Beberapa bulan kemudian....Kabupaten Cempaka Ungu telah dihebohkan oleh berdirinya pabrik keripik pisang dan singkong yang tengah viral di media sosial, dan beruntungnya pabrik itu berada di desa Karang Kates, yaitu di desa tempat Aretha tinggal.Tidak hanya itu, pabrik tersebut kini juga tengah mencari banyak karyawan, sehingga banyak dari para warga sekitar dan bahkan dari desa lain, entah dari kalangan pemuda ataupun yang berusia setengah baya yang berbondong-bondong melamar pekerjaan di pabrik tersebut.Namun, tidak ada orang yang tahu siapa pemilik pabrik tersebut, yang mereka tahu hanyalah pemilik pabrik itu pastinya orang kaya dan juga orang kota."E ... e ... eh, aku tadi dapat surat dari pabrik, dan aku diterima kerja di sana, bahkan anak dan suamiku juga," ujar Dewi senang."Iya, aku juga diterima di pabrik itu, dan yang aku dengar katanya gajinya juga lumayan besar.""Iya, wah ... beruntung banget ya kita, dan untung saja orang itu buat pabriknya di sini, padahal produknya
Setelah kepergian Nisa, Aretha kini bersiap-siap untuk pergi ke toko grosir snack miliknya, sebab nanti akan banyak barang yang datang dari distributor snack yang paling dekat dari tempat tinggalnya.Meski sekarang Aretha sudah memiliki pabrik dan toko yang lumayan besar, namun tidak ada yang berubah sama sekali dengan Aretha, Aretha tetaplah Aretha yang dulu, yang lebih suka berpenampilan sederhana karena tidak ingin memamerkan apa yang ia punya.Sesampainya di toko, Aretha bahkan tidak disambut para karyawannya, karena mereka mengira Nisa lah pemilik toko tersebut.Aretha terus berjalan sembari melihat-lihat isi tokonya, namun tidak lama kemudian Aretha berhenti ketika melihat ada tata letak produk yang menurutnya salah."Mbak, maaf ini kan termasuk box, seharusnya kan ditaruh di sana, jadi tolong dipindah ya," ujar Aretha sopan.Snack yang ditunjuk Aretha itu berkemasan toples berbentuk kotak, jadi Aretha meminta karyawannya itu untuk memindah snack tersebut ke tempat yang sama den
Beberapa Minggu kemudian ....Meskipun banyak orang yang tahu jika pemilik toko grosir AVAN Snack adalah milik Aretha, namun para tetangga Aretha tidak ada yang mengetahui hal tersebut, sebab toko tersebut berbeda desa dengan tempat tinggalnya Aretha, dan Aretha pun juga memiliki rencana akan pindah ke desa tersebut.Desa Mekar memanglah tempat serta harapan baru bagi Aretha untuk menjalani hidupnya bersama anak semata wayangnya, Vano. Dan, saat ini rumah idamannya pun tengah dibangun tepat berada di sebelah toko grosir tersebut.Aretha sengaja membeli tiga lahan kosong yang berdampingan, karena selain ia mendirikan toko grosir dan rumahnya, Aretha juga mempunyai rencana akan membuat toko grosir khusus sembako, jadi kelak ia tidak perlu menaiki kendaraan untuk mengawasi usahanya tersebut."Mbak, yang ini nggak sekalian. Ini laku lho di desa sebelah," ujar salah satu sales yang menawarkan merek jajanan baru.Aretha sejenak melihat gambar snack tersebut dari katalog yang dibawa oleh sal
Setelah selesai makan siang, Davin kemudian meminta izin untuk numpang salat di tokonya Aretha.Sedangkan Aretha sendiri tentu tidak keberatan, namun ia jadi heran ketika Davin memintanya untuk menjadi makmumnya."Ma, saya numpang salat di sini ya, nggak apa-apa kan?""Hah? Oh iya, nggak apa-apa. Musholla nya ada si sebelah parkiran, Mas langsung ke sana saja.""Kalau begitu ayo, sekalian. Mama belum salat kan?""Hah?" Aretha yang jadi linglung karena tidak terbiasa dengan panggilan tersebut, dan juga kenapa orang itu mengajaknya, namun tidak lama kemudian Davin berbicara lagi."Ma, salat berjemaah itu pahalanya lebih banyak lho daripada salat sendiri, jadi Mama nggak mungkin nolak kan?"Aretha hanya tersenyum kaku mendengar perkataan Davin, namun kemudian ia bersedia menjadi makmum Davin, karena Aretha berpikir kalau Davin adalah tipe orang yang susah ditolak kemauannya.Namun, Aretha kemudian juga menyesal, karena saat di depan karyawannya pun Davin tetap memanggilnya dengan sebutan
"Mas, kamu mau ke mana?" tanya Nila saat ia melihat suaminya sudah berpakaian rapi dan hendak pergi, padahal hari ini hari Minggu, jadi tidak mungkin suaminya akan pergi bekerja bukan?"Mau ke rumah temen sebentar," sahut Fauzan yang sudah terburu-buru."Aku itut dong, Mas. Bosen nih di rumah, lagi pula kita juga sudah lama nggak quality time berdua.""Halah, kamu ini kayak anak masih ABG aja. Ya ... kalau kamu bosan di rumah, ya pergi sendiri lah! Temen-temen mu kan juga banyak, jadi jangan ngintilin aku, karena aku juga butuh quality time sendiri bareng temen-temenku."Mendengar penolakan suaminya, Nila mendengus. Namun, ia juga tidak bersikeras untuk ikut, dan kemudian ia memilih menarik selimutnya kembali untuk scroll sosial medianya lagi.Sedangkan Fauzan sendiri juga tidak peduli kalau Nila akan marah padanya, sebab hari ini ia memang tidak bisa mengajak Nila pergi, sebab janji temu ini sangat penting dan juga sangat rahasia.Dan, yang lebih utama lagi, Fauzan sudah tidak sabar
"Assalamualaikum ... Ma, kita bertemu lagi," ujar Davin sembari tersenyum."Wa'alaikumsalam ... iya, ada apa ya, Mas?""Ini Ma, aku kan kemarin lupa minta nomornya, Mama, jadi mau minta sekarang.""Oh ... lho, tapi kan masih bisa besok lagi pas waktunya order.""Ini buat orang pengiriman besok, Ma. Mereka kan belum tahu alamatnya Mama, jadi misalkan mereka bingung bisa langsung nelvon, Mama."Aretha mengangguk, ternyata dia salah karena sudah berpikir yang macam-macam tentang Davin.Setelah Davin selesai mencatat nomornya Aretha, lalu kemudian ia mencoba menghubungi nomor tersebut, sebab ia takut jika Aretha memberikan yang bukan nomor pribadinya."Silakan disave, Ma. Itu nomorku," ujar Davin ketika ia melihat Aretha mengangkat ponselnya untuk melihat siapa yang menghubunginya.Aretha mengangguk, lalu kemudian ia segera menyimpan nomornya Davin, dan Aretha sama sekali tidak curiga jika ini hanyalah sebuah modus awal Davin untuk mendekatinya."Ini tadi Mas nya sekalian jalan-jalan ya?
"E, eh ... kalian dapet undangan dari pemilik pabrik nggak?" tanya Bu Dewi pada ibu-ibu lainnya yang sedang belanja sayur di Bang Maman."CEO, Bu, ... CEO," sahut salah satu ibu-ibu yang membenarkan panggilan pemilik pabrik dengan sebutan CEO."Halah, iya sama aja, sama-sama pemilik pabrik juga kan?" balas Bu Dewi kesal, lagi pula ia mana paham dengan arti CEO, dan ia tadinya malah mengira nama pemilik pabrik tersebut CEO AVAN Group, karena tulisan itulah yang tertera di bawah tanda tangan sang pengundang.Jika saja anaknya tadi tidak menjelaskan, bisa-bisa sekarang ia malah ditertawakan orang-orang karena mengira CEO itu adalah nama orang."Semua yang bekerja di sana pasti diundang dong, Bu. Apalagi, rumah yang dibangun juga ada di desa sebelah, masa iya Bos besar bikin pesta besar-besaran karyawannya nggak diundang.""Eh, tapi ngomong-ngomong kenapa nggak ditulis aja ya namanya, kok orangnya kayak misterius banget gitu, cuma ditulis gelarnya aja," timpal yang lain."Hadeh, Ibu-ibu i
Setelah memberi sambutan kepada para tamu yang hadir, lalu Aretha kemudian turun dari panggung dan menemui para koleganya untuk menerima ucapan selamat padanya.Namun, tidak lama kemudian, Fauzan beserta keluarganya datang mendekat."Vano, apa kabar, Sayang?" Yuni dengan antusiasnya menyapa seraya memeluk Vano, ia jelas tidak mau kehilangan panggung di tengah acara seperti ini, jadi Yuni harus menunjukkan pada semua orang, bahwa ia adalah neneknya Vano.Sedangkan Vano tentu saja risih ketika mendapatkan pelukan dari sang nenek, dan ia sontak sedikit memberontak agar terlepas dari pelukan Yuni, lalu kemudian ia mundur dan berdiri di belakang ibunya.Meski empat tahun telah berlalu, namun Vano masih ingat bagaimana orang-orang yang ada di hadapannya ini memperlakukan ibunya beberapa tahun silam.Vano juga jelas tak akan melupakan tingkah bejat ayahnya, dan ia pun hari ini juga tidak perlu berpura-pura baik pada mereka."Vano, ini Nenek, Sayang. Kamu nggak rindu sama Nenek?" Meski sediki
[Aku lagi di rumah temenku, memangnya kenapa kok pingin ketemu aku?] [Ih, Kak. Memangnya Kak Nayra nggak lihat postingan teman Kakak, dia kayaknya sengaja pingin jatohin harga diri kamu kak.] [Udah biarin aja, lagi pula sebentar lagi semuanya juga akan terbongkar, jadi kamu tenang aja, kamu cukup tunggu kabar baiknya aja.] Setelah membalas pesan tersebut, Nayra kemudian memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya, dan ia sebenarnya juga tidak sabar mengakhiri semua sandiwaranya ini. Lalu setelah mereka semua puas makan rujak, Melisa mengajak teman-temannya keliling, termasuk Nayra. Nayra dan yang lainnya diajak Melisa melihat sawah dan kebun jeruk milik suaminya Melisa. Tidak hanya itu, Melisa juga memamerkan dua lahan kosong milik suaminya, ketika mobil mereka melewati jalanan tersebut, sehingga membuat Nayra semakin yakin dengan dugaannya tentang suaminya Melisa. [Mas, gimana?] [Sudah semuanya Yank. Ini dia sudah dijemput polisi, dan sebentar lagi aku akan jemput k
Sesuai dengan kesepakatan kemarin, hari ini Nayra, Diah, Intan, dan Sari, akan bertemu di rumahnya Melisa."Loh, Yank. Kenapa kamu pakai baju ini? Kamu nggak suka ya, dengan baju yang dibelikan Mama kemarin?" tanya Vano saat melihat Nayra memakai baju bawaannya sendiri, sebuah baju yang warnanya sudah kusam, dan tentunya terkesan bikin mata jadi sepet."Suka Yank. Suka banget malah, tapi hari ini aku mau menghormati orang yang mengundangku, dia kan mau terlihat lebih WOW dari aku, masa iya aku dengan jahatnya ngerusak rencananya itu."Sejenak Vano memahami kata-kata Nayra, lalu kemudian ia mengatakan, "Oh ... sekarang aku jadi lebih paham lagi, kenapa kamu nggak mau pake Rolls-Royce, dan minta antar aku. Kamu masih belum mau nunjukin dirimu yang sekarang ya?""Iya, lagi pula kemarin Melisa udah mamerin semua perhiasannya, dan hari ini dia mau pamerin hartanya yang lainnya lagi, jadi aku harus dukung dia dong, dan jangan sampai buat dia malu."Nayra yang sudah mengetahui watak Melisa,
Setelah puas mengobrol, mereka berdua akhirnya memutuskan pulang."Eh, Nay. Main ke rumahku yuk, kan kamu mumpung ada di sini, nanti kita jalan-jalan juga sama, Intan, Diah, dan Sari.""Lho, mereka juga tinggal di sini?" tanya Nayra yang juga jadi teringat dengan nama-nama teman SMP nya dulu."Iya, mereka juga dapat suami yang berasal dari kota ini, namun kami tinggal di desa yang berbeda.""Baiklah, nanti kamu kabarin aku aja kalau mau ngumpul, aku akan datang ke sana.""Oke, terus kamu ke sini tadi naik apa?" tanya Melisa yang berniat memberi tumpangan untuk Nayra, jika Nayra datangnya dengan jalan kaki, maka Melisa bisa pamer ke Nayra, betapa enaknya naik mobil mahal milik suaminya itu."Naik mobil itu," sahut Nayra sembari menunjuk mobil yang ia tumpangi tadi.Melisa hampir menyemburkan tawa ketika melihat mobil butut milik Nayra, yang berbanding jauh dengan mobil miliknya."Oh, kalau begitu aku duluan ya, itu sopirku udah siap." Melisa menunjuk mobil Alphard yang ditumpanginya ke
"Mas, hari ini aku ingin pergi ke alun-alun, kan katanya di sana ada bazar, aku pingin beli jajan, boleh ya?" tanya Nayra sembari menyuapi Vano, sebab saat ini kedua tangan Vano masih sibuk mengetik di laptopnya."Iya, beli saja apa yang kamu mau, dan kamu boleh pergi ke mana pun, asalkan diantar sama sopir.""Siap, Bos," sahut Nayra sembari memberi hormat, lalu kemudian ia menyuapi Vano lagi.Setelah sarapan mereka habis, Vano kemudian langsung berangkat ke kantor, sedangkan Nayra juga langsung bersiap-siap untuk pergi."Pak, memangnya nggak ada motor ya? Alun-alun kan Deket, masa kita pergi naik mobil ini?" Nayra merasa kurang nyaman saja kalau pergi ke mana-mana harus memakai Rolls-Royce, dan ia juga takut akan jadi pusat perhatian nantinya."Waduh, Bu. Kalau di sini nggak ada motor, dan dari Surabaya saya memang sudah disuruh bawa mobil ini untuk mengantar ke mana pun Bu Nayra pergi."Melihat wajah Nayra berubah murung, lalu sang sopir memiliki ide lain."Kalau Bu Nayra nggak ing
"Aku juga nggak tahu, Ma," sahut Fadil yang juga baru saja mendengar nama itu."Oh, Melisa itu tetangga saya di Melawi," timpal Nayra."Owh ...." sahut semua orang kompak."Iya, wanita itu memang dari Melawi, dan dia menikah dengan salah satu manajer Wangs Food yang ada di kota ini, dan mertuanya juga seorang kepala desa Nglegok, jadi mereka mendapatkan undangan dari kami karena termasuk perangkat desa. Dan, mengenai alasan para staf mengira wanita itu menantunya Pak Davin, karena tadi wanita itu menaiki mobil Alphard," jelas Aryo, yang membuat semua orang mengangguk mengerti.Lalu kemudian mereka berbicara hal lain, hingga kemudian Fadil, Rita, dan Aryo, pamit pulang.Setelah itu, Vano dan Nayra juga pamit pulang ke hotel kembali, namun saat di perjalanan, Vano mengambil jalan yang berbeda dari sebelumnya, sebab ia sekaligus mengajak Nayra mengelilingi sebagian kota Ledok Ombo.Sesampainya di hotel, mereka berdua langsung masuk kamar."Ini, ambillah!" ujar Vano sembari menyodorkan be
Para staf itu kemudian langsung bubar dan masuk ke dalam ballroom hotel, mereka hendak membicarakan masalah ini pada Aryo, namun saat ini Aryo sedang memberikan sambutan pada para tamu undangan."Sekali lagi saya memohon maaf untuk para tamu undangan yang sudah hadir, dan terutama untuk Bapak-bapak atau Ibu-ibu yang ingin berbicara langsung dengan Pak Davin dan Bu Aretha, yang saat ini mereka tidak bisa hadir dalam acara ini dikarenakan putri mereka baru saja mengalami kecelakaan, dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit.""Sebenarnya hari ini menantu mereka, Bu Nayra, akan hadir di tengah-tengah kita, namun mungkin Beliau juga memiliki halangan lain, sehingga hari ini juga tidak bisa hadir dalam acara ini. Jadi saya mewakili Queen Hotel, memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih." Lanjut Aryo sembari menatap kursi yang ditata khusus untuk tempat duduk Nayra, namun sudah diduduki oleh wanita lain, jadi Aryo mengira Nayra tidak bisa datang dan para staf menyuruh tamu lain untu
"Eh, Mbaknya mau ke mana?" tanya sang ketua panitia sembari merentangkan tangannya di hadapan Nayra."Itu, mau nyapa tetangga saya," sahut Nayra sembari menunjuk ke arah wanita muda itu."Mel, ... Melisa, ...." teriak Nayra yang akhirnya memanggil anaknya Wati, yaitu tetangganya di Melawi. "Sssttt, jangan teriak-teriak di sini, Mbaknya kalau mau bicara dengan Mbak itu di dalam saja, bawa undangannya kan?""Undangan?" tanya Nayra kebingungan. "Loh, kok tadi suami saya nggak ngasih undangan ya, dan mertua saya juga nggak bilang kalau ada kartu undangannya."Sang ketua panitia pun sontak mendengus. "Kalau begitu Mbaknya nggak boleh masuk, dan jangan manggil tetangga Mbak tadi seperti itu, sebab dia orang penting di sini."Setelah mendengar penjelasan sang ketua panitia, Nayra hanya bisa menganggukkan kepalanya.Sedangkan di sisi lain, Melisa yang mendengar ada orang yang memanggilnya, ia pun menoleh, dan keningnya mengerut setelah memastikan orang yang memanggilnya itu adalah Nayra."Na
Hotel bintang lima di kabupaten Ledok Ombo yang bernama Queen Hotel, tampak begitu ramai karena hari ini sang pemilik hotel tengah mengadakan acara amal untuk korban bencana alam di kabupaten Argopuro.Namun, anehnya sang pemilik acara langsung meninggalkan tempat acara setelah mendapat telepon dari salah satu rekan kerjanya."Ma, ayo sekarang kita pergi ke rumah sakit, anaknya Pak Davin kecelakaan, jadi Beliau dan istrinya tidak bisa hadir ke sini, namun ada menantu mereka yang akan datang mewakilinya," ujar Fadil setelah ia mendapat telepon dari Davin."Baiklah, terus acara di sini bagaimana?""Biar Aryo yang urus. Aryo, aku serahkan acara hari ini padamu, dan tolong sambut menantunya Pak Davin dengan baik, jangan sampai ada orang yang mencoreng nama baik hotel ini di hadapannya!""Baik, Pak," sahut sekretaris Fadil.Fadil tentu lebih mengutamakan menjenguk Vania, sebab orang yang paling berjasa mengantarkan pada kejayaannya hingga puncak saat ini adalah Davin, jadi ia merasa tidak
Setelah sampai di Ledok Ombo, Nayra dan Vano langsung menuju ke rumah sakit tempat Vania dirawat."Kak Vano, sakit ...." rengek Vania saat ia melihat kakak dan kakak iparnya sudah datang."Kamu ini habis ngapain, kok bisa sampai bonyok seperti ini?" tanya Vano sembari memeriksa lutut, siku, dan kening Vania yang diperban."Dia habis belajar naik motor, terus nabrak pohon," sahut Aretha sembari mengupas buah."Loh, kok bisa? Memangnya dia minjem motornya siapa, Ma?""Nggak tau, katanya punya temennya.""Kamu ini ada-ada aja, Nia. Sudah bagus ke mana-mana ada yang nganterin. Eh, malah akal-akalan belajar naik motor," ujar Nayra sembari menggelengkan kepalanya."Ya habisnya aku ingin kayak temen-temenku yang lain, Kak. Bisa nyetir motor dan mobil sendiri.""Tapi, nggak harus belajar dengan orang lain, Nia. Apalagi, ini juga bukan di daerah kita, kamu kan tau sendiri Papa dan Mama datang ke sini karena memenuhi undangan rekan kerja Papa. Eh, kamu malah bikin ulah," gerutu Davin."Ya maaf,