"Nara, kamu dan Kak Zavier sebentar lagi akan menikah." Uhuk uhuk uhuk Nara yang sedang minum tersebut seketika terbatuk-batuk. Dia dan keluarganya sedang makan malam. 'Harusnya aku curiga kenapa Mama tiba-tiba masak semua makanan kesukaanku.' batin Nara, sudah menatap cengang ke arah Mamanya. "Nenek buyut Kak Zavier sedang sakit, dan beliau meminta Kak Zavier untuk secepatnya menikah," jelas Shila pada putrinya. "Karena Kak Zavier tidak punya kekasih, jadi Kak Zavier memilihmu untuk dinikahi.""No!" tolak Nara dengan cepat. 'Terkabul sih. Tapi kenapa aku, Ya Allah?' batin Nara, menampilkan raut muka terancam, ketar-ketir karena rencana orang tuanya. "Aku tidak mau menikah. Apalagi dengan Kak Zavier," tambah Nara. "Loh, kenapa? Kak Zavier tampan, super tampan, tampan paket komplit, tampan diatas kata tampan. Dia juga punya banyak uang, diatas kata mapan. Orang juga tidak neko-neko. Duh, itu mantu idaman Mama banget!" "Yaudah nikahin dengan Kak Sereya saja. Kenapa ke Nara?!" prot
"Kamu ngajuin magang ke mana?" tanya Karina, mendapat tatapan aneh dari Nara. "Bukannya yang menentukan tempat magang itu dari pihak kampus yah?" tanya balik Nara. Karina dan Lex, sahabat Nara tersebut saling bersitatap. Sekarang mereka bisa menebak jika Nara tidak mengisi formulir pendaftaran magang dengan benar. "Nara, jangan bilang kamu tidak mengisi bagian tempat magang yang diinginkan mahasiswa." Karina berhenti melangkah, sejenak menatap Nara dengan tatapan nanar dan muram. Nara menganggukan kepala secara enteng, tersenyum manis pada Karina lalu kembali sibuk dengan ponselnya. "Ngapain diisi kalau ujung-ujungnya pihak fakultas yang menentukan kita magang ke mana? Sayang tinta pulpenku," jawabnya santai. Saat ini Nara berada di kampus. Setelah melakukan pembayaran biaya untuk magang, Nara dan dua sahabatnya ini bergegas mengisi formulir pendaftaran magang. Tentunya juga melengkapi syarat untuk magang, seperti menyiapkan formulir pendukung lainnya. Sekarang mereka berniat pul
"Katakan secara langsung di hadapanku. Silahkan," lanjutannya, berhasil mengubah atmosfer terasa mencekam bagi Nara. Nara menggelengkan kepala dengan kuat, panik setengah mati ketika Zavier mencondongkan tubuh ke arahnya. "Aku tidak pernah menolak, Kak. Aku bersedia," jawab Nara cepat. Dia meringsut ke kursi mobil, menyilangkan tangan di depan dada dengan menatap Zavier pucat pias. "Kau tidak sedang berbohong, Amore?" tanya Zavier kembali, "aku memberimu kesempatan untuk menolak pernikahan ini. Silahkan.""Tidak, Kak. Aku mau--" Nada bicara Nara terbata-bata, "jika bukan dengan Kakak memangnya Nara ingin menikah dengan siapa?" lanjutnya untuk meyakinkan pria mengerikan dihadapannya. Zavier menyunggingkan smirk tipis, mengangguk singkat kemudian menarik tubuhnya untuk menjauh dari Nara. Dia menyalakan mobil lalu segera beranjak dari sana. Sejujurnya Zavier masih ingin bermain-main dengan little girl-nya, tetapi nenek buyutnya sudah menunggu. "Bersikaplah yang sopan, Nenek buyut tid
"Nara?" Langkah Nara berhenti sejenak, menatap panik dan gugup ke arah kakaknya. "Kamu mau kemana?" tanya Sereya dengan nada sedikit nyolot. Nara mendengus pelan, melanjutkan langkah dengan buru-buru. "Bukan urusan kamu!" ketusnya. "Kamu ingin kabur yah?" Sereya langsung menghadang. "Apaan sih, Kak?! Cik, minggir nggak?!" Nara berupaya mencari celah agar bisa kabur dari sang Kakak. Sedangkan Sereya, dia memanggil penjaga agar mengaturnya untuk menangkap Nara. "Bantu aku menangkap Nara. Cepat!" titahnya dengan nada bossy, terkesan galak secara bersamaan. "Siapapun yang menangkapku, dia anak monyet!" pekik Nara, berlari ke sana kemari dengan menyeret koper agar tidak tertangkap. Faktanya, Nara sangat lincah dan lihai untuk menghindar. "Mulut kamu yah!" Meskipun berlari mengejar Nara, tetapi Sereya masih menyempatkan diri untuk menegur adiknya. Seperti biasa, Nara memang suka mengatakan hal-hal berbau umpatan. "Nara, Kakak bilang berhenti!" "Tidak mau!" pekik Nara yang sudah ber
"STOP!" teriak Shila, sudah sangat frustasi melihat tingkah laku putri-putrinya. "Nara, duduk yang benar!" galaknya pada si bungsu. "Dan Reya, sudah tahu adik kamu siluman, ngapain kamu ladeni?!" Shila balik memarahi putri sulungnya. "Aku siluman? Okay, cukup tahu, Mah." Nara berkata tak terima. "Nggak usah dramatis, pergi ke atas dan beresin koper kamu," perintah Shila, mengeluarkan kemampuan emak-emaknya–galak dan tak terkalahkan, sehingga dengan begitu Nara tidak bisa melawan. Nara mendengus pelan, beranjak dari sana dengan menyeret koper. "Gitu saja marah," dongkolnya, berjalan lewat tangga. Tetapi setengah jalan, dia turun lagi. "Apa matamu?!" galak Nara ketika mendapati Sereya menatapnya. Lalu setelah itu dia masuk dalam lift. "Dasar stress," gumam Sereya pelan, tak habis pikir dengan kelakuan adiknya. Sejujurnya sampai sekarang Sereya mempertanyakan adiknya. Meskipun kadang absdur, tetapi mamanya cukup kalem dan anggun. Sedangkan papanya, jangan tanya lagi. Pribadinya sa
"Ka--Kak Zavier kenapa ada di sini?" tanya Nara, mendongak untuk menatap wajah dingin Zavier. Sialnya, meskipun wajahnya tampak datar tetapi dia begitu tampan. Beruntung Nara tidak pernah tergoda dengan ketampanan seorang Zavier. Baginya Zavier adalah perekat yang harus Nara lepas dari kehidupannya. Namun, hal gila terjadi. Semakin Nara berupaya melepas Zavier dari hidupnya, semakin pria ini merekat. Nara frustasi, dia bertanya-tanya bagaimana cara agar Zavier menghilang dari kehidupannya? Zavier mendekat ke arah Nara, dia melingkarkan tangan di pinggang Nara secara erat. Hal tersebut membuat Nara merapat dengan tubuhnya. Tangan Zavier yang bebas meraih dagu Nara, mengapitnya dengan ibu jari lalu memaksa Nara untuk mendongak. Sejenak Zavier memperhatikan wajah gelisah dan gugup gadisnya. "Mereka tidak bisa melayani calon istriku dengan benar," ucap Zavier rendah dan berat, menatap tepat pada manik mata indah Nara. Pipi Nara memerah seketika, entah karena nada bicara Zavier yang se
"Hai, Mas Zavier."Mendengar sapaan tersebut, langkah kaki Zavier berhenti. Akan tetapi ketika dia menoleh ke arah perempuan mungilnya, Nara sudah lebih dulu kabur dari sana. Perempuan itu dengan cepat berlari ke arah tangga namun kembali turun dengan segera masuk dalam lift. Sudut bibir Zavier terangkat, membentuk sebuah senyuman tipis yang tak bisa dilihat hanya dengan sekilas. Zavier kembali melanjutkan langkahnya, duduk di depan calon ayah mertuanya. "Ahahaha … anak itu memang sedikit error'," ucap Shila, tertawa pelan karena dia sendiri merasa gemas dengan tingkah putrinya tadi. Apa kata putrinya? Tidak sudi memanggil Zavier 'Mas hingga mati?! "Itu masih permulaan, Zavier. Ulahnya masih banyak dan kuharap kau memantapkan diri jika ingin memperistri Nara," nasehat Sereya. Zavier mengangguk pelan. "Handphone Nara tertinggal," ucap Zavier, menyerahkan HP tersebut pada Sereya. Sereya meraih HP adiknya. "Kamu yang memberi Nara gelang berlian?" Lagi-lagi Zavier hanya mengangguk
Ceklek'Mendengar suara pintu dibuka, jantung Nara semakin berdebar kencang. Dia memejamkan mata dengan erat, diam-diam mengepalkan tangan dengan kuat untuk mencegah tubuhnya agar tak bergetar. Zavier memperhatikan Nara sejenak, tersenyum tipis lalu mendekati perempuan itu. "Jika kau ingin tidur, gantilah pakaianmu lebih dulu, Mi Nara." "Aku sudah sangat ngantuk, Kak," ucap Nara dengan rendah serak, pura-pura begitu supaya terkesan benaran mengantuk. "Humm." Zavier berdehem kemudian melangkah pergi dari sana.Nara langsung menghela napas lega, langsung membuka mata dan menoleh ke arah Zavier tadi. "Hah, Kak Zavier sudah pergi," gumamnya pelan, sedikit lega karena Zavier pergi. Namun kelegaan tersebut tak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Zavier kembali datang dengan membawa pakaian Nara. Seketika Nara duduk, bahkan bangkit dari ranjang untuk menghampiri Zavier. Dia tahu apa yang akan Zavier lakukan padanya, pria itu ingin mengganti pakaian Nara. Daripada itu terjadi, lebih b