Bukan hanya Fatin, orang tuaku juga bisa cepat akrab dengannya. Meski hanya berhubungan melalui jarak jauh saja.
Namun aku tak mau geer dulu. Sebagai pengacara, tentunya Bang Naldi harus menjalin komunikasi aktif terhadap kliennya. Mungkin saja seperti itu.
Sejak Nawang mulai konsultasi ke psikiater, aku lihat mulai ada perubahan. Dia mulai bisa tersenyum hangat di depan Bayu. Tidak seperti waktu pertama kali aku ikut menemaninya menemui Bayu. Dia tampak tegang, senyumnya dipaksakan.
Aku sengaja, selalu minta ikut menemaninya. Karena aku ingin melihat, sejauh mana perkembangan hubungan mereka. Apakah masih bisa diselamatkan? Kalau memang Nawang tetap memutuskan ingin berpisah dari Bayu. Aku pun tak akan mencoba meyakinkannya lagi. Bagaimanapun, Nawang yang
"Saya Rika, calon istri Bang Naldi." Wanita itu cepat memperkenalkan dirinya sendiri, sebelum Bang Naldi sempat memperkenalkannya. Ih, lebay. Aku mencebik, dalam hati aja sih hehe."Bukan bukan." Bang Naldi reflek melambaikan dua tangannya ke hadapanku. Aku bengong, melihat ekspresinya. Dia seperti takut aku percaya dengan kata-kata Rika."Kalo iya, juga gak papa. Aku Asih, klien Bang Naldi," jawabku santai sembari memperkenalkan diriku juga tanpa bersalaman."Beneran, Rika ini adikku–""Bukan adik kandung kok. Berarti bisa dong, Bang Naldi menikah sama aku," kata Rika masih saja bergelayut manja di tangan Bang Naldi. Lagi-lagi Bang Naldi terlihat gusar karena Rika memotong kalimatnya yang ingin me
"Pokoknya Bang Naldi, cuma boleh kawin sama Rika," sungut Rika dengan mulut manyun."Kau ini, macam tak bisa cari laki-laki lain. Bang Naldi itu, Abangmu sendiri." Wak Soraya menampik kata-kata Rika."Tapi kan, Bang Naldi bukan Abang kandung Rika. Rika cintanya sama Bang Naldi." Rika tetap ngotot."Tetap saja, kalian masih ada hubungan saudara. Mamaknya Naldi, adik Bapakmu. Macam mana bertambah saudara kalau kau menikah sama si Naldi?!" Wak Soraya tak kalah sengit."Kau itu cantek pun, masak tak bisa dapat laki-laki yang lain," sambung Wak Soraya."Gak mau, pokoknya Bang Naldi harus menikah sama Rika." Rika tetap keras kepala.&
"Kalau kau mau serius sama si Asih. Kau harus cari cara menghadapi Ayahmu, Naldi." Bang Naldi terdiam mendengar kata-kata Wak Soraya. Dan kalian tau, rasanya kepiting rebus nemplok di wajahku saat ini.Entah apa maksud Wak Soraya berkata seperti itu ke Bang Naldi. Apa Bang Naldi, cerita sesuatu tentang aku ke Wak Soraya? Apa Bang Naldi … menaruh hati padaku? Ups, jangan geer Asih. Sejak berkenalan dengan Bang Naldi, aku jadi selalu geer sendiri."Nanti saja kita bicarakan Wak. Naldi takut bertepuk sebelah tangan," kata Bang Naldi, ekor matanya melirik ke arahku. Cepat-cepat aku mengalihkan pandangan, malu terlihat olehnya. Kalau aku pun sedang curi-curi pandang."Iyalah, biar dulu diselesaikan urusan kalian satu persatu," ucap Wak Soraya.
"Yah." Bang Naldi mengulurkan tangan, ingin menyalami laki-laki itu, yang ternyata Ayahnya, tapi dia tak membalas. Bang Naldi beralih ke perempuan di sebelah Wak Soraya. Dia menerima salam takzim dari Bang Naldi.Ayah Bang Naldi, malah menatap dengan sorotan mata tajam, ke arahku dan Bang Naldi. Aku merasa jengah ditatap seperti itu."Jadi … gara-gara dia kau menolak Rika?!" Aku terhenyak mendengarnya. Apa maksudnya ini?"Ini klien Naldi, Yah," kata Bang Naldi."Halah, alasan saja kau! Anak tak tau diuntung!" Laki-laki itu tampak gusar,dengan raut wajah ditekuk. Bang Naldi tertunduk diam.
Sudah beberapa kali aku konsultasi ke psikiater untuk menghilangkan rasa takutku ke Mas Bayu. Trauma akibat perlakuan KDRT yang kuterima dari Mas Bayu terhadapku sudah berangsur berkurang. Aku yang tadinya setiap bertemu dia selalu merasa panas dingin, telapak tangan berkeringat, jantung berdebar-debar dengan irama yang beraturan. Rasanya seperti melihat hantu kalau bersama dengan dia. Meskipun tetap mencoba untuk biasa saja. Sekarang sudah berangsur menghilang.Hari ini agendaku untuk bertemu dengan Mas Bayu. Memang sudah menjadi rutinitasku, menjenguknya seminggu sekali dengan membawa Tama. Biasanya aku ditemani Mbak Asih. Tapi Mbak Asih lagi ke Palangkaraya, untuk menghadiri sidang kedua gugatan cerainya. Mungkin besok baru pulang."Buk, Nawang nginap di rumah Mama ya?" Ibu sedang menyirami tanaman-tanaman hiasnya di t
"Wak, terima kasih banyak ya, sudah mengizinkan Asih menginap di sini." Hari ini aku berpamitan pulang sama Wak Soraya."Cepat kali kau pulang Asih. Sepi lagi lah rumah ini. Nanti, kalau kau datang lagi ke sini. Di sini lagi ya, nginapnya." Wak Soraya tampak kecewa."Iya Wak. Asal Uwak tak bosan sama Asih. Asih memang ada rencana mau ke sini lagi. Mungkin sebulan lagi, mengurus rumah Asih yang masih ditempati mantan suami.""Iya lah, cepat kau urus. Enak kali mantan kau itu, udah kau gak dikasih apa-apa. Masak rumah yang sudah dikasih buat kau pun, mau dikuasainya!" Wak Soraya agak sedikit emosional.Aku memang sudah menceritakan sebab musabab perceraianku, juga mengenai rumah yang sekarang m
"Habis masa iddah kamu. Abang akan mengkhitbah kamu." Rasanya hatiku keblingsatan. Gak tau kenapa, apa harus seneng gitu?"Kita baru kenal." Aku coba menampiknya."Kamu sama Pur juga baru kenal dulu. Kamu langsung mau. Apa karena dijodohkan Ibu? Kalau Abang, biarpun baru kenal. Kamu sudah taukan, Abang dijamin masih lajang hehehe.""Eleh, ngejek." Aku mencebikkan bibirku. Dia malah tertawa ngakak melihatku."Abang beneran serius Asih. Sejak pertama kali melihatmu di ruang tunggu pengadilan. Entah kenapa, Abang merasakan sesuatu yang lain." Rayuan mulai dilancarkan."Ya iyalah lain. Abang merasakan … kalau aku bisa
"Yang mana rumahnya?" tanya Bapak. Saat ini kami sudah sampai di alamat yang diberikan Wak Soraya. Alamat rumah Ibu Bang Naldi. Tapi aku tak pasti yang mana rumahnya.Bang Nadi dan Wak Soraya sudah memberi petunjuk warna cat rumah, nomor juga tampilan rumah yang dikelilingi banyak bunga. Daerah Tanjung Morawa memang terkenal dengan banyaknya warga yang bercocok tanam bunga. Bahkan ada area khusus tempat berjual beli bunga juga tanaman lainnya. Lokasi itu selalu saja ramai dikunjungi, apalagi bila di akhir pekan."Assalamualaikum." Aku memberi salam pada seorang wanita paruh baya, yang tampak sedang asyik mengurus bunga-bunga di depan halaman rumahnya yang asri."Waalaikumussalam," sahutnya membalik badannya. Dia kelihatan heran melihatku, karena belum pernah bertemu sama sek