"Beraninya kau mencoba melukai istriku! Wanita rendahan!" Zavier berkata dingin, melayangkan tatapan tajam namun penuh amarah yang besar. Terlihat dari sorotnya yang menyala akibat kemurkahan yang tersembunyi. Tamara menatap Zavier takut, wajahnya pucat pias dengan jantung yang terasa hampir meledak dalam sana. "Tu--tuan Za …-" "Shut up!" bentak Zavier. "Kau sangat berani mengusikku dan istriku, Heh." Dari bentakan, Zavier berkata dengan nada rendah yang sangat mengerikan. Tenang tetapi terasa seperti danau penuh monster! "Za-- Ah, Tuan Zavier." Kenan berjalan cepat, menghadap langsung ke arah Zavier. Disusul oleh bodyguard yang langsung mengambil tempat dengan berbaris rapi di belakang Zavier. "Seret perempuan ini dan musnahkan," perintah Zavier pelan tetapi penuh isyarat dan peringatan. Setelah itu, dia meraih pergelangan Nara kemudian membawa istrinya tersebut dari sana. Kenan membungkuk kaku, langsung melaksanakan tugas dari Zavier. Sebelum dia memerintahkan bodyguard untuk m
"Kak Sereya?" Nara mengerutkan kening saat mendapati Kakaknya di ruang tengah. Ini sudah petang dan rasanya cukup aneh Sereya berkunjung kemari. Nara heran kenapa Sereya ke rumahnya dan Zavier. Jika untuk menemui Zavier, suaminya tidak di sini. Zavier kembali ke kantor setelah memberi Nara hukuman, sekarang belum kembali. Sedangkan Nara disuruh istirahat serta tidak diperbolehkan kemana-mana. "Kamu harus ikut dengan Kakak. Ayo," ucap Sereya, langsung menarik tangan Nara agar ikut dengannya. "Kak, ikut kemana? Ini sudah petang dan Mas Zavier tidak mengizinkanku untuk …-"Ucapan Nara langsung dipotong oleh Sereya. "Sejak kapan kamu patuh pada seseorang, Humm? Diam dan cukup ikut dengan Kakak.""Kakak ini apa-apaan sih?" Nara menggerutu setengah marah. Dia melangkah susah payah karena kondisi kakinya. Sereya hanya diam. Namun, setelah di mobil dia sejenak menatap perban yang membalut luka di kaki adiknya. "Bahkan dia tidak peduli padamu. Sudah satu minggu lebih tetapi lukamu masih te
"Nara, Kamu mau kemana?"Nara yang saat itu berniat pindah tempat dari posisi menguping sebelumnya, langsung berdiri dengan tubuh tegang. Jantungnya berdebar kencang dan dia menahan nafas sejenak. 'Ketahuan segala lagi!' batin Nara, berpikir keras untuk mencari jawaban yang tepat ke mamanya. Sialnya, mamanya selalu jeli pada keberadaannya. Padahal Nara sudah pastikan jika dia sangat hati-hati dalam melakukan misi mengupingnya saat ini. Namun, tetap saja dia tertangkap basah. Nara memutar ke arah sang mama. "Hah?" Setelah berpikir keras, jawaban bodoh tersebutlah yang keluar dari mulut Nara. "Kamu--" Dengan isyarat tangan, Shila memanggil putrinya untuk mendekat. Secara patuh, Nara bergegas mendekati mamanya. Dia tahu dia akan diintrogasi sebab penampilannya, dan Nara sangat gugup untuk itu. Namun, melihat cara Zavier memandangnya, Nara diam-diam menahan senyuman. 'Nara memang cantik, Mas Zavier mana bisa nggak terpesona oleh keindahan bidadari seperti Nara. Hehehe … berdebar-deb
"Masuk dalam kamar dan langsung tidur," titah Zavier setelah dia dan Nara tiba di rumah. Nara menganggukkan kepala secara senang, segera beranjak dari sana dengan cepat. Akan tetapi tiba-tiba saja Zavier mencekal tangannya, menarik Nara dan membuatnya berakhir menabrak dada bidang sang suami. "Kenapa terburu-buru sekali, Humm," ucap Zavier, menatap dingin ke arah Nara. Zavier mengalungkan tangan di pinggang Nara secara erat dan possesive, kemudian mencium kening Nara hangat lalu beralih meraup bibir mungil istrinya. Ini kebiasaan mereka–Zavier memberikan ciuman saat Nara akan beranjak, akan tetapi Nara selalu lupa. Entah itu trik untuk menghindar, Zavier tidak suka. "Sorry …," jawab Nara bernada. Setelah itu buru-buru beranjak dari sana, melangkah riang menuju lift rumah. Nara sudah mengantuk jadi dia tidak sabar untuk tidur. Zavier mendengus pelan, masih diam di tempat sembari memperhatikan istrinya yang melangkah riang menuju lift. Setelah di dalam lift dan pintu akan terbuka,
Nara duduk di sebelah Mamanya dan Sereya, menatap ke depan dengan wajah kantuk bercampur sedih. Nara sedih sebab kehilangan nenek buyut sang suami, nenek buyut suaminya adalah sosok yang baik serta lucu. Nara jadi ingat pertemuan pertamanya dengan Ruqayah, wanita tua baik hati tersebut memberikannya gelang yang sangat indah dan penuh makna. Nara berjanji akan menjaga gelang tersebut, dia akan melindunginya serta merawatnya sebab gelang tersebut adalah bukti cinta dari suami nenek buyut. Nara cukup mengantuk sebab ini sudah lebih dari jam tidurnya. Dia sedih tetapi matanya berat, begitulah yang Nara rasakan saat ini. Suaminya duduk di sebelah sang Papa mertua, lalu di sebelahnya ada mama mertuanya. Sejak tadi, Nara diam-diam mengamati satu per satu anggota keluarga besar Adam, dan Nara baru ngeh jika mama mertuanya menangis begitu pilu. Cara ibu mertuanya menangis, membuat hati Nara ngilu dan perih. 'Mama Aeera terlihat sangat kehilangan. Sosok Nenek Ruqayah memang sangat baik, tap
Zavier menatap ke arah perempuan mungil miliknya, memperhatikan istrinya yang sedang menjelaskan seputar tentang trik memancing dan rencana kedepannya. Zavier menghela napas pelan lalu memijit pangkalan hidung, dia mencari istrinya dan ternyata Nara ada di sini–sedang berkumpul dengan club pancingnya. Meskipun sudah terbiasa dengan tingkah random istrinya, tetapi tetap saja Zavier heran dengan hal satu ini. Bagaimana bisa Nara punya club pancing yang anggotanya terdiri dari bapak-bapak? Atau inikah yang dikatakan dengan extrovert sejati? Berteman tanpa pandang kalangan? "Itu teman satu club pancing Nara," jawab Zavier datar, melirik ke arah Daddy dan juga papa mertuanya. "Mereka semua teman-teman Nara," tambahnya. "Apa?" Bukan hanya Alarich, bahkan Bian pun ikut syok. Tak menyangka jika putri kesayangannya berteman dengan kumpulan bapak-bapak. Bagaimana bisa? "Bu Tati, tambah dong kopinya satu," sahut suara perempuan yang sedang Zavier dan ayahnya bicarakan. "Siap, Neng Nara. Mau
"Humm?" Zavier mengerutkan kening, menatap Nara sejenak lalu mengerjap beberapa kali–saking tidak mengertinya dia dengan apa yang istrinya sebutkan. Ada yang suka? Siapa? Lalu suka pada siapa? Nara ingin menjawab kebingungan Zavier, akan tetapi pria itu tiba-tiba menggendongnya lalu membawanya cepat-cepat dalam kamar. Setelah di sana, Zavier langsung membaringkan Nara–langsung menindih perempuan tersebut supaya Nara tidak bisa kemana-mana. Sebenarnya tidak sepenuhnya menindih Nara, hanya sebagian tubuh perempuan itu. "Maksud perkataanmu tadi apa, Mi Nara? Siapa yang suka dan pada siapa?" Zavier menatap dengan nada berat. Sedikitnya Zavier khawatir ada yang menaruh perasaan pada istrinya. Jika bisa jangan! "Ada yang suka pada Mama Aeera." Nara berkata berbisik, pelan karena dia takut ada yang mendengar. Meskipun sudah dalam kamar tetapi Nara tetap memilih waspada. Ada banyak orang di rumah ini, siapa tahu ada yang memata-matai mereka hingga dalam kamar. Walau jika Nara pikir lagi i
"Daddy, Mommy, Za izin menghasilkan anak dengan Nara."Uhuk uhuk'Aeera terbatuk-batuk, seketika melototkan mata ke arah putranya. Alarich langsung melayangkan tatapan tajam. Sedangkan Nara, perempuan tersebut menganga lebar dengan raut muka pucat pias. Zavier yang mengatakan hal tersebut, Nara yang merasa malu luar biasa. 'Mending Mas Za nggak ngomong sama sekali, Tuhan. Udah bagus dia tadi cosplay jadi batu!' batin Nara, sudah merah pipinya dengan tampang cengang luar biasa. "Anak sekecil ini-- kau berniat menghamilinya?!" geram Alarich, masih menatap dingin ke arah putranya. Luar biasa! Dia sama sekali tidak paham dengan jalan pikiran Zavier. Mentang-mentang Alarich mengizinkan Zavier menikahi Nara, bukan berarti anaknya ini bisa semena-mena pada Nara. Ayolah! Menantunya masih sekolah, masih fokus pada pendidikan. Itu yang memberatkan Alarich. Zavier menatap ke arah istrinya. Melihat istrinya masih menganga, Zavier menyentuh dagu Nara lalu mendorong pelan–untuk menutup mulut N