"Wi, ... Dewi, ...." teriak Ana ketika memasuki rumah."Ada apa sih, Ma? Teriak-teriak kayak gitu, ganggu orang lagi tidur siang aja.""Kamu ngambil sertifikat toko ya? Terus kamu jual?"Dewi mengangguk dengan santai, lalu ia duduk di sofa ruang tamu."Dasar bocah, kenapa nggak bilang-bilang dulu sama Mama sih? Hampir aja Mama jantungan karena mengira Hendra yang jual, tapi ternyata kamu. Terus mana uangnya? Kan Mama dulu yang punya rencana ingin jual tokonya diam-diam.""Nggak, aku aja yang pegang uangnya, nanti kalau Mama yang pegang bisa habis buat belanja lagi. Sekarang tugas Mama cuma tinggal ceraiin Ayah, lalu kita tinggal di rumah kita yang baru.""Itu udah Mama pikirin, suratnya juga udah jadi kok, kalau begitu ayo kita pindah hari ini aja."Ana yang sudah memikirkan hal ini sejak lama, ia tentu sudah menyiapkan semuanya. Lagi pula, siapa juga yang ingin hidup selamanya bersama laki-laki penyakitan itu.Sedangkan di sisi lain, orang yang dipercaya Nayra untuk menjaga ayahnya,
Setelah makan bersama dengan para karyawannya, Nayra kemudian langsung pergi ke rumah ayahnya, dan di sana ia langsung disambut Hendra yang sudah duduk di kursi roda dengan dibantu Fitri yang mendorongnya."Bagaimana kabarmu, Nak?" tanya Hendra, saat ini mereka berdua sedang duduk di ruang tamu."Alhamdulillah baik, Bapak sendiri bagaimana?" "Bapak juga baik, dan ... Bapak juga mau minta maaf sama kamu, karena Bapak tidak bisa membelamu di saat kamu ditindas Dewi di pernikahannya kemarin."Nayra hanya mengangguk, ia sudah mendengar alasan kenapa Hendra tidak bisa membantunya, yaitu dari Fitri setelah pesta pernikahan itu usai.Nayra yang melihat ayahnya terlihat canggung saat bertemu dengannya kembali, ia kemudian berinisiatif menanyakan tentang toko yang dijual Dewi."Emm ... Pak, bagaimana perasaan Bapak ketika mengetahui toko Bapak dijual sama mereka?"Wajah Hendra sejenak terlihat muram, lalu ia mengatakan, "Ya mau bagaimana lagi kecuali mengikhlaskannya, dan Bapak anggap ini seb
Dari sore Vano sudah memikirkan strategi untuk menjebak oknum karyawannya, lalu kemudian malamnya ia meminta nomor Nayra pada Rendi, dengan alasan ingin mengatur strategi melalui grup chatting yang hanya dianggotai oleh ketiga orang tersebut.Sedangkan keesokan harinya, semua berjalan sesuai rencana, tidak ada sama sekali orang yang curiga sebab semua tampak seperti biasanya.Hingga para komplotan yang bekerja sama dengan oknum karyawan itu datang dan mereka bersiap menjalankan aksinya "Di, tolong gantiin aku sebentar ya, aku mau ke toilet," ujar Mawar, ia termasuk karyawan yang sudah cukup lama bekerja di bagian kasir.Sedangkan Adi yang dipanggil langsung mendekat, dan ia menggantikan posisi Mawar seperti biasanya. Adi memang anak baru, namun ia adalah keponakan dari Yono, dan ia termasuk orang yang jago komputer, jadi semua karyawan menganggap wajar jika Adi menggantikan posisi anak kasir untuk sementara.Hingga kemudian Vano memberi aba-aba pada Nayra dan Rendi, dan tidak jauh da
"Assalamualaikum ...." "Wa'alaikumsalam, udah pulang, Ndok? Oh ya, tolong panggilkan Vano suruh ke sini, Mbok baru aja bikin nagasari buuk, pasti dia belum pernah makan itu."Nayra sontak tertawa. "Mbok, aku ini baru pulang lho, tapi malah disuruh manggil Vano, dan bukannya cucunya sendiri dulu yang ditawari nagasarinya, tapi malah orang lain.""Sstt ... kamu ini masih iri aja, kayak nggak pernah makan buuk aja. Udah sana cepet panggilin dia!""Dia belum pulang, Mbok. Masih ada urusan di kantor polisi.""Lho, memangnya kenapa? Ngapain dia ke kantor polisi?""Itu, orang-orang yang nyuri barang-barang toko sudah ditangkap, dan Vano datang ke sana sebagai saksi.""Owalah ... syukurlah kalau begitu, pasti Bu Aretha sekarang bisa tenang."Nayra hanya manggut-manggut, lalu kemudian ia langsung pergi ke kamarnya dan bersiap untuk mandi.Nayra sengaja tidak memberi tahu Marsih tentang siapa Vano sebenarnya, karena ia ingin neneknya tahu dengan sendirinya, lagi pula neneknya juga tidak akan s
"Nay, ...."Nayra yang melihat Vano memanggilnya, ia buru-buru mempercepat langkahnya menaiki anak tangga kecil yang berada di teras toko.Sedangkan Vano yang melihat itu, ia memang sudah menebak kalau Nayra pasti akan menghindarinya."Dia pasti marah karena merasa aku bohongi," batin Vano yang kemudian bergegas menyusul langkah kaki Nayra.Sesampainya di outlet snack grosir, Vano langsung masuk untuk mencari Nayra, tanpa mempedulikan sapaan dan anggukan hormat dari para karyawan."Nayra.""Nayra, tolong bantuin aku," sela Rendi sembari membawa tumpukan berkas.Sedangkan Nayra yang merasa Rendi sedang menyelamatkannya, ia dengan cepat langsung menghampiri Rendi dan membawa sisa tumpukan berkas yang lain."Pak, hari ini akan ada rapat, jadi mohon kesediaannya untuk segera hadir di ruang rapat," ujar Rendi, lalu kemudian ia segera berlalu setelah menyampaikan kalimat tersebut.Sedangkan Nayra malah pergi terlebih dahulu untuk menghindari Vano. Namun, siapa yang menyangka jika Vano suda
"Assalamualaikum, Mbok, ....""Wa'alaikumsalam, cepat mandi sana, terus cobain sawutnya," sahut Marsih sembari meletakkan sepiring sawut di atas meja."Wah! Sawut. Kebetulan banget pas aku dateng, rezeki anak soleh ini, aku boleh coba juga ya, Mbok," sahut Vano hingga membuat Marsih terkejut.Marsih yang sedari tadi memang tidak menoleh ke arah pintu, ia sekarang langsung menoleh setelah mendengar suara Vano."Oh, ada Mas Vano juga, silakan masuk, Mas. Monggo dicoba sawutnya."Mendengar nada sopan Marsih saat berbicara dengannya, hal itu sontak membuat Vano merasa tidak nyaman, lalu kemudian ia melirik Nayra yang terlihat menahan tawa."Mbok, kenapa manggil Mas sih, panggil aja Vano seperti biasanya.""Ya nggak bisa gitu dong, Mas. Mas Vano kan anaknya Bu Aretha, kalau langsung panggil nama kan nggak sopan.""Aduh, Mbok. Justru saya malah nggak nyaman kalau Mbok seperti ini.""Udah nggak apa-apa, monggo silakan duduk, sebentar Mbok ambilin dulu sawutnya, soalnya ini punyaan Nayra."Va
"Maaf, Bu, Pak. Hidangannya hanya seadanya, cuma makanan orang desa," ujar Marsih sembari meletakkan piring berisi aneka gorengan, singkong rebus, dan kacang rebus.Sedangkan di belakangnya, Nayra membantu membawakan teh hangat untuk Aretha dan Davin. "Nggak apa-apa, Mbah. Ini saja sudah banyak sekali, mana enak-enak lagi, dan kami juga kangen banget makan singkong rebus, kebetulan di sini ada, jadi terima kasih banyak ya, Mbah."Mendengar jawaban Aretha, Marsih dan Nayra sontak terharu, mereka tentu senang bisa menjamu tamu seperti ini.Aretha hanya datang bersama Davin, sedangkan Vano tidak ikut datang karena Aretha melarangnya, sebab Aretha bisa menerka apa yang ingin disampaikan Marsih, sehingga Aretha melarang Vano ikut datang agar ia tidak membuat ulah.Pembicaraan pertama dibuka dengan menanyakan kabar masing-masing, ini adalah pembicaraan basa-basi yang umum sebelum mereka membicarakan masalah inti.Hingga kemudian ...."Nuwun sewu, Mbah. Sebelumnya kami minta maaf sebab maks
"Nay, ayo berangkat." Nayra sontak terkejut ketika ia baru saja membuka pintu, namun ia sudah melihat Vano yang sedang menunggunya di dalam mobil."Lho, Van. Ngapain kamu datang ke sini?""Ya jemput kamu lah.""Apa, jemput? Nggak ah, nanti anak-anak malah gosipin kita lagi.""Ye ... memang siapa yang mau pergi ke toko, aku hari ini ada kerjaan lain.""Kerjaan apa?""Udah sekarang buruan kamu ganti baju, pakai baju santai aja, nggak usah pakai seragam."Meskipun bingung, Nayra akhirnya tetap mengganti pakaiannya dengan yang bebas, namun tetap sopan.Di dalam perjalanan, Nayra jadi semakin bingung ketika mobil akhirnya berhenti di sebuah waterboom yang cukup terkenal di kabupaten ini."Ini ngapain kita pergi ke sini?""Papa nyuruh aku bikin water park, soalnya bisnis waterpark Mama yang ada di Cempaka Ungu sukses, jadi mereka minta aku buat cabangnya di kota lain.""Terus kamu punya rencana buka cabang di kabupaten ini?" "Iya, soalnya kan di sini kampung halaman calon istriku, jadi ak
[Aku lagi di rumah temenku, memangnya kenapa kok pingin ketemu aku?] [Ih, Kak. Memangnya Kak Nayra nggak lihat postingan teman Kakak, dia kayaknya sengaja pingin jatohin harga diri kamu kak.] [Udah biarin aja, lagi pula sebentar lagi semuanya juga akan terbongkar, jadi kamu tenang aja, kamu cukup tunggu kabar baiknya aja.] Setelah membalas pesan tersebut, Nayra kemudian memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya, dan ia sebenarnya juga tidak sabar mengakhiri semua sandiwaranya ini. Lalu setelah mereka semua puas makan rujak, Melisa mengajak teman-temannya keliling, termasuk Nayra. Nayra dan yang lainnya diajak Melisa melihat sawah dan kebun jeruk milik suaminya Melisa. Tidak hanya itu, Melisa juga memamerkan dua lahan kosong milik suaminya, ketika mobil mereka melewati jalanan tersebut, sehingga membuat Nayra semakin yakin dengan dugaannya tentang suaminya Melisa. [Mas, gimana?] [Sudah semuanya Yank. Ini dia sudah dijemput polisi, dan sebentar lagi aku akan jemput k
Sesuai dengan kesepakatan kemarin, hari ini Nayra, Diah, Intan, dan Sari, akan bertemu di rumahnya Melisa."Loh, Yank. Kenapa kamu pakai baju ini? Kamu nggak suka ya, dengan baju yang dibelikan Mama kemarin?" tanya Vano saat melihat Nayra memakai baju bawaannya sendiri, sebuah baju yang warnanya sudah kusam, dan tentunya terkesan bikin mata jadi sepet."Suka Yank. Suka banget malah, tapi hari ini aku mau menghormati orang yang mengundangku, dia kan mau terlihat lebih WOW dari aku, masa iya aku dengan jahatnya ngerusak rencananya itu."Sejenak Vano memahami kata-kata Nayra, lalu kemudian ia mengatakan, "Oh ... sekarang aku jadi lebih paham lagi, kenapa kamu nggak mau pake Rolls-Royce, dan minta antar aku. Kamu masih belum mau nunjukin dirimu yang sekarang ya?""Iya, lagi pula kemarin Melisa udah mamerin semua perhiasannya, dan hari ini dia mau pamerin hartanya yang lainnya lagi, jadi aku harus dukung dia dong, dan jangan sampai buat dia malu."Nayra yang sudah mengetahui watak Melisa,
Setelah puas mengobrol, mereka berdua akhirnya memutuskan pulang."Eh, Nay. Main ke rumahku yuk, kan kamu mumpung ada di sini, nanti kita jalan-jalan juga sama, Intan, Diah, dan Sari.""Lho, mereka juga tinggal di sini?" tanya Nayra yang juga jadi teringat dengan nama-nama teman SMP nya dulu."Iya, mereka juga dapat suami yang berasal dari kota ini, namun kami tinggal di desa yang berbeda.""Baiklah, nanti kamu kabarin aku aja kalau mau ngumpul, aku akan datang ke sana.""Oke, terus kamu ke sini tadi naik apa?" tanya Melisa yang berniat memberi tumpangan untuk Nayra, jika Nayra datangnya dengan jalan kaki, maka Melisa bisa pamer ke Nayra, betapa enaknya naik mobil mahal milik suaminya itu."Naik mobil itu," sahut Nayra sembari menunjuk mobil yang ia tumpangi tadi.Melisa hampir menyemburkan tawa ketika melihat mobil butut milik Nayra, yang berbanding jauh dengan mobil miliknya."Oh, kalau begitu aku duluan ya, itu sopirku udah siap." Melisa menunjuk mobil Alphard yang ditumpanginya ke
"Mas, hari ini aku ingin pergi ke alun-alun, kan katanya di sana ada bazar, aku pingin beli jajan, boleh ya?" tanya Nayra sembari menyuapi Vano, sebab saat ini kedua tangan Vano masih sibuk mengetik di laptopnya."Iya, beli saja apa yang kamu mau, dan kamu boleh pergi ke mana pun, asalkan diantar sama sopir.""Siap, Bos," sahut Nayra sembari memberi hormat, lalu kemudian ia menyuapi Vano lagi.Setelah sarapan mereka habis, Vano kemudian langsung berangkat ke kantor, sedangkan Nayra juga langsung bersiap-siap untuk pergi."Pak, memangnya nggak ada motor ya? Alun-alun kan Deket, masa kita pergi naik mobil ini?" Nayra merasa kurang nyaman saja kalau pergi ke mana-mana harus memakai Rolls-Royce, dan ia juga takut akan jadi pusat perhatian nantinya."Waduh, Bu. Kalau di sini nggak ada motor, dan dari Surabaya saya memang sudah disuruh bawa mobil ini untuk mengantar ke mana pun Bu Nayra pergi."Melihat wajah Nayra berubah murung, lalu sang sopir memiliki ide lain."Kalau Bu Nayra nggak ing
"Aku juga nggak tahu, Ma," sahut Fadil yang juga baru saja mendengar nama itu."Oh, Melisa itu tetangga saya di Melawi," timpal Nayra."Owh ...." sahut semua orang kompak."Iya, wanita itu memang dari Melawi, dan dia menikah dengan salah satu manajer Wangs Food yang ada di kota ini, dan mertuanya juga seorang kepala desa Nglegok, jadi mereka mendapatkan undangan dari kami karena termasuk perangkat desa. Dan, mengenai alasan para staf mengira wanita itu menantunya Pak Davin, karena tadi wanita itu menaiki mobil Alphard," jelas Aryo, yang membuat semua orang mengangguk mengerti.Lalu kemudian mereka berbicara hal lain, hingga kemudian Fadil, Rita, dan Aryo, pamit pulang.Setelah itu, Vano dan Nayra juga pamit pulang ke hotel kembali, namun saat di perjalanan, Vano mengambil jalan yang berbeda dari sebelumnya, sebab ia sekaligus mengajak Nayra mengelilingi sebagian kota Ledok Ombo.Sesampainya di hotel, mereka berdua langsung masuk kamar."Ini, ambillah!" ujar Vano sembari menyodorkan be
Para staf itu kemudian langsung bubar dan masuk ke dalam ballroom hotel, mereka hendak membicarakan masalah ini pada Aryo, namun saat ini Aryo sedang memberikan sambutan pada para tamu undangan."Sekali lagi saya memohon maaf untuk para tamu undangan yang sudah hadir, dan terutama untuk Bapak-bapak atau Ibu-ibu yang ingin berbicara langsung dengan Pak Davin dan Bu Aretha, yang saat ini mereka tidak bisa hadir dalam acara ini dikarenakan putri mereka baru saja mengalami kecelakaan, dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit.""Sebenarnya hari ini menantu mereka, Bu Nayra, akan hadir di tengah-tengah kita, namun mungkin Beliau juga memiliki halangan lain, sehingga hari ini juga tidak bisa hadir dalam acara ini. Jadi saya mewakili Queen Hotel, memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih." Lanjut Aryo sembari menatap kursi yang ditata khusus untuk tempat duduk Nayra, namun sudah diduduki oleh wanita lain, jadi Aryo mengira Nayra tidak bisa datang dan para staf menyuruh tamu lain untu
"Eh, Mbaknya mau ke mana?" tanya sang ketua panitia sembari merentangkan tangannya di hadapan Nayra."Itu, mau nyapa tetangga saya," sahut Nayra sembari menunjuk ke arah wanita muda itu."Mel, ... Melisa, ...." teriak Nayra yang akhirnya memanggil anaknya Wati, yaitu tetangganya di Melawi. "Sssttt, jangan teriak-teriak di sini, Mbaknya kalau mau bicara dengan Mbak itu di dalam saja, bawa undangannya kan?""Undangan?" tanya Nayra kebingungan. "Loh, kok tadi suami saya nggak ngasih undangan ya, dan mertua saya juga nggak bilang kalau ada kartu undangannya."Sang ketua panitia pun sontak mendengus. "Kalau begitu Mbaknya nggak boleh masuk, dan jangan manggil tetangga Mbak tadi seperti itu, sebab dia orang penting di sini."Setelah mendengar penjelasan sang ketua panitia, Nayra hanya bisa menganggukkan kepalanya.Sedangkan di sisi lain, Melisa yang mendengar ada orang yang memanggilnya, ia pun menoleh, dan keningnya mengerut setelah memastikan orang yang memanggilnya itu adalah Nayra."Na
Hotel bintang lima di kabupaten Ledok Ombo yang bernama Queen Hotel, tampak begitu ramai karena hari ini sang pemilik hotel tengah mengadakan acara amal untuk korban bencana alam di kabupaten Argopuro.Namun, anehnya sang pemilik acara langsung meninggalkan tempat acara setelah mendapat telepon dari salah satu rekan kerjanya."Ma, ayo sekarang kita pergi ke rumah sakit, anaknya Pak Davin kecelakaan, jadi Beliau dan istrinya tidak bisa hadir ke sini, namun ada menantu mereka yang akan datang mewakilinya," ujar Fadil setelah ia mendapat telepon dari Davin."Baiklah, terus acara di sini bagaimana?""Biar Aryo yang urus. Aryo, aku serahkan acara hari ini padamu, dan tolong sambut menantunya Pak Davin dengan baik, jangan sampai ada orang yang mencoreng nama baik hotel ini di hadapannya!""Baik, Pak," sahut sekretaris Fadil.Fadil tentu lebih mengutamakan menjenguk Vania, sebab orang yang paling berjasa mengantarkan pada kejayaannya hingga puncak saat ini adalah Davin, jadi ia merasa tidak
Setelah sampai di Ledok Ombo, Nayra dan Vano langsung menuju ke rumah sakit tempat Vania dirawat."Kak Vano, sakit ...." rengek Vania saat ia melihat kakak dan kakak iparnya sudah datang."Kamu ini habis ngapain, kok bisa sampai bonyok seperti ini?" tanya Vano sembari memeriksa lutut, siku, dan kening Vania yang diperban."Dia habis belajar naik motor, terus nabrak pohon," sahut Aretha sembari mengupas buah."Loh, kok bisa? Memangnya dia minjem motornya siapa, Ma?""Nggak tau, katanya punya temennya.""Kamu ini ada-ada aja, Nia. Sudah bagus ke mana-mana ada yang nganterin. Eh, malah akal-akalan belajar naik motor," ujar Nayra sembari menggelengkan kepalanya."Ya habisnya aku ingin kayak temen-temenku yang lain, Kak. Bisa nyetir motor dan mobil sendiri.""Tapi, nggak harus belajar dengan orang lain, Nia. Apalagi, ini juga bukan di daerah kita, kamu kan tau sendiri Papa dan Mama datang ke sini karena memenuhi undangan rekan kerja Papa. Eh, kamu malah bikin ulah," gerutu Davin."Ya maaf,