MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (5)
"Ra, kenalkan ini calon adik madu kamu, namanya Selvi. Selvi, ini Aira, istri mas. Dan itu Dino sama Dini, anak-anak mas. Ayo pada kenalan semua. Cantika, sini Sayang ... kenalin ini anak Om, namanya Dini," ucap Mas Indra padaku dan anak-anak.
Diraihnya pergelangan tangan anak perempuan kecil yang tadi kulihat jalan bareng bersama calon istri mudanya itu di mall dan saat ini tengah menggelayut manja di sisi tubuh ibunya, lalu didekatkannya pada tangan Dini, menyuruh mereka berkenalan.Namun, sebelum Dini menyambut uluran tangan anak perempuan yang tadi dipeluk-peluk penuh kasih sayang oleh Mas Indra seperti anak sendiri itu, buru-buru kutarik tangan gadis kecilku itu dan mendekapnya erat."Maaf, Mas. Aku dan anak-anak mau ke dalam dulu. Kalian silahkan teruskan acaranya. Aku permisi dulu," ujarku sambil menggandeng tangan Dini dan Dino lalu mengajak mereka berdua masuk ke dalam kamar.Tak kupedulikan tatapan tidak terima dan tak suka dari Mas Indra karena aku tak mengindahkan perintahnya.Buru-buru aku beranjak ke dalam kamar sebab hatiku sakit sekali mendengar rencana pernikahan mereka. Namun, meski begitu aku tak peduli lagi. Masa bodoh apa yang akan mereka lakukan di belakangku. Terserah! Mau menikah lagi atau tidak, aku tak peduli lagi. Lebih baik aku pergi dan menata kehidupan baru bersama anak-anak dan pekerjaan baruku daripada tekanan batin tinggal di rumah ini lebih lama lagi.Sesampainya di kamar, gegas kukeluarkan tas pakaian lalu buru-buru memasukkan pakaian kami bertiga ke dalamnya."Lho, Ma. Kita mau ke mana? Kok Mama masukin baju-baju kita ke tas?" tanya Dino sambil memicingkan matanya saat melihatku bergegas mengepak pakaian.Aku menyusut air muka lalu menjawab tegas."Kita harus segera pergi dari rumah ini, Dino. Mama sudah nggak tahan lagi. Maafkan mama. Harusnya kalian tidak perlu menyaksikan hal seperti ini. Tapi mama juga tak kuasa mencegahnya terjadi. Papa hendak menikah lagi dan terus terang mama tak bisa menerima hal itu, Dino ... Dini. Jadi, kita pergi saja dari rumah ini ya. Mama nggak mau kalian sedih karena papa punya istri baru," ujarku dengan perasaan tak enak pada dua buah hatiku itu.Ya, harusnya sebagai anak yang masih belum paham apa-apa, tak seharusnya mereka diperlihatkan contoh rumah tangga yang buruk dari kedua orang tuanya seperti ini.Tapi, aku sendiri juga tak berdaya. Aku sudah berusaha semampunya untuk menjaga perasaan mereka agar tak terluka oleh perbuatan orang tuanya. Tapi tidak demikian halnya dengan Mas Indra sepertinya. Ia tak menganggap penting perasaan anak-anak sehingga dengan entengnya tega membawa calon istri mudanya ke hadapan anak-anak dan memperkenalkannya serta mengatakan kalau mereka hendak menikah. Sungguh tak punya hati dan perasaan.Dino dan Dini menganggukkan kepalanya. "Iya, Ma..Dino juga udah nggak tahan tinggal di rumah ini sebenernya sejak dulu. Tapi kalau kita pergi dari sini, kita mau tinggal di mana, Ma? Apa mama punya uang untuk biaya kita nanti? Apa Dino kerja aja ya, Ma? Dino bisa ngamen di jalanan, bisa nyemir sepatu orang. Yang penting mama nggak kesusahan," jawab Dino sambil menatapku sendu.Aku tersenyum demi mendengar perkataan sulungku itu. Betapa di usianya yang masih belum genap sebelas tahun, ia sudah amat peduli pada orang tuanya. Sebagai ibunya, aku merasa sangat terharu sekaligus bersyukur.
"Bener, Ma. Dini juga bisa bantu Bang Dino. Pokoknya kita mau bantuin mama supaya mama nggak kesusahan," timpal Dini pula.Aku menggelengkan kepala sembari menyusut bulir yang menitik dari sudut mata karena rasa haru."Kalian nggak usah pikirin, kita mau tinggal di mana, dan mau makan apa setelah meninggalkan rumah ini karena itu tugas mama sebagai orang tua kalian yang harus memikirkannya. Insyaallah, Allah sudah memberi pekerjaan yang lumayan bagus buat mama yang bisa mama kerjakan dari rumah tanpa perlu meninggalkan kalian sendirian. Jadi, mama masih bisa menjaga dan mengurus kalian tanpa perlu kerepotan. Kalian juga jangan khawatir ya, insyaallah kita masih bisa punya tempat tinggal dan bisa makan, jadi sekarang ayo kita siap-siap. Kita pamit sama nenek dan papa, kalau kita mau pergi dari rumah ini dan tinggal sendiri. Oke?" sahutku menenangkan dua bocah penyemangat hidupku itu.Mendengar perkataanku, kedua bocah kecil di depanku tersenyum ceria."Bener Ma, Mama sudah punya pekerjaan? Kerja apa sih, Ma? Kok enak sekali bisa dikerjakan dari rumah sambil mama tetap bisa jagain kita? Wah, Dino seneng banget mendengarnya. Nanti Dino bantuin kerja ya Ma? Oh ya, ayo Din, kita bantu mama siap-siap biar bisa segera pergi dari rumah ini," ujar Dino pada adiknya.
Dini mengangguk, lalu keduanya pun segera membantuku berkemas-kemas. Tak lama semua keperluan seperti baju dan sepatu pun telah selesai kami kemas dalam dua buah tas pakaian besar. Untung tas pakaian itu memiliki roda sehingga aku tak akan kesulitan membawanya nanti. Aku bisa menyeretnya supaya tak kehilangan tenaga.Usai bersiap, aku pun menghubungi armada online dan meminta driver menunggu di gerbang depan. Ya, aku telah siap sekarang meninggalkan rumah mertua yang penuh kepahitan dan sumpah serapah ini untuk menjemput masa depan yang lebih baik dan lebih menenangkan. Semoga.Dengan menggeret tas besar itu, aku, Dino dan Dini pun keluar dari kamar, menuju ruang tamu di mana Mas Indra dan Selvi serta mama mertua sedang mengobrol seru membicarakan soal dunia usaha yang sedang digeluti oleh calon menantu baru beliau itu.Terlihat mama mertua begitu bersemangat menanyakan omzet yang diraih oleh Selvi setiap bulannya dari bisnisnya. Dari ekspresi wajahnya nampak sekali mama mertua sangat berharap calon menantunya itu bisa mengangkat derajat hidupnya kelak. Hmm, mama mertua memang tak pernah berubah. Uang dan uang saja yang ada dalam pikirannya. Tak salah memang kalau aku memutuskan pergi dari rumah ini secepatnya."Mama , Mas Indra ... aku permisi mau pergi dari rumah ini bersama anak-anak. Mas Indra sudah mau menikah lagi, jadi aku rasa, nggak ada tempat lagi buatku di rumah ini. Tolong jangan halangi aku atau mencari aku karena aku nggak akan pernah kembali lagi. Ayo, Dino ... Dini, kita pergi," ujarku memecah keseruan pembicaraan tiga manusia di depanku itu.Mendengar perkataanku, mama mertua menoleh kaget, demikian juga dengan Mas Indra.Namun, beda dengan Mas Indra yang mengernyitkan keningnya dengan ekspresi tak rela, Mama mertua justru tersenyum senang melihatku muncul dengan tas pakaian di tangan."Kamu mau ke mana? Minggat dari sini? Baguslah kalau begitu, Ra. Sudah lama mama suruh kalian pergi dari sini, tapi baru sekarang pula kamu lakukan. Tapi nggak papalah, setidaknya habis ini mama nggak perlu lagi pusing lihat muka kamu dan anak-anak kamu di rumah ini. Sana pergi! Mama nggak akan mencegah atau melarang kamu pergi apalagi mau mencari kalian lagi. Jangan mimpi! Jadi pergi aja sana! Mama justru bersyukur kalau kalian nggak ada lagi di rumah ini. Jadi, lebih cepat kalian pergi, lebih baik! Udah, sana! Pergi! Nggak usah balik lagi!" Sahut mama mertua sambil memandangku sinis dan memberi gerakan mengusir dengan kepalanya.Melihat itu aku menggenggam erat tas dengan buku jari mengepal.MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (6)Kugandeng tangan Dino dan Dini erat-erat lalu menghela langkah hendak pergi, tetapi baru saja melangkahkan kaki, tiba-tiba Mas Indra menarik tanganku dan memaksaku menghentikan langkah."Aira, apa-apaan kamu? Ngapain kamu mau pergi segala? Pergi ke mana? Jangan konyol kamu! Mau tinggal di mana dan mau makan apa kalau kamu pergi dari rumah ini? Sudah g*la kamu ya!" kata Mas Indra sambil menatapku marah.Kutepis dengan kasar pegangan tangan lelaki tak punya martabat itu lalu menatapnya tajam dan dingin. "Lepaskan aku, Mas! Jangan sentuh aku lagi! Aku pergi ke mana, nggak usah kamu pikirkan! Pikirkan aja Selvi dan putrinya serta pernikahan kalian! Nggak usah pikirin aku dan anak-anak karena aku bisa sendiri!" jawabku tak kalah keras.Kulangkahkan kaki kembali tapi lagi-lagi Mas Indra menahanku."Kamu bener-bener sudah gila ya! Mau pergi dari rumah ini tanpa punya modal apa-apa! Apa kamu pikir aku mau ngurus kalian kalau kalian pergi dari sini! Jangan
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (7)Setelah meminta sopir mengantarkan aku dan anak-anak menuju sebuah penginapan, kami pun turun dan langsung memesan kamar.Penginapan yang kupilih ini meskipun harga sewa kamarnya tidak mahal, tetapi bersih dan rapi. Ada air conditioner, televisi, lemari pakaian, sofa santai serta kamar mandi yang bersih dan wangi. Aku bersyukur anak-anak kelihatan suka saat kubawa mereka masuk kamar tadi."Ma, kita beneran bakalan tinggal di sini? Kamarnya enak, pasti mahal ya, Ma," ujar Dino sambil membaringkan tubuhnya menghadap AC. Baru kali ini memang sulungku itu merasakan enaknya rebahan di ruangan ber-AC. Di rumah mama mertua biasanya kami cuma pakai kipas angin biasa.Kalau udara sedang panas, kami pun terpaksa tidur berkeringat karena kipas angin itu tak bisa menetralkan suhu udara di kota ini yang relatif lebih panas dari kota-kota lainnya, sebab kota ini termasuk kota padat penduduk sementara hutan dan pepohonan mulai berkurang akibat pembangunan infras
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (8)POV AUTHOR"Kenapa sih, Ndra, kamu keberatan mama mengusir Aira dari rumah ini tadi? Apa kamu nggak sadar, Selvi itu jelas jauh lebih baik untuk jadi pendamping hidup kamu timbang Aira?" tanya Bu Rahmi pada Indra saat lelaki itu telah kembali dari mengantar Selvi dan putrinya pulang ke rumah perempuan itu.Indra menghela napas demi mendengar perkataan ibunya itu. Benar-benar ibunya ternyata sudah lupa alasan awal kenapa ia memboyong Aira dan kedua anaknya tinggal di rumah beliau ini.Dulu ibunya sering meminta padanya untuk dicarikan seorang asisten rumah tangga yang bisa disuruh-suruh dan bisa diperintah untuk menghandle semua pekerjaan rumah tangga di rumah ibunya itu dengan baik. Tetapi karena tak cukup punya uang sebab gajinya sebagai seorang karyawan biasa sebuah perusahaan terbilang kecil, maka Indra pun akhirnya memutuskan untuk memboyong istri dan anaknya itu untuk tinggal di rumah ibunya agar selain bisa membantu ibunya melakukan pekerja
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (9)POV AIRAAku membuka aplikasi biru dan masuk ke grup literasi di mana beberapa jam lalu aku baru saja mempromosikan cerita baru yang tadi malam aku unggah di aplikasi membaca novel online dan terkejut sendiri saat menemukan ternyata cerita baruku itu sangat diminati pembaca.Terbukti banyak sekali like dan komen yang mampir di unggahan ceritaku itu. Komentar pembaca menginginkan supaya aku sesegera mungkin melanjutkan cerita.Sebagian besar pembaca yang lain juga mengatakan kalau mereka sudah mampir dan berlangganan cerita baruku itu di aplikasi berbayar yang kuikuti.Aku sangat terharu karena ternyata cerita baru yang aku tulis, disukai pembaca. Kalau melihat responnya, aku merasa jika cerita baruku itu bisa jadi viral dan mendulang banyak cuan. Aku pun segera menulis kelanjutan ceritanya hingga akhirnya dalam waktu sebentar, sudah terkumpul tiga ribu kata yang siap aku posting untuk mengisi bab selanjutnya.Setelah selesai memposting bab baru, a
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (10)POV author.Indra melangkahkan kakinya menapaki gedung pengadilan agama yang siang itu tampak lengang.Setelah mempertimbangkan semuanya dengan matang, lelaki itu akhirnya menyetujui juga saran dan keinginan ibu serta adiknya untuk bercerai dari Aira. Sejak istrinya itu pergi dari rumah, Aira memang tak juga kunjung menghubunginya. Nomor WhatsApp istrinya itu saat dihubungi tidak lagi aktif. Itu membuat Indra jadi bertekad untuk bercerai dari istrinya itu karena kemungkinan besar Aira sudah memblokir nomor kontaknya sehingga hal itu membuat Indra menjadi semakin mantap untuk menuruti keinginan ibunya guna bercerai.Dan pagi ini ia bermaksud mendaftarkan ikrar talak itu di hadapan petugas yang berwenang.Dengan membawa bukti surat nikah serta data pribadi lainnya yang diperlukan, ia pun menuju meja pendaftaran untuk mendaftarkan permohonan.Tanpa banyak pertanyaan, petugas pun menerima berkas yang ia ajukan dan selanjutnya mencatatnya. Petugas jug
"Ma, Mama punya uang empat ratus ribu rupiah nggak? Indra boleh minta?" tanya Indra pada ibunya selepas lelaki itu pulang ke rumah.Bu Rahmi mengernyitkan keningnya mendengar permintaan putranya, merasa heran."Uang empat ratus ribu rupiah? Buat apa?" tanya wanita itu balik bertanya pada Indra.Indra menggaruk kepalanya."Buat bayar hutang ke Selvi, Ma," jawab lelaki itu malu-malu."Hutang? Hutang apa? Kok kamu bisa punya hutang ke Selvi sih? Gimana ceritanya?" Bu Rahmi terlihat kaget."Jadi, kemarin itu Indra ngajak Selvi makan di cafe, Ma. Tapi duit Indra kurang jadi Indra terpaksa minjam uang Selvi empat ratus ribu rupiah buat bayar. Nah, rencananya mau Indra balikin, soalnya nggak enak, Ma. Takut disangka manfaatin dia," jawab Indra tak enak hati.Bu Rahmi tertawa mendengar jawaban anaknya itu."Kok gitu? Ya nggak papalah manfaatin perempuan. Sekarang kan zaman emansipasi wanita. Laki-laki dan perempuan itu derajatnya sama. Makan di cafe bareng terus yang bayar perempuan, ya nggak
"Iya. Ayo Dini! Dino! kita beli baju di tempat lain saja. Untung kalian cepat cek dulu bajunya, kalau nggak, sudah salah beli barang kita!" ujar Aira pada Dino dan Dini.Sebenarnya wanita itu bukan tipe perempuan yang suka nyinyir dan julid pada orang lain, tapi teringat tadi Selvi mengatainya miskin dan tak menerima gratisan, Aira pun menjadi geram tak kepalang dan ingin membalas perempuan itu supaya Selvi tahu bagaimana rasanya dihina dan direndahkan oleh orang lain. Pasti sakit dan tak enak. Biar ke depannya dia juga punya rasa empati pada diri orang lain, pikir Aira."Ayok, Ma!" jawab Dini dan Dino sambil menggandeng pergelangan tangan ibu mereka.Aira dan kedua buah hatinya pun hendak melangkah pergi dari toko pakaian milik Selvi itu, tetapi baru saja melangkahkan kakinya, tiba-tiba Selvi sudah menarik lengan baju Dini dan Dino."Apa kalian bilang? Tante menjual barang bekas dan jelek? Heh, asal kalian tahu aja ya, toko pakaian milik Tante ini toko pakaian paling besar di komplek
"Maksud kamu apa, Ra? Ngapain kamu ke sini? Ngapain juga kamu ribut dan ngundang keramaian begini? Kamu ngajak Selvi berantem karena Mas?""Dengar ya, Ra. Mas sudah mengajukan permohonan ikrar talak di pengadilan agama kemarin. Jadi nggak usah kamu harapkan Mas lagi karena secepatnya kita akan segera bercerai!""Jadi kamu nggak usah nyerang-nyerang Selvi lagi! Karena Selvi nggak ada hubungannya dengan perceraian kita, tahu!" ujar Indra dengan nada tajam sambil melotot menatap Aira.Aira mencibirkan bibirnya mendengar ucapan laki-laki itu."Apa kamu bilang, Mas? Nyerang-nyerang Selvi karena kamu? Maaf ya, Mas. Walau pun sebelum palu diketok, kamu masih sah berstatus sebagai suamiku, tapi aku nggak tertarik sama sekali untuk merebut cinta kamu ya!""Jangankan berebut cinta kamu dan nyerang Selvi karena kamu, ketemu kamu aja aku udah nggak pengen lagi. Tapi gimana lagi. Nggak sengaja pula kita ketemu di sini. Makanya aku juga pengen cepat-cepat pergi dari tadi. Tolong sampaikan sama calo
POV DONNYSetelah diperintahkan hakim untuk melakukan mediasi, kami berdua pun akhirnya menghadap hakim mediasi di ruangan kerjanya.Kulihat Nisa menatap garang saat aku berjalan lebih dulu menuju ruangan tersebut. Aku memang berharap hakim mediasi dapat menyatukan kami berdua kembali. "Jadi, Pak Hakim, saya ingin rujuk lagi dengan istri saya ini. Saya memang sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengkhianati perkawinan kami, tapi saya sangat menyesali hal itu, Pak Hakim.""Saya juga kasihan sama Nisa, istri saya ini. Kalau dia jadi janda, pasti namanya akan buruk di mata masyarakat. Dia akan jadi bahan gunjingan tetangga. Orang-orang akan takut kalau Nisa merebut suami mereka. Lagi pula, zaman begini banyak laki-laki suka seenaknya saja. Mereka berpikir janda itu perempuan yang mudah digoda dan diajak berbuat yang tidak-tidak.""Makanya saya ingin mengajak Nisa rujuk. Apalagi, Nisa ini hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak punya banyak pilihan. Hanya laki-laki yang benar-benar baik s
POV DONNY"Saudari Nisa, Saudari yakin hendak melanjutkan gugatan perceraian pada suami Saudari, yakni Saudara Donny ini? Sudah dipertimbangkan masak-masak? Kami masih memberikan kesempatan bila mana Saudari hendak membatalkannya," ucap salah seorang hakim pada Nisa yang kemudian mengangguk yakin sebagai jawaban."Yakin, Yang Mulia. Sudah saya pertimbangkan masak-masak, saya akan tetap melanjutkan gugatan saya ini," jawab Nisa dengan nada tegas."Baik." Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneruskan pertanyaan kembali."Apa alasan dan dasar hingga Saudari memutuskan untuk menggugat cerai suami Saudari?" lanjut hakim pula."Karena suami saya sudah menikah lagi tanpa izin dari saya maupun izin atasan tempat ia bekerja sehingga saat ini status kepegawaian suami saya pun terancam dipecat dan berakhir. Bukan itu saja, saat ini suami saya juga sudah memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya itu, Yang Mulia dan sebagai seorang istri, rasanya saya tidak bisa menerima dan mentoleri
POV DONNYSetelah dengan terpaksa meninggalkan rumah ibu NIna, aku pun melajukan roda dua menyusuri jalanan kota yang mulai sepi di jam tengah malam seperti ini.Hampir semua rumah penduduk sudah tutup. Hanya warung kopi dan warung pinggir jalan saja yang tampaknya masih buka.Aku pun membelokkan kendaraan ke sebuah warung kopi yang terlihat ramai.Kubiarkan saja tas pakaian berada di jok motor sementara aku duduk di bangku santai yang berjajar di sepanjang pinggir trotoar."Kopi, Mas. Satu," ucapku pada pelayan.Pelayan mengangguk. Aku pun menunggu, tetapi hingga beberapa saat lamanya, pesanan kopiku tak juga kunjung datang.Aku pun memanggil pelayan itu kembali dan dengan tak sabar, meminta pesananku segera dibuatkan.Pelayan tampak grogi. Namun, sesaat kemudian ia membawakan juga pesanan kopi yang kuminta. "Maaf ya, Mas. Kami kurang anggota, jadi pesanan lama nunggu," ujarnya sambil menundukkan kepala, meminta maaf."Kekurangan anggota? Maksudnya kurang pekerja?" tanyaku dengan na
POV DONNY"Nina, apa ini? Keterlaluan kamu! Kamu selingkuh ya! Atau ... jangan-jangan kamu ju*al diri! Kamu gila! Baru saja selesai nifas, sudah berbuat seperti ini! Bukan sama suami, tapi sama orang lain! Dasar perempuan jal*ng!" bentakku kalap saat melihat keadaan Nina yang demikian.Kurenggut kimono yang dikenakan perempuan itu hingga sobek di beberapa bagian.Nina berusaha mempertahankan dan menutup bagian atas tubuhnya yang terbuka dengan telapak tangan, tapi percuma sebab tangan itu pun kurenggut paksa."Percuma kamu tutupi! Aku sudah melihat semuanya, Nina! Kamu selingkuh, kan! Iya, kan!" bentakku lagi dengan kalap.Nina hanya mampu menatapku nanar."Apa kata kamu! Hentikan, Mas! Apa-apaan kamu!" dengkusnya keras."Kamu yang apa-apaan! Kenapa badan kamu merah-merah begini! Kamu habis ngapain! Jelaskan!" bentakku untuk ke sekian kalinya dengan nada penuh curiga dan emosi.Nina hendak membuka mulutnya, tapi urung saat Naura tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya lalu memekik ke
POV DONNY"Bu, memangnya Nina mau ke mana sih? Hari sudah sore, apa nanti nggak kemalaman di jalan?" tanyaku pada ibu mertua saat Nina sudah keluar dari rumah, menggunakan ojek online yang dipesan oleh istriku itu untuk pergi. Entah ke mana."Nina ke mana nggak perlu kamu tanyakan lagi, Don. Biar aja dia pergi. Doakan saja istrimu itu selamat! Yang penting nanti pulang bawa uang. Kamu nggak bisa ngasih istri dan anakmu makan lagi, jadi nggak usah banyak tanya deh!" jawab ibu mertua dengan ketus sambil berlalu ke belakang."Kok ibu ngomong gitu? Sebelum SK pemecatan Donny keluar, Donny kan masih bisa dapat gaji, Bu. Lagi pula gajian kemarin semua uangnya sudah Donny kasih ke Nina, kok dibilang Donny udah nggak bisa ngasih makan Nina dan Naura lagi sih, Bu!" protesku sedikit keras pada beliau sambil membuntuti langkah ibu mertua ke belakang. Namun, beliau mengibaskan tangannya."Iya, bulan ini mungkin masih bisa makan. Tapi itu juga pas-pasan, karena sembako sekarang naik semua. Minyak
POV DONNY"Bu, maaf apa lowongan pekerjaan ini masih ada, Bu?" tanyaku pada ibu pemilik warung yang baru saja mengantarkan teh dingin yang kupesan.Ibu tersebut menganggukkan kepalanya."Masih. Siapa yang butuh pekerjaan? Tapi gajinya kecil ya, cuma lima ratus ribu sebulan. Kerjanya cuci piring sama ngantarin makanan ke meja tamu," sahut sang ibu dengan wajah datar."Lima ratus ribu, Bu? Kecil sekali ya," ucapku tanpa sadar. Membuat sang ibu pemilik warung makan mencebikkan bibirnya tak suka. Hari gini mencari pekerjaan memang susah. Sejak pandemi Corona melanda, hampir semua sektor usaha terdampak. Apalagi rumah makan yang notabene jam operasinya dibatasi sebab pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat."Gajinya kecil? Namanya juga kerja di rumah makan, Mas. Kalau mau gaji besar, situ ngelamar aja jadi menteri apa presiden sekalian. Ya, sudah. Nanti es tehnya nggak usah dibayar! Hitung-hitung saya sedekah sama sampean. Pengangguran aja sok minta digaji besar. Belum tentu juga saya
POV DONNY"Gimana, Don? Sukses usahanya?" tanya Ilham saat aku mampir ke rumah sohibku itu sepulang dari kantor Bu**ti.Aku menggelengkan kepala dengan wajah masam."Gagal, Ham. Pak Bu**ti malah marah-marah. Aku diusir dari ruangan dan malah Pak Ferdy disuruh naikkan berkas pemecatanku secepatnya, supaya bisa diteken segera," sahutku perih sambil menjatuhkan tubuh ke sofa dengan gerakan lunglai.Mendengar jawabanku, Ilham tampak terkejut dan tak percaya."Ya, Tuhan. Kok bisa sih, Don? Gimana ceritanya?" Ilham menatapku prihatin."Entahlah, Ham. Aku juga nggak nyangka. Pak Ferdy ternyata punya rekaman CCTV rumah makan waktu mereka makan bertiga kemarin, jadi gagallah usahaku untuk mempengaruhi Bu**ti supaya memecat Pak Ferdy dari jabatannya. Bukannya dipecat, malah aku yang disuruh secepatnya diberhentikan dari pekerjaan. Nasib!" keluhku penuh penyesalan."Hmm, ya sudahlah, Don. Mau gimana lagi, semua sudah terjadi. Sekarang lebih baik kamu fokus memikirkan masa depan kamu selanjutnya
POV DONNY"Jadi tidak benar kalau anda hanya makan berduaan saja dengan Bu Nisa, Pak Ferdy?" tanya Pak Bu**ti sambil menatap wajah Pak Ferdy.Pak Ferdy menggelengkan kepalanya lalu kembali membuka mulutnya."Rekaman CCTV rumah makan itu buktinya, Pak. Selain itu saya juga masih menyimpan bukti chat pertama kali saya dengan Bu Nisa. Bapak bisa baca ini, tanggalnya tidak lama kemarin" ujar Pak Ferdy lagi sambil menyodorkan ponselnya ke hadapan pimpinan kami itu.Pak Bu**ti membaca pesan whatsapp lelaki itu dengan istriku lalu tiba-tiba mengernyit heran."Tapi di sini Bapak memang mengajak makan siang Bu Nisa. Maksudnya apa?" Beliau bertanya kaget.Aku pun ikut kaget. Benarkah Pak Ferdy memang mengajak makan siang Nisa? Kalau begitu, berarti tak salah dugaanku, Pak Ferdy memang ada hati dengan istriku itu. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!"Saya mengajak makan siang Bu Nisa sebagai ucapan terima kasih, Pak. Tidak ada maksud lain. Saya memang merasa berterima kasih pada Bu Nisa ka
POV DONNY"Pak Ferdy, ke ruangan saya sebentar bisa, Pak? Ada hal yang mau saya bicarakan," ucap laki-laki berpenampilan berwibawa di depanku sesaat setelah ia memencet tombol di layar ponselnya, kelihatannya sedang menghubungi seseorang.Siapakah yang beliau hubungi itu? Pak Ferdy? Tak apa, aku siap menghadapi laki-laki pecundang itu saat ini juga! Biar dia tahu aku juga tidak bodoh dan mau begitu saja dipecundangi olehnya!"Baik, Pak!" terdengar sahutan di seberang yang tak urung sampai juga ke telingaku.Hmm, bagus! Dengan begitu aku akan bisa menunjukkan siapa diriku sebenarnya.di hadapannya!Beberapa saat kemudian, pintu ruangan ini pun diketuk dari luar."Masuk," ucap Bapak Bu**ti dengan suara berwibawa.Ceklek!Pintu pun dibuka dan dari luar. Sesosok tubuh laki-laki yang beberapa hari ini sebenarnya telah membuatku merasa insecure saat berdiri di sampingnya muncul di sana.Pakaiannya rapi dan terlihat mahal. Jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kekar juga kelihata