"Kamu akan dalam masalah besar, Nara.""Cuih." Nara bersikap angkuh, menatap semakin benci pada Tamara. "Aku benar-benar muak denganmu dan Kakakmu. Kalian sama-sama sialan!" "Nara!" pekik Tamara tak terima, melayangkan tamparan ke pipi Nara. Akan tetapi sebelum tangannya menyentuh pipi Nara, Lex lebih dulu mencegahnya. "Lex, kamu masih membela perempuan murahan ini?" Tamara menatap tak percaya pada Lex. "Kau dan kakakmu yang murahan, Sialan!" Lex berkata sarkas, "awalnya aku memang tidak percaya pada ucapan Nara yang mengatakan jika dia istrinya Tuan Za. Tapi-- aku sendiri yang menyaksikan ketika Tuan Za menjemput Nara ke tempat club pemancingan kami. Dan soal foto ini--" Lex mengambil foto tersebut, memperlihatkannya pada teman-temannya. Bahkan orang-orang di tempat tongkrongan. "Anj--- ini saja yang belum move on dari Nara," lanjut Lex sembari menatap nyalang ke arah Abim. "Lo irikan pada Nara? Selain bisa melupakan masalah antara kalian, Lo juga itu karena Nara bisa mendapatkan
"Aku sudah capek di dunia ini, aku akan kembali ke asalku!" Zavier menghela napas pelan, meraih pinggang Nara lalu menariknya. Hal tersebut membuat Nara berakhir menabrak dada bidang suaminya, di mana Zavier langsung mendaratkan bibirnya di atas bibir Nara. Setelah itu, dengan penuh nafsu, Zavier melumat bibir perempuan yang tadinya terus saja mencerosos. Tanpa membiarkan Nara mengambil kesempatan untuk protes atau melepas, Zavier terus mengecap rasa manis yang candu dari bibir istrinya tersebut. Hingga setelah merasa puas, barulah Zavier melepasnya. "Semakin kau mencerocos, semakin kau menggoda," ucap Zavier. Dia kembali menggendong istrinya lalu membawanya ke atas ranjang. Sejenak Zavier menatap Nara yang telah duduk di atas ranjang. Perempuan menggemaskan tersebut menggembungkan pipi, menundukkan kepala sembari memegangi bibir. Nara takut dicium kembali oleh Zavier. "Beristirahat lah, Mi Nara," ucap Zavier lembut, mendekat ke arah istrinya. Zavier membaringkan Nara secara hati
"Beraninya kau mencoba melukai istriku! Wanita rendahan!" Zavier berkata dingin, melayangkan tatapan tajam namun penuh amarah yang besar. Terlihat dari sorotnya yang menyala akibat kemurkahan yang tersembunyi. Tamara menatap Zavier takut, wajahnya pucat pias dengan jantung yang terasa hampir meledak dalam sana. "Tu--tuan Za …-" "Shut up!" bentak Zavier. "Kau sangat berani mengusikku dan istriku, Heh." Dari bentakan, Zavier berkata dengan nada rendah yang sangat mengerikan. Tenang tetapi terasa seperti danau penuh monster! "Za-- Ah, Tuan Zavier." Kenan berjalan cepat, menghadap langsung ke arah Zavier. Disusul oleh bodyguard yang langsung mengambil tempat dengan berbaris rapi di belakang Zavier. "Seret perempuan ini dan musnahkan," perintah Zavier pelan tetapi penuh isyarat dan peringatan. Setelah itu, dia meraih pergelangan Nara kemudian membawa istrinya tersebut dari sana. Kenan membungkuk kaku, langsung melaksanakan tugas dari Zavier. Sebelum dia memerintahkan bodyguard untuk m
"Kak Sereya?" Nara mengerutkan kening saat mendapati Kakaknya di ruang tengah. Ini sudah petang dan rasanya cukup aneh Sereya berkunjung kemari. Nara heran kenapa Sereya ke rumahnya dan Zavier. Jika untuk menemui Zavier, suaminya tidak di sini. Zavier kembali ke kantor setelah memberi Nara hukuman, sekarang belum kembali. Sedangkan Nara disuruh istirahat serta tidak diperbolehkan kemana-mana. "Kamu harus ikut dengan Kakak. Ayo," ucap Sereya, langsung menarik tangan Nara agar ikut dengannya. "Kak, ikut kemana? Ini sudah petang dan Mas Zavier tidak mengizinkanku untuk …-"Ucapan Nara langsung dipotong oleh Sereya. "Sejak kapan kamu patuh pada seseorang, Humm? Diam dan cukup ikut dengan Kakak.""Kakak ini apa-apaan sih?" Nara menggerutu setengah marah. Dia melangkah susah payah karena kondisi kakinya. Sereya hanya diam. Namun, setelah di mobil dia sejenak menatap perban yang membalut luka di kaki adiknya. "Bahkan dia tidak peduli padamu. Sudah satu minggu lebih tetapi lukamu masih te
"Nara, Kamu mau kemana?"Nara yang saat itu berniat pindah tempat dari posisi menguping sebelumnya, langsung berdiri dengan tubuh tegang. Jantungnya berdebar kencang dan dia menahan nafas sejenak. 'Ketahuan segala lagi!' batin Nara, berpikir keras untuk mencari jawaban yang tepat ke mamanya. Sialnya, mamanya selalu jeli pada keberadaannya. Padahal Nara sudah pastikan jika dia sangat hati-hati dalam melakukan misi mengupingnya saat ini. Namun, tetap saja dia tertangkap basah. Nara memutar ke arah sang mama. "Hah?" Setelah berpikir keras, jawaban bodoh tersebutlah yang keluar dari mulut Nara. "Kamu--" Dengan isyarat tangan, Shila memanggil putrinya untuk mendekat. Secara patuh, Nara bergegas mendekati mamanya. Dia tahu dia akan diintrogasi sebab penampilannya, dan Nara sangat gugup untuk itu. Namun, melihat cara Zavier memandangnya, Nara diam-diam menahan senyuman. 'Nara memang cantik, Mas Zavier mana bisa nggak terpesona oleh keindahan bidadari seperti Nara. Hehehe … berdebar-deb
"Masuk dalam kamar dan langsung tidur," titah Zavier setelah dia dan Nara tiba di rumah. Nara menganggukkan kepala secara senang, segera beranjak dari sana dengan cepat. Akan tetapi tiba-tiba saja Zavier mencekal tangannya, menarik Nara dan membuatnya berakhir menabrak dada bidang sang suami. "Kenapa terburu-buru sekali, Humm," ucap Zavier, menatap dingin ke arah Nara. Zavier mengalungkan tangan di pinggang Nara secara erat dan possesive, kemudian mencium kening Nara hangat lalu beralih meraup bibir mungil istrinya. Ini kebiasaan mereka–Zavier memberikan ciuman saat Nara akan beranjak, akan tetapi Nara selalu lupa. Entah itu trik untuk menghindar, Zavier tidak suka. "Sorry …," jawab Nara bernada. Setelah itu buru-buru beranjak dari sana, melangkah riang menuju lift rumah. Nara sudah mengantuk jadi dia tidak sabar untuk tidur. Zavier mendengus pelan, masih diam di tempat sembari memperhatikan istrinya yang melangkah riang menuju lift. Setelah di dalam lift dan pintu akan terbuka,
Nara duduk di sebelah Mamanya dan Sereya, menatap ke depan dengan wajah kantuk bercampur sedih. Nara sedih sebab kehilangan nenek buyut sang suami, nenek buyut suaminya adalah sosok yang baik serta lucu. Nara jadi ingat pertemuan pertamanya dengan Ruqayah, wanita tua baik hati tersebut memberikannya gelang yang sangat indah dan penuh makna. Nara berjanji akan menjaga gelang tersebut, dia akan melindunginya serta merawatnya sebab gelang tersebut adalah bukti cinta dari suami nenek buyut. Nara cukup mengantuk sebab ini sudah lebih dari jam tidurnya. Dia sedih tetapi matanya berat, begitulah yang Nara rasakan saat ini. Suaminya duduk di sebelah sang Papa mertua, lalu di sebelahnya ada mama mertuanya. Sejak tadi, Nara diam-diam mengamati satu per satu anggota keluarga besar Adam, dan Nara baru ngeh jika mama mertuanya menangis begitu pilu. Cara ibu mertuanya menangis, membuat hati Nara ngilu dan perih. 'Mama Aeera terlihat sangat kehilangan. Sosok Nenek Ruqayah memang sangat baik, tap
Zavier menatap ke arah perempuan mungil miliknya, memperhatikan istrinya yang sedang menjelaskan seputar tentang trik memancing dan rencana kedepannya. Zavier menghela napas pelan lalu memijit pangkalan hidung, dia mencari istrinya dan ternyata Nara ada di sini–sedang berkumpul dengan club pancingnya. Meskipun sudah terbiasa dengan tingkah random istrinya, tetapi tetap saja Zavier heran dengan hal satu ini. Bagaimana bisa Nara punya club pancing yang anggotanya terdiri dari bapak-bapak? Atau inikah yang dikatakan dengan extrovert sejati? Berteman tanpa pandang kalangan? "Itu teman satu club pancing Nara," jawab Zavier datar, melirik ke arah Daddy dan juga papa mertuanya. "Mereka semua teman-teman Nara," tambahnya. "Apa?" Bukan hanya Alarich, bahkan Bian pun ikut syok. Tak menyangka jika putri kesayangannya berteman dengan kumpulan bapak-bapak. Bagaimana bisa? "Bu Tati, tambah dong kopinya satu," sahut suara perempuan yang sedang Zavier dan ayahnya bicarakan. "Siap, Neng Nara. Mau
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok