemenangan. Skill bertambah 5% dan Stamina bertambah 10%][Tingkatkan terus skill-mu, maka kau akan mendapatkan lebih banyak poin Aksi dan Poin Kemenangan.]Tak berselang lama, notifikasi pun hilang. Arsenio tersenyum penuh kemenangan. Rasa percaya dirinya semakin meningkat. Kini ia dapat meras
Pagi harinya. Kediaman Keluarga Guan. Mansion mewah yang saat ini telah berpindah nama menjadi Arsenio Bagas Guan itu. Tring! Satu notifikasi pun muncul di layar tap. Tertulis bukti kredit dengan nominal 20 juta dollar, telah berhasil masuk rekening atas nama Arsenio Bagas.Sepasang bola mata berwarna hazel itu, melebar sempurna. Hati riang kian gembira, melihat sebuah tulisan yang menunjukkan angka 2 dan nol, berjajar rapi.Mimpi apa ia semalam. 20 juta dollar, bukanlah jumlah yang kecil. Namun, Arsenio mampu mendapatkannya dalam waktu singkat, hanya dengan menyelesaikan sebuah misi. Setelah puas melihat uang dalam m-banking, Arsenio meletakkan tab di atas meja yang berada di sebelahnya. Kemudian, meredamkan tubuh yang kemarin malam berlumuran darah itu di bathtub, yang telah dipenuhi wewangian dan ditambah beberapa rempah. "Ah, rasanya sangat segar." Arsenio merilekskan tubuhnya. Merasakan ketenangan, serta kenyamanan yang belum pernah ia rasakan sebelum ini. Hidup menjadi seseo
Sore harinya. Arsenio yang baru saja membantai organisasi Hitam kemarin malam, tidak tampak kelelahan. Tubuhnya terlihat bugar dan sehat. Bahkan ia tersenyum sumringah seolah tidak pernah terjadi apa-apa. Perasaannya saat ini, sedang berbunga-bunga. Pertama, ia telah membalas dendam kepada Felix dan seluruh anak buahnya. Kedua. Ia mendapatkan mobil baru sebagai bonus karena telah menyelesaikan misi.Arsenio pun sedang mengunjungi Alexander Guan, yang masih menjalani perawatan di rumah sakit Sky Blue Hospital.Pria paruh baya itu masih duduk di atas ranjang rumah sakit. Alat-alat medis pun tampak tidak terpasang lagi di badannya, yang memandang ia telah pulih total. "Bagaimana, kabar Ayah sekarang?" Arsenio bertanya sambil menggenggam erat tangan pria paruh baya itu. "Ayah baik, Nak." Alex menaikkan sebelah alisnya. "Luka apa ini? Apa kau habis berkelahi?"Alexander menyentuh pelipis kanan Arsenio, yang terlihat bengkak dan berwarna biru kelabu. Seperti orang yang habis dipukuli war
"Bos, ingin kau membunuh wanita ini!"Kalimat itu terus membayang di benak, pemuda tampan tiga puluh tahun, yang sedang berpacu di jalan beraspal Sky Blue City. Kecepatan mobilnya menembus angka 90-100 km/jam. Ia menyalip satu demi satu, kendaraan di depannya tanpa sedikitpun kesulitan. Menampilkan kebolehannya bak seorang pembalap profesional di lintasan beraspal.Sepasang netra itu melebar, menatap nyalang objek yang dilewatinya tanpa berkedip. Setelah menempuh perjalanan lebih dari tiga puluh menit. Pemuda itu menghentikan laju super car miliknya di depan sebuah hotel bintang enam yang namanya terkenal, seantero Sky Blue City.Pemuda itu melemparkan kunci mobilnya kepada pelayan hotel yang bertugas memarkirkan mobil. Kunci tersebut telah di tangan pelayan itu, sedangkan pemuda yang hanya mengenakan kemeja hitam dan memakai kacamata berlensa coklat besar itu, mengayunkan kakinya sedikit cepat. Memasuki hotel tersebut.Tidak ada satu pun hal yang menarik perhatiannya, selain lift y
Arsenio pun mengantarkan Elisha menuju rumahnya, tentu dengan arahan sang wanita. Lantaran selama ini, pemuda tampan dan kaya raya itu, tidak tahu menahu soal Keluarga Elisha. Di mana ia tinggal dan seperti apa sosok kedua orang tua sang wanita yang pernah mengisi hatinya itu, Arsenio tak tahu apa-apa. Gelap gulita. "Apa ini rumahmu?" tanya Arsenio dingin sambil melongo ke luar jendela. Pandangannya tentu mengarah pada bangunan mewah di sana. "Iya, itu rumahku. Ayo, kita masuk!" ajak Elisha tanpa ragu-ragu.Sekitar 10 meter dari posisi mobil berhenti, sebuah bangun lantai tiga berdiri kokoh, dengan warna putih mendominasi bangunan tersebut."Baiklah."Arsenio menyalakan mesin mobilnya kembali. Elisha semakin bersemangat. Senyuman merekah indah di bibir tebalnya. Tak membuang kesempatan, Elisha bergelayut manja di tangan Arsenio. Sementara sang pemuda mengumpat kesal dalam hati.Setelah mobil berhenti, Arsenio melepaskan sabuk pengaman yang melindungi tubuhnya itu. Elisha pun melaku
Di tengah terik sang Surya membakar cakrawala biru. Arsenio berbaring santai di atas kursi membentang tepat di pinggiran kolam renang. Pikirannya sedang melalang buana, mencari jawaban dari sebuah pertanyaan yang dalam beberapa hari terakhir, sungguh mengganggu benaknya."Sebenarnya, apa kegunaan Poin Kemenangan dan Poin Aksi? Lalu, bagaimana cara mendapatkannya? Sampai detik ini, aku masih belum memahamArsenio melepaskan kacamata hitam yang melekat indah menutupi kedua netranya. Kemudian mengangkat tubuhnya berada dalam posisi duduk. THING!Di tengah lamunannya, layar notifikasi pun muncul, seolah bisa membaca pikiran Arsenio.[PENJELASAN.][TINGKATAN SISTEM MAFIA TERKUAT.][Mafia kelas 3 : Memiliki 50 poin kemenangan. Kemampuan menghadapi 2 orang dewasa. Menguasai satu senjata tingkat rendah.][Mafia Kelas 2 : Memiliki 70 poin kemenangan. Kemampuan menghadapi 5-7 orang dewasa dalam satu waktu. Menguasai senjata tingkat rendah.][Mafia kelas 1: Memiliki 100 poin kemenangan. Kemampu
THING![NEW QUEST][Gagalkan pengiriman senjata dan emas dari Distrik Sentiong, menuju Pelabuhan Karang Cetak.][Hadiah Penyelesaian Misi : 15 Juta Dollar dan Tanah 500 meter persegi.][Tingkat Kesulitan Misi : 2. ][Bonus Tambahan : 30 poin Aksi dan 15 Poin Kemenangan.]Arsenio yang sebelumnya terlelap dalam mimpi indah, kini terbangun dengan penuh semangat guna menyongsong hari yang penuh misteri ini. Notifikasi itu, menghilang dalam hitungan detik bagai debu tersapu angin. Di waktu hampir berdekatan, suara pintu diketuk terdengar pelan. Tak berselang lama, sosok laki-laki tinggi jangkung, gagah dan tidak ada sedikitpun senyuman di wajahnya, menampakkan diri di hadapan Arsenio.Laki-laki itu berdiri gagah. Namun, kedua bahunya sengaja direndahkan, sebagai bentuk hormatnya kepada Arsenio selaku atasan."Bagus, kau datang." Arsenio buru-buru turun dari tempat tidur. "Bisakah kau melakukan sesuatu untukku sekarang?"Arsenio berkacak pinggang sambil menghela napas panjang, seolah seda
Gedung All Star Grup. Di salah satu ruangan full AC, yang ditempati sekitar 10 orang lebih. Memegang bidangnya masing-masing."Hei, kamu, Anak Baru! Cepat, selesaikan laporan ini sekarang juga! Ini perintah langsung dari atasan!" Seorang wanita cantik, memakai dress berwarna biru itu, meletakkan tumpukan lembaran kertas di atas meja salah satu karyawan di sana, secara kasar. Gadis cantik dengan rambut kuncir kuda itu, menoleh. Setengah mulutnya sudah terbuka. Namun, kata-katanya tercekat di ujung tenggorokan."Selesaikan laporan ini sekarang juga! Jika, laporannya tidak selesai, maka kalian tidak boleh pulang!" ancam wanita yang mengenakan dress biru itu, sambil menjatuhkan tatapan jalang kepada bawahannya.Wanita itu, manager di bagian desain grafis. Menduduki jabatan yang cukup tinggi, membuat ia congkak dan sombong. Berkuasa penuh, seakan ia yang memegang seluruh kendali perusahaan. Memerintah seenak jidat bawahannya dan disertai ancaman."Kalian, dengar tidak!" bentaknya sambil
Hari berikutnya. Arsenio menaklukkan X One di Bandara internasional, yang hendak melarikan diri ke luar negeri. Di hari itu juga, Organisasi yang selama ini dipimpin X One pun ditaklukkan. Mereka tidak bisa berkutik lantaran pemimpin mereka telah ditangkap.Pada akhirnya, Arsenio pun menjadi penguasa Tiga Wilayah Bagian, seperti yang telah kakeknya janjikan. Sebagaimana seharusnya, pewaris utama keluarga Guan, yang akan memimpin Tiga Wilayah Bagian. Sejak hari itu, Arsenio mulai berbenah. Dia membentuk Organisasi Naga Merah yang lebih kuat lagi, kokoh dan sedikit berbeda dari yang dipimpin Alexander Guan sebelumnya.Arsenio membuat banyak perubahan di mana-mana. Berkat kontribusinya itu, semua orang di Tiga Wilayah Bagian tersenyum. Tidak ada yang tidak mengenal Arsenio sekarang.Arsenio pun mulai mempersiapkan pernikahannya dengan Anindira. Tepat dua bulan setelah Luke Mallory tiada. Pernikahan yang telah nantikan itu akan segera terwujud.Satu hari sebelum pernikahan. Malam harinya
"Kejutan!" Suara Elsa begitu nyaring dan sangat melekat di telinga Arsenio.Siapa yang menduga, bom yang dimaksud Luke Mallory sebelum ia menghembuskan napas terakhirnya, adalah Elsa. Arsenio tidak habis pikir. Jika ia tahu, mungkin gadis itu sudah berpindah dunia kemarin. "Ada apa dengan ekspresimu, Kak? Apa kau terkejut melihatku seperti ini?" sambungnya berpura-pura polos, seolah tak terjadi apa-apa.Dia memah pandai bermain sandiwara. Kemarin Elsa berlagak layaknya seseorang yang sangat menderita. Mampu, menarik simpati Arsenio dan yang lainnya. Namun, sekarang? Elsa seperti serigala yang menyusup ke dalam gerombolan domba, lalu siap menerkam mereka.Arsenio bergeming. Dia terlalu cepat untuk mempercayai seseorang tanpa mencari tahu asal usulnya lebih jauh. Sampai akhirnya ia berada di ujung jurang karena rasa kepercayaannya itu, tapi semua ini tidak bisa ia sesali terus menerus. "Kenapa kau diam, Kak? Bukankah kau selalu saja banyak bicara ini dan itu? Kau terus saja berkata, b
Arsenio berlari ke ruang perawatan. Dia mendapat kabar bahwa Elsa telah sadar. Dia bersyukur karena operasi pengangkatan cip itu berhasil. Bruk ...Pintu dibuka secara kencang, hingga menciptakan suara nyaring, sontak membuat dua gadis di dalamnya tersentak kaget."Arsenio ...""Kak Arsenio ..."Keduanya menyebut nama sang pria di waktu bersamaan. Terdengar kompak. Arsenio bernapas lega setelahnya. Lantaran dua wanita yang ia sayangi, ternyata baik-baik saja.Terutama saat melihat senyuman Anindira, selalu membuat hatinya tenang. "Kalian baik-baik saja bukan?" tanya Arsenio pada keduanya. "Iya, Kak Arsenio."Anindira ingin menjawab juga. Namun, dia kalah cepat dengan Elsa yang sudah lebih dulu berucap. Anindira pun hanya diam dan menunggu giliran ia berkata.Pandangan Arsenio lurus pada Anindira dan begitu juga senyuman. Ya, meskipun tangannya mengelus kepala Elsa."Lantas bagaimana dengan Kak Arsenio? Apa kakak berhasil menyelamatkan teman-temanku? Aku mendengar cerita Kak Anindir
"Kapan pengirimannya?" Terlihat Luke Mallory sedang berada di sebuah ruangan, lebih disebut sebagai gudang karena banyak tumpukan kardus terbengkalai di sana.Jaring laba-laba menjadi penghias di setiap sudut ruangan. Lubang angin pun sudah tertutup debu yang sangat tebal.Lantai yang dipijak pun bukan dari keramik, melainkan masih lapisan pasir. "Pengirimannya akan dilakukan sore ini, Bos. Ketua Bulan Darah, yang akan mengantarnya sendiri," jawab salah satu anak buahnya, tertunduk ke bawah."Bagus. Para investor kita sudah banyak menanyakan soal anak-anak itu, yang akan mereka pekerjaan sebagai penari di club-club malam."Luke Mallory tersenyum sinis. Mengayunkan kakinya santai sambil menyesap sepuntung rokok yang hendak habis."Lantas, apa kalian sudah mendapatkan informasi tentang Arsenio?"Tiba-tiba dia membahas soal Tuan Muda keluarga Guan itu. Setiap saat dirinya tidak bisa tidur, terus saja terbayang-bayang bajah pemuda tiga puluh tahun, yang telah membunuh Leonardo. "Kami be
"Sebenarnya, Kak Arsenio ini, siapa? Mengapa kakak bisa masuk ke rumah besar itu? Memangnya rumah itu, milik kakak juga?"Pertanyaan Elsa, sontak membuat Arsenio menghela napas berat. Sebenarnya dia ingin menyembunyikan identitasnya yang tidak lain adalah Pewaris Utama Keluarga Guan, dari Elsa. Namun, sepertinya keadaan yang telah memaksa ia untuk berkata jujur."Rumah mewah itu milik ayahku. Sebenarnya aku ini, pewaris utama keluarga Guan. Arsenio Bagas Guan. Putra satu-satunya Alexander Guan," beber Arsenio ragu. Dia tidak yakin momentumnya pas untuk mengungkapkan identitas. Elsa menatapnya sangat lama dan tanpa kata, seolah kalimat tadi adalah mantra yang mengutuknya menjadi patung batu. "Elsa?" Panggilan Arsenio menyadarkan gadis cantik dua puluh tahun itu, dari diamnya. "Mengapa sejak awal Kak Arsenio tidak jujur padaku?" Elsa mengubah posisi duduknya yang semula sedikit menghadap Arsenio, kini melihat keluar jendela."Aku tidak suka orang yang berkata bohong," sambungnya kesa
Arsenio pun kembali ke rumah. Kemarin malam ia tidak pulang karena menemani Elsa. "Tuan Muda. Kemana saja Anda kemarin malam?" tanya Bastian, yang langsung mencecar. "Tuan, terus mencari Anda. Mengapa ponsel Anda tidak aktif? Sebenarnya pergi kemana Anda, Tuan Muda?"Arsenio menghela napas panjang, "ada hal yang sedang kuurus. Sekarang aku minta padamu untuk mencari informasi tentang Organisasi Bulan Darah.""Bulan Darah?" Bastian menautkan sebelah alisnya. "Bukankah organisasi itu sudah hilang. Lantas, untuk apa, Anda mencari informasi tentang mereka lagi?""Aku akan jelaskan nanti. Sekarang, aku ingin menemui ayah. Di mana Ayah?" "Tuan Alexander ada di ruangannya." Setelah mendengar kalimat itu, Arsenio buru-buru menaiki anak-anak tangga, menuju lantai dua.Arsenio pun langsung masuk ke ruangan itu tanpa mengetuk pintunya lebih dulu."Ayah," kata Arsenio terkesan buru-buru."Arsenio. Kemana saja kamu, Nak?" tanya Alexander Guan cemas. Sampai bangu dari tempat duduknya. "Aku ber
Entah mengapa, Arsenio merasa ingin berlama-lama di tempat ini. Seolah sesuatu sedang menunggunya dan takdir ingin dirinya menemukan itu.Arsenio pun mengunjungi ayahnya dan mengatakan bahwa ia akan pulang setelah makan siang. Sesaat setelah itu, Arsenio melihat sesuatu yang membuat aliran darahnya mendidih lagi. "Hei, kalian yang berkelahi di sana! Apa yang kalian lakukan di depan umum seperti ini?!" "Ayo cepat pergi!!" ucap seorang pelaku mendorong rekannya untuk kabur dari sana.Arsenio berseru. Namun, sebelum ia bisa melanjutkan aksinya, dua pria yang lagi-lagi sedang mengeroyok anak kecil itu, pergi. Kali ini bukan gadis yang Arsenio selamatkan sebelum."Hei kalian--Ck!!" Arsenio berdecak dengan kepalan tangan meninju udara. Tindakannya itu, mendapat teguran dari dua pria berseragam keamanan. Dari yang Arsenio lihat, sepertinya mereka sedang melakukan patroli rutin. "Kau?! Lagi-lagi membuat keributan di sini, apa tak kapok?!" ucap salah seorang petugas keamanan itu yang ter
Hari berikutnya. Arsenio pun melaju dengan kecepatan tinggi dengan motornya. Sudah cukup lama ia tidak berpacu di atas kuda besinya itu. Semenjak menjadi Tuan Muda keluarga Guan, ia tidak lagi mengendarai motor.Arsenio membelah keramaian kota Sky Blue City. Menyalip kendaraan yang ada di depannya dengan mudah.Setelah berpacu kecepatan di jalanan selama tiga puluh menit, Arsenio pun menghentikan laju motornya tepat di depan gerbang pemakaman keluarga. Arsenio turun dari motor, tidak lupa dia membawa satu buket bunga mawar putih yang sangat indah dan harum.Arsenio berjalan memasuki makam dan berhenti tepat di samping pusaran yang bertuliskan nama Clarissa di atasnya. Dia membuka kacamata hitam yang sedari tadi melekat di wajahnya. "Selamat pagi, Bu. Maafkan Arsenio yang baru mengunjungi ibu lagi."Arsenio meletakkan buket bunga itu di atas makam Clarissa. Sekuat tenaga dia memendung emosi, yang coba menerobos pertahanannya."Ibu suka mawar putih bukan? Kali ini Arsenio bawakan mawa
Satu Minggu berikutnya. Kondisi Arsenio telah pulih sepenuhnya. Bastian pun mengajak Arsenio untuk menemui anak-anak di tempat sosial, yang dibangun oleh Alexander Guan.Arsenio berjalan santai sambil melihat-lihat sekelilingnya, yang dipenuhi suara tawa anak-anak. Koridor ini, mengingatkan Arsenio pada sekolah dasarnya dulu. Hanya saja, saat ia bersekolah tidak ada tawa yang seperti ini. Setiap kali dirinya berjalan, maka teman-teman sebayanya langsung menghindar. Seolah dirinya monster yang tidak pantas untuk didekati. Melihat anak-anak bisa tertawa lepas tanpa beban, meskipun tidak memiliki orang tua, membuat Arsenio merasa tenang. Ada kebahagiaan yang sulit ia gambarkan dalam lembaran kata-kata. Setidaknya di tempat ini, mereka tidak merasa kesepian. "Tuan Alexander Guan membangun tempat ini, tepat satu bulan setelah meninggalnya Nyonya Clarissa. Tuan Alexander Guan, sangat terluka saat itu, terlebih lagi dia harus berpisah dengan putranya, yaitu Anda, Tuan Muda. Sebelum memban