Acara berlanjut hingga akhirnya keluarga Danzel membawa Lachi dari keluarganya. Disaat itulah air mata Lachi jatuh, menangis karena akan meninggalkan orangtua dan rumahnya. "Aih, putri Ayah ternyata sudah besar yah. Padahal masih sebentar, masih kemarin Ayah gendong di pundak ayah, keliling kebun. Sekarang sudah besar dan sudah menjadi milik suaminya," ucap Adit penuh dengan perasaan haru bercampur sekaligus sedih secara bersamaan. "Maafkan Ayah jika selama merawatmu dan membesarkanmu Ayah belum sempurna dan belum melakukan yang terbaik.""Lachi yang meminta maaf karena sampai sekarang Lachi belum bisa membanggakan Ayah dan Mama," ucap Lachi dengan nada serak, menundukkan kepala di mata air matanya jatuh dengan deras. Adit memeluk putrinya erat, ikut menangis karena sejujurnya dia sulit melepas putrinya. "Jadilah istri yang baik, jaga martabat suamimu dan hargai pasanganmu.""U'um." Lachi menganggukkan kepala secara kuat. Kenapa rasanya sangat sedih? Bahkan untuk mengatakan iya saja
Lachi terbangun, menatap Danzel ke sebelahnya yang masih tidur pulas. Lachi meringis pelan, ketika dia bergerak bagian bawah tubuhnya terasa sangat sakit. Mengingat kejadian semalam membuat pipi Lachi memerah. Dia juga tak habis pikir dan percaya sebab tadi malam dia-- bisa-bisanya tidak sok-sok menolak untuk melakukan malam pertama dengan Danzel. 'Harusnya kan aku sok-sokan malu, takut dan nolak supaya terlihat imut. Trus mirip sama cewek-cewek yang baru nikah. Lah ini, ditawari berhenti aku malah bilang lanjut. Apakah?! Nggak ada sok imutnya, yang ada … argk, malu-maluin.' batin Lachi, kembali menoleh ke arah Danzel. Awalnya dia hanya melirik pria tampan yang berbaring di sebelahnya, alam tetapi Lachi malah berakhir memandanginya secara lekat dan intens. Pria di sebelahnya sangat tampan dan mempesona. Tak disangka pria tampan ini adalah suaminya. "Ekhm." Terdengar suara deheman berat yang membuat Lachi tersentak kaget, reflek memejamkan mata sebab takut Danzel mengetahui dirinya
"Perempuan itu-- Angel, mantan Kak X, Lachi," tambah Zendaya, mendapat tatapan horor dari Kiandra tetapi tatapan santai dari Lachi. Perempuan itu hanya ber oh ria, namun siapa yang tahu jika dalam hati Lachi sedang deg deg kan. Baru satu hari menjadi istri Danzel, Lachi sudah menemukan banyak rintangan. Pertama, sepupu suaminya yang pernah menyukai sang suami. Kemudian sekarang mantan suaminya yang tiba-tiba datang ke sini. Kenapa saat proses menuju pernikahan Lachi tidak menemukan ini? Rasanya mulus saja dan cepat sekali menuju status menjadi istri sah Danzel. Akan tetapi baru satu hari menjadi istri Danzel, hal seperti ini sudah muncul. "Kamu nggak takut?" tanya Zendaya untuk mengetahui apa yang Lachi rasakan. Lachi menggelengkan kepala kemudian tersenyum tipis untuk meyakinkan kedua sahabatnya. "Apa yang harus ditakutkan? Kan aku juga punya mantan.""Benar sih. Tapi kan … umm, Angel ini licik sebenarnya." Lachi tersenyum pepsondent. "Dia licik, maka kita harus lebih licik," ja
"Argk." Angel memukul kepala sendiri, kesal karena semua orang meninggalkan dirinya. Dia masih di tempat sebelumnya, mengamuk tanpa peduli pada siapapun orang di sana. Liora hanya menatap Angel sejenak lalu fokus memperhatikan Danzel yang meninggalkan mereka. Danzel sudah menikah? Dengan siapa? "Kak Danzel sudah menikah? Ck, dia pasti berbohong. Yah, tidak mungkin dia melupakanku secepat itu. Dia hanya menggertak ku agar aku cemburu," gumam Angel, marah tetapi berusaha untuk berpikir jernih. Danzel adalah cinta pertamanya. Diusianya yang ke dua puluh lima, dia dan Danzel resmi menjadi pasangan kekasih. Akan tetapi hanya sebentar sebab Angel gagal mendapatkan restu dari orangtua Danzel. Itu artinya, semisal Danzel telah menikah, perempuan yang menjadi istrinya adalah pilihan orangtuanya?Angel langsung tersenyum manis. 'Aku masih punya kesempatan kalau begitu, perempuan itu bukan yang Kak Danzel cintai.' batin Angel merasa sedikit lega. Sejujurnya, usia dia dan Danzel hanya berbeda
Apa Danzel marah? Namun, perasaan tersinggung tersebut seketika hilang–berubah panik bercampur syok saat suaminya menabrak tembok. Bug'"Ya ampun, Habibi," pekik Lachi, dengan sigap buru-buru menghampiri Danzel. Sedangkan Aeera yang melihat itu tertawa lepas. Alarich, suaminya jika salah tingkah akan menabrak apapun, akan tersandung meskipun oleh kaki sendiri. Putrinya, Zavier, juga sama ketika salah tingkah, menabrak sana sini dan tersandung oleh udara sekalipun. Dan sekarang, cucunya juga begitu. Apakah ini kutukan salah tingkah khusus untuk keturunan keluarga Adam? ***Lachi, mommy mertuanya dan kedua nenek suaminya akhirnya memasak bersama. Zendaya dan Kiandra yang masih di sini juga ikut, tetapi mereka kebagian memotong bahan-bahan saja. Beberapa keluarga Adam sudah pada pulang, hanya menyisahkan keluarga inti. Aunty suaminya–Sereya, juga ada di sini. Akan tetapi wanita cantik tersebut memilih berkumpul di ruang tengah, bersama para paman sang suami. Lachi baru tahu jika
"Ta-tante Nara, dia yang mengata-ngataiku, kenapa malah aku yang dimarahi?" Nara mengepalkan tangan, menarik paksa kue pemberian Angel. Sejujurnya Nara berniat menghargai pencarian perempuan ini, akan tetapi karena Angel yang memulai maka Nara melupakan norma-norma tersebut. Setelah meraih kue tersebut, Nara langsung membuangnya dalam tong sampah. Angel semakin tak percaya, menbelalak sebab kue yang ia berikan pada Nara dibuang. "Ke-kenapa …-" "Kenapa? Kamu menghina kue buatan saya. Sekarang, cepat pergi dari rumahku. Pergi!" marah Nara, begitu galak–cukup mengejutkan bagi Lachi, tak percaya jika Nara sang mama mertua akan seperti itu. "Angel, sebaiknya kita pulang," bujuk Liora, sejenak Nara menatap perempuan itu lalu memandangnya lekat. Nara sebenarnya merasa tak asing dengan Liora, akan tetapi dia mengabaikan hal tersebut. Mungkin hanya perasaannya saja. "Pa-padahal niatku baik," ucap Angel, "tapi aku yakin, suatu saat Tante akan membuka mata, melihat kebaikanku lalu merestui
"Pak Danzel suka dipanggil Mas suami atau Habibi? Atau …-""Dua-duanya," jawab Danzel cepat, akan tetapi tidak menoleh pada Lachi. 'Susah juga menghancurkan tembok ini.' batin Lachi. Satu hal yang tidak dia sukai dari Danzel adalah pria ini jarang bicara. Maksudnya tipe orang yang tak suka mengobrol, sedangkan Lachi adalah orang yang sangat suka mencerocos. Ini yang membuat Lachi hanya sekedar menyukai Danzel, tak sampai ke tahap ingin menikah ataupun mencintai. Dia sudah menduga dia dan Danzel tak akan cocok. Namun, untuk sekarang mengeluh pun percuma, Danzel sudah terlanjur menjadi suaminya. Mau bagaimanapun Lachi harus menerima. Lachi tiba-tiba menghampiri Danzel, duduk di sebelah koper. "Ada yang kurang?" tanya Danzel, mengira Lachi duduk di sana sebab mungkin dia melewatkan sesuatu. Mungkin baju Lachi yang dia kemasi kurang atau lebih. Lachi menggelengkan kepala. "Pak Danzel kok semangat sekali?" tanya Lachi, bertopang dagu sembari memindahkan beberapa susunan pakaian–merap
Setelah istirahat yang cukup, tentunya setelah menghukum Lachi yang sangat suka mengganggu Danzel, kini keduanya sarapan bersama di sebuah restoran mewah penginapan. "Pak Dan … maksudku Habibi," ucap Lachi, menggantungkan kalimat dengan mengedipkan mata sebelah secara genit ke arah Danzel yang saat ini duduk berhadapan dengannya. Lachi tersenyum anggun, dalam hati mengejek serta mendumel wajah tembok suaminya. Sedangkan Danzel, dia menatap Lachi datar. Wajahnya tanpa ekspresi akan tetapi dalam hati berdebar karena panggilan tersebut. Habibi! "Aku akan memakan buah dan sayur yang banyak," lanjut Lachi, mencondongkan tubuh ke arah Danzel lalu mencomot buah strawberry di atas kue. Lagi-lagi Lachi tersenyum penuh makna–sengaja karena menurutnya sangat menantang dan menyenangkan menggoda Danzel. Sifat Danzel yang dingin dan kaku, serta wajahnya yang tak berekspresi menjadi tantangan tersendiri bagi Lachi untuk mengganggunya. Dia tahu akibatnya akan sangat fatal, tetapi … Lachi menikma