"Semuanya sudah beres, Tuan. Anda hanya tinggal menemui Nyonya kemudian mengajak Nyonya untuk ikut dengan Tuan." Bian berkata penuh keyakinan. Setelah itu membungkuk hormat pada Alarich lalu memberikan senyuman tipis, supaya lebih meyakinkan. "Humm." Alarich berdehem, berdiri dari kursi kerja lalu segera beranjak ruangannya–tak sabar ingin menemui Aeera kemudian mengutarakan perasaannya pada perempuan itu. Karena Aeera sempat izin ingin bertemu kedua temannya, Alarich langsung ke lantai tempat kedua teman istrinya tersebut berada. Perasaannya semangat sebab dia akan mengutarakan isi hatinya pada Aeera. Namun, semua berubah ketika Alarich yang telah tiba di tempat Aeera, tak sengaja mendengar obrolan perempuan itu."Demi apa?! Kamu nggak punya perasaan pada Pak Alarich." "Ya, demi nggak demi apa-apa!" Nada ketus Aeera terdengar mengalun, "aku tidak akan jatuh cinta padanya dan aku tidak butuh cinta-cintaan. Pasangan hidup?! Bodo amat! Sebelum aku menikah dengannya hidupku jauh lebi
Sudah empat hari Aeera dan Alarich berdiaman. Meskipun begitu Aeera terus berupaya untuk berkomunikasi dengan Alarich dan jika di kantor Aeera selalu berupa bersikap profesional. Hari ini adalah hari ulang tahun pernikahan orang tua Alarich. Sejujurnya Aeera enggan untuk berkontribusi atau datang ke acara orang tua Alarich tersebut, tetapi Alarich menyinggungnya. Mengatakan pada Aeera jika Aeera sama sekali tak menghargai orang tuanya apabila Aeera tak datang. Jadi, Aeera datang meskipun dia menghindari hari ini. Hari ini adalah hari kelam bagi Aeera. Namun, demi suaminya dan demi memperbaiki keadaan dingin yang tercipta antara ia dan Alarich. Semoga setelah Aeera menghadiri acara perayaan ulang tahun pernikahan mertuanya, Alarich mau berbicara padanya. 'Pak Alarich kentara sekali sedang menghindariku. Dia memilih ke kantor dibandingkan menemaniku di sini, dia lebih memilih minggat dari rumah ini padahal orang tuanya akan merayakan ulang tahun pernikahan di sini.' batin Aeera, sedi
Alarich keluar dari mobil lalu berjalan ke sebuah rumah besar dan mewah. Hanya saja cat sudah pudar, bernoda dan tak terawat. Seandainya rumah ini dirawat, mungkin rumah tersebut masih sangat bagus–gaya bangunannya lumayan unik. Setelah memandang bangunan rumah mewah tersebut, Alarich melangkah masuk. Alarich tidak tahu ini rumah siapa, yang jelas istrinya berada di titik ini. Di depan rumah–di teras depan, Alarich melihat seorang perempuan. Sepertinya dia ingin masuk tetapi dia cukup ragu untuk melakukannya. Pada akhirnya perempuan itu meletakkan sesuatu di depan pintu, perempuan itu berbalik dan langsung terkejut bukan main ketika melihat ada orang lain selain dia di tempat ini. Tanpa mengatakan apa-apa, perempuan itu bergegas kabur–terbirit-birit dan terlihat panik. Alarich tak mengejar perempuan itu, memilih masuk ke dalam rumah tak terurus tersebut. Ketika masuk, dia menatap sesuatu yang diletakkan perempuan tadi. Snack, botol minum dan martabak. Ada juga tissue. Alarich bing
Aeera terbangun dan mendapati dirinya telah berada di kamarnya dan Alarich. Aeera duduk secara perlahan kemudian menghela napas. Dia ingat kejadian semalam dan dia merasa malu sekarang. Semoga Alarich sudah ke kantor agar Aeera tak harus bertatap muka dengan pria itu. Aeera malu, membuat kemeja pria itu basah lalu berakhir ketiduran juga--semalam. Aeera lagi-lagi menghela napas, turun dari ranjang dan berniat membersihkan diri. Tanpa sengaja matanya menatap sebuah kantong plastik berwarna putih. Pada bagian depan ada note yang ditempel. 'Dari temanmu.'Aeera mengerutkan kening sebab bingung temannya yang mana yang telah menitipkan benda ini pada Alarich. Ketika Aeera melihat isinya, Aeera langsung tahu siapa yang memberinya. Shila. Aeera seketika ingin menangis, tersenyum penuh haru sembari terus mengamati isi dari kantong tersebut. Ada martabak, jajanan, air mineral dan tissue. "Bahkan ketika aku memusuhimu, kamu masih peduli padaku, Shil," parau Aeera, memeluk kantong plastik
"AEERA!!" Hampir semua orang meneriaki namanya, nada membentak sebab marah pada perkataan Aeera.Aeera menoleh ke arah belakang, dia cukup kaget melihat Alarich ada di sana–bersama ayahnya, Neneknya (Ruqayah) dan Bian. Tatapan Aeera bertemu dengan tatapan Alarich, mata mereka beradu–Alarich dengan sorot marah dan Aeera dengan sorot sayup. Alarich mengepalkan tangan, menahan kemarahan dalam diri. Dia paling membenci perkataan cerai keluar dari mulut Aeera! Alarich melangkahkan kaki, berniat menghampiri Aeera. Tetapi langkahnya ditahan oleh Bian, ayahnya dan neneknya–seolah ketiga orang itu tahu jika Alarich ke sana untuk memaki Aeera. Melihat kemarahan putranya, Audriana langsung berdiri. Begitu juga dengan Ranti dan Nadien–di mana Nadien berniat menghampiri Alarich tetapi pergelangan tangannya dengan cepat ditahan oleh Audriana. "Kau ingin bercerai, Heh?!" geram Alarich dining, menatap nyalang dan gusar ke arah Aeera. Dengan lembut, Aeera mengangguk. Sebaliknya dia menatap Alari
"Kejadian malam itu-- aku sangat menyayangkannya Audriana," ucap Ruqayah pada menatunya. Mereka masih di rumah Alarich. "Mah, aku juga menyayangkan apa yang terjadi pada malam itu. Aeera tidak hadir dan … Alarich pergi mencarinya," ucap Audriana, menimpali perkataan mertuanya. Pesta pernikahan tersebut berjalan dengan baik. Hanya saja putranya dan menantunya tak hadir pada malam itu. Audriana tak tahu apa yang terjadi, Alarich hanya mengabari jika dia dan Aeera baik-baik saja. "Lihat, kamu sama sekali tak merasa bersalah. Cih," decis Ruqayah di akhir kalimat, menatap tak suka pada Audriana. Dia bersedekah di dada, bersikap angkuh dan dingin. Andai dia tidak melakukan pemeriksaan kesehatan, mungkin Aeera-nya tak akan diperlakukan seperti yang Angeli ceritakan padanya. Mungkin sikap Aeera yang seperti tadi, ada sangkut pautnya dengan kejadian tadi malam. Ditambah …-"Be--bersalah?" Audriana berucap gugup, mengerjab beberapa kali sembari merenungkan perkataan sang Mama mertua. Buk
Sreek'Aeera dikejutkan dengan pintu walk in closet yang dibuka cukup kuat, seperti biasa pelakunya adalah Aalarich. Tanpa merasa berdosa dan bersalah sedikitpun, pria itu masuk ke dalam. Aeera buru-buru memalingkan wajah, berpura-pura sibuk berpakaian. Pipinya tiba-tiba panas, mungkin sudah menyemburkan rona merah yang sangat kentara di sana. Tadi malam, dengan bodohnya dia mengatakan perasaannya pada Alarich. Dia tidak tahu apa pria ini menganggapnya serius, tetapi Aeera dan perasaannya sangat serius. 'Sikap Mas Alarich biasa saja. Berarti Mas menganggap jika tadi malam hanya candaan.' batin Aeera, merapikan sedikit penampilannya lalu membalik tubuh–berniat beranjak dari sana. Mengingat tadi malam, Aeera tak menyangka jika dia akan se terbuka itu pada Alarich. Selain pada Shila, dia tidak pernah berani mencerikan masalahnya pada siapapun. Apa karena dia dan Shila sedang bertengkar jadi Aeera mencari tempat curhat baru? Atau karena … 'Aku rumahmu, Dek.'Karena Aeera tersugesti ol
Setelah rapat selesai, Aeera buru-buru merapikan dokumen kemudian cepat-cepat beranjak dari ruangan tersebut. Namun, langkahnya berhenti, menoleh gugup dan canggung pada seorang pria yang juga ingin keluar–secara bersamaan dengan Aeera. "Silahkan," ucap Alarich, mempersilahkan Aeera keluar lebih dulu dari ruangan tersebut. Aeera sadar dia melanggar etika jika keluar lebih dulu dari Big Boss-nya. Namun, karena dia sudah dilanda perasaan malu dan canggung, Aeera memutuskan menuruti perkataan Alarich–buru keluar dari sana dengan air muka panik dan pipi memerah padam. "Cih." Alarich berdecis geli secara pelan, menatap makhluk menggemaskan tersebut lalu segera mengikuti langkah istrinya–melangkah santai tepat di belakang Aeera, mengawasi gerak gerik istrinya dengan tatapan intens. "Tuan, ada masalah?" tanya Bian, setelah berada di sebelah Alarich. Ia perhatikan Aeera dan Alarich sejak pagi seperti saling menjaga jarak. Interaksi keduanya singkat dan seperlunya. "Tidak," jawab Alarich
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok