Apa Danzel marah? Namun, perasaan tersinggung tersebut seketika hilang–berubah panik bercampur syok saat suaminya menabrak tembok. Bug'"Ya ampun, Habibi," pekik Lachi, dengan sigap buru-buru menghampiri Danzel. Sedangkan Aeera yang melihat itu tertawa lepas. Alarich, suaminya jika salah tingkah akan menabrak apapun, akan tersandung meskipun oleh kaki sendiri. Putrinya, Zavier, juga sama ketika salah tingkah, menabrak sana sini dan tersandung oleh udara sekalipun. Dan sekarang, cucunya juga begitu. Apakah ini kutukan salah tingkah khusus untuk keturunan keluarga Adam? ***Lachi, mommy mertuanya dan kedua nenek suaminya akhirnya memasak bersama. Zendaya dan Kiandra yang masih di sini juga ikut, tetapi mereka kebagian memotong bahan-bahan saja. Beberapa keluarga Adam sudah pada pulang, hanya menyisahkan keluarga inti. Aunty suaminya–Sereya, juga ada di sini. Akan tetapi wanita cantik tersebut memilih berkumpul di ruang tengah, bersama para paman sang suami. Lachi baru tahu jika
"Ta-tante Nara, dia yang mengata-ngataiku, kenapa malah aku yang dimarahi?" Nara mengepalkan tangan, menarik paksa kue pemberian Angel. Sejujurnya Nara berniat menghargai pencarian perempuan ini, akan tetapi karena Angel yang memulai maka Nara melupakan norma-norma tersebut. Setelah meraih kue tersebut, Nara langsung membuangnya dalam tong sampah. Angel semakin tak percaya, menbelalak sebab kue yang ia berikan pada Nara dibuang. "Ke-kenapa …-" "Kenapa? Kamu menghina kue buatan saya. Sekarang, cepat pergi dari rumahku. Pergi!" marah Nara, begitu galak–cukup mengejutkan bagi Lachi, tak percaya jika Nara sang mama mertua akan seperti itu. "Angel, sebaiknya kita pulang," bujuk Liora, sejenak Nara menatap perempuan itu lalu memandangnya lekat. Nara sebenarnya merasa tak asing dengan Liora, akan tetapi dia mengabaikan hal tersebut. Mungkin hanya perasaannya saja. "Pa-padahal niatku baik," ucap Angel, "tapi aku yakin, suatu saat Tante akan membuka mata, melihat kebaikanku lalu merestui
"Pak Danzel suka dipanggil Mas suami atau Habibi? Atau …-""Dua-duanya," jawab Danzel cepat, akan tetapi tidak menoleh pada Lachi. 'Susah juga menghancurkan tembok ini.' batin Lachi. Satu hal yang tidak dia sukai dari Danzel adalah pria ini jarang bicara. Maksudnya tipe orang yang tak suka mengobrol, sedangkan Lachi adalah orang yang sangat suka mencerocos. Ini yang membuat Lachi hanya sekedar menyukai Danzel, tak sampai ke tahap ingin menikah ataupun mencintai. Dia sudah menduga dia dan Danzel tak akan cocok. Namun, untuk sekarang mengeluh pun percuma, Danzel sudah terlanjur menjadi suaminya. Mau bagaimanapun Lachi harus menerima. Lachi tiba-tiba menghampiri Danzel, duduk di sebelah koper. "Ada yang kurang?" tanya Danzel, mengira Lachi duduk di sana sebab mungkin dia melewatkan sesuatu. Mungkin baju Lachi yang dia kemasi kurang atau lebih. Lachi menggelengkan kepala. "Pak Danzel kok semangat sekali?" tanya Lachi, bertopang dagu sembari memindahkan beberapa susunan pakaian–merap
Setelah istirahat yang cukup, tentunya setelah menghukum Lachi yang sangat suka mengganggu Danzel, kini keduanya sarapan bersama di sebuah restoran mewah penginapan. "Pak Dan … maksudku Habibi," ucap Lachi, menggantungkan kalimat dengan mengedipkan mata sebelah secara genit ke arah Danzel yang saat ini duduk berhadapan dengannya. Lachi tersenyum anggun, dalam hati mengejek serta mendumel wajah tembok suaminya. Sedangkan Danzel, dia menatap Lachi datar. Wajahnya tanpa ekspresi akan tetapi dalam hati berdebar karena panggilan tersebut. Habibi! "Aku akan memakan buah dan sayur yang banyak," lanjut Lachi, mencondongkan tubuh ke arah Danzel lalu mencomot buah strawberry di atas kue. Lagi-lagi Lachi tersenyum penuh makna–sengaja karena menurutnya sangat menantang dan menyenangkan menggoda Danzel. Sifat Danzel yang dingin dan kaku, serta wajahnya yang tak berekspresi menjadi tantangan tersendiri bagi Lachi untuk mengganggunya. Dia tahu akibatnya akan sangat fatal, tetapi … Lachi menikma
"Hum." Danzel berdehem dingin. "Tunggu setelah makan," ancamnya, seketika berhasil membuat Lachi pucat pias dan menggelengkan kepala cepat. "Jangan, Pak. Cu-cuma bercanda tadi. A--aku cuma bercanda," panik Lachi selanjutnya. Dia terus menyakinkan Danzel jika tadi dia hanya bercanda, tetapi Danzel sama sekali tak peduli. Hingga tiba-tiba saja, dua orang–pria dan wanita menghampiri mereka. Pria tersebut mengenakan kemeja polos putih, di mana bagian atas tak dikancing sehingga membuat dada bidangnya yang kokoh terlihat mengintip. Sedangkan si perempuan, dia mengenakan dress kuning cerah yang seksi–guntingan 'V pada bagian depan yang rendah sehingga membuat dadanya terlihat menyembul. "Tuan Danzel," sapa si perempuan yang bergandengan dengan pria tinggi tampan di sebelahnya suaminya. Lachi mengamati sejenak namun buru-buru memalingkan wajah dan pura-pura sibuk dengan handphone. Jaga mata dan pandangan! Penampilan pria itu terlalu aduhai. "Hum." Danzel melirik sejenak pada istrinya u
'Anjir, mampus aku!' batin Lachi ketika mengintip sedikit pada sosok pria tampan dengan tubuh gagah yang saat ini menggendongnya ke pinggir kolam.Setelah di pinggir kolam, tubuh Lachi dibaringkan. Lachi memilih pura-pura tak sadarkan diri, terlanjur berbohong dan dia takut mengakhiri kebohongannya. Jantung Lachi berdebar sangat kencang, ada dorongan dalam dirinya supaya mengakhiri kepura-puraannya. Namun karena dia begitu takut, Lachi memilih tetap berpura-pura tak sadarkan diri. Sosok itu terasa mendekat, Lachi gugup dan merinding disko. Meskipun matanya terpejam kuat, tetapi Lachi tahu jika pria yang menyelamatkannya semakin mendekat–berada tepat di atas tubuhnya. Uhuk uhuk uhuk'Takut dicium oleh pria tersebut, Lachi bangun dengan berakting batuk. Dia mendorong lemah pundak pria tersebut agar menyingkir dari atasnya sembari berpura-pura menghirup udara dengan rakus. "Jika tidak bisa berenang, kenapa kau nekat berenang, Humm?" dingin Danzel, melayangkan tatapan tajam ke arah Lach
"Apa sekarang kau juga menjalani hubungan tanpa rasa denganku?""Hah?" Lachi benar-benar terkejut dengan perkataan Danzel. Dia mendadak diam, larut dengan pemikiran sendiri–hatinya seketika bertanya, siapa dia dan Danzel? 'Menjalani hubungan tanpa rasa?' batin Lachi, masih larut dengan kalimat tersebut. Seratus persen dia akui jika dia tidak memiliki perasaan apapun pada Gilang, saat mereka berpacaran. Sehingga ketika dia dan Gilang putus, Lachi tak sakit-sakit amat. Hatinya terluka karena dipermalukan serta dihina oleh orangtua Gilang, selebihnya tidak ada. Hanya saja, setelah mengakhiri hubungan dengan Gilang, Lachi selalu kepikiran. Dia sangat bersalah karena merasa telah mempermainkan Gilang. Namun, dengan Danzel … perasaan cinta memang tidak ada. Akan tetapi suka dan kagum-- itu ada. Danzel begitu mempesona dan memiliki ketampanan yang membuat kaum hawa menjerit karenanya. Bukan cuma itu, Danzel penuh karisma dan sangat berwibawa, punya tubuh gagah dan kekar serta pembawaan yan
Selama berlibur dengan Danzel, Lachi sangat menikmati. Lachi sangat suka saat Danzel mengajaknya jalan-jalan ke pantai dan berkeliling kota. Sekarang Danzel membawa Lachi ke sebuah party, acara pemilik hotel–Victoria. Semua pengunjung hotel boleh mengikuti acara tersebut akan tetapi tidak semua bisa masuk ruang VIP acara. Namun, karena Danzel tamu spesial, merasa bisa menikmati pesta secara eksklusif. Sayangnya karena tak mengenali siapapun di tempat ini, kecuali suaminya, Lachi kurang menikmati. Dia hanya menonton, menyaksikan pertunjukan yang disediakan oleh pemilik acara. Alunan musik manis tak hentinya mengalun, membuat suasana terkesan romantis. "Haih." Lachi menghela napas pelan, boring dan sejak tadi hanya bermain dengan jemari suaminya. Tanpa sadar Lachi melakukanya, kadang mencubit pelan punggung tangan Danzel, kadang menepuk-nepuk ke pipi sendiri, kadang mengigit ujung jari Danzel, kadang juga mencabut bulu tangan sang suami. Lachi merasakan gabut yang sesungguhnya. Mak
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok