"Habis masa iddah kamu. Abang akan mengkhitbah kamu." Rasanya hatiku keblingsatan. Gak tau kenapa, apa harus seneng gitu?
"Kita baru kenal." Aku coba menampiknya.
"Kamu sama Pur juga baru kenal dulu. Kamu langsung mau. Apa karena dijodohkan Ibu? Kalau Abang, biarpun baru kenal. Kamu sudah taukan, Abang dijamin masih lajang hehehe."
"Eleh, ngejek." Aku mencebikkan bibirku. Dia malah tertawa ngakak melihatku.
"Abang beneran serius Asih. Sejak pertama kali melihatmu di ruang tunggu pengadilan. Entah kenapa, Abang merasakan sesuatu yang lain." Rayuan mulai dilancarkan.
"Ya iyalah lain. Abang merasakan … kalau aku bisa
"Yang mana rumahnya?" tanya Bapak. Saat ini kami sudah sampai di alamat yang diberikan Wak Soraya. Alamat rumah Ibu Bang Naldi. Tapi aku tak pasti yang mana rumahnya.Bang Nadi dan Wak Soraya sudah memberi petunjuk warna cat rumah, nomor juga tampilan rumah yang dikelilingi banyak bunga. Daerah Tanjung Morawa memang terkenal dengan banyaknya warga yang bercocok tanam bunga. Bahkan ada area khusus tempat berjual beli bunga juga tanaman lainnya. Lokasi itu selalu saja ramai dikunjungi, apalagi bila di akhir pekan."Assalamualaikum." Aku memberi salam pada seorang wanita paruh baya, yang tampak sedang asyik mengurus bunga-bunga di depan halaman rumahnya yang asri."Waalaikumussalam," sahutnya membalik badannya. Dia kelihatan heran melihatku, karena belum pernah bertemu sama sek
"Kamu sudah siapkan, menghadapi kemungkinan yang akan terjadi nanti," kata Bang Naldi. Saat ini kami akan berangkat ke 'rumahku'. Baru tadi malam aku sampai ke sini. Dan tak mau menunda waktu lagi. Biasanya hari Minggu begini, Mas Pur di rumah. Aku sudah hafal jadwalnya ke luar kota. "Perlu, Wak dampingi kau Asih," kata Wak Soraya. Begitu tau aku akan datang, semalam Wak Soraya menghubungiku, memintaku menginap lagi di rumahnya. "Tak perlu Wak. Kalau nanti prosesnya alot. Kalau memang diperlukan, Asih akan panggil pihak berwajib," tolakku halus. "Iyalah, kasih pelajaran mantanmu itu!" Wak Soraya terlihat geram.&
Ternyata kak Nurul. Kulangkahkan kakiku menuju ke arahnya."Si Nini pelet lagi bertengkar sama si Pur. Sekarang, setiap Pur ada di rumah. Selalu aja bertengkar. Gak tau apa sebabnya." Kak Nurul langsung memberi info tanpa ditanya."Um, kenapa ya Kak. Gak pernah Mas Pur seperti itu?" Aku cukup penasaran.Walaupun Mas Pur mengakui tak mencintaiku seperti dia mencintai Ira. Tapi selama enam tahun lebih kami berubah tangga. Belum pernah kami bertengkar. Bahkan sejak Ira datang. Paling dia hanya cuek saja denganku dan Fatin. Tak memperdulikan perasaanku, juga abai akan nafkah kami. Namun, tak pernah sampai bersuara besar seperti itu."Ya gak tau pastinya. Cuma pernah sekali Kakak dengar. Katanya Nini pe
"Ya sudah! Kalau Ibu tetap mau ada di sini. Dan mendengarkan apa yang akan kami sampaikan. Saya harap Ibu bisa bekerjasama. Jangan buat suasana menjadi keruh! Kalau Ibu tak bisa diajak kerjasama, kami bisa meminta pihak berwajib untuk mengamankan Ibu!" tegas Bang Naldi.Kali ini Nini pelet tak bisa berkata apa-apa lagi. Dia hanya diam dengan mulutnya yang terlihat manyun. Dalam hati, ada rasa kagum sama Bang Naldi. Dia bisa membungkam Ira, hanya dengan kata-kata. Sangat berwibawa."Baik, saya akan memberitahukan maksud kedatangan kami kesini," kata Bang Naldi kepada Mas Pur, yang terlihat santai saja."Sebelumnya saya ingin tanya, apa Bapak sudah menerima pemberitahuan dari pengadilan. Bahwa putusan cerai talak satu Bapak, telah jatuh kepada klien saya Ibu
Aku menggelengkan kepalaku mendengarnya. Benar-benar Mas Pur sudah berubah tiga ratus enam puluh derajat."Mas Mas, sebegitu tamaknya dirimu. Hingga mengingkari kewajibanmu sendiri. Jadi! Istrimu hanya dijadikan babu yang mengurusi segala keperluanmu. Yang harus melayani syahwatmu saja! Begitu?!" kataku sinis. Dia diam, namun menatapku dengan pandangan yang tak kalah sinis. Seolah tak merasa salah, atas apa yang diucapkannya.Aku menuding ke arah Ira. "Kau dengar kan, apa yang dikatakan laki-laki ini tadi? Siap-siap aja, kau akan dicampakkannya tanpa uang sepeserpun. Seperti yang dia lakukan sama aku!"Kulihat mimik wajah Ira sedikit bingung. Dia mulai terpengaruh. Mungkin dia memikirkan kata-kataku. Bagaimana kalau dia yang ada di posisiku saat ini?
Sudah beberapa bulan berlalu. Seminggu lagi masa rehabilitasi Mas Bayu berakhir. Jujur, masih banyak keraguan di hatiku, saat dia meminta kepastian. Apakah aku jadi menggugatnya cerai? Dia pasrah dan menerima keputusanku. Kalau memang harus jalan itu yang kuambil.Mas Bayu banyak berubah sekarang, dia menjadi pribadi yang lebih tenang. Sosoknya kembali lagi ke Mas Bayu yang pernah membuatku menyemai benih cinta untuknya.Aku yang sudah beberapa waktu ini juga selalu rutin melakukan konsultasi ke psikiater untuk menghilangkan traumaku dari Mas Bayu. Perlahan aku mulai membuka hati lagi untuknya. Kata Umi Awi, psikiater yang membantu mengatasi rasa traumaku. Aku sudah bisa membuka lembaran baru bersama Mas Bayu. Dia juga ikut berperan serta membantu Mas Bayu, untuk mengatasi rasa cemburunya yang berlebihan. Dia rutin mensug
Asih masih terus memikirkan, apakah dia menerima Naldi atau tidak? Untuk mengisi kekosongan hatinya saat ini. Apa yang dilakukan Pur, cukup memberi luka yang dalam. Meski Asih tak terlalu menunjukkan rasa sakitnya di hadapan semua orang. Namun Asih sendiri lah yang tau, betapa perihnya luka itu. Pur adalah cinta pertama Asih. Tadinya dia berharap, akan menjadi satu-satunya hingga akhir hayatnya. Tapi ternyata itu hanya harapan semu.Beberapa bulan lalu, setelah proses eksekusi rumahnya, semua berjalan normal kembali. Tak ada yang spesial, selain Naldi yang terang-terangan menunjukkan keseriusannya. Namun Asih masih butuh waktu untuk bisa melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.Asih saat ini sedang ingin fokus pada usahanya, yang mulai dia rintis setelah proses penjualan rumahnya di Kalimantan selesai. Setelah Pur dan Ir
Sementara Asih sedang berpikir untuk mulai membuka hati buat Naldi. Pur, mantan suami Asih sedang gelisah. Hari ini dia mendapat teguran dari atasannya. Dia diminta untuk segera mengembalikan dana perusahaan yang sudah dia selewengkan. Sementara ini dia di skors sampai bisa mengembalikan dana itu. Tak menutup kemungkinan dia juga akan dipecat. Pihak perusahaan masih belum memutuskan memecat Pur, karena pemilik perusahaan merupakan sahabat dari almarhum Bapak Pur. Juga mengingat kinerja Pur pun selama ini cukup baik, sebab itu pihak perusahaan masih belum mengambil keputusan final. Pur masih beruntung tidak dilaporkan ke pihak yang berwajib.Hari ini dia sangat suntuk. Dia membaringkan tubuhnya yang lelah di atas ranjang. Angannya melayang, mengingat kenangannya bersama Asih. Meski cintanya kepada Asih, tak seperti dia mencintai Ira. Namun Asih pernah menjadi bagian dari perjalanan hidup