"Danzel Xavier Adam," ucap Zavier, tersenyum tipis sembari menatap lembut dan tulus ke arah bayi mungilnya yang baru saja lahir. Sejenak Zavier terdiam lalu tiba-tiba terkekeh pelan. Ketika bayi ini masih dalam perut istrinya, Zavier sering mengajaknya ribut sebab masih dalam perut tetapi dia sudah berani mengambil perhatian semua orang. Namun, setelan dia terlahir ke dunia ini, setelan dia digendong oleh Zavier, keduanya sama-sama hening, tak ada peperangan seperti yang Zavier bayangkan. Sempat terlintas dibenaknya jika kelahiran anaknya hanya sekedar rasa senang biasa. Namun, Zavier salah. Ini luar biasa, rasanya hangat dalam sana! Bahkan sampai sekarang Zavier tak berhenti tersenyum, matanya tetap terpaku pada sosok bayi mungil–miliknya dan istrinya. Hebat! Zavier telah menjadi seorang ayah. "Nama yang bagus," ucap Nara pelan, tersenyum tipis pada sang suami. Pria ini tadi menangis karena ikut menemani Nara melahirkan. Tetapi sekarang, suaminya tak hentinya tersenyum. Jika keba
***Lima tahun kemudian***"X benci pembohong, Mom," ucap seorang anak kecil, bersedekap dingin dengan raut muka kesal bercampur jutek. Dia sedang marah sebab Daddynya tak kunjung pulang, padahal sang Daddy sudah berjanji akan pulang lebih awal agar bisa makan malam bersama dan setelah itu bermain dengannya. Nara mengulas senyuman hangat. Lima tahun berlalu dan dia jauh lebih lembut dibandingkan yang sebelumnya. Menjadi seorang ibu membuat Nara berubah sebagai sosok yang penyabar dan hangat, pecicilan dalam dirinya mungkin masih ada. Akan tetapi sudah tidak separah saat dirinya masih satu-satunya untuk suaminya. Sekarang ada buah hatinya, Danzel Xavier Azam, sosok yang kapan saja bisa meniru tingkah lakunya. Oleh sebab itu Nara sangat berhati-hati dalam bersikap. Untungnya saat dia masih hamil, sang suami telah melatih dirinya agar tak mengumpat. Cara yang Zavier berikan dulu sangat berpengaruh, sekarang Nara sudah jauh dari hal mengumpat, dan sekalipun mengumpat hanya kata-kata lemb
"Mi Nara," sapa Zaveir pelan, langsung tersenyum ketika Nara mendongak ke arahnya. Nara balik tersenyum pada suaminya, langsung menghampiri Zavier untuk menyalam tangan sang suami. "Seperti yang sudah direncanakan, kita akan makan malam bersama kan?" ucap Nara, setelah mencium punggung tangan suaminya. Zavier menganggukkan kepala pelan, dia menangkup pipi Nara lalu mencium lembut bibir istrinya. Tak sampai di sana, dia jua mendaratkan kecupan hangat dan khidmat pada kening Nara. "Humm." Zavier berdehem, memeluk mesra pinggang istrinya, "ini sudah jam setengah dua belas malam, aku sangat terlambat. Maaf .…" "Tidak apa-apa, Mas. Yang terpenting kan kita makan malam bareng," jawab Nara, menggandeng tangan sang suami lalu menariknya ke meja makan. Setelah Zavier duduk, Nara dengan sigap dan cekatan menghidangkan makanan di depan sang suami. "X dan Mommy menyiapkan ini semua untuk Daddy," celetuk Danzel. Dia tak tinggal diam, ikut melayani Daddynya dengan menuang sup ke mangkuk yang
"Nar, Danzel ikut lomba melukis?" Nara menganggukkan kepala secara singkat. Lex mendatanginya dan mereka mengobrol, "yah, tetapi Daddynya belum datang.""Ah, sayang sekali." Lex menggaruk tengkuk. Dia di tempat ini sebab untuk menemani putranya–Naren. Sedangkan di sisi lain, Karamel (putra dari Sereya dan Kenan) hanya diam sebab tak ada yang datang untuk menemaninya. Kedua orang tuanya sama-sama sibuk. "Danzel, kamu mau tidak jika Paman yang menjadi Papamu untuk lomba nanti? Kebetulan Naren tidak ikut," tawar Lex, sejujurnya cukup kasihan pada Danzel yang sama sekali tak pernah terlihat bersama Daddy. Meskipun sekarang orang tua Karamel tidak hadir, tetapi Karamel masih sering terlihat bersama kedua orang tuanya. Karamel masih cukup sering bersama Daddynya, tak seperti Danzel yang bahkan sering dipertanyakan status Daddynya apakah masih hidup atau tidak. Saking tidak pernahnya Danzel terlihat bersama dengan Daddynya. Danzel mendongak ke arah pamannya. "Maaf, tapi Paman kurang tamp
"Mommy, lihat ini!" Danzel mengangkat sebuah trophy, menunjukkan benda berkilau tersebut pada sang mommy. Nyatanya, meskipun lukisannya dan sang Daddy tidak menghasilkan juara, akan tetapi kekompakannya dengan sang Daddy berhasil membuat Danzel mendapat trophy. "X dan Daddy berhasil sebagai juara favorit, kami team yang kuat," ucap Danzel antusias. Nara tersenyum pada putranya, meraih trophy tersebut lalu mengamatinya secara detail. Dari bentuknya saja, Nara sudah curiga jika trophy ini bukan dari pihak sekolah. Pertama, ini terlalu mewah untuk perlombaan biasa. Kedua, trophy ini didesain sangat unik, berbeda dengan trophy lain yang diterima oleh anak-anak lainnya. Trophy putranya lain dari yang lain. Terakhir, biasanya anak yang memenangkan kategori favorit atau lima besar, hanya akan memperoleh sertifikat penghargaan. Ini pasti …-Cup'Zavier tiba-tiba datang dan langsung mendaratkan kecupan singkat di kening Nara. "Aku akan kembali ke kantor," ucap pria itu secara lembut, menatap
Minggu pun tiba, tetapi Zavier sama sekali tidak bisa menepati janjinya pada sang putri. Pekerjaannya menumpuk, setelah sarapan pria itu sudah mengurung diri dalam ruang kerja untuk menyelesaikan pekerjaannya. Zavier tahu dia salah dan mungkin putranya akan marah besar padanya. Namun, jika Zavier menunda untuk menyelesaikan pekerjaan ini, maka pekerjaannya akan menumpuk dan Zavier akan semakin lama terjebak di situasi ini. Sungguh! Zavier sudah menanam janji dalam dirinya, jika setelah proyek pembangunan hotel ini selesai maka dia akan membawa Nara dan Danzel berlibur. Selain proyek, Zavier juga telah menyiapkan hadiah ulang tahun pernikahan untuk istrinya."Ini Teh untuk Mas," ucap Nara, meletakkan secangkir teh tak jauh dari jangkauan sang suami–di atas meja Zaveir. Zaveir mengalihkan pandangan dari laptop, menatap tak enak pada istrinya. "Humm." Dia berdehem, segera mencekal tangan Nara saat perempuan itu berniat akan pergi dari ruangannya, "maafkan aku, Amore. Maaf karena aku t
"Lesung pipi?! Apa menariknya sebuah dimple, Nara Namira Adam?!"Nara menatap heran pada sang suami memperhatikan guratan marah di wajah Zavier yang terlihat nyata. "Apa maksud Ma-- Kamu?" tanya Nara, tanpa menggunakan embel-embel 'mas sebab Zavier melarangnya. "Kamu?!" Zavier menggeram rendah, tidak suka saat Nara memanggilnya dengan sebutan kamu. "Sepertinya pria tadi membuatmu jatuh cinta," tuding Zavier. Nara mengerutkan kening, semakin bingung dengan sikap suaminya. Dia paham kenapa Zavier marah, pasti karena melihat Nara diantar pulang oleh Farhan. Namun, bukan itu masalahnya. Tadi Zavier menyuruhnya untuk tak memanggilnya mas lalu sekarang pria ini marah sebab tak dipanggil mas oleh Nara. Bukankah Zavier aneh?! "Kamu aneh!" dengkus Nara, memilih meraih tubuh putranya yang sejak tadi diam lalu segera melenggang pergi dari sana–meninggalkan Zavier yang sudah menahan kemarahan. ***Setelah pertengkaran mereka tadi, Zavier tetap mendiami Nara dan begitu juga sebaliknya. Namun,
"Papa, Angel membawa makan siang untuk Papa," ucap anak kecil tersebut dengan senang, berlari ke arah meja Zavier kemudian meletakkan bekal makan siangnya di atas meja Zaveir. "Anak siapa lagi ini?!" geram Zavier, melayangkan tatapan tak bersahabat pada anak kecil perempuan tersebut. Sedangkan anak tersebut, dia tersenyum manis pada Zavier sembari membuka kotak bekal makan siangnya–memamerkan isi kotak bekal tersebut pada Zavier. "Ini makanan kesukaan Angel, Papa. Ada nugget dan brokoli rebus," ucap Angel, gadis kecil menggemaskan tersebut. Dia sangat antusias sebab mengira Zavier adalah ayahnya. "Singkirkan anak ini," ujar Zavier malas, mengibas tangan ke arah anak kecil tersebut–isyarat supaya anak tersebut tidak mendekati. Zavier tidak terlalu menyukai anak-anak, kecuali produknya. Tetapi dia juga tidak bisa kasar sebab dia punya anak di rumahnya."Angel!" Sebelum Kenan dan Inggita menyentuh anak tersebut, seorang perempuan lebih dulu berlari cepat ke dalam ruangan Zavier. Dia
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok