"Aku tau kamu sedang ada masalah, aku juga tidak bisa memaksa kamu untuk berbicara karena kamu mungkin tidak terbiasa curhat dengan sembarang orang, semoga masalah kamu segera selesai ya, coba pakai ini biar tidak begitu kentara jika habis menangis," usul orang itu memberikan kaca mata fashion.
"Kamu nanti gimana?" tanya Amalia sungkan."Pakai aja dulu kamu bisa mengembalikannya besok, datang saja ke ruang accounting, bilang mau bertemu Maya," jawab orang itu sangat baik hati.Amalia lalu menganggukkan kepala tanda setuju, setelah itu dia keluar kamar mandi."Akhirnya kamu keluar juga, menangis kan? Jangan terlihat kuat jika aslinya lemah," tegur Ammar mengagetkan Amalia."Aku tunggu kamu di kafe seberang kantor setelah pulang kerja, jangan menghindar atau akan aku kejar kamu sampai ke ujung dunia," ucap Ammar berbisik di telinga Amalia setelah itu melangkah pergi.Amalia diam membisu sambil terus menatap pun"Kamu lihat sekarang, mau seketat apapun orang itu menyembunyikan kamu tapi tetap saja tidak bisa melawan takdir, siapa yang bisa melawannya?? Kita kembali dipertemukan karena takdir, karena doaku yang selalu meminta bertemu denganmu kembali," ucap Ammar menggebu-gebu. "Jika hanya itu saja yang ingin kamu bahas sampai harus membooking seluruh kafe, rasanya terlalu berlebihan, Ammar, kalau begitu aku anggap semua sudah selesai jadi aku permisi pulang dulu, masih ada yang ingin aku lakukan," pamit Amalia yang ditahan oleh Ammar. Dari belakang Ammar memeluk Amalia erat sekali, wajahnya ia benamkan pada pundak Amalia barulah setelah itu Ammar berkata, "Aku tidak bisa hidup tanpa kamu, semakin lama hal ini membuatku gi-la, maka dari itu menikahlah denganku, kita akan memulai semuanya dari awal dengan jauh lebih baik," ucap Ammar membuat Amalia terkejut. Mendengar permintaan Ammar untuk menikah kembali membuat Amalia tidak bisa berkata apa-apa, tak
"Jadi karena Ammar? Setelah itu apa yang terjadi?" tanya Alan berusaha tidak terlihat cemburu dan marah. "Dia meminta untuk bertemu di kafe seberang setelah pulang kerja, ternyata Ammar sudah membooking full kafe makanya tamu yang hadir hanya kami berdua, setelah itu kami berbincang, Ammar menyampaikan penyesalannya dan curiga ada seseorang yang sengaja menyembunyikan aku karena Ammar kesulitan mencari ku, tidak hanya itu saja, sebelum aku memutuskan pulang, Ammar menahan ku hanya untuk mengatakan jika dia ingin kembali menikah denganku, tentu saja aku menolak karena tidak semudah itu," ucap Amalia sambil terisak. "Apa? Menikah lagi?? Ammar mengatakan itu??" pekik Alan kaget, suara yang tadinya lembut pun kini sedikit teriak, menandakan bahwa dirinya memang sungguh terkejut. Tak ada jawaban dari Amalia selain anggukkan kepala. Itu saja sudah cukup bagi Alan untuk menjelaskan semuanya. "Ammar! Rupanya mau mencuri start denga
"Kenzo demam, bisakah kamu kesini?" tanya Heni melalui chat. Ammar yang baru saja bangun tidur bergegas bersiap untuk menemui Kenzo, sengaja dia tidak membalas pesan Heni karena nantinya akan membutuhkan waktu lebih lama lagi, padahal di sana Heni sedang menanti balasan Ammar. Sekarang Heni malah merasa jika Ammar menjauhi dirinya, pesan yang dia kirim hanya dibaca saja tanpa ada niatan membalas. "Apa kemarin aku sudah keterlaluan?" gumam Heni sedih. Sebenarnya apa yang dilakukan Heni bukan tindakan yang keterlaluan karena apa yang dirasakan Heni dulunya jauh lebih pedih ketimbang apa yang ia ucapkan pada Ammar dan Ino. "Sudahlah, untuk apa menunggu Ammar lagi? Mungkin dia sedang mengejar mantan istrinya, sadar diri Heni, jangan berharap kepada sesuatu yang tidak pasti," gumam Heni memilih fokus mengurus Kenzo yang panasnya semakin tinggi. ****Mendengar suara mobil Ammar membuat Heni bergegas k
"Lebih baik berusaha untuk tidak menyakiti tapi memegang janjinya daripada berjanji tetapi diingkari, Kenzo," ucap Heni. "Baik, Kenzo maafkan Om Ammar tapi jangan sakiti mamahku lagi ya, Om, kalau suatu saat Kenzo tau Om Ammar buat mamah sedih, Kenzo gak mau ketemu lagi sama Om Ammar," gertak Kenzo menjadi ketakutan bagi Ammar. Mana bisa mulai sekarang dirinya tidak bertemu dengan anaknya? Justru semangat hidupnya kini ada pada Kenzo. Bagi Ammar, Kenzo adalah penolong serta jawaban atas do'a nya selama ini, ia menjadi malaikat tak bersayap bagi Ammar ketika berada dalam masalah ini. "Terima kasih karena sudah hadir dalam hidup papah ditengah kondisi seperti ini, kamu semangat hidup papah, jika nantinya papah tidak menikah lagi pun tidak masalah asalkan kamu selalu ada dalam sisi Papah," batin Ammar menatap Kenzo sangat dalam. "Mamah dan Om Kenzo kenapa gak menikah saja?" pinta Kenzo membuat Ammar kaget bukan main.
Benar saja, setelah tangisan mereda kini Kenzo tertidur dengan pulas. Heni baru bisa bernafas lega setelah mengetahui sendiri apa yang dikatakan dokter benar adanya. Barulah dokter serta perawat lainnya pamit keluar. "Baru saja merasa senang karena kamu sudah kembali memaafkan dan percaya pada papah, kini malah kamu membuat kami panik hingga dua kali, tolong ini adalah pertama dan terakhir ya Kenzo, papah janji akan merawat kamu lebih baik lagi" gumam Ammar memasang wajah sedih. Tidak bisa lagi Ammar menguatkan diri untuk terlihat baik-baik saja setelah apa yang barusan terjadi. "Apa sebaiknya Kenzo tinggal di rumahku saja agar ada yang mengawasi? Nanti aku juga carikan baby sitter untuk mengasuhnya," usul Ammar langsung ditolak oleh Heni. "Tidak perlu! Selama ini aku mampu merawatnya seorang diri, aku tau kamu juga ayah kandungnya tapi bukan berarti kamu bisa memisahkan aku dengan Kenzo begitu saja! Aku tidak akan membiarkan ha
Alan mengalami mimpi dimana dia juga Amalia sedang bertengkar hebat karena masalah Ammar, berulang kali Alan meyakinkan pujaan hatinya jika hanya dirinya lah yang terbaik bagi Amalia hingga akhirnya Amalia luluh juga. Ketika Alan terbangun, dia merasa sedih karena semua hanyalah mimpi semata, mimpi yang kebanyakan orang mengatakan hanyalah bunga tidur namun kenapa di dalam mimpi rasanya seperti kenyataan? Alan tidak menampik jika dirinya menginginkan mimpi itu menjadi kenyataan, bertahun-tahun menyimpan rasa dengan wanita yang sama itu tidaklah mudah. Bahkan ketika Amalia sudah resmi bercerai pun, Alan tak juga mampu meluluhkan hati Amalia, sungguh mengenaskan sekali nasib percintaannya. Hingga terbesit dalam pikirannya untuk menyudahi perasaan ini terhadap Amalia setelah itu ia akan membuka hati untuk wanita lain, tapi akankah itu semua berhasil? Ketika sedang melamun, Amalia menelpon, sebuah kebetulan yang tidak di sengaj
Setelah mendengar jawaban dari Alan justru membuat mood Amalia memburuk. Akhirnya mereka saling diam dalam perjalanan. Kebetulan supir yang disewa Alan adalah temannya sendiri jadi dia sudah tau sedikit perihal masalah yang menimpa mereka berdua. Jika dia jadi Alan mungkin tidak akan kuat untuk terus mempertahankan cintanya yang tak pernah dianggap. "Namanya dua orang saling mencintai tidak selamanya selalu bersatu, terkadang mereka ditakdirkan untuk saling menyakiti meskipun di hati tersimpan perasaan yang sangat rapi, tidak semua dua insan yang saling mencintai itu bisa bersatu, banyak dari mereka berakhir sama-sama memiliki pasangan sembari menyimpan perasaan untuk orang yang ia cintai karena mereka sadar jika bersatu yang ada hanya saling melukai, tak hanya itu, banyak juga dari mereka yang berakhir dengan takdir berbeda alam, itu hal yang paling menyakitkan, mencintai namun alam memisahkan mereka, itu adalah level mencintai paling dramatis dan trag
Karena sudah ada Alan di sini, Seno meminta keduanya mendekat. Alan yang merasa akan ada sesuatu yang terjadi memilih mengikuti alur saja, terlebih dirinya sudah mempersiapkan jauh-jauh hari. "Berhubung kalian sudah datang, bapak akan mengatakan kalau bapak merestui Alan sebagai calon suamimu, sedari dulu Alan sudah mencintaimu nyatanya ketika tau kamu janda pun dia tidak mundur, sekarang semua bapak serahkan kepadamu, Amalia, bagaimana kamu akan memberikan kepastian kepada Alan, jangan terus kamu gantung perasaan seseorang, bapak yakin Alan pria terbaik," ucap Seno dengan suara lemah sambil menyatukan tangan Alan juga Amalia. Mendengar jawaban dari bapaknya membuat Amalia tidak bisa menahan air matanya, dengan suara bergetar, Amalia mengatakan jawaban yang selama ini sudah ia pikirkan dengan matang. "Jika orang tuaku saja dengan mudahnya setuju denganmu, kenapa tidak denganku? Aku menerima lamaran darimu, Alan, tapi aku mohon jangan sakiti aku seperti apa y