"Maaf, Bu, Pak. Hidangannya hanya seadanya, cuma makanan orang desa," ujar Marsih sembari meletakkan piring berisi aneka gorengan, singkong rebus, dan kacang rebus.Sedangkan di belakangnya, Nayra membantu membawakan teh hangat untuk Aretha dan Davin. "Nggak apa-apa, Mbah. Ini saja sudah banyak sekali, mana enak-enak lagi, dan kami juga kangen banget makan singkong rebus, kebetulan di sini ada, jadi terima kasih banyak ya, Mbah."Mendengar jawaban Aretha, Marsih dan Nayra sontak terharu, mereka tentu senang bisa menjamu tamu seperti ini.Aretha hanya datang bersama Davin, sedangkan Vano tidak ikut datang karena Aretha melarangnya, sebab Aretha bisa menerka apa yang ingin disampaikan Marsih, sehingga Aretha melarang Vano ikut datang agar ia tidak membuat ulah.Pembicaraan pertama dibuka dengan menanyakan kabar masing-masing, ini adalah pembicaraan basa-basi yang umum sebelum mereka membicarakan masalah inti.Hingga kemudian ...."Nuwun sewu, Mbah. Sebelumnya kami minta maaf sebab maks
"Nay, ayo berangkat." Nayra sontak terkejut ketika ia baru saja membuka pintu, namun ia sudah melihat Vano yang sedang menunggunya di dalam mobil."Lho, Van. Ngapain kamu datang ke sini?""Ya jemput kamu lah.""Apa, jemput? Nggak ah, nanti anak-anak malah gosipin kita lagi.""Ye ... memang siapa yang mau pergi ke toko, aku hari ini ada kerjaan lain.""Kerjaan apa?""Udah sekarang buruan kamu ganti baju, pakai baju santai aja, nggak usah pakai seragam."Meskipun bingung, Nayra akhirnya tetap mengganti pakaiannya dengan yang bebas, namun tetap sopan.Di dalam perjalanan, Nayra jadi semakin bingung ketika mobil akhirnya berhenti di sebuah waterboom yang cukup terkenal di kabupaten ini."Ini ngapain kita pergi ke sini?""Papa nyuruh aku bikin water park, soalnya bisnis waterpark Mama yang ada di Cempaka Ungu sukses, jadi mereka minta aku buat cabangnya di kota lain.""Terus kamu punya rencana buka cabang di kabupaten ini?" "Iya, soalnya kan di sini kampung halaman calon istriku, jadi ak
Beberapa bulan kemudian ...."Ma, sampai sekarang Nayra kok belum nerima aku ya, padahal aku sudah ngelakuin banyak cara buat ngeluluhin hatinya dia, tapi tetep aja dia nolak aku.""Terus, kamu mau mundur gitu?""Ya enggak lah, Ma. Aku itu serius sama Nayra, cuman masa sih Mama nggak bisa bantu aku bujuk dia."Di saat mereka berdua sedang mengobrol lewat telepon, tiba-tiba saja adiknya Vano, menyela pembicaraan mereka."Kalau begitu gimana kalau aku yang bantu Kakak?""Apaan sih kamu, Cil. Nanti kalau kamu yang bantu bukannya setuju nikah sama aku, tapi dia malah kabur.""Lha memangnya kenapa?""Dia sudah pernah salah sangka sama kamu, kamu itu dikira pacarku.""Nah, kalau begitu bagus dong, Van. Kamu bisa manfaatin Vania, kalau kamu kelihatan dekat dengan Vania, nanti kamu bisa lihat Nayra cemburu sama kamu atau nggak? Kalau misalkan dia cemburu, berarti dia ada rasa sama kamu," sahut Aretha yang akhirnya memberikan solusi pada Vano.Sedangkan Vano yang memikirkan ide ibunya ada bena
"Nayra!!"Bagas sontak terkejut sekaligus bingung, ia terkejut karena Nayra tiba-tiba saja limbung dan kemudian bersandar padanya, dan Bagas juga bingung karena ada seorang laki-laki yang memanggil nama Nayra dengan sekencang itu."Awas, kamu minggir!" usir Vano sembari mengambil alih tubuh Nayra dari dekapan Bagas."E ... Eh, kamu siapa?""Calon suaminya," sahut Vano dengan begitu jelas dan padat.Sedangkan Bagas melotot, ia hendak protes, namun Vano lebih dulu mengangkat tangannya agar Bagas tidak bicara."Sekarang kamu cepat belikan minuman buat Nayra!"Bagas masih bergeming, ia benar-benar bingung dan tidak percaya bahwa laki-laki di hadapannya ini adalah calon suami Nayra, sebab Nayra tidak pernah bercerita padanya kalau dia akan menikah."Ayo, cepat!" sentak Vano yang melihat Bagas masih terdiam di tempatnya."Iya-iya," sahut Bagas yang akhirnya menuruti perintah Vano, sebab ia merasa aura Vano lebih kuat darinya."Apa mungkin dia Bosnya Nayra?" gumam Bagas yang akhirnya sadar s
Bu Ajeng dan Bu Eko yang mendengar keributan di rumah Marsih, mereka pun sontak mendekat."Wah, ada apa ini, Mbak? Kok bikin ribut di sini?" tanya Bu Ajeng."Ini Bu, Neneknya Nayra ini nggak percaya kalau sawah peninggalan ibunya Nayra, dijual sama Nayra buat lunasin rumah Bapaknya.""Owalah ... begitu to ceritanya? Eh, tapi kan uang jual sawah yang seuprit itu nggak akan cukup buat lunasin utang di bank, pasti Nayra cari tambahan lain lagi," sahut Bu Eko."Iya, dan gaji bekerja di toko juga nggak akan cukup, itu berarti kalau bisa lunas secepat ini hanya ada dua kemungkinan," timpal Bu Ajeng."Apa maksudnya, Bu?" tanya Ana bingung."Ya itu berarti mungkin saja Nayra pakai pinjol sana-sini, atau kalau nggak ya jual diri."Mendengar jawaban Bu Ajeng, Marsih sontak sakit hati, bahkan napasnya juga mulai sesak."Nayra nggak mungkin seperti itu!" raung Marsih dengan suara serak, bahkan air matanya juga ikut jatuh semakin deras.Sedangkan Ana dan Dewi yang sebenarnya tahu dari mana dana ta
"Ekhem ... Mbok, Nay, aku pamit keluar dulu sebentar ya," pamit Vano yang langsung diangguki oleh Nayra dan Marsih.Sedangkan Bagas yang merasa diabaikan, ia langsung menoleh ke arah Vano, namun Vano bukannya pamit padanya juga, akan tetapi ia malah memberi lirikan maut pada Bagas.Setelah kepergian Vano, Bagas sontak menutup mulutnya. "Aduh, memangnya aku ada salah bicara ya?" tanya Bagas yang masih belum menyadari kebodohannya."Hemm ... baru sadar kalau kamu itu memang salah? Sudah tau aku lagi kasih umpan ke siapa? Eh, kamunya malah main nyelonong aja.""Aduh ... maaf Mbok, memang kalau urusan cinta-cintaan aku suka lemot, habisnya udah kelamaan jomblo.""Makanya cepat cari istri, jangan kerja mulu!""Udah-udah, Mbok. Lagi pula, Vano itu sudah punya pacar dan dia sudah dijodohkan oleh orang tuanya, jadi jangan jodoh-jodohin aku sama Vano lagi, Mbok.""Kamu ini ngomong apa sih? Sudah jelas-jelas Bu Aretha dan Pak Davin sudah setuju sama kamu, mana mungkin mereka menjodohkan Vano d
"Assalamualaikum ....""Wa'alaikumsalam ... eh, ada Bu Aretha dan Pak Davin, silakan masuk Pak, Bu," sahut Marsih yang buru-buru duduk, hingga membuat Vano berlari untuk segera membantunya."Mbok, kenapa duduk? Mbok, lebih baik berbaring saja," ujar Vano sopan."Aduh, mana bisa Mbok enak-enakan tiduran, kan nggak sopan," sahut Marsih sembari tersenyum."Nggak apa-apa, Mbok. Mbok kan masih sakit, lebih baik tidur saja," timpal Vania yang membuat Marsih terkejut."Apakah ini gadis yang dibicarakan Nayra? Lalu mungkinkah kedatangan mereka ke sini untuk memberi tahu masalah perjodohan di antara Vano dan gadis ini? Tapi, kok seperti ada yang ganjal ya?" batin Marsih sembari berpikir keras apa yang ganjal menurutnya.Marsih yang termasuk orang yang ceplas-ceplos, ia tidak tahan untuk segera bertanya, sebab daripada ia kesal sendiri karena menyimpan rasa penasarannya seorang diri."Gadis cantik ini siapa? Apakah gadis ini yang dibilang Nayra dan karyawan-karyawan lain? Yang katanya akan dijo
"Sebenarnya Pak Hendra mendapat ancaman dari wanita itu, dia akan mencelakai Mbak Nayra, jika Pak Hendra tidak segera menikahinya, sebab kematian Ibunya Mbak Nayra kan juga karena dia."Mendengar penjelasan Fitri, Marsih mengangguk-anggukan kepalanya, sebab apa yang dikatakan orang pintar waktu itu ternyata memang benar, bahwa anaknya telah diguna-guna oleh Ana."Lalu mengenai Pak Hendra tidak pernah memberi nafkah pada Mbak Nayra juga karena wanita itu, bahkan sejak Pak Hendra menikahinya, Pak Hendra terus merasa tidak tenang, namun Beliau tidak bisa berbuat apa-apa, sehingga Beliau jadi banyak pikiran hingga sakit sampai seperti sekarang."Hendra yang terlalu takut pada keselamatan Nayra, ia hanya bisa pasrah dan berpura-pura mencintai Ana, namun karena batinnya tersiksa, ia jadi sakit sendiri hingga saat ini."Dan, berita tewasnya wanita itu kemarin membuat Pak Hendra berani datang kemari, dan saya pun juga jadi berani cerita tentang kejadian itu. Jadi saya mohon, tolong maafkan ke
[Aku lagi di rumah temenku, memangnya kenapa kok pingin ketemu aku?] [Ih, Kak. Memangnya Kak Nayra nggak lihat postingan teman Kakak, dia kayaknya sengaja pingin jatohin harga diri kamu kak.] [Udah biarin aja, lagi pula sebentar lagi semuanya juga akan terbongkar, jadi kamu tenang aja, kamu cukup tunggu kabar baiknya aja.] Setelah membalas pesan tersebut, Nayra kemudian memasukkan ponselnya kembali ke dalam tasnya, dan ia sebenarnya juga tidak sabar mengakhiri semua sandiwaranya ini. Lalu setelah mereka semua puas makan rujak, Melisa mengajak teman-temannya keliling, termasuk Nayra. Nayra dan yang lainnya diajak Melisa melihat sawah dan kebun jeruk milik suaminya Melisa. Tidak hanya itu, Melisa juga memamerkan dua lahan kosong milik suaminya, ketika mobil mereka melewati jalanan tersebut, sehingga membuat Nayra semakin yakin dengan dugaannya tentang suaminya Melisa. [Mas, gimana?] [Sudah semuanya Yank. Ini dia sudah dijemput polisi, dan sebentar lagi aku akan jemput k
Sesuai dengan kesepakatan kemarin, hari ini Nayra, Diah, Intan, dan Sari, akan bertemu di rumahnya Melisa."Loh, Yank. Kenapa kamu pakai baju ini? Kamu nggak suka ya, dengan baju yang dibelikan Mama kemarin?" tanya Vano saat melihat Nayra memakai baju bawaannya sendiri, sebuah baju yang warnanya sudah kusam, dan tentunya terkesan bikin mata jadi sepet."Suka Yank. Suka banget malah, tapi hari ini aku mau menghormati orang yang mengundangku, dia kan mau terlihat lebih WOW dari aku, masa iya aku dengan jahatnya ngerusak rencananya itu."Sejenak Vano memahami kata-kata Nayra, lalu kemudian ia mengatakan, "Oh ... sekarang aku jadi lebih paham lagi, kenapa kamu nggak mau pake Rolls-Royce, dan minta antar aku. Kamu masih belum mau nunjukin dirimu yang sekarang ya?""Iya, lagi pula kemarin Melisa udah mamerin semua perhiasannya, dan hari ini dia mau pamerin hartanya yang lainnya lagi, jadi aku harus dukung dia dong, dan jangan sampai buat dia malu."Nayra yang sudah mengetahui watak Melisa,
Setelah puas mengobrol, mereka berdua akhirnya memutuskan pulang."Eh, Nay. Main ke rumahku yuk, kan kamu mumpung ada di sini, nanti kita jalan-jalan juga sama, Intan, Diah, dan Sari.""Lho, mereka juga tinggal di sini?" tanya Nayra yang juga jadi teringat dengan nama-nama teman SMP nya dulu."Iya, mereka juga dapat suami yang berasal dari kota ini, namun kami tinggal di desa yang berbeda.""Baiklah, nanti kamu kabarin aku aja kalau mau ngumpul, aku akan datang ke sana.""Oke, terus kamu ke sini tadi naik apa?" tanya Melisa yang berniat memberi tumpangan untuk Nayra, jika Nayra datangnya dengan jalan kaki, maka Melisa bisa pamer ke Nayra, betapa enaknya naik mobil mahal milik suaminya itu."Naik mobil itu," sahut Nayra sembari menunjuk mobil yang ia tumpangi tadi.Melisa hampir menyemburkan tawa ketika melihat mobil butut milik Nayra, yang berbanding jauh dengan mobil miliknya."Oh, kalau begitu aku duluan ya, itu sopirku udah siap." Melisa menunjuk mobil Alphard yang ditumpanginya ke
"Mas, hari ini aku ingin pergi ke alun-alun, kan katanya di sana ada bazar, aku pingin beli jajan, boleh ya?" tanya Nayra sembari menyuapi Vano, sebab saat ini kedua tangan Vano masih sibuk mengetik di laptopnya."Iya, beli saja apa yang kamu mau, dan kamu boleh pergi ke mana pun, asalkan diantar sama sopir.""Siap, Bos," sahut Nayra sembari memberi hormat, lalu kemudian ia menyuapi Vano lagi.Setelah sarapan mereka habis, Vano kemudian langsung berangkat ke kantor, sedangkan Nayra juga langsung bersiap-siap untuk pergi."Pak, memangnya nggak ada motor ya? Alun-alun kan Deket, masa kita pergi naik mobil ini?" Nayra merasa kurang nyaman saja kalau pergi ke mana-mana harus memakai Rolls-Royce, dan ia juga takut akan jadi pusat perhatian nantinya."Waduh, Bu. Kalau di sini nggak ada motor, dan dari Surabaya saya memang sudah disuruh bawa mobil ini untuk mengantar ke mana pun Bu Nayra pergi."Melihat wajah Nayra berubah murung, lalu sang sopir memiliki ide lain."Kalau Bu Nayra nggak ing
"Aku juga nggak tahu, Ma," sahut Fadil yang juga baru saja mendengar nama itu."Oh, Melisa itu tetangga saya di Melawi," timpal Nayra."Owh ...." sahut semua orang kompak."Iya, wanita itu memang dari Melawi, dan dia menikah dengan salah satu manajer Wangs Food yang ada di kota ini, dan mertuanya juga seorang kepala desa Nglegok, jadi mereka mendapatkan undangan dari kami karena termasuk perangkat desa. Dan, mengenai alasan para staf mengira wanita itu menantunya Pak Davin, karena tadi wanita itu menaiki mobil Alphard," jelas Aryo, yang membuat semua orang mengangguk mengerti.Lalu kemudian mereka berbicara hal lain, hingga kemudian Fadil, Rita, dan Aryo, pamit pulang.Setelah itu, Vano dan Nayra juga pamit pulang ke hotel kembali, namun saat di perjalanan, Vano mengambil jalan yang berbeda dari sebelumnya, sebab ia sekaligus mengajak Nayra mengelilingi sebagian kota Ledok Ombo.Sesampainya di hotel, mereka berdua langsung masuk kamar."Ini, ambillah!" ujar Vano sembari menyodorkan be
Para staf itu kemudian langsung bubar dan masuk ke dalam ballroom hotel, mereka hendak membicarakan masalah ini pada Aryo, namun saat ini Aryo sedang memberikan sambutan pada para tamu undangan."Sekali lagi saya memohon maaf untuk para tamu undangan yang sudah hadir, dan terutama untuk Bapak-bapak atau Ibu-ibu yang ingin berbicara langsung dengan Pak Davin dan Bu Aretha, yang saat ini mereka tidak bisa hadir dalam acara ini dikarenakan putri mereka baru saja mengalami kecelakaan, dan saat ini sedang dirawat di rumah sakit.""Sebenarnya hari ini menantu mereka, Bu Nayra, akan hadir di tengah-tengah kita, namun mungkin Beliau juga memiliki halangan lain, sehingga hari ini juga tidak bisa hadir dalam acara ini. Jadi saya mewakili Queen Hotel, memohon maaf yang sebesar-besarnya. Terima kasih." Lanjut Aryo sembari menatap kursi yang ditata khusus untuk tempat duduk Nayra, namun sudah diduduki oleh wanita lain, jadi Aryo mengira Nayra tidak bisa datang dan para staf menyuruh tamu lain untu
"Eh, Mbaknya mau ke mana?" tanya sang ketua panitia sembari merentangkan tangannya di hadapan Nayra."Itu, mau nyapa tetangga saya," sahut Nayra sembari menunjuk ke arah wanita muda itu."Mel, ... Melisa, ...." teriak Nayra yang akhirnya memanggil anaknya Wati, yaitu tetangganya di Melawi. "Sssttt, jangan teriak-teriak di sini, Mbaknya kalau mau bicara dengan Mbak itu di dalam saja, bawa undangannya kan?""Undangan?" tanya Nayra kebingungan. "Loh, kok tadi suami saya nggak ngasih undangan ya, dan mertua saya juga nggak bilang kalau ada kartu undangannya."Sang ketua panitia pun sontak mendengus. "Kalau begitu Mbaknya nggak boleh masuk, dan jangan manggil tetangga Mbak tadi seperti itu, sebab dia orang penting di sini."Setelah mendengar penjelasan sang ketua panitia, Nayra hanya bisa menganggukkan kepalanya.Sedangkan di sisi lain, Melisa yang mendengar ada orang yang memanggilnya, ia pun menoleh, dan keningnya mengerut setelah memastikan orang yang memanggilnya itu adalah Nayra."Na
Hotel bintang lima di kabupaten Ledok Ombo yang bernama Queen Hotel, tampak begitu ramai karena hari ini sang pemilik hotel tengah mengadakan acara amal untuk korban bencana alam di kabupaten Argopuro.Namun, anehnya sang pemilik acara langsung meninggalkan tempat acara setelah mendapat telepon dari salah satu rekan kerjanya."Ma, ayo sekarang kita pergi ke rumah sakit, anaknya Pak Davin kecelakaan, jadi Beliau dan istrinya tidak bisa hadir ke sini, namun ada menantu mereka yang akan datang mewakilinya," ujar Fadil setelah ia mendapat telepon dari Davin."Baiklah, terus acara di sini bagaimana?""Biar Aryo yang urus. Aryo, aku serahkan acara hari ini padamu, dan tolong sambut menantunya Pak Davin dengan baik, jangan sampai ada orang yang mencoreng nama baik hotel ini di hadapannya!""Baik, Pak," sahut sekretaris Fadil.Fadil tentu lebih mengutamakan menjenguk Vania, sebab orang yang paling berjasa mengantarkan pada kejayaannya hingga puncak saat ini adalah Davin, jadi ia merasa tidak
Setelah sampai di Ledok Ombo, Nayra dan Vano langsung menuju ke rumah sakit tempat Vania dirawat."Kak Vano, sakit ...." rengek Vania saat ia melihat kakak dan kakak iparnya sudah datang."Kamu ini habis ngapain, kok bisa sampai bonyok seperti ini?" tanya Vano sembari memeriksa lutut, siku, dan kening Vania yang diperban."Dia habis belajar naik motor, terus nabrak pohon," sahut Aretha sembari mengupas buah."Loh, kok bisa? Memangnya dia minjem motornya siapa, Ma?""Nggak tau, katanya punya temennya.""Kamu ini ada-ada aja, Nia. Sudah bagus ke mana-mana ada yang nganterin. Eh, malah akal-akalan belajar naik motor," ujar Nayra sembari menggelengkan kepalanya."Ya habisnya aku ingin kayak temen-temenku yang lain, Kak. Bisa nyetir motor dan mobil sendiri.""Tapi, nggak harus belajar dengan orang lain, Nia. Apalagi, ini juga bukan di daerah kita, kamu kan tau sendiri Papa dan Mama datang ke sini karena memenuhi undangan rekan kerja Papa. Eh, kamu malah bikin ulah," gerutu Davin."Ya maaf,