Malam harinya, Riana memilih tidur dengan Rafa. Tak sanggup bertemu dengan David. Tepatnya masih takut berdua dengan David karena insiden guyur air ke muka David sore tadi.Untungnya David belum keluar kamar sampai malam. Memudahkan Riana berjalan di sekitaran fumah. Melakukan aktivitas seperti biasanya."Ma, bobok bareng Rafa ya?" pinta Rafa."Boleh. Udah lama kan kita nggak bobok bareng," sahut Riana penuh semangat. Tentu Riana sangat bersemangat karena tak harus berdua dengan David malam ini. Alhasil, Riana langsung mengurung diri di kamar Rafa usai bermain layangan di halaman."Untung aku masih simpan bajuku di sini," Riana bergumam senang menemukan beberapa baju rumahannya masih ada di lemari baju Rafa. "Ma, aku udah selesai mandinya," lapor Rafa sambil keluar kamar mandi dengan menggunakan handuk saja."Iya. Ini Mama ambilin bajumu," Riana mengambilkan satu set baju tidur untuk Rafa. Hari ini Rafa libur les. Jadi, Riana langsung mengambilkan saja set baju tidur. Sekalian kalau
David menemani Riana cek kandungan. Sudah dua minggu mereka tidak melakukan cek semenjak liburan ke Bali. David ingin tahu bagaimana perkembangan wujud calon anaknya yang saat ini sedang tumbuh berkembang dalam rahim istrinya.Dokter memberikan penjelasan seputar kondisi kehamilan Riana. Tak lupa juga mengingatkan untuk melakukan aktivitas yang tak membahayakan kandungan. Setelah itu, si dokter memberikan resep obat yang harus ditebus oleh mereka di apotek rumah sakit."Aku nggak sabar nunggu anak kita lahir," David mengusap-usap perut Riana saat sudah keluar dari ruang pemeriksaan."Masih kecil, David. Belum ada dua bulan juga usianya," Riana tersenyum senang melihat suaminya sangat menanti kelahiran buah hati mereka. Hati Riana berdebar-debar juga. Membayangkan bagaimana buah hatinya akan sangat tenang dalam gendongannya saat sudah lahir."Kamu suka bayi laki-laki atau perempuan David?" tanya Riana ingin tahu."Terserah sih. Asal lahir normal dan sehat. Itu semua udah cukup.""Yakin
David masih memandangi Riana yang duduk termenung di kursi sebelum masuk menemui ibu Riana. Istri kecilnya itu tampak kuyu. Membuat amarahnya semakin berkembang.Tenang, Vid, David menggenggam erat tangannya sebelum menarik engsel pintu dan mendorongnya ke dalam.Dengan langkah tenang David mendekati ibu Riana. Tampak ibu Riana serius memandangi David yang melangkah duduk di hadapannya. Tak ada kata di antara mereka. Hanya pandangan tajam yang saling bertautan."David," panggil ibu Riana memulai pembicaraan," Harusnya kamu tahu, seserius apapun dirimu pada Riana, aku tak akan pernah menyetujuinya."David masih diam, mendengarkan. Memang hati David sudah sangat tak cocok dengan calon mertuanya ini. Namun, dia harus bisa menjaga sikap agar Riana bisa resmi menjadi miliknya."Harusnya kamu paham alasanku tidak menyukaimu. Selain kamu memanfaatkan kepolosan anakku. Kamu juga bisa menempatkan anakku dalam bahaya," lanjut ibu Riana," Tapi, anak itu sangat mencintaimu. Sampai mau mengandung
Riana masih melingkar dalam pelukan David. Seperti seekor ulat yang tak mau lepas dari kepompongnya."Mau mandi?" tanya David sambil mengusap-usap rambut Riana yang ikal di bagian bawahnya," Atau dimandiin?""David ih!" wajah Riana langsung merona merah. David tersenyum heran. Istrinya masih saja malu. Padahal mereka sudah melakukan banyak hal tanpa menggunakan busana setiap kali ada kesempatan."Malu? Kan kita udah lakuin semuanya?" tanya David menggoda."Tauk ah!" Riana membalikkan badannya sehingga David hanya bisa melihat punggungnya."Sini! Hadap aku lagi!" David langsung menarik Riana agar tak lagi memunggunginya. Tampak bibir Riana sudah manyun seperti bibir ikan koi. David jadi gemas sendiri. Dia pun memutuskan menyambar bibir itu dan melumatnya sedikit kasar karena gemas."Mmmph!" Riana memukul-mukul dada David. Tanpa agar David berhenti. Tapi, Riana tetap harus menunggu sampai kegemasan David reda."Enak?" David tersenyum nakal usai melepas bibir Riana," Kalau jawab nggak, a
Di kantor, David jadi uring-uringan sendiri. Sebagai hasilnya, para pegawai yang mendapat jatah latihan di dojo beladiri kantornya sudah pasti kena banting semua. Seperti biasanya."Haaah!" David termenung sendiri di dojo. Semua pegawai sudah dia usir keluar agar istirahat atau bekerja. Yang jelas harus pergi menghindarinya."Bos, permisi Bos," tutur Jono ragu-ragu dari jarak dua meter."Hmm," David berdeham menanggapinya."Dicari klien. Sudah pada ngantri Bos.""Suruh tunggu satu jam lagi. Bilang aku masih di luar.""Hmm, tadi kan udah bilang gitu Bos sejam lalu.""Macet, Jon! Bilang kalau kejebak macet!""Iya, Bos. Iya," sahut Jono cepat-cepat. Daripada kena banting tuannya. Seperti rekan-rekan sekantornya. Di saat seperti inilah, Jono selalu iri dengan adiknya, si Joni, dan ingin bertukar kerjaan."Keluar sana!" usir David. Jono langsung nyelonong keluar. Tak mau berurusan dengan bosnya lagi sedang tensi tinggi.Namun, sebelum benar-benar keluar, Jono teringat sesuatu. Dia pun berh
David tersenyum saat mengecek kembali hadiah kalung berlian yang akan dia berikan sebagai permintaan maaf kepada Riana. Selain itu, dia juga sudah menyiapkan buket bunga mawar merah muda dan sekotak ukuran jumbo cokelat Ferrero Rocher sesuai nasihat Jono."Bos kan belum valentinan sama Nyonya kan? Emang udah lewat tanggalnya sih, tapi kasih aja hadiah. Cewek-cewek tuh biasanya suka dikasih kembang, cokelat, sama perhiasan," perkataan Jono terngiang-ngiang di kepala David. Usulan yang bagus, batin David sambil tersenyum.David mulai menyalakan mesin mobilnya dan melaju keluar area mall. Semua kebutuhannya untuk menyenangkan hati Riana sudah lengkap. Kini tinggal mencari cara untuk membuat Riana mau menuruti perintahnya. Tapi, David tetap santai. Mau sengambek apapun, Riana pasti akan keluar menemuinya.Sesampainya di rumah, David langsung menaruh semua hadiah yang dia persiapkan di kamar. Saat ini sudah sekitaran pukul 7 malam. David memutuskan mandi dulu sebelum mencari Riana ke kamar
Pupil mata Riana bergetar, perlahan bergerak menatap David. Dia memberi kode pada David agar ikut memberikan penjelasan."Gimana Ma caranya?" Rafa masih mengulangi pertanyaannya. Manik mata gelapnya berbinar cerah."Ta-tanya Om David coba," jawab Riana random. Tak mau terbebani sendirian lagi. Tiap kali Rafa bertanya hal aneh, dia terus yang kebagian sial harus jawab pertanyaan. Sekarang David harus ikutan tanggung jawab. Apalagi yang di perutnya juga hasil rekayasa benih David pada rahimnya."Kok tanya Om David? Emang Om David bisa bikin adik juga?" Rafa mengernyitkan dahi, bingung."Bisalah, Fa. Tanya aja sama Om David. Jago banget dia bikin adik," Riana mengambil kesempatan mengompori Rafa kali ini. Biarin David yang pusing, tawanya dalam hati."Gimana caranya, Om?" Rafa mengalihkan pandangan penuh rasa penasarannya pada David.David melirik Riana kesal. Sambil mendengus kesal, David berkata," Tadi kan udah tahu caranya.""Yang mana?" lanjut Rafa."Makan biji, Fa. Harus ada benih y
Siang hari, usai menemani Rafa makan dan tidur siang, Riana langsung berdandan rapi. Sore ini dia akan menjemput ibunya pulang bersama dengan David. Ya, walaupun nanti ibunya tetap akan mengatakan hal negatif soal hubungannya dengan David, Riana sudah bertekad tak akan terlalu mempedulikannya. Dia memilih lebih fokus membuktikan pada ibunya bahwa David adalah orang yang baik dan pantas menjadi suaminya.David yang baru saja masuk dalam kamar sepulang kerja, tersenyum melihat Riana sibuk berdandan di depan cermin. David pun mendekatinya lalu berkata," Jangan lupa pakai kalung dariku.""Iya. Ini selalu kupakai kok," Riana mengeluarkan kalung pemberian David yang masih tersimpan di dalam blouse turtle neck-nya yang berwarna merah muda itu."Pakai lipstik juga. Biar nggak pucat.""Kan cuma ke rumah sakit. Bibir asliku udah cukup terang kok warnanya," sahut Riana sambil membubuhkan pelembab bibir tanpa warna ke bibirnya. Dibanding lipstik, Riana memang lebih suka memakai pelembab bibir."