Namun tiba-tiba saja kaca mobil diturunkan, memperlihatkan sosok pria dingin yang memasang ekspresi flat–terlihat tenang, duduk dalam mobil.
Deg deg deg''Astaga, kenapa dia sih? Tuhan, doanya aku cancel saja yah. Aku nggak mau nikah dengan dia. Amit amit!' batin Aeera, sudah merah pipinya sebab malu dengan apa yang dia lakukan tadi. Dia meneguk ludah susah payah kemudian dengan cepat kabur dari sana.Namun, gerakannya terbaca oleh Alarich. Pria itu dengan sigap meraih pergelangan tangan Aeera, menariknya sekali sentakan– membuat Aeera yang tertarik seperti terdorong dari arah belakang, tubuhnya menjorok ke depan–ke arah Alarich.Cup'Aeera berakhir mencium kening Alarich.Deg'Spontan jantungnya berdebar sangat kencang, kemudian terasa seperti tak berdetak beberapa detik–shock berat! Mata Aeera melebar-- di mana bola matanya terasa akan keluar dari sarang.Bibirnya masih menempel kuat di kening Alarich!Mati!! Setelah ini tak akan ada yang bisa menyelamatkan Aeera dari Alarich. Dia akan habis!Dengan muka bengong bercampur syok, Aeera menjauhkan wajahnya dari wajah Alarich–melepas kecupan dadakan tersebut dari kening sang Big Bos. Dia mengerjab-erjab, mulut menganga karena masih tak percaya dengan apa yang dia lakukan.Sedangkan Alarich, sejujurnya dia cukup kaget ketika bibir yang terasa lembab serta kenyal tersebut menempel di keningnya. Namun, rasa terkejutnya tersebut bisa ia tutupi dengan menampilkan raut muka yang flat–membuat Alarich terlihat biasa saja, ciuman Aeera di keningnya seolah tak memberikan efek apapun."Kemarin-- kau memukul keningku lalu sekarang kau menciumnya. Punya obsesi pada keningku, Nona?" Suara Alarich mengalun rendah, terkesan lembut dan seksi secara bersamaan. Sangat sopan di pendengaran.Namun walau begitu, tetap saja Aeera selalu merinding serta berdebar-debar ketika mendengar suara bariton pria ini."Tadi ke-kecelakaan, Pak Bos. Aku tiba-tiba ditarik dan itu nggak sengaja terjadi," ujar Aeera, mencari pembenaran dan pembelaan. "Tolong, Pak, lepaskan pergelanganku. Sakit!" pekik dan pinta Aeera selanjutnya.Aeera mengerjab-erjab beberapa kali, tiba-tiba terfokus pada kening Alarich. Hei, ada bekas lipstiknya di sana. Cap bibir Aeera menempel di kening Alarich, secara sempurna.Aeera dalam masalah besar. Tapi bagaimana cara Aeera memberitahukan ini? Dia malu dan gugup.Ceklek'Alarich membuka pintu mobil, tanpa melepas tangan Aeera. Setelah itu, dia menarik Aeera, memaksa perempuan tersebut untuk masuk dalam mobil."Aku nggak mau, Pak. A--aku bisa teriak jika Pak Bos nekat begini. Tol-- humfttt." Sebelum dia berteriak meminta tolong, tangan Alarich lebih dulu membekap mulutnya.Tubuhnya didorong, dipaksa masuk ke dalam mobil. Setelah dia duduk, seat belt dipasang oleh Alarich–di mana tubuh pria itu mencondong, jaraknya begitu dekat dengan tubuh Aeera. Itu membuat Aeera meringsut pada kursi jok, menahan napas karena gugup.Namun walau begitu, dia bisa mencium aroma maskulin dari parfum pria ini. Sangat menenangkan, berlawanan dengan aura Alarich yang terasa mencekik."Jangan pikir kau bisa kabur, Nona Aeera," serak Alarich, berkata cukup pelan sembari melayangkan tatapan tajam pada Aeera. Setelah itu, dia menjauh–beranjak untuk masuk lewat pintu lain."Hah." Aeera langsung membuang napas. Wajahnya sangat merah, akibat dia menahan napas.Meskipun telah diperingati, Aeera tetep membangkang. Dengan tergesa-gesa dia berusaha membuka seat belt kemudian buru-buru kabur.Bug'Karena tergesa-gesa, Aeera terjatuh. Namun, dia tidak peduli–segera berdiri kemudian kabur dari sana. Dia tidak mau ikut dengan Alarich, dia takut dimutilasi oleh pria tersebut.Lagipula kesalahannya hanya sepele, Aeera sudah meminta maaf dan dia rasa itu lebih dari cukup. Menikah dengan Alarich? Meskipun Alarich tampan dan kaya, maaf, tetapi Aeera tidak mau.Alarich menakutkan bagi Aeera."AEERA!!" teriak Alarich dengan marah.Aeera menoleh ke belakang, menyempatkan diri untuk menjulurkan lidah–mengejek Alarich."Daaaaa …, Pak Ganteng. Kalau kata ale-ela, Coba lagi!" teriak Aeera dengan tertawa bahagia, senang karena dia bisa kabur. Dia berlari lagi, tetapi tiba-tiba berhenti–menoleh ke arah Alarich. Dia menunjuk kening Alarich, lalu menyentuh keningnya sendiri–memberikan isyarat jika ada sesuatu di kening pria itu. Setelahnya, Aeera kembali melanjutkan langkahnya, buru-buru kabur dari sana."Cantik," komentar Alarich tanpa sadar, menatap kepergian Aeera dengan senyuman tipis yang menyungging di bibir. Tanpa ia sadari!"Cih," decis Alarich pelan, merasa geli dan terpesona sekaligus dengan senyuman Aeera. Dia marah karena perempuan itu kabur, tetapi entah kenapa amarahnya langsung lenyap ketika Aeera menjulurkan lidah secara mengejek padanya. Ditambah senyuman dan tawa bahagia perempuan itu, Alarich semakin terpesona.Alarich mengusap kening, lalu melihat ke arah telapak tangan–menemukan bekas lipstik di sana."Holyshit!" umpatnya pelan, menatap sayup ke arah bekas merah di tangannya.***"Kan aku udah bilang, Wi, kalau aku mau resign. Aku ada masalah gede banget dengan Bos. Tolong lah pengertiannya," ucap Aeera pada Dewa, melalui sambungan telpon. Saat ini Aeera telah berada di kontrakan sederhana miliknya, duduk menyender ke body single bed sembari melipati pakaian–membereskan pakaian dalam koper.Aeera sudah membulatkan tekat, dia ingin lari dari kota ini. Aeera tidak mau berurusan dengan Alarich.Sejujurnya Alarich adalah pria yang sempurna. Dia sangat tampan dan rupawan. Mata elang Alarich sangat memikat kaum hawa, hidungnya mancung serta punya rahang tegas dan bibir seksi dengan ketebalan yang pas. Pria itu tinggi, badannya sehat dan bagus. Aeera menebak jika ada roti sobek dibalik tuxedo yang Alarich kenakan.Alarich penuh pesona, berkarisma dan menawan.Namun di mata Aeera, Alarich adalah pria yang sangat menakutkan.Sebelum ini, pria itu beberapa kali membuntutinya pulang, sering tertangkap oleh Aeera sedang memperhatikannya. Masalahnya setiap Aeera mendapati Alarich menatap atau memperhatikannya, Alarich tak akan membuang muka atau menghindar. Pria itu tetap menatap Aeera-- secara intens, berat dan … aneh!Bagaimana Aeera tak takut?! Pria itu seperti psychopath yang sedang mencari target, dan Aeera adalah targetnya.Apalagi sekarang Alarich mendadak ingin menikahinya. Aeera semakin takut!'Memangnya kamu punya masalah apa dengan Big Bos? Soalnya saat kamu menghilang, Big Bos juga ikut menghilang. Bahkan rapat, Pak Bian yang mewakili.'"Rahasia, Wi. Kapan-kapan aku ceritain. Sekarang kamu harus bantu aku, urus surat resign untukku yah. Pliss," pinta Aeera.Kreeekkk'Aeera mengernyit seketika, cukup kaget dan deg deg kan saat mendengar reotan pintu. Entah kenapa feeling Aeera tidak enak."Wi, nanti kita lanjut yah. Kayaknya yang punya kontrakan datang, mau nagih uang sewa sepertinya," ucap Aeera.Setelah sambungan mati, Aeera meletakkan ponsel di atas kasur. Dia menggaruk pipi--keningnya mengerut. "Masa Bu Astri yang datang? Perasaan kan baru kemarin aku bayar uang sewa. Mungkin Buk Astri datang buat minjam garam deh kayaknya," monolognya, buru-buru berdiri dan beranjak untuk mencek siapa yang datang.Sejujurnya, dari gaji yang dia terima, Aeera bisa menyewa apartemen. Bahkan hidupnya bisa bermewah, sebab gaji yang dia terima dari perusahaan raksasa tersebut bisa dikatakan besar. Hanya saja, Aeera punya hutang pada seseorang juragan di kota kecil kelahirannya.Bukan Aeera yang berhutang, tetapi mendiang orang tuanya. Hutang keluarganya sangat banyak bagi Aeera, ada sekitar satu milyar. Demi melunasi itulah, Aeera hidup se hemat mungkin.Tidak ada waktu untuk berpoya-poya, karena jika tahun ini dia tidak bisa melunasinya maka Aeera bisa dinikahi pria itu sebagai penebus hutang. Tentu Aeera tidak mau!Tante dan Omnya yang baik hati ikut melunasi hutang tersebut, dan hutang tersebut segera akan lunas akhir tahun ini–seandainya Aeera tak resign. Om dan Tantenya membantu sejak dulu sekali, tetapi sekarang Omnya tak dapat membantu lagi. Sebab beliau sudah pensiun, gaji pensiunnya hanya cukup untuk kebutuhan sehari-hari."Aduh, aku makin pusing kalau ingat ada hutang," gumam Aeera pelan, keluar dari kamar untuk mencek siapa yang datang.Matanya langsung membelalak lebar, melongo syok melihat Alarich sudah duduk di sofa ruang tengah. Pria itu duduk angkuh–kaki kanan dilipat, diletakkan di atas paha kaki kiri. Dia bersedekap dingin, menatap tajam ke arah Aeera. Sedangkan raut mukanya terlihat sangat tak bersahabat.Gluk'Aeera meneguk saliva secara susah payah. Dia mulai berkeringat dingin, jantungnya berdebar kencang–terasa akan meledak dalam sana. A--apa dia akan dibunuh?"Kenapa Bos ada di sini?" tanya Aeera memberanikan diri, meskipun suara terdengar sayup–getir karena cemas."Untuk menjemput calon istriku.""Untuk menjemput calon istriku," jawab Alarich santai, tak merasa bersalah sama sekali setelah menerobos masuk dalam rumah Aeera tanpa izin. "Aku sebenarnya sudah punya calon suami, Pak," ucap Aeera sekenanya, terlalu frustasi menghadapi bosnya tersebut. Kesalah pahaman yang dilakuan Aeera kemarin padahal bisa diselesaikan dengan cara baik-baik. Aeera hanya perlu meminta maaf pada ibu pria ini, lalu menjelaskan jika dirinya tak pernah mengandung anak dari Alarich. Sangat simpel! Namun, Alarich memilih keukeh untuk menikah dengannya. "Jangan main-main denganku, Aeera Grizella," ucap Alarich, berdiri dari sofa–melepas tuxedo lalu menghampiri Aeera dengan tangan yang sibuk melonggarkan dasi. "Aku bisa melakukan cara yang salah untuk membuatmu tunduk padaku!" tambahnya, mengikis jarak pada Aeera. Perempuan tersebut menegang kaku, mundur cepat untuk menghindari Alarich. Namun, dia sudah tak bisa–punggungnya telah merapat pada dinding rumah. Jantung Aeera berpacu cepat–takut dengan ap
"Ingin lari dari malam pertama kita, Humm?!" Aeera menatap gugup ke arah Alarich, di mana tubuhnya sudah membeku dan menegang. "Ka--kan kita sudah menikah, Pak. Berarti aku bisa pulang ke rumahku. Perjanjian cuma kita hanya menikah saja." Alarich menyunggingkan smirk tipis di bibir, menuruni tangga dengan langkah tegap–bak seorang king yang berjalan menuju singgasana. Setelah di depan Aeera, Alarich langsung melingkarkan tangan di pinggang istrinya. Aeera Grizella telah sah menjadi istri Alarich. Sebuah pencapaian besar bagi Alarich!Alarich menyentak pinggang Aeera, membuat perempuan itu merapat dengan tubuhnya–Aeera semakin gugup dan takut. "Rumah seorang istri adalah suaminya," ucap Alarich, berkata cukup dingin–menunduk untuk menatap wajah cantik Aeera. Perempuan yang ia nikahi ini bukan hanya cantik, melainkan manis serta punya pribadi yang menarik. Aeera perempuan yang cerdas, tetapi disisi lain dia perempuan yang sangat unik–punya kebiasaan aneh. Dia gadis yang ceria dan b
Namun, ketika akan melakukan penyempurnaan, Alarich tiba-tiba menghentikan kegiatan–mengangkat pandangan, menatap dingin ke arah Aeera. "Air mata?" sinis Alarich, mengulurkan tangan untuk menyekat sebuah bulir kristal yang jatuh ke pipi istrinya. Aeera membuka mata, Alarich telah berhenti dan dia mengira jika dia telah selamat. Namun, dia salah. Karena ketika dia membuka mata, dia langsung berhadapan dengan mata elang yang menghunus tajam ke arahnya, serta sebuah seringai iblis yang mengerikan bagi Aeera. "Air matamu tidak akan bisa menghentikan ku. Malam ini kau harus menjadi milikku, seutuhnya!" ucap Alarich, tiba-tiba tersenyum begitu lembut–senyuman yang memabukkan sekaligus membunuh. Cup' Tiba-tiba Alarich mengecup kening Aeera–begitu khidmat dan penuh makna, membuat hati Aeera bergetar oleh kecupan hangat tersebut. Disaat dirinya hanyut oleh kelembutan kecupan Alarich, pria itu memanfaatkan hal tersebut untuk merenggut sesuatu yang Aeera jaga selama ini. Penyatuan yang
"Tradisi pengantin baru di keluargaku." "Hah?" cengang Aeera, semakin dibuat bingung oleh Alarich. Tradisi pengantin baru di keluarganya? Ah, kenapa ini terdengar sangat bohong? Aeera ragu. "Iya kah?" Aeera memicingkan mata ke arah Alarich, menatap pria tersebut secara teliti. "Humm." Alarich hanya berdehem sebagai jawaban, tanpa mengalihkan sedikitpun pandangannya dari Aeera. "Pak Alarich nipu yah? Mana ada tradisi aneh seperti ini," tuding Aeera pada Alarich. "Aku tidak pernah menipumu," jawab Alarich santai. Mata Aeera kembali menyipit. "Tidak pernah?" ucapnya bernada sindiran–pengingat pada pria ini jika Aeera telah ditipu sebanyak dua kali. Alarich berdecis geli, lucu dengan ekspresi Aeera yang menatapnya dengan raut muka sinis. Ah, yah! Bahkan ketika perempuan ini menunjukan raut muka kesal, dia tetap terlihat cantik di mata Alarich. "Cih, baiklah. Kau menang, Wife." Alarich berkata serak, ren
Perlahan Aeera membuka kelopak mata, dia mengintip situasi dan kondisi. Kemudian setelah itu membuka mata secara keseluruhan–setelah memastikan jika dirinya aman. "Akting-mu lumayan," komentar seorang dengan suara bariton, membuat Aeera reflek menoleh ke sumber suara tersebut. Aeera membelalakkan kaget, dia buru-buru duduk–merapikan pakaian kemudian memutar tubuh untuk menghadap Alarich. "Aku sungguh pingsan, Pak," ucap Aeera dengan nada rendah. "Cih." Alarich berdecis remeh, "bulu matamu tak berhenti bergerak."Aeera menatap horor ke arah Alarich, lalu dia mengerjab beberapa kali–menjauhkan pandangan dari Alarich, menunduk karena malu dengan kelakuannya sendiri. Berpura-pura pingsan hanya demi menghindari masalah tadi. Yah, itu yang Aeera lakukan. "A--aku memang pingsang. Aku lemas karena belum makan sia …-" Ucapan Aeera terhenti ketika menyadari jika bekalnya tak ada bersamanya, "kotak bekalku mana?" ucapnya kemudian, mencari kotak bekal di pangkuan serta sekitar sofa tempat ia
"Aku nggak habis thinking sama kamu, Aeera." Shila menggelengkan kepala beberapa kali, menatap sahabatnya dengan raut muka penat dan lelah. Sudah berulang kali dia menasehati, tetapi Aeera selalu menolak mendengar. "Harusnya kamu bersyukur menikah dengan Pak Karl Alarich Adam. Dia pria yang luar biasa tampan, hot dan charming. Di luaran sana-- banyak perempuan yang berkhayal bisa menjadi istri Pak Alarich. Termasuk aku sejujurnya, cause he's so handsome and sexy. Oh my God!" pekik Shila di akhir kalimat. Orang tuanya berkecimpung di dunia bisnis, jadi Shila sangat mengenal pria bak dewa Yunani tersebut. "Cik, mau handsome kek, mau headshot kek, headset kek, genset kek atau apa pun itu … aku nggak peduli. Dia buruk di mataku, dan aku tidak menyukai pria buruk," celutuk Aeera santai, mengenakan sneakers yang ia pinjam dari Shila. Ting'Tiba-tiba notifikasi handphone Aeera berbunyi, dia menoleh sekejap lalu menatap ke arah sahabatnya. "Bisa antarin aku ke depan nggak, Pak Bian–keperca
"Bian, pasti Karl yang menyuruhmu untuk mencari gadis manisku ini kan?" Nenek tersebut menoleh ke arah Bian, menaik turunkan asli–masih memperlihatkan raut muka bahagia. Bian menggaruk tengkuk, senyum-senyum salah tingkah pada nenek dari tuannya tersebut. "Nona …-"Sebelum Bian menjelaskan, Ruqayah Adam (ibu dari ayah Alarich)–Nenek Alarich tersebut langsung memeluk lengan Aeera, menariknya untuk menemui sang cucu. Tepat di depan Alarich, Ruqayah dan Aeera yang sudah memucat berhenti melangkah. Jaraknya cukup dekat dari posisi Alarich berdiri. 'Kenapa nasibku se sial ini sih? Padahal aku hanya ingin bercerai dengan baik-baik. Gitu ajah nggak bisa.' batin Aeera, menatap berang bercampur takut-takut pada sang suami yang telah melayangkan tatapan tajam padanya. "Karl, ini bidadari penolong Nenek," ucap Ruqayah senang dan penuh perasaan kagum. Nadanya lembut, sangat hangat di pendengaran. Dari cara bicaranya, itu membuktikan jika dia sangat menyayangi sang cucu. Alarich menaikkan seb
"To--tolong jangan apa-apakan aku, Pak. Kasihanilah aku, Pak."Ting' Tiba-tiba saja lampu menyala. Aeera seketika plonga-plogo menoleh ke sana kemari dengan mimik kaget bercampur waspada. Dia berada di kamar siapa? Sentuhan klasik sangat kental dalam kamar ini. Anehnya, dia tak menyadari kapan Alarich mendudukkannya di atas ranjang serba putih ini. "Perhatikan aku, Darling," ucap Alarich tiba-tiba, mencondongkan tubuh ke arah Aeera. Dia meraih dagu perempuan itu lalu mengangkatnya–memaksa Aeera untuk mendongak padanya, "malam ini, kau harus menerima hukumanmu." Aeera menggelengkan kepala secara panik. "Aku salah apa, Pak?!" protesnya. "Kau masih bertanya?" Alarich menaikkan sebelah alis, menyunggingkan smirk tipis yang terlihat tampan tetapi mengerikan secara bersamaan. "Kesalahan terbesar bagimu adalah berpikir jika kau bisa bebas dariku, Aeera," tambah Alarich, membuka jas yang ia pasangkan tadi di tubuh istrinya. Dengan santai, dia melempar jas– begitu saja ke lantai. Setel
"Sungguh kau tak ingin ku antar, Tuan?" tanya Bian. Alarich menganggukkan kepala kemudian segera masuk dalam mobil. Bian hanya menghela napas, mengacungkan pundak karena sudah tahu apa yang akan Alarich lakukan. Tentu saja mengikuti Aeera pulang. Ini sudah menjadi rutinitas Alarich semenjak Aeera bekerja di sini. Dan benar! Sekarang Alarich sedang memantau Aeera. Mobilnya tak jauh dari tempat Aeera menunggu taksi. "Sangat cantik," gumam Alarich, terus memandang gasdinya. Saat taksi datang dan Aeera masuk, Alarich langsung bersiap-siap untuk mengikuti. Tibanya di sebuah gang, Aeera turun. Begitu juga dengan Alarich. Biasanya Alarich hanya mengantar hingga gang ini karena mobilnya tak bisa masuk ke dalam. Bisa saja, tetapi gangnya cukup sempit dan Alarich tak suka ribet. Kali ini Alarich memutuskan turun, mengikuti Aeera dengan berjalan tak jauh dari belakang perempuan itu. Alarich perlu tahu seperti apa lingkungan pujaan hatinya tinggal dan seperti apa rumah yang Aeera tempati.
Semenjak hari pertama dia bertemu dengan Aeera, Alarich selalu mengawasi perempuan itu. Dia rasa dia telah jatuh cinta pada perempuan itu dan tergila-gila pada sosok gadis cantik itu. Tahun berganti dan Alarich semakin terjebak oleh perasaan yang dia miliki. Bukan hanya memiliki tingkah lucu, humoris dan menyenangkan, faktanya perempuan yang telah berhasil membuatnya jatuh cinta tersebut seorang yang bertanggung jawab pada pekerjaannya. Dia perempuan cerdas, kompeten dan kreatif. Alarich semakin tenggelam! Sialnya sudah jalan dua tahun lebih dia memantau Aeera, akan tetapi dia tak kunjung punya keberanian untuk mengutarakan perasaan. Hell! Mendekati Aeera secara terang-terangan saja dia tak berani. Pecundang! Alarich memang pecundang! Dulu dia pernah ditolak dan itu menghantui Alarich. Ditolak perempuan yang tak dia sukai saja rasanya sangat menjengkelkan. Apalagi jika Alarich ditolak oleh pujaan hatinya. Lebih sialnya, tiga bulan ini dia diluar negeri. Selain untuk mengurus
--Karl Alarich Adam & Aeera Grizella-- "Ck." Suara decakan kesal terdengar di bibir seorang pria yang sedang duduk di balik setir, sedang mengemudi. Pria tersebut begitu mempesona, sangat tampan dan berkarisma. Dia pria setuju pesona dan love dreams bagi banyak kaum hawa. Bukan hanya dianugerahi ketampanan, dia juga seorang yang sangat sukses–pengusaha yang ditakuti serta berasal dari keluarga terpandang. Hidupnya mendekati kata sempurna! Sayangnya, pria tampan ini digosibkan telah menyimpang. Karena diusia yang ke tiga puluh dua tahun, tak ada issue tentang dirinya yang berkencan dengan perempuan. Dia bersih dari gosip apapun mengenai lawan jenis sehingga banyak orang berspekulasi jika dia seorang homo. Sejujurnya dia bukan pria seperti yang digosibkan. Dia hanya tidak punya waktu untuk meladeni kaum hawa, serta-- fakta jika dia pernah ditolak seseorang. Itulah yang membuat pria tampan ini memilih hidup sendiri–tanpa pasangan. Dertttt' Suara handphone berdering, dia menoleh lal
Hari yang ditunggu pun tiba, Nathan dan Zendaya melangsungkan pernikahan dengan meriah. Sekarang, keduanya telah sah menjadi sepasang suami istri. Keluarga besar Nathan–dari sang Mama, terlihat begitu bahagia. Begitu juga dengan keluarga Zendaya yang penuh suka cita serta keharuan. Tristan dan istri keduanya, maupun Angel tak diundang. Sekalipun mereka ingin mengacau, mereka tidak bisa karena pernikahan Nathan dilakukan di sebuah hotel mewah, dijaga ketat oleh banyak penjaga. Mereka diblacklist dari daftar tamu undangan, sesuai permintaan Preya–yang masih memiliki dendam pada suaminya. Preya juga tidak mau hari bahagia putranya rusak oleh kehadiran Erika dan putrinya. Lagipula makhluk gatal seperti mereka, tak pantas menghadiri acara putranya. Sejak tadi, Danzel terus memandang ke arah adiknya–memperhatikannya dengan lekat. Tatapannya begitu sendu, manik berkaca-kaca sebab merasa sedih tanpa sebab. Sewaktu kecil hingga dia besar, adiknya selalu menyusahkannya. Anak itu cerewet dan p
Sedangkan Victoria yang sudah buntu, menatap penuh harap pada Liora. "Liora, apa kamu bersedia menikah dengan adikku? Apapun akan kuberi padamu asal kamu bersedia membantuku untuk menikah dengan Devson." Liora termenung, menundukkan kepala dengan raut muka sedih. Sedangkan Lachi yang memahami perasaan perempuan itu memilih diam, dia takut salah bicara. Namun, mengejutkannya tiba-tiba saja Liora menganggukkan kepala. "Aku bersedia. Tapi … bawa aku pergi dari sini," ucap Liora, menatap Victoria dengan sendu. "Se-sebenarnya aku sedang bersembunyi dari Angel. Kemarin dia menjebak Tuan Danzel dengan sebuah obat terlarang. Aku tidak tahu apa yang terjadi secara lengkap, tetapi Angel sendiri yang berakhir meminum minuman itu. Dia menghubungiku untuk menyelamatkannya dan aku …-Liora terdiam sejenak. Lachi menggaruk pipi tak enak karena sejujurnya dia tahu kenapa Angel lah yang berakhir meminum jebakannya sendiri. Dia bahkan mendengar percakapan Liora dengan Angel, dan dari sana Lachi bisa
"Karena kebaikan hatinya, Tristan membawa Erika dan putrinya ke rumah. Awal, dia menjadikan Erika sebagai pelayan di rumah kami," cerita Preya pada Nara, mengenai kedatangan Erika dan Angel di keluarga Luis. Nara yang lebih dulu mengungkit Erika, yang ternyata pernah berniat merusak keluarga Nara dan Zavier. Lalu Erika dipecat, diblacklist dari perusahaan manapun serta dari tempat kerja yang berada dinaungan perusahaan Adam. Mendengar itu, Erika tak menyangka. Dia kira Erika yang Nara katakan berbeda dari Erika yang ada di keluarga Luis. Namun, itu Erika yang sama. "Dari awal aku tidak pernah suka pada Erika, sejak Tristan membawanya ke rumah. Katakanlah aku perempuan yang cemburuan. Namun, aku hanya mengikuti feeling sebagai seorang istri dan perempuan yang mencintai suaminya. Benar saja, perempuan itu tidak baik dan dia berhasil menghancurkan rumah tanggaku. Aku tidak menyalahkan dia sepenuhnya, perpisahanku dengan Tristan juga terjadi karena Tristan sendiri. Coba saja dia tegas,
"Dalam rangka apa kau memberiku bunga, Mochi?" tanya Danzel, mengecup kening Lachi. Setelah sebelumnya sang istri menyalam tangannya. "Dalam rangka mencintai Habibi," jawab Lachi dengan nada jelas, nyengir setelahnya karena dia malu-malu. Sial. Padahal dia sudah berlatih berjam-jam di depan cermin. Hanya agar terkesan anggun, tak malu-malu serta tak gugup sedikitpun ketika memberikan hadiah berupa buket bunga primrose ini pada sang suami. Namun nyatanya dia tetap gugup dan malu. "Hum?" Danzel menaikkan sebelah alis, langsung menggendong istrinya secara bridal style–membawa istrinya ke kamar. Ah, masa bodo jika Lachi bermaksud menciptakan adegan romantis. Sungguh, persetan! Toh, di mata Danzel, istrinya tetap terlihat tengah menggodanya. Yah, ini godaan yang manis! Danzel meletakkan bunga pemberian Lachi di atas nakas kemudian membaringkan istrinya di ranjang. "Habibi, tunggu! A-adegan ini tidak ada dalam skenario hayalanku. Harusnya bukan begini. Menjauh dulu," pekik Lachi, meng
"A--aku hanya iseng, tidak ada artinya kok." 'Cinta terpendam.' batin Nathan, terkekeh pelan sembari mengacak pucuk kepala Zendaya secara gemas. Nathan tahu artinya karena salah satu kalung yang dia berikan pada Zendaya–setiap ulang tahunnya, punya bandul bunga mawar putih. Hampir saja dia lupa akan hal itu, dan untuknya dia mengingat. Namun, benarkah Zendaya memberikan kalung ini atas dasar ungkapan cinta terpendam yang perempuan ini rasakan padanya? Atau memang hanya iseng? ***"Nyonya Xavier."Mendengar namanya di panggil, Lachi yang sedang memilih bunga langsung menoleh ke arah seseorang yang memanggilnya. Lachi mengerutkan kening, bingung dan cukup aneh melihat Liora bersama Victoria mendatanginya. "Oh, iya?" ucap Lachi, meletakkan bunga primrose ke tempat semula. Dia menghadap kepada Victoria dan Liora yang telah berada di sebelahnya. "Nyonya sedang membeli bunga untuk Tuan yah?" tanya Liora sembari tersenyum canggung. Lachi membalas dengan senyum tipis, menganggukkan kep
Tangan Donita terangkat ke arah Zendaya, melayang untuk menampar pipi Zendaya. Namun, pergelangan tangannya tertahan. Bahkan dihempas kasar lalu berakhir dirinya yang terkena tamparan. Plak'"Ahck." Donita menoleh kasar ke sebelah, segera memengang pipi yang terkena tamparan. Donita mendongak, menatap seseorang yang telah menampar pipinya dengan sangat kuat–tak punya hati. "Nathan?" pekik Donita tak percaya, menatap sosok pria tinggi yang berada di sebelah Zendaya. Zendaya menoleh ke arah sebelahnya, mendongak untuk melihat Nathan. Pria tersenyum memasang mimik dingin, melayangkan tatapan tajam yang menghunus tepat ke arah Donita. "Kau akan mendapat yang lebih buruk dari ini jika seandainya tanganmu menyentuh kulit wanitaku," ucap Nathan dingin, mengatupkan rahang–menahan gejolak marah karena perempuan ini berniat menyakiti Zendaya.Zendaya yang masih syok karena Donita berniat menamparnya kemudian tiba-tiba ada Nathan di sini yang mengambil peran melindunginya. Kini semakin syok