"Tolong aku, Shilaaa!" pekik Aeera seraya menggenggam kuat tangan sahabatnya tersebut.
Kini Aeera berada di apartemen sang sahabat, beristirahat sejenak di sana dan sekaligus menangkan diri dari kejadian sial tadi.Smirk Alarich-- hell! Masih mengiyang di pikiran Aeera, membuat Aeera semakin takut untuk berjumpa dengan hari esok."Aku juga dalam bahaya, Aeera. Gara-gara kamu salah sasaran, aku nggak bisa nolak pria itu. Sekarang dia semakin mantap untuk menikahiku. Katanya aku ini lucu." Shila menggembungkan pipi, "lucu dari mana coba?! Ah! Aku takut nikah, Aeera. Aku takut dicoplos. Aaaa … aku nggak bisa bayangin kalau aku jadi istri, Aeera." Shila menjerit di akhir kalimat."Aelah, kenapa jadi kamu yang curhat? Malah adu nasib lagi." Aeera mendengkus pelan. "Harus kamu tahu yah, Shila Okserila Wijaya, yang aku labrak tadi, itu tak lain adalah Big Bos ku! CEO di perusahaan tempatku kerja, Lala. Bayangin gimana suramnya hariku besok!""Apa? CEO di tempat kamu kerja? Gila!" Shila memekik sembari memegang kepala dengan kedua tangan, menatap horor ke arah Aeera. Dia kaget!"Eh, tapi kan kamu hanya staf biasa. Ada banyak staf di tempatmu kerja. Siapa tahu dia nggak kenal sama kamu. Artinya kamu masih selamat sih," ucapnya menambahi sembari mengibas tangan di depan wajah.Seketika Aeera terdiam kaku, wajah pucat pias dengan tatapan mata yang mendadak kosong.Itu merupakan harapan Aeera–andai Alarich tak mengenalinya. Namun, itu tidak mungkin. Dia memang staf biasa, tetapi cukup unggul dibandingkan staf lain. Aeera sering diikutkan saat rapat penting antar team, dan beberapa kali ikut rapat dengan sang Big Bos. Lain dari itu, ada sebuah fakta yang cukup mengerikan–yang Aeera pendam sendiri selama ini.Hampir dua tahun dia bekerja di perusahaan tersebut, dan selama itu dia merasa jika seseorang mengawasinya.Seseorang yang mengawasinya tersebut tak lain adalah Karl Alarich Adam–sang Big Bos yang sangat misterius dan terkenal dengan pribadi yang dingin.Selain rapat, Alarich tak pernah berbicara padanya, hampir bisa dikatakan jika mereka tak pernah berinteraksi. Namun, Aeera sering mendapati Alarich menatapnya dengan sebuah sorot yang sulit Aeera pahami. Sorot itu tajam, mengintai pergerakan Aeera secara detail, dan tak pernah lepas meskipun Aeera memergoki. Intinya, itu tatapan yang mengerikan dan berbahaya!Kerap kali ketika dia harus lembur, saat pulang malam, pria itu pasti mengikutinya–diam-diam mengendari mobil mewahnya lalu mengikuti Aeera pulang. Setelah Aeera sampai di kontrakannya, kerap kali mobil itu baru pergi setelah setengah jam mengintai.Aeera tidak ingin salah menduga, tetapi mobil yang sering mengikutinya setiap pulang malam tak lain adalah mobil Alarich. Aeera juga tidak bisa memastikan, karena dia takut berhadapan langsung dengan Alarich. Aeera hanya rakyat kecil!Ditambah tadi-- pria itu senyum penuh makna padanya, membuat Aeera merasa terancam!"Ah, sudahlah. Aku mau pulang saja." Aeera bergegas mengambil tas, langsung menyelonong pergi dari apartemen sahabatnya.***Dengan buru-buru dan langkah tergesa-gesa, Aeera masuk ke ruangan HRD–kebetulan dia dekat dengan sang manager SDM."Wi, aku mau resign!" ucap Aeera dengan panik dan terkesan buru-buru, baru masuk–langsung memukul meja kerja sang senior."Aduh." Seseorang yang dibalik meja tersebut mendongak, menatap Aeera dengan raut muka kaget. "Kaget Eike," ucap pria tersebut dengan letoy.Namanya Dewa, setengah Adam dan setengah hawa. Anehnya, Dewa akan menjadi pria seutuhnya ketika berhadapan dengan para petinggi perusahaan atau anak baru. Dia profesional dan cekatan dalam bekerja. Namun ketika berada di sekitar orang terdekatnya, Dewa akan berubah menjadi Dewi. Seperti sekarang ini."Eikk!" galak pria tersebut, memukul meja dengan kuat lalu melotot marah pada Aeera. "Pagi-pagi sudah buat jantung Eike copot. Aduh," tambahnya sembari mengibas tangan di depan wajah."Nggak ada resign resign!" galak Dewa kemudian, membuat muka Aeera masam. "Kalau kamu resign kamu mau kerja apa? Mikir! Cari kerjaan di jaman sekarang itu sulit, Tsay!! Udah beruntung kamu diterima kerja di sini, di perusahaan gedong se Asia. Ini malah banyak tingkah pengen resign. Mikir kamu, Sayangku!" omel Dewa pada Aeera."Tapi kamu nggak paham masalahku, Abang sayang." Aeera memekik frustasi. "Aku nggak bisa jelasinnya tapi … aku harus keluar dari perusahaan ini, Wi. Aku dalam bahaya, nyawaku terancam!""Eike lagi banyak kerjaan, mending kamu sarapan. Ouh, cuci muka dulu. Siapa tahu kamu masih mimpi," celutuk pria tersebut, kadang bersikap seperti lelaki tetapi kadang bahasa khasnya muncul. Dia kembali fokus pada laptopnya, mengetik sesuatu di sana.Tok tok tokAeera yang ingin kembali memohon untuk pengunduran diri, langsung mengurungkan niat ketika pintu diketuk."Silahkan masuk," sahut Dewa, begitu cool dan berdamage. Di depan staf lain atau para petinggi, dia harus menjadi Dewa.Ceklek'Pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria tinggi berkaca mata. Namun terlihat tampan dan gagah secara bersamaan."Ternyata anda di sini, Nona Aeera." Suara bass dari pria tersebut mengalun. "Tuan Alarich meminta anda untuk menemuinya."Mata Aeera membelalak horor, dengan cepat menggelengkan kepala pada tangan kanan sang CEO tersebut."Aku tidak mau, Pak!!" pekiknya panik, sudah gemetaran dan merinding. Ini yang dia takutkan!Bian memicingkan mata, menatap penuh tanda tanya pada sosok perempuan manis tersebut. "Kenapa? Anda membuat masalah?""U'uh." Aeera mengangguk kuat. "Tolong bantu aku, Pak. Ka--katakan saja jika aku su--sudah mati ditabrak lalat atau … mati suri. Hah!" Aeera memegang kepala, dia mendadak pening–terlalu cemas dengan situasi sekarang."Itu alasan yang konyol, Nona." Bian berdehem pelan untuk menahan geli. Lucu saja dengan perempuan yang sedang panik ini. "Lebih baik anda temui Tuan Alarich sebelum anda terkena masalah besar."Aeera menahan napas. Menemui Alarich? Itu mimpi buruk. Namun, dia yakin Alarich tak akan melepasnya dengan mudah. "Mari, Nona, ikut dengan saya."Aeera mengangukkan kepala. Kini dia hanya bisa pasrah.***"Tuan, saya sudah membawa Nona Aeera," lapor Bian secara sopan pada sang tuan."Humm." Alarich berdehem, melirik sekilas pada Bian dan perempuan yang tangan kanannya tersebut bawa. "Kau boleh pergi," ucapnya.Bian membungkuk memberi hormat kemudian segera beranjak dari sana, meninggalkan Aeera dan Alarich–berdua dalam ruangan tersebut.'Semoga besok aku masih hidup.' Aeera membatin, diam-diam mencuri pandang pada sosok dingin di depannya."Silahkan duduk di sofa sana, Nona Aeera." Bulu kuduk Aeera meremang– merinding ketika mendengar suara bariton yang berat tersebut. Bahkan jantungnya melaju lebih kencang, lututnya gemetar dan punggung panas dingin--hanya karena mendengar suara serak, berat dan seksi tersebut. Apa semua pria dewasa yang matang punya suara ini? Aeera tidak nyaman! "Baik, Pak," jawab Aeera pelan, melangkah kaku ke arah sofa abu-abu dalam ruangan luas sang big bos.Setelah sampai di sofa, dia duduk begitu manis–hanya menatap lurus ke depan, tak berani menoleh ke arah manapun. Cukup lama Aeera menunggu, tetapi sang big bos tak kunjung bersuara. Aeera memberanikan diri untuk melirik, ternyata bos-nya tersebut sibuk dengan pekerjaannya–berkutat dengan tumpukan dokumen serta sesekali terlihat fokus pada laptop canggih di depannya. "Berapa lama lagi aku duduk di sini. Pantatku sudah panas," gumam Aeera pelan, berbicara dengan gigi ditekan–mulut tak di buka. Dia takut gestur tubuhnya diperhatikan oleh san
Namun tiba-tiba saja kaca mobil diturunkan, memperlihatkan sosok pria dingin yang memasang ekspresi flat–terlihat tenang, duduk dalam mobil. Deg deg deg' 'Astaga, kenapa dia sih? Tuhan, doanya aku cancel saja yah. Aku nggak mau nikah dengan dia. Amit amit!' batin Aeera, sudah merah pipinya sebab malu dengan apa yang dia lakukan tadi. Dia meneguk ludah susah payah kemudian dengan cepat kabur dari sana. Namun, gerakannya terbaca oleh Alarich. Pria itu dengan sigap meraih pergelangan tangan Aeera, menariknya sekali sentakan– membuat Aeera yang tertarik seperti terdorong dari arah belakang, tubuhnya menjorok ke depan–ke arah Alarich. Cup'Aeera berakhir mencium kening Alarich.Deg'Spontan jantungnya berdebar sangat kencang, kemudian terasa seperti tak berdetak beberapa detik–shock berat! Mata Aeera melebar-- di mana bola matanya terasa akan keluar dari sarang. Bibirnya masih menempel kuat di kening Alarich!Mati!! Setelah ini tak akan ada yang bisa menyelamatkan Aeera dari Alarich.
"Untuk menjemput calon istriku," jawab Alarich santai, tak merasa bersalah sama sekali setelah menerobos masuk dalam rumah Aeera tanpa izin. "Aku sebenarnya sudah punya calon suami, Pak," ucap Aeera sekenanya, terlalu frustasi menghadapi bosnya tersebut. Kesalah pahaman yang dilakuan Aeera kemarin padahal bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Aeera hanya perlu meminta maaf pada ibu pria ini, lalu menjelaskan jika dirinya tak pernah mengandung anak dari Alarich. Sangat simpel! Namun, Alarich memilih keukeh untuk menikah dengannya. "Jangan main-main denganku, Aeera Grizella," ucap Alarich, berdiri dari sofa–melepas tuxedo lalu menghampiri Aeera dengan tangan yang sibuk melonggarkan dasi. "Aku bisa melakukan cara yang salah untuk membuatmu tunduk padaku!" tambahnya, mengikis jarak pada Aeera. Perempuan tersebut menegang kaku, mundur cepat untuk menghindari Alarich. Namun, dia sudah tak bisa–punggungnya telah merapat pada dinding rumah. Jantung Aeera berpacu cepat–takut dengan ap
"Ingin lari dari malam pertama kita, Humm?!" Aeera menatap gugup ke arah Alarich, di mana tubuhnya sudah membeku dan menegang. "Ka--kan kita sudah menikah, Pak. Berarti aku bisa pulang ke rumahku. Perjanjian cuma kita hanya menikah saja." Alarich menyunggingkan smirk tipis di bibir, menuruni tangga dengan langkah tegap–bak seorang king yang berjalan menuju singgasana. Setelah di depan Aeera, Alarich langsung melingkarkan tangan di pinggang istrinya. Aeera Grizella telah sah menjadi istri Alarich. Sebuah pencapaian besar bagi Alarich!Alarich menyentak pinggang Aeera, membuat perempuan itu merapat dengan tubuhnya–Aeera semakin gugup dan takut. "Rumah seorang istri adalah suaminya," ucap Alarich, berkata cukup dingin–menunduk untuk menatap wajah cantik Aeera. Perempuan yang ia nikahi ini bukan hanya cantik, melainkan manis serta punya pribadi yang menarik. Aeera perempuan yang cerdas, tetapi disisi lain dia perempuan yang sangat unik–punya kebiasaan aneh. Dia gadis yang ceria dan b
Namun, ketika akan melakukan penyempurnaan, Alarich tiba-tiba menghentikan kegiatan–mengangkat pandangan, menatap dingin ke arah Aeera. "Air mata?" sinis Alarich, mengulurkan tangan untuk menyekat sebuah bulir kristal yang jatuh ke pipi istrinya. Aeera membuka mata, Alarich telah berhenti dan dia mengira jika dia telah selamat. Namun, dia salah. Karena ketika dia membuka mata, dia langsung berhadapan dengan mata elang yang menghunus tajam ke arahnya, serta sebuah seringai iblis yang mengerikan bagi Aeera. "Air matamu tidak akan bisa menghentikan ku. Malam ini kau harus menjadi milikku, seutuhnya!" ucap Alarich, tiba-tiba tersenyum begitu lembut–senyuman yang memabukkan sekaligus membunuh. Cup' Tiba-tiba Alarich mengecup kening Aeera–begitu khidmat dan penuh makna, membuat hati Aeera bergetar oleh kecupan hangat tersebut. Disaat dirinya hanyut oleh kelembutan kecupan Alarich, pria itu memanfaatkan hal tersebut untuk merenggut sesuatu yang Aeera jaga selama ini. Penyatuan yang
"Tradisi pengantin baru di keluargaku." "Hah?" cengang Aeera, semakin dibuat bingung oleh Alarich. Tradisi pengantin baru di keluarganya? Ah, kenapa ini terdengar sangat bohong? Aeera ragu. "Iya kah?" Aeera memicingkan mata ke arah Alarich, menatap pria tersebut secara teliti. "Humm." Alarich hanya berdehem sebagai jawaban, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Aeera. "Pak Alarich nipu yah? Mana ada tradisi aneh seperti ini," tuding Aeera pada Alarich. "Aku tidak pernah menipumu," jawab Alarich santai. Mata Aeera kembali menyipit. "Tidak pernah?" ucapnya bernada sindiran–pengingat pada pria ini jika Aeera telah ditipu sebanyak dua kali. Alarich berdecis geli, lucu dengan ekspresi Aeera yang menatapnya dengan raut muka sinis. Ah, yah! Bahkan ketika perempuan ini menunjukan raut muka kesal, dia tetap terlihat cantik di mata Alarich. "Cih, baiklah. Kau menang, Wife." Alarich berkata serak, ren
Perlahan Aeera membuka kelopak mata, dia mengintip situasi dan kondisi. Kemudian setelah itu membuka mata secara keseluruhan–setelah memastikan jika dirinya aman. "Akting-mu lumayan," komentar seorang dengan suara bariton, membuat Aeera reflek menoleh ke sumber suara tersebut. Aeera membelalakkan kaget, dia buru-buru duduk–merapikan pakaian kemudian memutar tubuh untuk menghadap Alarich. "Aku sungguh pingsan, Pak," ucap Aeera dengan nada rendah. "Cih." Alarich berdecis remeh, "bulu matamu tak berhenti bergerak."Aeera menatap horor ke arah Alarich, lalu dia mengerjab beberapa kali–menjauhkan pandangan dari Alarich, menunduk karena malu dengan kelakuannya sendiri. Berpura-pura pingsan hanya demi menghindari masalah tadi. Yah, itu yang Aeera lakukan. "A--aku memang pingsang. Aku lemas karena belum makan sia …-" Ucapan Aeera terhenti ketika menyadari jika bekalnya tak ada bersamanya, "kotak bekalku mana?" ucapnya kemudian, mencari kotak bekal di pangkuan serta sekitar sofa tempat ia
"Aku nggak habis thinking sama kamu, Aeera." Shila menggelengkan kepala beberapa kali, menatap sahabatnya dengan raut muka penat dan lelah. Sudah berulang kali dia menasehati, tetapi Aeera selalu menolak mendengar. "Harusnya kamu bersyukur menikah dengan Pak Karl Alarich Adam. Dia pria yang luar biasa tampan, hot dan charming. Di luaran sana-- banyak perempuan yang berkhayal bisa menjadi istri Pak Alarich. Termasuk aku sejujurnya, cause he's so handsome and sexy. Oh my God!" pekik Shila di akhir kalimat. Orang tuanya berkecimpung di dunia bisnis, jadi Shila sangat mengenal pria bak dewa Yunani tersebut. "Cik, mau handsome kek, mau headshot kek, headset kek, genset kek atau apa pun itu … aku nggak peduli. Dia buruk di mataku, dan aku tidak menyukai pria buruk," celutuk Aeera santai, mengenakan sneakers yang ia pinjam dari Shila. Ting'Tiba-tiba notifikasi handphone Aeera berbunyi, dia menoleh sekejap lalu menatap ke arah sahabatnya. "Bisa antarin aku ke depan nggak, Pak Bian–keperca
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok