Hari ini aku harus tau, aku masih memikirkan kemungkinan, status mas Dimas ada kaitan dengan perubahan mas Bayu.Tapi bagaimana caraku menyelidikinya?
Lamat-lamat terdengar azan Subuh berkumandang, aku segera menunaikan kewajibanku. Selepas sholat, aku tak mampu lagi menahan kantuk. Tidur sebentar, berharap bisa mendapat energi baru untuk menghadapi hari ini.
★★★KARTIKA DEKA★★★
Aku terbangun di kala mendengar celotehan Tama. Mataku masih terasa berat, semalaman tak tidur. Mas Bayu sudah tak ada di sebelahku. Aku bangkit, kulihat Tama bermain di dalam boxnya.
Box tidur Tama lumayan tinggi, jadi cukup aman saat dia sedang sendirian. Dia belum mampu memanjatnya. Tama tersenyum di kala melihatku. Syukurlah, k
"Bik Inah, tolong jaga Tama ya." Papa menyuruh bik Inah."Bik, tolong kasih makan Tama ya." Biasanya aku yang menyulang Tama. Tapi nampaknya pembicaraan ini akan lama. Makanya aku minta tolong bik Inah."Ceritakan awal mula, Bayu main tangan sama kamu." Papa memintaku bercerita.Untuk sesaat aku diam saja. Mulai dari dari mana aku akan bercerita. Akhirnya aku menceritakan semuanya. Mulai dari pertama kali mas Bayu memukulku di malam pertama kami. Sampai akhirnya kuajak konsultasi, juga tentang kecemburuannya yang tak beralasan. Hingga terakhir tadi malam. Dia berang dengan alasan yang dibuat-buat menurutku.Mama tampak sangat sedih dan menyesal mendengar ceritaku. Air matanya tak berhenti men
Sudah jam sepuluh malam, Mas Bayu belum pulang juga. Aku harap-harap cemas menunggunya, begitu juga Papa dan Mama. Kami menunggu di ruangan keluarga, mencoba membuang kebosanan dengan menonton tivi. Tapi tak ada acara yang menarik, pikiran terus tertuju ke Mas Bayu."Nawang, tidur saja sana. Kasihan Tama," suruh Mama yang melihat aku terus menguap dengan mata berair. Tama sudah tidur dari habis Isya tadi. Kutinggal di dalam box nya."Iya Ma, Nawang duluan ya Pa Ma." Aku bangkit menuju kamarku, aku memang sangat mengantuk.Beberapa malam ini, kualitas tidur malamku sangatlah buruk. Siang pun aku tak bisa tidur nyenyak, karena Tama tak pernah lama tidur siangnya.Tok tok tok
"APA KAU BILANG! HALUSINASI?! KAU SANGKA AKU GILA!"Tiba-tiba mas Bayu menyerangku membabi buta, aku tak mampu mengelak. Darah mengalir dari hidungku. Papa reflek memukul mas Bayi hingga terjengkang. Mama menangis histeris memelukku."KURANG AJAR KAU BAYU! TERNYATA SEPERTI INI KELAKUANMU TERHADAP NAWANG!" Dada Papa naik turun, amarahnya tak dapat ditahan lagi."Kau tau, Nawang tak ada cerita apapun! Sebelum Papa yang membujuknya! Malu Papa melihatmu seperti ini! Seperti orang yang tak ada moral!" Papa benar-benar sangat marah.Mas Bayu terdiam, dia memandangku, sepertinya mulai menyesal. Tapi hatiku terlalu sakit. Kupalingkan wajahku, air mataku terus saja mengalir.
"APA KAU BILANG! HALUSINASI?! KAU SANGKA AKU GILA!"Tiba-tiba mas Bayu menyerangku membabi buta, aku tak mampu mengelak. Darah mengalir dari hidungku. Papa reflek memukul mas Bayi hingga terjengkang. Mama menangis histeris memelukku."KURANG AJAR KAU BAYU! TERNYATA SEPERTI INI KELAKUANMU TERHADAP NAWANG!" Dada Papa naik turun, amarahnya tak dapat ditahan lagi."Kau tau, Nawang tak ada cerita apapun! Sebelum Papa yang membujuknya! Malu Papa melihatmu seperti ini! Seperti orang yang tak ada moral!" Papa benar-benar sangat marah.Mas Bayu terdiam, dia memandangku, sepertinya mulai menyesal. Tapi hatiku terlalu sakit. Kupalingkan wajahku, air mataku terus saja mengalir.
Kami hanya diam di sepanjang perjalanan, hanya celoteh Tama yang menemani.Sampai di rumah orangtuaku, Bapak dan Ibuk yang sedang duduk di teras rumah merasa heran dengan kedatangan kami."Kirain siapa, gak inget kalau yang masuk halaman mobil besan," kata Ibuk berbasa basi sambil memeluk Mama bercipika cipiki. Dengan senyumnya yang sumringah."Kok gak kasih kabar, mau kemari Jeng?" tanya Ibu."Iya, dadakan Jeng," jawab Mama berusaha biasa saja.Aku meraih tangan Bapak dan Ibuk, menyalam punggung tangan mereka. Ibuk meraih Tama dalam gendonganku. Bapak menatap lekat wajahku seolah mencurigai sesuatu. Aku memalingkan wajah, supaya Bap
"Maafkan Ibu … Nawang." Ibu tak henti minta maaf, dia terus saja memelukku erat.Mungkin rasa penyesalan tengah bersemayam di hati beliau. Tapi sungguh aku tak menyalahkan Ibu, atas nasib malang yang menimpaku. Aku tau, Ibu hanya ingin yang terbaik buat anak-anaknya sebagaimana orangtua lainnya."Bu … jangan seperti ini. Nawang jadi sedih. Nawang udah gak papa kok Bu," kataku berusaha membuat Ibu tenang."Jeng, saya yang minta maaf. Saya juga gak menyangka … Bayu bisa berbuat hal di luar batas. Sebelumnya, belum pernah Bayu kasar. Makanya, kami pun gak pernah tau, kalau Nawang sering mengalami KDRT. Nawang juga, kalau tak didesak tak bercerita," beber Mama.Mama benar, Ma
Tak ada salahnya kupikir, siapa tau dengan bertemu dengannya, ada titik terang atas pertanyaan yang menggelayut di hatiku selama ini. Tentang perubahan mas Bayu.Aku bangkit dari ranjangku, melangkahkan kaki keluar dari kamar. Aku ingin memberitahu Ibu tentang Mas Dimas yang ngajak ketemuan. Sapa tau, dengan bertemu Mas Dimas. Ada titik terang atas persoalan yang kini menjerat rumah tanggaku."Bu," panggilku begitu keluar dari kamar. Suasana di dalam rumah terlihat sepi."Ibu, mana Mbok?" tanyaku pada mbok Ijah, yang baru datang dari arah dapur."Tadi di teras Mbak," jawabnya."Mbok, tolong dengerin Tama ya. Dia baru aja tidur," pesanku ke
"Buku harian apa, maksudnya?" tanya Ibu yang sedari tadi diam saja.Baiknya aku cerita ke Ibu, agar tak menimbulkan salah pengertian."Em, begini Buk. Saat Nawang dan Mas Dimas masih menjalin hubungan dulu. Nawang dan Mas Dimas, menuliskan semua impian kami disitu." Aku menjeda kalimatku sejenak. Meskipun telah lama berlalu, sekelebat impian yang telah pupus itu bermain di mataku."Sebenarnya buku itu sudah Nawang buang dan ingin Nawang bakar, tapi tak tau bagaimana ceritanya. Buku itu bisa ada sama mas Bayu," jelasku, sekilas aku melirik mas Dimas, yang nampak tertegun mendengar ceritaku."Lalu, kenapa Bayu menemui Nak Dimas?" Ibu beralih ke mas Dimas.
Naldi dan Asih terperangah melihat kehadiran Rika yang datang berdua dengan Pur ke rumah mereka. Sempat terlintas pikiran buruk di benak mereka. Apalagi mendengar Pur dan Rika mengutarakan niat mereka untuk menikah. "Bagaimana kalian bisa saling kenal? Tau-tau kalian ingin menikah?" selidik Naldi. "Tak perlu kami ceritakan bagaimana prosesnya. Yang jelas, keinginan kami sungguh-sungguh untuk menikah," jawab Pur. Dia merasa tak perlu berbagi cerita tentang niat terselubung mereka pada awalnya. Yang terpenting sekarang, dia dan Rika sungguh-sungguh ingin menjalin cinta mereka sendiri. Tanpa mengusik jalinan cinta orang lain lagi. "Tapi Rika masih kuliah, pasti Ayah tak akan mengizinkannya menikah semuda ini. Apalagi dengan orang yang usianya jauh lebih tua." "Aku tetap mengizinkan Rika menyambung kuliahnya. Tapi dia harus balik lagi ke Kalimantan. Soal usia, aku rasa tak masalah. Asal Rika nyaman." Naldi memandangi wajah adiknya. Naldi melihat harapan besar akan restunya buat Rika,
Hari-hari terus berlalu, hubungan Rika dan Asih semakin akrab. Rika juga tetap menjalankan aktifitasnya bersama Pur. Menghabiskan sore hari dengan bermandi peluh, menikmati kenikmatan sesaat. Sebelum tujuannya tercapai, Rika tak akan berhenti. "Huh, kamu gagal!" Rika langsung memukul Pur, saat baru saja Pur membuka pintu kamarnya di hotel.Pur bingung, melihat tingkah Rika kali ini. Biasanya Rika datang langsung mendorongnya ke atas tempat tidur. Rika bertindak lebih agresif memang. Dia yang selalu memulai duluan, tanpa menciptakan suasana romantis sebelum memulainya.Jelas saja, tak dibutuhkan romantisme. Tak ada cinta di antara mereka. Mereka melakukan itu hanya untuk memuluskan rencana mereka saja.Ada sedikit penyesalan di hati Pur. Sejak awal manis madu Rika dia reguk. Dia tau, Rika gadis yang tak mudah mengobral diri. Terbukti, meski perangainya terlalu menyebalkan. Tapi dia masih bisa menjaga kesucian. Dia menyerahkan pada Pur hanya untuk satu tujuan. Merebut Naldi dari Asih.
Naldi memandangi gawainya cukup lama. Dia merasa heran dengan sikap Rika barusan saat dia hubungi. Kenapa Rika tan sepertinya? batinnya. Bukan dia tak menyenangi perubahan Rika yang sepertinya sudah bisa menerima pernikahannya dengan Asih. Tapi terlalu mendadak bagi Naldi. Masih dia ingat, bagaimana sikap Rika terakhir kali. Ada rasa curiga terselip di hatinya. "Apa Rika sedang merencanakan sesuatu?" gumamnya. "Bang!" "Ya!" sahut Naldi mendengar panggilan Rika dari dapur yang ada di lantai bawah."Tolongin dong!" kata Asih. Tanpa bertanya, pertolongan seperti apa yang diinginkan istrinya. Naldi bangkit dari peraduan, diletakkan kacamata yang sedari tadi bertengger di hidungnya ke atas meja kerjanya beserta dengan file yang ada ditangannya. Dia segera keluar kamar dan menuruni anak tangga satu persatu. Langsung menuju ke arah dapur. "Tolong apa, Dek?" tanyanya saat sudah sampai di dapur."Ini, tolong buatkan sangkutan buat menyangkutkan wajan juga panci." Naldi langsung memenuhi
"Syukurlah, sekarang Karin sudah keluar dari rumah ini. Kalau tidak, kita pasti akan dalam masalah lebih besar," kata Papa Bayu setelah mendengar cerita Bayu, tentang kronologi perempuan bernama Ayu mencari Karin hingga membawa orang-orang suruhan, membuat kekacauan di rumah mereka."Bayu juga nggak nyangka Pa. Karin bisa terlibat dengan sindikat seperti itu." "Begitulah, kalau terlalu materialistis. Gak pikir panjang, kalau mau berbuat sesuatu. Ada hikmahnya juga, dia dulu ninggalin kamu." "Iya Pa. Hikmah terbesarnya, Bayu bisa punya istri seperti Nawang," kata Bayu melirik Nawang yang pura-pura asik mencari channel siaran yang menarik di tivi. Padahal dia juga mendengar pembicaraan bapak dan anak itu. Nawang mencoba menutupi semburat merah di pipinya dengan pura-pura mencium ujung rambutnya sendiri.Nawang tak henti mengucap syukur di dalam hatinya, ternyata kesabarannya berbuah manis. Meski sempat hampir menyerah menghadapi sikap temperamental Bayu. Namun kesempatan kedua yang di
Karin benar-benar merasa bingung sekarang. Kalau dia menyeret nama Bram, dia khawatir keselamatan keluarganya akan terancam. Bram merupakan otak dari sindikat perdagangan manusia. Bisnis prostitusinya sangat sulit diendus pihak berwajib. Bukan hanya secara online, Bram juga menjalani bisnisnya secara offline, yang menyasar kalangan atas. Bram pasti tidak akan tinggal diam. Selama ini dia selalu bekerja di belakang layar dan sangat rapi, wanita-wanita yang dia pekerjakan tak ada yang mengenalnya. Hingga sulit bagi polisi untuk melacaknya. "Saudari Karin, sebaiknya Anda bekerja sama. Kalau Anda kooperatif, itu dapat mengurangi hukuman Anda." Penyidik terus memperhatikan ekspresi Karin, yang jelas ketakutan juga kebingungan."Apa … Anda sedang merasa terancam?" tanya penyidik. Karin masih saja bungkam."Kami akan memberi perlindungan pada Anda, kalau benar ada yang mengancam keselamatan Anda," kata penyidik. Karin tetap saja tidak berani buka suara, meski polisi berjanji akan melindungi
Sementara itu di tempat lain. Rika datang menemui Pur ke hotel tempatnya menginap. Rika mengambil gawainya dari dalam tas. Dicarinya nama Pur, tertera tulisan Secret Man. Dihubunginya melalui aplikasi bergambar gagang telepon berwarna hijau."Aku sudah di depan hotel," kata Rika langsung tanpa basa basi, saat Pur mengangkat panggilannya."Aku di kamar Melati. Kamu temui saja customer service, nanti aku akan menghubunginya. Aku akan beritahu dia, kalau kamu adalah tamuku." Klik, Rika langsung mematikan gawaiya. Kakinya melangkah dengan mantap masuk ke dalam hotel, tak ada keraguan sedikitpun ataupun merasa risih, dia akan mendatangi seorang pria yang usianya jauh lebih tua darinya. "Selamat siang, ada yang bisa dibantu?" sambut customer service ramah, saat Rika sudah ada di hadapannya."Saya mau ke kamar Melati," jawab Rika."Oh iya, tadi sudah diberitahu kalau akan ada tamu. Silahkan naik ke lantai tiga, sebelah kiri, kamar ketiga, nanti ada tulisan kamar Melati di pintunya. Terima
Seorang polisi juga ikut ke kamar tamu bersama dengan Bayu. Mata mereka memindai setiap sudut kamar, hingga bawah kolong tempat tidur juga di dalam lemari, tak ditemukan keberadaan Karin. "Apa mungkin dia keluar sebelum orang-orang tadi datang?" gumam Bayu. Bukan tanpa alasan Bayu berpikir seperti itu. Seluruh rumah mereka memiliki jerjak besi di tiap jendela juga pintunya, tak mungkin bagi Karin bisa keluar tanpa diketahui siapa pun. "Karin! Keluar!" teriak Bayu, matanya nyalang. Dia geram, karena Karin tak kunjung keluar dari persembunyian. Padahal polisi sudah mengamankan ke empat orang yang mencarinya."Saudari Karin! Sebaiknya anda keluar, sudah aman sekarang. Orang yang mencari anda sudah ditahan!" polisi berpangkat kapten yang bersama Bayu juga turut memanggil Karin.Karin mendengar, tapi dia terlalu takut untuk keluar. Dia bertahan di tempat persembunyiannya, berencana akan kabur bila nanti ada kesempatan. Menunggu Bayu dan keluarganya lengah. Dia tak may polisi menahannya.
Laki-laki itu langsung masuk ke kamar tamu. Kali ini Nawang tak lagi mencegahnya. Dia mengambil gawai yang ada di saku celananya. Mencoba menghubungi Bayu."Anak ganteng." Nawang berhenti, urung menghubungi Bayu. Saat dilihatnya wanita itu mengangkat Bayu tinggi-tinggi seolah hendak menghempaskan tubuh putranya.Nawang dan Mama Bayu sangat khawatir, kalau perempuan itu benar akan menghempaskan tubuh Tama. Tama justru tertawa-tawa, merasa senang saat perempuan itu berulangkali melempar tubuhnya ke udara lalu menangkapnya lagi. Tama mengira, perempuan itu sedang mengajaknya main."Tolong, lepasin anak saya." Karin memelas pada wanita itu. Tapi tak diindahkan."Dia gak ada bos," kata laki-laki tadi keluar dari ka
Cipto menggeleng-gelengkan kepalanya, menghembuskan nafasnya perlahan. Membuat Bayu bingung dengan sikap Cipto."Apa Karin yang mengatakan begitu?" tanya laki-laki berjenggot itu."Ya," jawab Bayu seraya mengangguk."Maafkan aku, jujur, dulu aku memang sangat menggilai dia. Sampai tak berpikir panjang waktu itu. Memang kuakui, beberapa hari sebelum kalian menikah, aku masih berusaha membujuk Karin untuk kembali." Cipto mulai bercerita. Bayu tak berniat menyelanya. Sudah tak lagi ada amarah di hatinya, karena perbuatan Cipto yang ingin merebut Karin kembali dulu. Semua itu hanya tinggal masa lalu back Bayu."Tapi waktu itu Karin menolak. Dengan alasan, dia sudah tak mencintai aku. Dan kamu lebih memiliki segalanya da