Beberapa bulan kemudian ....Dunia bisnis telah dihebohkan oleh berita munculnya seorang wanita hebat yang berstatus janda, namun ia telah sukses menjalankan bisnis retail miliknya, dan bahkan yang baru ini, bisnisnya juga mulai merambah ke dunia fashion.Aretha Earlina, itulah nama yang baru-baru ini sering muncul di media sosial maupun di berbagai majalah bisnis. Seorang wanita muda yang memiliki perusahaan besar yang bernama AVAN Group. Namun, sayangnya tidak ada foto Aretha sama sekali yang terpampang dalam majalah tersebut, bahkan di media sosial yang juga sering memberitakannya, karena Aretha memang melarang mereka semua untuk mempublikasikan wajahnya.Tidak hanya itu saja yang membuat Aretha berhasil mencuri perhatian para netizen dan para pebisnis seniornya, namun kedermawanannya juga membuat semua orang tercengang atas nominal sedekah yang digelontorkannya setiap bulan, namun bukan Aretha yang memposting aksi sosial tersebut, akan tetapi orang-orang yang mengaku menjadi fans
"Ninda! Kamu habis buat keributan apa lagi?" tanya Indra sembari melemparkan majalah bisnis yang baru ia baca ke hadapannya Ninda.Indra yang sedari tadi asyik membaca, tiba-tiba saja ia ditelepon kakaknya, yaitu Agung, dan Agung langsung menceritakan semua masalah yang disebabkan oleh Ninda."Apa sih Pa? Ninda nggak ngerti maksud Papa," sahut Ninda sembari membuang wajah ke arah lain, sebab ia takut jika menatap mata Indra yang saat ini sedang marah."Dari dulu kamu selalu membuat masalah, untung saja Davin dan Mas Agung masih menolerir kamu, tapi sekarang! Awas saja jika Davin sampai nggak jadi nikah sama pacarnya, maka kamu harus menanggung akibatnya.""Lho, Pa. Kenapa Papa jadi ngedukung hubungan Kak Davin sama janda kampung itu sih? Bukannya dulu Papa pinginnya aku nikah sama Kak Davin?""Itu kalau Davin nya mau sama kamu, memang sejak kapan Papa memberi aturan kalau kamu harus nikah sama Davin, Mas Agung dan Mbak Mirna juga belum tentu setuju punya mantu seperti kamu! Perkataan
Beberapa Minggu kemudian ...."Ninda, ... Ninda, ...." teriak Indra saat baru saja masuk di butik yang dikelola Ninda.Indra mengabaikan tatapan penasaran para karyawan dan pengunjung butik, mengapa ia berteriak memanggil anaknya seperti itu?"Aduh, kayaknya Pak Indra lagi marah deh, mana sekarang pendapatan butik lagi anjlok, jadi kasihan ya, sama Mbak Ninda," ujar salah satu karyawan Ninda."Halah, ngapain juga ngasihanin orang sombong, aku justru malah bersyukur, akhirnya dia kena batunya juga," balas yang lain dengan sedikit berbisik."Iya sih, tapi kalo kita nanti dipecat gimana? Soalnya butiknya sekarang benar-benar sepi.""Ya tinggal cari kerjaan lain saja, atau kalau perlu kita pindah aja ke butik yang ada di Cempaka Ungu itu, soalnya kan pelanggan VIP kita juga pindah ke sana."Sebenarnya butiknya Ninda belum sepi-sepi amat, namun dengan pindahnya para pelanggan VIP ke butiknya Aretha, Ninda Boutique menjadi kurang bersinar lagi.Indra memang tidak bisa menyalahkan Aretha, na
"Maaf, saya benar-benar minta maaf atas semua perbuatannya, Ninda. Terutama kepada kamu, Aretha. Dan, saya berjanji akan mendidik Ninda dengan baik," ujar Indra sembari menundukkan kepalanya hingga berulang kali.Lalu setelah itu Indra mengatakan, "Ninda, setelah ini kamu akan saya antar ke rumah Abah, kamu bisa belajar tata krama di sana, ini adalah kesempatan terakhirmu, dan jika saja nanti kamu masih belum bisa berubah, maka dengan berat hati saya tidak akan mengakui kamu sebagai anak saya lagi!"Keputusan tegas Indra membuat Ratih sedih, namun ia juga tidak bisa melakukan apa-apa lagi, ia benar-benar merasa gagal sebagai seorang Ibu, jadi ia membiarkan anak angkatnya ini akan dididik oleh ayah Ratih sendiri, yang notabene orang yang memiliki sikap otoriter.Ninda sontak bersimpuh di kaki Indra, ia merasa bersyukur karena Indra masih memberinya kesempatan, ya walaupun ia juga merasa takut karena akan tinggal dengan kakeknya di sebuah desa terpencil.Ninda berulang kali juga meminta
Aretha sontak tertawa ketika mendengar kata besok dari Davin, lalu kemudian ia menjawab, "Besok? Memangnya kamu kira, kamu itu Bandung Bondowoso? Yang bisa buat seribu candi dalam satu malam.""Vin, orang kalau mau nikah itu butuh proses, butuh waktu buat siapin surat nikah, acaranya, dan nggak bisa tiba-tiba besok langsung nikah gitu aja, kamu kira Pak Penghulu nggak perlu atur jadwal dan bisa disuruh datang langsung gitu aja.""Tapi, aku inginnya besok, Ma. Atau kalau perlu sekarang, gampang nggak usah cari penghulu, tinggal cari Pak Kyai, ijab kabul, selesai deh, yang penting kita halal dulu, soal surat dan resepsi bisa nyusul.""Ah, enggak ah, pokoknya harus berjalan sesuai dengan rencana yang sudah kita sepakati tadi.""Ish, padahal aku sudah pingin banget uyel-uyel kamu," gumam Davin sembari mengerucutkan bibirnya.Sedangkan Aretha yang kurang jelas mendengar perkataan Davin, ia sontak bertanya, "Kamu ngomong apa?""Nggak jadi," sahut Davin kesal, tapi kemudian ia mengingat sesu
Satu Bulan kemudian ...."Masya Allah, ... mempelai wanita nya cantik banget ya?""Iya, dan yang aku dengar, Aretha katanya lebih tua dari Davin, tapi ini kok kayak nggak kelihatan ya? Mereka malah kayak bocah baru lulus SMA yang langsung nikah.""Iya, mereka berdua awet muda banget.""Huh, pasti mantan suaminya Aretha saat ini juga menyesal karena sudah ninggalin Aretha, dan malah milih pelakor itu.""Iya, dan rezekinya Aretha sih, setelah ditinggalin laki-laki bajingan, sekarang dia malah dapet brondong kaya, mana ganteng lagi."Para tamu yang lain pun sontak mengangguk. Sekarang adalah acara resepsi pernikahan yang digelar di kabupaten Cempaka Ungu, sebelum nantinya juga akan ada acara resepsi pernikahan yang digelar di Surabaya.Aretha sebenarnya ingin mengadakan pesta yang sederhana, namun kedua orang tuanya Davin telah mengatur pesta pernikahan mewah, yang saat ini digelar di salah satu hotel mewah bintang lima yang ada di kabupaten Cempaka Ungu."Nggak nyangka ya, dulu terakhir
Beberapa bulan kemudian ..."Ma, ini masih pagi, kamu mau ke mana?" tanya Davin sembari mengalungkan tangannya ke dada Aretha, agar Aretha tidak bisa bangun dari tempat tidurnya."Apanya yang masih pagi? Ini sudah jam sembilan, dan aku lapar. Memangnya kamu nggak kasihan sama anak kita?" gerutu Aretha sembari mengusap perutnya yang sudah membesar.Aretha tengah hamil tiga puluh enam Minggu, dan seharusnya saat ini ia mulai sering beraktivitas untuk memperlancar proses lahirannya nanti, namun suaminya yang manja ini terus mengurungnya di kamar."Ya udah tinggal panggil Mbok Yem aja, suruh Beliau nganterin sarapan kita ke sini.""Nggak ah, kasihan Mbok Yem nya banyak kerjaan, lagi pula setiap hari di kamar terus bosen tau!""Tapi, Ma ... Kamu kan lagi hamil, nggak boleh capek-capek, jadi banyakin istirahat aja di kamar.""Pa, aku ini sudah hamil tua, seharusnya aku mulai banyak beraktivitas, seperti ngepel sambil jongkok, atau jalan-jalan. Tapi, ini malah disuruh tiduran terus, lagi pula
Sinopsis.Hanya karena menjadi tukang cuci piring di hajatan pernikahan, Nayra dihina oleh Dewi dan Angga, yaitu adik tiri dan mantan suaminya.Namun, Nayra hanya tersenyum saja di saat mereka berdua menghinanya.Akan tetapi, sesuatu terjadi di saat Angga dan Dewi menikah dan menyewa Nayra sebagai tukang cuci piring di pesta pernikahan mereka.Kira-kira ada apa ya? Yuk, ikuti kisah selengkapnya...Halo semuanya...Terima kasih untuk para pembaca yang masih setia membaca novel ini, dan Ria mohon untuk season kedua ini agar para pembaca lebih aktif untuk kasih komentar ataupun vote, agar Ria juga lebih bersemangat untuk up setiap harinya, sekali lagi terima kasih banyak... Dan, happy reading (◍•ᴗ•◍)❤
[Aku lagi di rumah temenku, memangnya kenapa kok pingin ketemu aku?] [Ih, Kak. Memangnya Kak Nayra nggak lihat postingan teman Kakak, dia kayaknya sengaja pingin jatohin harga diri kamu kak.] [Udah biarin aja, lagi pula sebentar lagi semuanya juga akan terbongkar, jadi kamu tenang aja, kamu cukup tunggu kabar baiknya aja.] Setelah membalas pesan tersebut, Nayra kemudian memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya, dan ia sebenarnya juga tidak sabar mengakhiri semua sandiwaranya ini. Lalu setelah mereka semua puas makan rujak, Melisa mengajak teman-temannya keliling, termasuk Nayra. Nayra dan yang lainnya diajak Melisa melihat sawah dan kebun jeruk milik suaminya Melisa. Tidak hanya itu, Melisa juga memamerkan dua lahan kosong milik suaminya, ketika mobil mereka melewati jalanan tersebut, sehingga membuat Nayra semakin yakin dengan dugaannya tentang suaminya Melisa. [Mas, gimana?] [Sudah semuanya Yank. Ini dia sudah dijemput polisi, dan sebentar lagi aku akan jemput k
Sesuai dengan kesepakatan kemarin, hari ini Nayra, Diah, Intan, dan Sari, akan bertemu di rumahnya Melisa."Loh, Yank. Kenapa kamu pakai baju ini? Kamu nggak suka ya, dengan baju yang dibelikan Mama kemarin?" tanya Vano saat melihat Nayra memakai baju bawaannya sendiri, sebuah baju yang warnanya sudah kusam, dan tentunya terkesan bikin mata jadi sepet."Suka Yank. Suka banget malah, tapi hari ini aku mau menghormati orang yang mengundangku, dia kan mau terlihat lebih WOW dari aku, masa iya aku dengan jahatnya ngerusak rencananya itu."Sejenak Vano memahami kata-kata Nayra, lalu kemudian ia mengatakan, "Oh ... sekarang aku jadi lebih paham lagi, kenapa kamu nggak mau pake Rolls-Royce, dan minta antar aku. Kamu masih belum mau nunjukin dirimu yang sekarang ya?""Iya, lagi pula kemarin Melisa udah mamerin semua perhiasannya, dan hari ini dia mau pamerin hartanya yang lainnya lagi, jadi aku harus dukung dia dong, dan jangan sampai buat dia malu."Nayra yang sudah mengetahui watak Melisa,
Setelah puas mengobrol, mereka berdua akhirnya memutuskan pulang."Eh, Nay. Main ke rumahku yuk, kan kamu mumpung ada di sini, nanti kita jalan-jalan juga sama, Intan, Diah, dan Sari.""Lho, mereka juga tinggal di sini?" tanya Nayra yang juga jadi teringat dengan nama-nama teman SMP nya dulu."Iya, mereka juga dapat suami yang berasal dari kota ini, namun kami tinggal di desa yang berbeda.""Baiklah, nanti kamu kabarin aku aja kalau mau ngumpul, aku akan datang ke sana.""Oke, terus kamu ke sini tadi naik apa?" tanya Melisa yang berniat memberi tumpangan untuk Nayra, jika Nayra datangnya dengan jalan kaki, maka Melisa bisa pamer ke Nayra, betapa enaknya naik mobil mahal milik suaminya itu."Naik mobil itu," sahut Nayra sembari menunjuk mobil yang ia tumpangi tadi.Melisa hampir menyemburkan tawa ketika melihat mobil butut milik Nayra, yang berbanding jauh dengan mobil miliknya."Oh, kalau begitu aku duluan ya, itu sopirku udah siap." Melisa menunjuk mobil Alphard yang ditumpanginya ke
"Mas, hari ini aku ingin pergi ke alun-alun, kan katanya di sana ada bazar, aku pingin beli jajan, boleh ya?" tanya Nayra sembari menyuapi Vano, sebab saat ini kedua tangan Vano masih sibuk mengetik di laptopnya."Iya, beli saja apa yang kamu mau, dan kamu boleh pergi ke mana pun, asalkan diantar sama sopir.""Siap, Bos," sahut Nayra sembari memberi hormat, lalu kemudian ia menyuapi Vano lagi.Setelah sarapan mereka habis, Vano kemudian langsung berangkat ke kantor, sedangkan Nayra juga langsung bersiap-siap untuk pergi."Pak, memangnya nggak ada motor ya? Alun-alun kan Deket, masa kita pergi naik mobil ini?" Nayra merasa kurang nyaman saja kalau pergi ke mana-mana harus memakai Rolls-Royce, dan ia juga takut akan jadi pusat perhatian nantinya."Waduh, Bu. Kalau di sini nggak ada motor, dan dari Surabaya saya memang sudah disuruh bawa mobil ini untuk mengantar ke mana pun Bu Nayra pergi."Melihat wajah Nayra berubah murung, lalu sang sopir memiliki ide lain."Kalau Bu Nayra nggak ing
"Aku juga nggak tahu, Ma," sahut Fadil yang juga baru saja mendengar nama itu."Oh, Melisa itu tetangga saya di Melawi," timpal Nayra."Owh ...." sahut semua orang kompak."Iya, wanita itu memang dari Melawi, dan dia menikah dengan salah satu manajer Wangs Food yang ada di kota ini, dan mertuanya juga seorang kepala desa Nglegok, jadi mereka mendapatkan undangan dari kami karena termasuk perangkat desa. Dan, mengenai alasan para staf mengira wanita itu menantunya Pak Davin, karena tadi wanita itu menaiki mobil Alphard," jelas Aryo, yang membuat semua orang mengangguk mengerti.Lalu kemudian mereka berbicara hal lain, hingga kemudian Fadil, Rita, dan Aryo, pamit pulang.Setelah itu, Vano dan Nayra juga pamit pulang ke hotel kembali, namun saat di perjalanan, Vano mengambil jalan yang berbeda dari sebelumnya, sebab ia sekaligus mengajak Nayra mengelilingi sebagian kota Ledok Ombo.Sesampainya di hotel, mereka berdua langsung masuk kamar."Ini, ambillah!" ujar Vano sembari menyodorkan be
Para staf itu kemudian langsung bubar dan masuk ke dalam ballroom hotel, mereka hendak membicarakan masalah ini pada Aryo, namun saat ini Aryo sedang memberikan sambutan pada para tamu undangan."Sekali lagi saya memohon maaf untuk para tamu undangan yang sudah hadir, dan terutama untuk Bapak-bapak atau Ibu-ibu yang ingin berbicara langsung dengan Pak Davin dan Bu Aretha, yang saat ini mereka tidak bisa hadir dalam acara ini dikarenakan putri mereka baru saja mengalami kecelakaan, dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit.""Sebenarnya hari ini menantu mereka, Bu Nayra, akan hadir di tengah-tengah kita, namun mungkin Beliau juga memiliki halangan lain, sehingga hari ini juga tidak bisa hadir dalam acara ini. Jadi saya mewakili Queen Hotel, memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih." Lanjut Aryo sembari menatap kursi yang ditata khusus untuk tempat duduk Nayra, namun sudah diduduki oleh wanita lain, jadi Aryo mengira Nayra tidak bisa datang dan para staf menyuruh tamu lain untu
"Eh, Mbaknya mau ke mana?" tanya sang ketua panitia sembari merentangkan tangannya di hadapan Nayra."Itu, mau nyapa tetangga saya," sahut Nayra sembari menunjuk ke arah wanita muda itu."Mel, ... Melisa, ...." teriak Nayra yang akhirnya memanggil anaknya Wati, yaitu tetangganya di Melawi. "Sssttt, jangan teriak-teriak di sini, Mbaknya kalau mau bicara dengan Mbak itu di dalam saja, bawa undangannya kan?""Undangan?" tanya Nayra kebingungan. "Loh, kok tadi suami saya nggak ngasih undangan ya, dan mertua saya juga nggak bilang kalau ada kartu undangannya."Sang ketua panitia pun sontak mendengus. "Kalau begitu Mbaknya nggak boleh masuk, dan jangan manggil tetangga Mbak tadi seperti itu, sebab dia orang penting di sini."Setelah mendengar penjelasan sang ketua panitia, Nayra hanya bisa menganggukkan kepalanya.Sedangkan di sisi lain, Melisa yang mendengar ada orang yang memanggilnya, ia pun menoleh, dan keningnya mengerut setelah memastikan orang yang memanggilnya itu adalah Nayra."Na
Hotel bintang lima di kabupaten Ledok Ombo yang bernama Queen Hotel, tampak begitu ramai karena hari ini sang pemilik hotel tengah mengadakan acara amal untuk korban bencana alam di kabupaten Argopuro.Namun, anehnya sang pemilik acara langsung meninggalkan tempat acara setelah mendapat telepon dari salah satu rekan kerjanya."Ma, ayo sekarang kita pergi ke rumah sakit, anaknya Pak Davin kecelakaan, jadi Beliau dan istrinya tidak bisa hadir ke sini, namun ada menantu mereka yang akan datang mewakilinya," ujar Fadil setelah ia mendapat telepon dari Davin."Baiklah, terus acara di sini bagaimana?""Biar Aryo yang urus. Aryo, aku serahkan acara hari ini padamu, dan tolong sambut menantunya Pak Davin dengan baik, jangan sampai ada orang yang mencoreng nama baik hotel ini di hadapannya!""Baik, Pak," sahut sekretaris Fadil.Fadil tentu lebih mengutamakan menjenguk Vania, sebab orang yang paling berjasa mengantarkan pada kejayaannya hingga puncak saat ini adalah Davin, jadi ia merasa tidak
Setelah sampai di Ledok Ombo, Nayra dan Vano langsung menuju ke rumah sakit tempat Vania dirawat."Kak Vano, sakit ...." rengek Vania saat ia melihat kakak dan kakak iparnya sudah datang."Kamu ini habis ngapain, kok bisa sampai bonyok seperti ini?" tanya Vano sembari memeriksa lutut, siku, dan kening Vania yang diperban."Dia habis belajar naik motor, terus nabrak pohon," sahut Aretha sembari mengupas buah."Loh, kok bisa? Memangnya dia minjem motornya siapa, Ma?""Nggak tau, katanya punya temennya.""Kamu ini ada-ada aja, Nia. Sudah bagus ke mana-mana ada yang nganterin. Eh, malah akal-akalan belajar naik motor," ujar Nayra sembari menggelengkan kepalanya."Ya habisnya aku ingin kayak temen-temenku yang lain, Kak. Bisa nyetir motor dan mobil sendiri.""Tapi, nggak harus belajar dengan orang lain, Nia. Apalagi, ini juga bukan di daerah kita, kamu kan tau sendiri Papa dan Mama datang ke sini karena memenuhi undangan rekan kerja Papa. Eh, kamu malah bikin ulah," gerutu Davin."Ya maaf,