Beranda / Rumah Tangga / MENANTU PILIHAN (TAMAT) / BAB 5: (POV RAIHAN) SEMUA KARENA dan DEMI IBU

Share

BAB 5: (POV RAIHAN) SEMUA KARENA dan DEMI IBU

Penulis: Andri Lestari
last update Terakhir Diperbarui: 2022-09-19 00:39:25

(POV RAIHAN)

Ibu tersungkur di lantai. Refleks aku berlari ke arahnya dan mengangkat tubuh Ibu. Namun, wanita ini masih memejamkan mata. Di pangkuanku, aku mengusap pipinya yang semakin menua. Pipi yang dulu jarang sekali merasakan make up mahal. Hanya bermodal bedak padat biasa yang ia pakai sebelum mengantarkan kue pesanan orang. Di lain waktu, pipi yang sedikit demi sedikit telah mengendur ini, hanya dibasahi oleh air wudhu saja.

"Bu, bangun, Bu." Aku mengusap air mata yang mengalir di pipi Ibu. Sedih sekali melihat kondisinya seperti ini. Apalagi ia tersungkur tepat di depanku, di rumah orang pula.

"Angkat ke kamarku saja, Mas," Suara Aira membuatku mengangkat wajah. Ingin sekali memarahi gadis itu. Ibu jatuh begini, ya, karena ulahnya. Coba jika dia menahan sedikit mulutnya, pasti Ibu masih baik-baik saja. Ibu pasti kaget. Hanya aku yang tahu bagaimana cara menyampaikan pembatalan acara menyebalkan ini ke Ibu.

"Iya, Nak Raihan. Angkat dulu Bu Hafsah ke dalam. Nanti biar diurus Aira dan Mak." 

Kali ini aku tak bisa menolak. Pak Ahmad berdiri di dekatku dan meminta hal yang sama. Dibantu paman, aku mengangkat Ibu ke kamar wanita yang sudah seringkali membuatku kesal. Bicara dengannya tidak pernah tenang. Melihat kehadirannya membuat hati menolak tak suka. Aku membencinya tanpa alasan yang jelas. Intinya aku membenci perjodohan ini. Aku membenci segala hal apa pun tentang gadis itu.

Dikamar Aira, aku meletakkan Ibu yang masih memejamkan mata di atas tempat tidur. Mataku melirik ke seisi ruangan diam-diam. Sesekali kuelus pucuk kepala yang tak lagi menggunakan penutup kepala. Aira yang menanggalkannya saat Ibu sudah berada si kamar. Sekarang gadis itu sedang mengambil air minum untuk Ibu 

'Rapi. Lumayan.' Aku bergumam dalam hati. Ya, kamar ini memang terbilang sederhana. Namun, cukup rapi dan nyaman. Tidak banyak benda yang berada di sini. Hanya sebuah lemari berukuran sedang, tempat tidur, kaca hias yang ditempel didinding, serta sebuah meja beserta kursi. Di atas meja tersebut ada banyak buku yang bertengger rapi. Juga sebuah Alquran saku yang terletak di atas meja. Di sampingnya ada sebuah buku mini, berukuran beberapa senti. Kuangkat sedikit pantat dan mengarahkan kepala untuk melihat tulisan di depan buku tersebut.

"Alma'tsurat?" Aku membaca perlahan.

Apa itu?

Segera aku beralih kembali pada Ibu begitu mendengar entakan langkah kaki yang semakin dekat. Aku kembali sibuk mengusap kepala Ibu. Sedih rasanya melihat kondisi beliau.

"Aku saja yang mengurusi Ibu. Mas Raihan tunggu di luar saja. InsyaAllah Ibu baik-bajk saja."

Padahal aku sudah tahu seseorang akan masuk ke kamar, tapi aku tetap saja dibuat kaget saat mendengar suara Aira.

"Yakin kamu bisa?" tanyaku ragu.

"InsyaAllah. Mas Raihan berdoa saja."

Aku berdiri di tepi ranjang.

"Aku tinggal, nih! Tapi kamu jangan macam-macam, ya. Jangan ngomong sembarangan lagi di depan Ibu. Awas kalau sesuatu terjadi," ancamku.

Kulihat Aira mengangguk. Kenapa setiap berbicara, dia sama sekali tidak pernah melihatku? Apakah matanya juling sehingga merasa tidak percaya diri? Atau dia membenciku? Hm! Baguslah. Lebih baik dia membenciku dan tidak mau untuk kunikahi.

Kutinggalkan Ibu bersama Aira di kamar. Tak lama, ibunya Aira juga ikut masuk. Kami berpas-pasan di pintu. Wanita paruh baya yang berada di depanku mengangguk takzim masih sama seperti dulu. Aku membalas mengangguk seperti yang ia lakukan. Kemudian segera berlalu meninggalkan kamar tersebut.

***

Di ruang tamu, tampak Paman serta Pak Ahmad sedang berbincang. Aku tak ingin bergabung dengan mereka. Bisa jadi salah satu atau bahkan keduanya dari mereka sedang membincangkan masalah ucapan Aira tadi. Aku sama sekali tidak ingin membahas hal itu bersama mereka. Cukup dengan Ibu saja.

Akhirnya aku memilih ke arah belakang. Melewati ruang makan dan dapur. Tidak ada barang mewah di sini. Sangat berbeda dengan rumahku. Meja makan sederhana di hiasi dengan tudung saji dari plastik biasa di atasnya. Ah, Ibu, tak habis pikir aku dengan jalan pikirannya. Apa yang Ibu inginkan dari keluarga ini? Keluarga sederhana yang harus bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sama seperti Ibu dahulu sepeninggal Ayah.

"Nak Raihan ... Nak Raihan."

Aku mendengar suara seseorang memanggilku. Suara ibunya Aira. Segera aku berjalan ke arah sumber suara.

"Eh, Nak Raihan. Itu ibunya sudah sadar."

Aku melangkah lebar-lebar menuju kamar. Di sana kulihat Ibu dan Aira. Mereka saling berpegangan tangan.

"Ibu. Alhamdulillah." Aku berujar senang dan mendekati wanita mulia yang masih terbaring itu. Bisa kulihat jika gadis itu segera melepaskan genggamannya dari tangan Ibu. Apalagi yang sedang dia lakukan?

Aira bangun saat aku sudah berada di dekat Ibu. Perlahan, aku duduk di pinggir tempat tidur. Meraba dahi, pipi serta leher Ibu.

"Ibu ngga kenapa-kenapa," ujar Ibu lemah.

"Ngga kenapa-kenapa gimana? Tadi Ibu sempat ngga sadarkan diri. Kita ke rumah sakit, ya."

"Ngga perlu, Nak. Ibu sudah sehat, kok. Ibu hanya ingin bicara serius denganmu. Kali ini saja Ibu harap kamu mendengarkan Ibu. Bukan uang hasil keringatmu yang Ibu harapkan, Nak. Tapi kebahagiaanmu ke depan. Menikahlah dengan Aira. Ibu mohon. Dia bisa membawamu dekat dengan Tuhan. Anak-anakmu dilahirkan oleh seorang ibu yang shalehah. Apa kamu ngga menginginkan itu?"

"Mau, Bu. Tapi apa ngga ada perempuan lain? Banyak, kok, di luar sana wanita shalehah. Cantik-cantik dan modis." Aku tetap bersikeras. Tak kuhiraukan keberadaan Aira di tengah-tengah kami.

"Astaghfirullah, Raihan. Kamu itu, kok, ngeyel, tho? Susah bener dikasih tau."

Ibu kembali memperlihatkan raut wajah tak senang. Aku takut jika Ibu berulang pingsan. Kuraup wajah dan menggaruk kepala yang tak gatal. Kemudian aku melempar pandang pada Aira. Wanita itu masih berdiri di tempatnya. Dia menundukkan pandangan. Sama sekali tidak berani menatapku.

"Baiklah, Bu. Aku akan menikahinya sesuai permintaan Ibu. Tapi Ibu janji harus semangat, ya. Jangan sakit-sakit." Akhirnya sebuah keputusan yang sangat berat kuberikan. Demi Ibu aku akan melakukan apa yang ia minta. Termasuk menikah dengan seorang gadis yang sama sekali belum kukenal dengan baik.

***

Sebuah keputusan telah didiskusikan. Pernikahan akan berlangsung minggu depan. Terlalu cepat memang, tapi aku harus bagaimana?

Kami pun meninggalkan rumah calon istriku itu. Berbagai pikiran berkecamuk di dalam jiwa. Namun, di sampingku, Ibu tampak tersenyum bahagia.

"Kamu insyaAllah akan bahagia, Nak. Aira itu gadis yang baik," ucap Ibu sembari menggenggam tanganku. Aku membalas dengan senyuman.

'Di tempat lain juga masih banyak perempuan baik, Bu.' Lagi-lagi aku hanya bisa menjawab di dalam hati.

Ah! Satu minggu lagi adalah hari sial dalam hidupku.

***

Next?

Bab terkait

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 6: IJAB QABUL

    "Saya terima nikah dan kawinnya Aira Muthmainnah binti Ahmad Ruslan dengan mas kawin sepuluh gram emas dibayar tunai.""Bagaimana saksi? Sah?""Sah!""Alhamdulillah."Dengungan hamdallah terdengar memenuhi ruangan masjid Baiturrahim. Tempat dilaksanakannya akad nikah Raihan dan Aira.Di tengah para keluarga yang hadir, Aira terlihat menitikkan air mata. Ada rasa haru yang tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Siapa sangka jika dia telah menjadi istri dari anak majikan tempat ibunya bekerja dulu. Menjadi istri dari seorang pengusaha muda sukses, pemilik showroom mobil di Malang."Mempelai pria dan wanita dipersilakan untuk berdiri. Kepada mempelai pria agar bisa memasangkan perhiasan emas dalam bentuk kalung dan cincin pada mempelai wanita." Moderator memberikan aba-aba.Raihan berdiri dan berjalan ke posisi yang telah disediakan. Demikian juga Aira, ia tampak susah mengangkat gaun terusan yang dikenakan. "Mempelai wanitanya mohon dibantu, Ibu-ibu."Seorang ibu membantu Aira dan meng

    Terakhir Diperbarui : 2022-09-19
  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 7: MALAM PERTAMA di HOTEL

    Raihan menunggu cadar itu terlepas dari wajah Aira. Sebenarnya ia sudah tak sabar ingin melihat seperti apa wajah itu sejak sebelum mereka menikah. Hanya saja ibunya selalu menghalangi."Mari makan," ujar Aira begitu cadar terlepas.Wanita itu sama sekali tidak berani melihat Raihan. Ia merasa jika sedang diperhatikan. Raihan masih melihat Aira. Kini, wajah wanita itu bisa dilihat dengan jelas. Manis! Namun, tidak membuat hati Raihan tertarik. Tidak memberi respon apa-apa, lelaki itu kembali menyantap makanannya. Hanya dentingan piring yang terdengar. Dari mereka tidak ada yang berbicara satu sama lain.Beberapa menit kemudian, Raihan telah menyelesaikan makan malamnya. Ia bangkit dari kursi dan berdiri di pinggir meja."Kemasi barangmu. Besok kita berangkat ke Malang."Aira menggangguk pelan. Dari Mak ia tahu jika suaminya menetap di Malang selama ini. Raihan melenggang pergi meninggalkan Aira. Sementara gadis itu masih menikmati makanannya.***Raihan belum juga masuk kamar. Aira su

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 8: SUAMI DINGIN

    "Orang tuamu 'kan di sini juga. Jangan lebai, ah!" Raihan masih sibuk memberesi barang-barangnya."Engga. Mereka langsung pulang kemarin setelah pesta. Mak minta pulang."Raihan sama sekali tidak ingat jika kedua mertuanya sudah berpamitan kemarin sore. "Hmm! Terserahlah."Aira tersenyum. Hatinya bahagia karena Raihan menyetujui rencananya. Sebenarnya Aira masih berat langkah untuk pergi jauh dari mak dan abahnya. Hanya saja, menjadi istri yang baik dan patuh adalah salah satu cita-citanya selama ini.Setelah sarapan, Aira dan Raihan bersiap-siap untuk mengunjungi mak dan Abah. Sebelumnya mereka terlebih dahulu berpamitan pada Bu Hafsah. Banyak nasehat yang diberikan Bu Hafsah untuk anak dan menantunya. Apalagi Aira masih berumur dua puluh tahun. Masih muda untuk menjadi seorang istri."Jaga Aira baik-baik, Nak. Hanya kamu yang dia miliki di sana. Ditambah dia masih sangat muda. Jadi, kamu harus ekstra sabar menghadapinya."Hafsah berpesan pada putra semata wayangnya. Sesekali wanita

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 9: TAK DIANGGAP

    "Mas, kamu pindah ke atas, ya. Aku saja yang tidur di bawah." Aira berusaha membangunkan Raihan yang sudah terlelap. Gadis itu baru saja masuk ke kamarnya. Sejak tadi ia duduk ngobrol dengan kedua orang tuanya di ruang tamu. Malam terakhir ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Aira sebagai malam pelepas rindu. Entah kapan ia bisa menjenguk lagi Mak serta Abahnya itu. Walau jarak Surabaya-Malang tak terlalu jauh, akan tetapi susah memastikan banyak hal ke depan. Karena Aira tahu jika ia tak sebebas lagi seperti sebelum menikah."Mas. Nanti kamu kedinginan di sini. Tidur di ataa aja, ya." Aira kembali membangunkan Raihan. Namun, lelaki itu bergeming. Aira memberanikan diri untuk menyentuh bagian tubuh suaminya yang tertutup selimut.Saat tangannya menyentuh bahu Raihan, Aira terkejut. Tubuh Raihan terasa panas. Tanpa menunggu lama, Aira pun mencoba meyakinkan dengan cara menyentuh pipi serta dahi Raihan."Astaghfirullah. Kamu demam, Mas? Ya Allah. Gimana ini?"Aira panik dan berulang mel

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 10: (POV AIRA) TIBA di MALANG

    (POV AIRA)Aku menatap lurus ke depan. Pertanyaan yang Raihan lontarkan sungguh membuat hati teriris. Lelaki yang duduk di belakang kemudi itu tak pernah berpikir sebelum berbicara. Ia seolah mengabaikan perasaan lawan bicaranya."Kok ngomong gitu, sih, Mas? Tujuan aku nikah sama kamu, ya, mau bahagia. Itu saja.""Halah! Coba jika yang lamar kemarin bukan aku. Coba kalau kamu dijodohkan dengan orang lain, pengangguran, apa kamu mau?" Dia semakin menjadi-jadi."Tujuan menikah itu untuk memperbaiki diri, pasangan, kehidupan dan meraih keridhaan Tuhan. Aku ngga bisa milih, harus dengan si ini, dengan si itu. Pengusaha sukses atau pengangguran. Toh, semuanya Allah yang gerakkan. Kamu dan ibu datang ke rumahku bukan berjalan dengan sendirinya, tapi ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Lalu, jika yang datang melamar dulu seorang pengangguran, apakah aku menerima atau menolaknya? Aku ngga tau harus jawab gimana. Aku bilang engga, tapi Tuhan bilang iya. Aku bilang iya, tapi Tuhan bilang engga

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-01
  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 11: (POV RAIHAN) CIEEE! MINTA DIPELUK

    (POV RAIHAN)Perempuan satu ini memang menyebalkan!Bisa-bisanya dia muntah dalam perjalanan. Sudah udik, kuno, malu-maluin lagi. Duh! Ibu, kenapa pula istri macam ini yang kau sukai? Apa tidak ada wanita cantik nan elegan, gitu?"Hati-hati, kalau muntah di dalam mobilku, kamu harus bersihkan sampai bersih!" seruku padanya sebelum dia terbirit-birit keluar dari mobil. Sambil menutup mulutnya, Aira berlari menepi di pinggir jalanan yang sepi. Dia terlihat pucat, tapi apa peduliku. Beberapa saat aku menunggu perempuan itu di sisi pintu mobil. Tak lama kulihat ia berjalan sempoyongan ke arahku. Entah kenapa refleks saja aku sedikit berlari dan segera menangkap tubuhnya yang limbung.Alamak! Bau muntah pula!Setelah membawanya masuk mobil, aku segera membersihkan baju serta tanganku menggunakan tisu basah yang tersedia. Lengkap sudah, selain udik, kuno serta malu-maluin, ternyata dia juga jorok! Fiks, dia sukses membohongi Ibu. Aku semakin yakin jika perempuan ini memakai cara yang tidak

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 12 : (POV RAIHAN) MENCOBA BERDAMAI

    (POV RAIHAN)Otakku seperti di-refresh saat menginjakkan kaki di rumah. Bertemu Pak Tono serta Mbak Ayu. Dua orang kepercayaanku selama ini. Ya, walaupun Aira ikut denganku, tapi posisi sekarang akulah yang berkuasa.Setelah memperkenalkannya pada Mbak Ayu, aku pun menuju kamar. Ingin melepas lelah dan stres setelah menikah. Tak peduli apa yang ada di benak mereka. Apalagi Mbak Ayu, dia tahunya aku pulang karena ingin menjenguk Ibu, eh, tau-taunya balik ke sini bawa seseorang yang mengaku istri.Aku beristirahat cukup lama. Rasa lapar membuatku beranjak menuju dapur. Sekaligus penasaran juga ingin melihat gadis kurus itu sedang melakukan apa."Mbak, mana Aira?""Pak Raihan, mah, begitu. Suka ngangetin. Bu Aira di kamarnya, Pak. Istirahat.""Kok bisa? Lalu Mbak Ayu yang masakin ini semua?" tanyaku dengan nada suara naik satu oktaf."Iya. Biasanya, kan, juga begitu, Pak."Mana bisa aku terima. Aku segera berjalan menuju kamar si gadis kurus. Beberapa kali aku harus mengetuk pintu, dan b

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09
  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 13: (POV AIRA) BERTEMU SAFIRA

    (POV AIRA)Aku kaget mendengar usulan yang Mas Raihan paparkan. Bisa-bisanya dia mendapatkan itu seperti itu. Apa yang terfikirkan dalam benaknya tentang pernikahan kami?Tidak bisa kubayangkan bagaimana reaksi Ibu, Mak serta Abah jika mengetahui rencana gila Mas Raihan. Dia pikir aku akan diam saja? Ini rumah tanggaku. Dia suamiku. Aku berhak mempertahankan kelangsungan pernikahan kami. Urusan dia tidak peduli, yo wes! Aku masih punya Allah, kok. Mas Raihan bisa apa kalau Sang Pencipta menggagalkan semua rencananya?***"Mas, makan yuk!"Bismillah, sekuat tenaga kuredam rasa sesak yang sempat menyerang. Jujur, aku sedih saat ia menyarankanku untuk menghancurkan pernikahan kami. Malah dia akan mencari orang lain yang bisa membuat hatinya berbunga-bunga. Dia menjadikan jika ini adalah pernikahan mainan, dengan mudah bisa diputuskan seperti layang-layang.Mulai hari ini aku akan memikirkan cara untuk meluluhkan hati Mas Raihan."Mas, ayuuukk!" seruku sambil tersenyum manja. Rasanya malu

    Terakhir Diperbarui : 2022-10-09

Bab terbaru

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 50: (POV RAIHAN) (TAMAT)

    "Menuruti emosi dan keras kepala hanya akan merugikan, dan penyesalan adalah hadiah yang tepat untuk diterima."***Aku duduk termenung di depan gundukan tanah Merah yang masih basah. Aroma khas dari tanah yang disiram rintik hujan menyapa lembut di indra penciuman. Para pelayat yang lain sudah meninggalkan tanah pekuburan. Hanya aku, Abah, Mak, Ibu serta beberapa tetangga dekat yang masih bertahan.Kami masih khusyu dengan doa masing-masing. Terutama aku, banyak hal yang masih kupertanyakan pada Tuhan, juga banyak hal yang akan kupinta pada-Nya. "Raihan, sudah. Kita pulang. Sebentar lagi hujan lebat," ujar Abah. Sebelah tangannya berada di pundakku. Aku bergeming. Hanya menggeleng saja tanpa menoleh ke arah Abah. "Besok dilanjut lagi, Nak Raihan. Kamu juga harus istirahat. Semalam kamu belum tidur." Kudengar suara Mak ikut menimpali. "Aku masih ingin ngobrol dengan Aira, Mak, Bah. Aku masih mau di sini.""Ya sudah. Kami pergi terlebih dahulu, ya. Ibu tunggu di rumah mertuamu."Aku

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 49: (POV RAIHAN)

    "Aira....!"Aku berteriak nyalang. Bungkusan rujak di dalam kantong lepas di tangan. Mak dan Abah berbalik badan. Tangis keduanya semakin menjadi saat melihatku masih berdiri di belakang mereka.Aku menubruk tubuh Aira dan segera mengangkatnya sambil berlari ke luar rumah. Darah segar masih saja tampak mengalir menyentuh telapak kaki wanita yang sudah sangat pucat ini. Panik dan bingung membuatku tak bisa berpikir jernih. Di belakangku Mak dan Abah masih menangis sambil ikut berlari mengikutiku. "Aira. Bangun, Sayang. Ini Mas datang. Mas bawa rujak pesananmu, Sayang."Aku menunggu Abah dan Mak masuk di bangku belakang. Kemudian aku meletakkan Aira perlahan di atas pangkuan mereka. "Raihan. Cepat, Nak. Aira sudah sangat lemah."Tanganku gemetar saat memasukkan kunci ke dalam lubangnya. Tubuhku pun telah basah oleh keringat dingin. "Bah, ajak Aira bicara. Buat dia selalu sadar."Entah ilmu dari mana itu, yang ada di pikiranku adalah Aira harus sadar. Jangan sampai dia tertidur selama

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 48: (POV RAIHAN)

    POV RAIHAN***Setelah menghabiskan waktu satu jam menelepon Aira setelah subuh tadi, pagi ini aku berkemas dengan semangat. Tak sabar ingin menyelesaikan pekerjaan dan segera menjemput Aira di Surabaya. Aku ingin memeluknya dan bersimpuh di kaki wanita itu. Kesalahanku padanya sudah menggunung. Kuhadapi meja makan seorang diri. Biasanya selalu ada Aira menemani. Kali ini aku sarapan tanpa ditemani tatapan penuh cinta istriku. Aku sungguh menyesal telah menyia-nyiakannya beberapa hari ini. Mendiamkan Aira tanpa mempedulikannya sama sekali. Ponsel bergetar di atas meja. Sebuah pesan masuk dan segera kubuka. Aku berharap itu adalah Aira. Benar saja, sebuah pesan masuk dari istriku. [Apa Mas masih menyimpan rasa untuk Safia?]Apakah dia masih belum percaya dengan penjelasanku kemarin? Yang dilihat oleh Aira di dekat lampu lalu lintas itu bukanlah sebuah kesengajaan. Lagi pula Safia telah menjadi istri orang. Dia adalah masa lalu yang sudah kukubur dalam-dalam. Jika pun sekarang aku be

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 47: (POV RAIHAN)

    "Pak, para klien sudah berkumpul di restoran, bapak di mana?" tanya Omar di seberang telepon. Aku menancap gas agar tak terlambat. Masih tersisa setengah jam lagi."Iya. 15 menit lagi. Minta mereka untuk menunggu sebentar lagi.""Bu Aira bagaimana?""Mereka sudah pergi. Kami selisih di jalan."Aku baru saja dari kafe yang disebutkan Aira tadi malam. Namun, setiba di sana, menurut karyawan kafe, mereka baru saja keluar dari tempat tersebut. Aku tidak menemukan siapa pun. Bermaksud menelepon Aira, ponselku pun tertinggal di dalam mobil. Begitu berada di dalam mobil, aku malah lupa menghubungi Aira karena panik mengejar waktu agar tak terlambat. Benar saja, ternyata para klien telah menunggu di restoran bersama Omar."Pak, saya boleh minta tolong? Safia di dalam taksi sekarang hendak menemuiku. Menurut Safia, sopir taksi tersebut sedang terburu-buru. Anaknya meninggal. Bisa Pak Raihan menunggu Safia sebentar. Posisinya ngga jauh dari posisi bapak sekarang.""Wah, kenapa dia ngga menumpa

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 46

    Berulang kali Aira menghubungi suaminya, akan tetapi Raihan tidak memberikan respon apa-apa. Aira merasa khawatir, karena sebentar lagi mereka akan tiba di lokasi tempat yang telah ditentukan. Adit juga telah mengirim pesan di IG sejak tadi, lelaki itu memberitahukan pada Aira jika ia telah tiba sejak tadi dan sedang menunggu kedatangan Aira. "Lu yakin, Ai, mau jumpa Adit tanpa suami lu?" tanya Lita. Wanita itu telah melambankan laju mobilnya. Aira tak menjawab. Ia hanya menaikkan bahu pertanda bimbang. "Ngga pa-pa, deh! Kalau suami lu memang ngga bisa datang, kami saja yang akan menghandel semuanya," ucap Sania kemudian. Aira merasa tak mungkin membatalkan pertemuan dengan Adit. Ini adalah kesempatannya untuk berbicara dengan lelaki itu. Padahal sudah sejak tadi malam Aira memberitahukan pada Raihan, agar lelaki itu bisa meluangkan sedikit waktu untuk pertemuan yang telah direncanakan. Namun, dia malah tak bisa dihubungi. Aira memantapkan diri untuk keluar dan segera menemui Adi

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 45: (POV AIRA)

    POV AIRA***Mas Raihan meneleponku. Dia marah karena Lita serta Sania menghubunginya. Dua sahabatku itu memang keras kepala. Sudah kukatakan agar jangan menghubungi Mas Raihan, tapi mereka tetap melakukannya. Percuma menelepon Mas Raihan, apa lagi menjelaskan semuanya tanpa bukti yang akurat. Mas Raihan tidak akan percaya karena dia mengira jika aku dan kedua sahabatku pasti bersekongkol. Aku tetap menghubungi Adit dan menetapkan jadwal pertemuan kami besok. Dari cara-cara lelaki membalas pesanku, dia terlihat sangat antusias. [Wow! Akhirnya aku bisa melepaskan rindu bersamamu, Cantik!]Muak aku membaca pesan balasan dari Adit. Kita lihat saja besok apa yang akan terjadi. [Kamu memang jahat, Dit. Tega sekali mau merusak rumah tanggaku.]Aku membalas pesan lelaki itu. [Lho! Aku ngga suka lihat suamimu, Ai!]Terserah juga dia mau bilang apa, aku akan menyelesaikan semuanya besok. Mas Raihan juga telah kuajak untuk ikut serta. Lelah rasanya berlarut-larut dalam masalah ini. Ditambah

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 44: (POV RAIHAN) TEROR

    POV RAIHAN***Sebenarnya aku tidak tega bersikap terlalu keras pada Aira. Apalagi kondisinya sedang hamil. Melihat dia menangis saja, hatiku sudah ketar-ketir. Namun, entah dari mana saja datangnya, emosi kian tersulut saat foto-foto tak senonoh yang diperlihatkan oleh lelaki keparat itu bermain di pikiranku. Hati siapa yang sanggup menerima jika pasangannya pernah ditiduri oleh orang lain? Kurasa tidak ada yang mau menerima kenyataan itu. Apakah aku harus lebih mempercayai Aira dari pada Adit? Siapa di antara mereka yang berbohong? Aku meraih ponsel dan membuka galeri. Mencoba melihat lagi foto tersebut. Tampak wajah Aira tersenyum semringah, ia terlihat seperti sangat menikmati suasana. Berada di sisi sang lelaki yang sedang memeluknya. Emosiku kembali bergejolak. Bagaimana tidak, Aku merasa ditipu mentah-mentah. Aira telah membohongiku sejak awal. Dia tidak jujur dan terkesan menutup-nutupi kejadian yang telah dialami. Apakah ini adalah salah satu trik agar rencana pernikahan ta

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 42: (POV RAIHAN) SIAPA DIA?

    "Lu tau ngga kalau gue dan istri lu saling mencintai?"Aku kaget saat mendengar penjelasan Adit. Lelaki yang tadi malam telah membuat Aira menangis. Kami tidak bertemu di kafe seperti yang kusampaikan pada Aira. Ya, aku membohonginya agar ia tidak khawatir. Aku mengajak lelaki itu bertemu di tempat kerjaku. Di ruanganku. Awalnya kukira ia akan menolak, ternyata dia datang dan menunjukkan keberaniannya. "Tapi istri gue ngga ngomong gitu, Bro! Ngarang lu!" Aku tidak setuju dengan ucapannya. Aira adalah orang yang jujur, aku yakin itu. "Wih! Cinta banget lu sama Aira? Sama! Gue apalagi!"Hatiku terbakar dibuatnya. Bisa-bisanya dia berbicara seperti itu di depanku, suami Aira. "Dia cantik, bukan?"Seringain Adit membuat tanganku mengepal. Dia seperti sengaja mempermainkan emosiku, tapi tetap kutahan dan mencoba tersenyum. Aku menebak jika lelaki yang duduk di depanku ini sedang berusaha membuatku cemburu. "Tentu, kalau tidak mana mungkin gue nikahin!""Sayangnya dia sudah tutup wajahn

  • MENANTU PILIHAN (TAMAT)    BAB 43: (POV AIRA) ACUH

    POV AIRA***Sakit sekali rasanya ketika Mas Raihan tidak mempercayaiku sama sekali. Padahal aku tidak berbohong. Justru dialah yang sedang dibohongi oleh Adit, lelaki pecundang yang tak henti-hentinya mengangguku. Tidak ada cara lain untuk membuktikan kebenaran. Menghubungi Lita dan Sania adalah satu-satunya jalan keluar. Sudah beberapa bulan ini aku memang belum pernah menghubungi mereka berdua. Mereka harus segera tahu kejadian yang menimpaku. Membantuku mencari kebenaran informasi mengenao foto yang dipermasalahkan oleh Mas Raihan. Foto seperti apa yang telah diperlihatkan oleh Adit sehingga membuat Mas Raihan sangat murka? Pagi ini badanku terasa berat untuk diajak bangun cepat. Aku memilih kembali tiduran setelah mengerjakan salat subuh. Sedangkan Mas Raihan sudah bersiap-siap hendak pergi bekerja."Mas, aku ngga temenin sarapan, ya. Rasanya malas banget bangun."Tak ada jawaban.Hmm! Masih pagi, tapi suasana sudah panas. Mas Raihan masih tak menggubrisku, akan tetapi aku tak m

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status