"Itu nggak akan terjadi kalau kamu nggak melaporkan mas ke atasan, Nisa? Maafkan Mas. Tapi tolong jangan kamu laporkan mas ke atasan mas ya. Sekarang kamu tenang dulu. Mas bisa jelaskan semuanya tapi jangan di sini. Kita pulang yuk, kita bicara baik-baik di rumah. Nggak enak bicara di sini," ucap Mas Donny sambil mendekatiku. Berusaha meredakan kemarahan ku, tapi dengan cepat kutepis tangannya.Jijik rasanya disentuh laki-laki itu lagi. Bagaimana bisa ia memanggilku Sayang, sementara ada perempuan lain di dalam hatinya. Bahkan sudah memberinya keturunan! Dasar laki-laki tak punya perasaan dan tak tahu malu!"Nggak, Mas! Kita bicara di sini saja karena aku nggak akan pulang lagi ke rumah kita! Lebih baik aku pulang ke rumah ibu dari pada punya suami pengkhianat seperti kamu""Sebenarnya aku juga sudah nggak minat lagi mendengar penjelasan kamu soal Nina atau pun anak kalian karena bagiku sekarang sudah jelas, kamu dan Nina memang sudah menikah dan nggak ada gunanya aku menyelematkan ru
POV DonnyAku terhenyak saat mendapati kunci mobil yang sesaat tadi masih berada dalam genggamanku dalam sekejap telah berhasil Nisa rebut dari tanganku.Lalu sebelum aku mampu mencegah kepergiannya, perempuan itu sudah berlari menuju mobil dan melaju cepat meninggalkan halaman rumah Nina.Aku hanya mampu terbengong-bengong saat dalam sekejap mobil kesayangan itu sudah dibawa pergi oleh Nisa. Ah, kalah cepat rupanya aku dari wanita itu. Karena kurang prepare menghadapi situasi seperti ini, akhirnya aku kecolongan juga.Nasib. Setelah terancam Nisa melaporkan perkawinan keduaku dengan Nina, yang bisa saja berakibat aku diberhentikan tidak dengan hormat oleh pejabat yang berwenang, sekarang aku juga kehilangan roda empat yang selama ini setia menemani ke mana aku pergi.Sekarang ini di depan rumah tinggal ada motor yang kubeli secara kredit untuk Nisa dua bulan yang lalu yang ditinggalkan perempuan itu di halaman rumah ini.Masa angsurannya motor itu selama tiga tahun. Ini bulan kedua
"Nisa, kamu dari mana? Tumben bawa mobil Donny? Donny-nya mana? Masih di kantor?" tanya ibu begitu aku tiba di rumah orang tuaku.Bapak yang sedang bermain dengan burung beo kesayangannya juga sontak menoleh saat aku melangkah menuju teras."Iya, Donny-nya mana? Biasanya bareng ke sini?" timpal Bapak pula."Nisa dari kantor Mas Donny tadi, Bu, Pak. Ikut acara arisan ibu-ibu darma wanita. Pengen rebahan sebentar boleh ya? Oh ya, Aris mana?" sahutku lemah. Aku sengaja tak menjawab pertanyaan ibu dan bapak soal Mas Donny karena saat ini batinku masih merasa lelah.Tapi nanti aku pasti akan cerita semuanya kalau pikiranku sudah sedikit tenang. Meskipun belum punya anak dari Mas Donny tapi aku juga tak menginginkan perceraian terjadi. Sayang, tidak demikian halnya dengan laki-laki itu. Entah apa penyebabnya, baru juga dua tahun menikah Mas Donny sudah berpaling hati dan mendua.Ah, apa hanya karena belum diberikan keturunan lantas Mas Donny memutuskan untuk menikah lagi? Hmm, tapi kurasa
Sore hari setelah bicara terus terang pada ibu dan bapak soal perselingkuhan yang dilakukan oleh Mas Donny dan tentang pernikahan keduanya juga bayi perempuan yang saat ini telah lahir dari pernikahan mereka, aku pun pamit hendak minta ditemani Aris pulang ke rumah untuk mengambil pakaian dan barang-barang yang masih tertinggal di rumah yang selama ini kutempati bersama Mas Donny.Ibu dan Bapak begitu terkejut saat mendengar berita soal Mas Donny. Tak menyangka lelaki yang kelihatannya baik dan setia itu tega mengkhianati putrinya dan menikah diam-diam dengan wanita simpanannya.Namun, apa hendak dikata. Kalau semua memang sudah terjadi, ibu dan bapak hanya berpesan supaya aku kuat menghadapi permasalahan rumah tangga yang menimpaku dan tegar dalam memperjuangkan hak-hakku sebagai istri. Terutama saat aku bercerita kalau Mas Donny pernah meminjam uangku sebesar lima puluh juta rupiah untuk depe pembelian mobil dan hingga saat ini belum juga dikembalikan.Ibu dan bapak mendukung tekad
"Gimana, Nis? Aman?" tanya bapak saat aku dan Aris kembali pulang ke rumah.Aku menganggukkan kepala, sementara Aris tertawa cengengesan."Bapak nggak usah khawatir, Pak. Bukan aman lagi, tapi Mbak Nisa udah bikin Mas Donny mati kutu malah!""Tapi bener juga sih. Siapa suruh Mas Donny selingkuh? Giliran mau dilaporin ke atasan aja, ketakutan," ucap Aris sambil tertawa.Bapak pun ikut tertawa kecil."Ya, syukurlah kalau begitu. Jangan sampai Donny leluasa berbuat sewenang-wenang. Sudah menyakiti perasaan istri, eh masih berbuat egois.""Kamu dampingi terus Mbak Nisa sampai urusannya selesai ya, Ris. Besok katanya mbakmu mau ke bidang kepegawaian. Kamu temani ya. Jangan sampai Donny berbuat yang tidak-tidak ke kakakmu. Siapa tahu Donny khilaf. Namanya juga orang lagi bingung dan stress, bisa aja berbuat yang tidak-tidak," sahut Bapak lagi."Siap, Pak! Beres! Besok pagi biar Aris izin dari pekerjaan supaya bisa menemani Mbak Nisa ke B*D. Aris juga nggak mau Mbak Nisa kenapa-kenapa. Jadi
"Nisa! Jadi, kamu masih bersikeras juga mau ngelaporin mas ke bagian disiplin pegaw*i? Benar-benar keterlaluan kamu ya! Nggak punya perasaan kamu! Tega kamu berbuat begini sama mas! Orang yang selama dua tahun ini mendampingi hidup kamu. Memberi kamu makan, pakaian dan segalanya yang kamu inginkan! Bukannya berterima kasih, malah tega kamu balas seperti ini!" ujar Mas Donny sambil menatapku tajam.Aku menghela nafas lalu menyahut dengan suara tenang."Mas, aku kan udah bilang dari kemarin kalau perkara ini nggak akan bisa selesai begitu saja sebelum kamu juga merasakan apa yang aku rasakan? Satu tahun lebih kamu membohongiku, Mas. Apa kamu berharap aku lupa dan memaafkan begitu saja?" tanyaku sinis."Kenapa tidak? Tuhan saja maha pemaaf, kenapa kamu yang hanya manusia biasa tidak bisa memaafkan?" sahut Mas Donny sambil menaikkan sebelah alis matanya ke arahku. Menatapku tajam."Ya, beda dong, Mas. Jangan samakan aku dengan Tuhan. Tuhan itu maha segalanya, sementara aku hanya manusia b
"Gimana, Pak? Saya melanggar disiplin pegaw*i?" Mas Donny terlihat tak percaya. Wajahnya tampak pias.Ferdy menganggukkan kepalanya. Tampak sedikit prihatin."Ya. Itu laporan yang saya terima beberapa hari lalu yang sekarang sedang akan ditindaklanjuti.""Jadi kalau sekarang Pak Donny lolos dari aturan tentang poligami, Pak Donny tetap akan sulit untuk lolos dari perkara disiplin pegawa* karena ini masalah serius. Tidak mungkin, maaf negara dan daerah akan membayar terus gaji pegaw*i yang tidak serius dalam bekerja dan tidak punya dedikasi yang baik dalam bekerja.""Kami selaku petugas badan kepegawai*n, selama ini terus berupaya meningkatkan kepercayaan publik terhadap kinerja pegaw*i. Kalau pegawai, maaf seperti Pak Donny yang terus mangkir dari waktu kerjanya kami biarkan saja, lantas bagaimana kami bisa mengembalikan dan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap kinerja kita?""Jadi saya mohon, Pak Donny ikuti aturan yang akan kami tetapkan nanti. Kami bukan menzalimi hak-hak p
POV DONNY"Gimana, Mas? Kamu jadi gagalin Nisa ngelaporin kamu ke bagian kepegawaian?!Kamu nggak jadi dipecat 'kan dari pekerjaan?" tanya Nina saat aku sampai di rumah.Tak menjawab, kuhempaskan tubuh di atas sofa. Aku lalu menggelengkan kepala."Nggak bisa, Nin. Mas ternyata bukan hanya terancam dipecat dari pekerjaan karena sudah nikahin kamu tanpa izin saja, tapi juga karena sudah lama mangkir dari pekerjaan," keluhku."Mangkir dari pekerjaan? Maksudnya? Nina membulatkan bola matanya."Ya, nggak masuk kerja! Kamu ingat kan? Waktu hamil kemarin, kamu itu manja banget. Maunya ditemani terus, dilayani terus. Apa-apa maunya mas! Makanya mas sering nggak bisa absen tepat waktu 'kan?""Dan ... beginilah akhirnya resikonya! Mas dipecat dari pekerjaan dengan tidak hormat! Meskipun misalnya Nisa nggak jadi melaporkan mas ke bagian kepegawai*n, mas juga tetap akan dipecat karena melanggar disiplin waktu kerja," sahutku penuh sesal. Menyesali kebodohan dan keteledoran yang selama ini kulakuka
POV DONNYSetelah diperintahkan hakim untuk melakukan mediasi, kami berdua pun akhirnya menghadap hakim mediasi di ruangan kerjanya.Kulihat Nisa menatap garang saat aku berjalan lebih dulu menuju ruangan tersebut. Aku memang berharap hakim mediasi dapat menyatukan kami berdua kembali. "Jadi, Pak Hakim, saya ingin rujuk lagi dengan istri saya ini. Saya memang sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengkhianati perkawinan kami, tapi saya sangat menyesali hal itu, Pak Hakim.""Saya juga kasihan sama Nisa, istri saya ini. Kalau dia jadi janda, pasti namanya akan buruk di mata masyarakat. Dia akan jadi bahan gunjingan tetangga. Orang-orang akan takut kalau Nisa merebut suami mereka. Lagi pula, zaman begini banyak laki-laki suka seenaknya saja. Mereka berpikir janda itu perempuan yang mudah digoda dan diajak berbuat yang tidak-tidak.""Makanya saya ingin mengajak Nisa rujuk. Apalagi, Nisa ini hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak punya banyak pilihan. Hanya laki-laki yang benar-benar baik s
POV DONNY"Saudari Nisa, Saudari yakin hendak melanjutkan gugatan perceraian pada suami Saudari, yakni Saudara Donny ini? Sudah dipertimbangkan masak-masak? Kami masih memberikan kesempatan bila mana Saudari hendak membatalkannya," ucap salah seorang hakim pada Nisa yang kemudian mengangguk yakin sebagai jawaban."Yakin, Yang Mulia. Sudah saya pertimbangkan masak-masak, saya akan tetap melanjutkan gugatan saya ini," jawab Nisa dengan nada tegas."Baik." Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneruskan pertanyaan kembali."Apa alasan dan dasar hingga Saudari memutuskan untuk menggugat cerai suami Saudari?" lanjut hakim pula."Karena suami saya sudah menikah lagi tanpa izin dari saya maupun izin atasan tempat ia bekerja sehingga saat ini status kepegawaian suami saya pun terancam dipecat dan berakhir. Bukan itu saja, saat ini suami saya juga sudah memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya itu, Yang Mulia dan sebagai seorang istri, rasanya saya tidak bisa menerima dan mentoleri
POV DONNYSetelah dengan terpaksa meninggalkan rumah ibu NIna, aku pun melajukan roda dua menyusuri jalanan kota yang mulai sepi di jam tengah malam seperti ini.Hampir semua rumah penduduk sudah tutup. Hanya warung kopi dan warung pinggir jalan saja yang tampaknya masih buka.Aku pun membelokkan kendaraan ke sebuah warung kopi yang terlihat ramai.Kubiarkan saja tas pakaian berada di jok motor sementara aku duduk di bangku santai yang berjajar di sepanjang pinggir trotoar."Kopi, Mas. Satu," ucapku pada pelayan.Pelayan mengangguk. Aku pun menunggu, tetapi hingga beberapa saat lamanya, pesanan kopiku tak juga kunjung datang.Aku pun memanggil pelayan itu kembali dan dengan tak sabar, meminta pesananku segera dibuatkan.Pelayan tampak grogi. Namun, sesaat kemudian ia membawakan juga pesanan kopi yang kuminta. "Maaf ya, Mas. Kami kurang anggota, jadi pesanan lama nunggu," ujarnya sambil menundukkan kepala, meminta maaf."Kekurangan anggota? Maksudnya kurang pekerja?" tanyaku dengan na
POV DONNY"Nina, apa ini? Keterlaluan kamu! Kamu selingkuh ya! Atau ... jangan-jangan kamu ju*al diri! Kamu gila! Baru saja selesai nifas, sudah berbuat seperti ini! Bukan sama suami, tapi sama orang lain! Dasar perempuan jal*ng!" bentakku kalap saat melihat keadaan Nina yang demikian.Kurenggut kimono yang dikenakan perempuan itu hingga sobek di beberapa bagian.Nina berusaha mempertahankan dan menutup bagian atas tubuhnya yang terbuka dengan telapak tangan, tapi percuma sebab tangan itu pun kurenggut paksa."Percuma kamu tutupi! Aku sudah melihat semuanya, Nina! Kamu selingkuh, kan! Iya, kan!" bentakku lagi dengan kalap.Nina hanya mampu menatapku nanar."Apa kata kamu! Hentikan, Mas! Apa-apaan kamu!" dengkusnya keras."Kamu yang apa-apaan! Kenapa badan kamu merah-merah begini! Kamu habis ngapain! Jelaskan!" bentakku untuk ke sekian kalinya dengan nada penuh curiga dan emosi.Nina hendak membuka mulutnya, tapi urung saat Naura tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya lalu memekik ke
POV DONNY"Bu, memangnya Nina mau ke mana sih? Hari sudah sore, apa nanti nggak kemalaman di jalan?" tanyaku pada ibu mertua saat Nina sudah keluar dari rumah, menggunakan ojek online yang dipesan oleh istriku itu untuk pergi. Entah ke mana."Nina ke mana nggak perlu kamu tanyakan lagi, Don. Biar aja dia pergi. Doakan saja istrimu itu selamat! Yang penting nanti pulang bawa uang. Kamu nggak bisa ngasih istri dan anakmu makan lagi, jadi nggak usah banyak tanya deh!" jawab ibu mertua dengan ketus sambil berlalu ke belakang."Kok ibu ngomong gitu? Sebelum SK pemecatan Donny keluar, Donny kan masih bisa dapat gaji, Bu. Lagi pula gajian kemarin semua uangnya sudah Donny kasih ke Nina, kok dibilang Donny udah nggak bisa ngasih makan Nina dan Naura lagi sih, Bu!" protesku sedikit keras pada beliau sambil membuntuti langkah ibu mertua ke belakang. Namun, beliau mengibaskan tangannya."Iya, bulan ini mungkin masih bisa makan. Tapi itu juga pas-pasan, karena sembako sekarang naik semua. Minyak
POV DONNY"Bu, maaf apa lowongan pekerjaan ini masih ada, Bu?" tanyaku pada ibu pemilik warung yang baru saja mengantarkan teh dingin yang kupesan.Ibu tersebut menganggukkan kepalanya."Masih. Siapa yang butuh pekerjaan? Tapi gajinya kecil ya, cuma lima ratus ribu sebulan. Kerjanya cuci piring sama ngantarin makanan ke meja tamu," sahut sang ibu dengan wajah datar."Lima ratus ribu, Bu? Kecil sekali ya," ucapku tanpa sadar. Membuat sang ibu pemilik warung makan mencebikkan bibirnya tak suka. Hari gini mencari pekerjaan memang susah. Sejak pandemi Corona melanda, hampir semua sektor usaha terdampak. Apalagi rumah makan yang notabene jam operasinya dibatasi sebab pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat."Gajinya kecil? Namanya juga kerja di rumah makan, Mas. Kalau mau gaji besar, situ ngelamar aja jadi menteri apa presiden sekalian. Ya, sudah. Nanti es tehnya nggak usah dibayar! Hitung-hitung saya sedekah sama sampean. Pengangguran aja sok minta digaji besar. Belum tentu juga saya
POV DONNY"Gimana, Don? Sukses usahanya?" tanya Ilham saat aku mampir ke rumah sohibku itu sepulang dari kantor Bu**ti.Aku menggelengkan kepala dengan wajah masam."Gagal, Ham. Pak Bu**ti malah marah-marah. Aku diusir dari ruangan dan malah Pak Ferdy disuruh naikkan berkas pemecatanku secepatnya, supaya bisa diteken segera," sahutku perih sambil menjatuhkan tubuh ke sofa dengan gerakan lunglai.Mendengar jawabanku, Ilham tampak terkejut dan tak percaya."Ya, Tuhan. Kok bisa sih, Don? Gimana ceritanya?" Ilham menatapku prihatin."Entahlah, Ham. Aku juga nggak nyangka. Pak Ferdy ternyata punya rekaman CCTV rumah makan waktu mereka makan bertiga kemarin, jadi gagallah usahaku untuk mempengaruhi Bu**ti supaya memecat Pak Ferdy dari jabatannya. Bukannya dipecat, malah aku yang disuruh secepatnya diberhentikan dari pekerjaan. Nasib!" keluhku penuh penyesalan."Hmm, ya sudahlah, Don. Mau gimana lagi, semua sudah terjadi. Sekarang lebih baik kamu fokus memikirkan masa depan kamu selanjutnya
POV DONNY"Jadi tidak benar kalau anda hanya makan berduaan saja dengan Bu Nisa, Pak Ferdy?" tanya Pak Bu**ti sambil menatap wajah Pak Ferdy.Pak Ferdy menggelengkan kepalanya lalu kembali membuka mulutnya."Rekaman CCTV rumah makan itu buktinya, Pak. Selain itu saya juga masih menyimpan bukti chat pertama kali saya dengan Bu Nisa. Bapak bisa baca ini, tanggalnya tidak lama kemarin" ujar Pak Ferdy lagi sambil menyodorkan ponselnya ke hadapan pimpinan kami itu.Pak Bu**ti membaca pesan whatsapp lelaki itu dengan istriku lalu tiba-tiba mengernyit heran."Tapi di sini Bapak memang mengajak makan siang Bu Nisa. Maksudnya apa?" Beliau bertanya kaget.Aku pun ikut kaget. Benarkah Pak Ferdy memang mengajak makan siang Nisa? Kalau begitu, berarti tak salah dugaanku, Pak Ferdy memang ada hati dengan istriku itu. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!"Saya mengajak makan siang Bu Nisa sebagai ucapan terima kasih, Pak. Tidak ada maksud lain. Saya memang merasa berterima kasih pada Bu Nisa ka
POV DONNY"Pak Ferdy, ke ruangan saya sebentar bisa, Pak? Ada hal yang mau saya bicarakan," ucap laki-laki berpenampilan berwibawa di depanku sesaat setelah ia memencet tombol di layar ponselnya, kelihatannya sedang menghubungi seseorang.Siapakah yang beliau hubungi itu? Pak Ferdy? Tak apa, aku siap menghadapi laki-laki pecundang itu saat ini juga! Biar dia tahu aku juga tidak bodoh dan mau begitu saja dipecundangi olehnya!"Baik, Pak!" terdengar sahutan di seberang yang tak urung sampai juga ke telingaku.Hmm, bagus! Dengan begitu aku akan bisa menunjukkan siapa diriku sebenarnya.di hadapannya!Beberapa saat kemudian, pintu ruangan ini pun diketuk dari luar."Masuk," ucap Bapak Bu**ti dengan suara berwibawa.Ceklek!Pintu pun dibuka dan dari luar. Sesosok tubuh laki-laki yang beberapa hari ini sebenarnya telah membuatku merasa insecure saat berdiri di sampingnya muncul di sana.Pakaiannya rapi dan terlihat mahal. Jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kekar juga kelihata