"Maksud kamu apa, Ra? Ngapain kamu ke sini? Ngapain juga kamu ribut dan ngundang keramaian begini? Kamu ngajak Selvi berantem karena Mas?""Dengar ya, Ra. Mas sudah mengajukan permohonan ikrar talak di pengadilan agama kemarin. Jadi nggak usah kamu harapkan Mas lagi karena secepatnya kita akan segera bercerai!""Jadi kamu nggak usah nyerang-nyerang Selvi lagi! Karena Selvi nggak ada hubungannya dengan perceraian kita, tahu!" ujar Indra dengan nada tajam sambil melotot menatap Aira.Aira mencibirkan bibirnya mendengar ucapan laki-laki itu."Apa kamu bilang, Mas? Nyerang-nyerang Selvi karena kamu? Maaf ya, Mas. Walau pun sebelum palu diketok, kamu masih sah berstatus sebagai suamiku, tapi aku nggak tertarik sama sekali untuk merebut cinta kamu ya!""Jangankan berebut cinta kamu dan nyerang Selvi karena kamu, ketemu kamu aja aku udah nggak pengen lagi. Tapi gimana lagi. Nggak sengaja pula kita ketemu di sini. Makanya aku juga pengen cepat-cepat pergi dari tadi. Tolong sampaikan sama calo
Sepeninggal Aira dan anak-anaknya, Indra berpaling pada Selvi dan menautkan kedua alisnya."Sudah lama ya Aira di sini tadi sebelum Mas datang? Ngomong apa aja dia? Nyalahin kamu atas apa yang terjadi antara Mas sama dia?" tanya laki-laki itu yang masih merasa jika kedatangan Aira bersama anak-anaknya adalah karena wanita itu hendak menyerang Selvi yang dianggap sudah membuat rumah tangga mereka kacau berantakan. Padahal ia yang memang sudah tak mau lagi dengan istrinya itu, dan menurutnya tak ada hak lagi bagi Aira untuk menyalahkan Selvi yang tak tahu apa-apa itu.Mendengar pertanyaan dari Indra itu, Selvi menganggukkan kepalanya. Merasa kebetulan karena Aira tak ada lagi di tempat itu, jadi ia bisa bebas mengarang cerita dan drama apa saja di depan lelaki itu."Iya, Mas. Dia maki-maki aku dan ngancam mau nyelakain aku segala karena udah berani ganggu kamu dan anak-anak katanya, Mas. Terus dia juga mamerin duit banyak banget. Katanya duit dari kamu. Apa bener Mas, kamu ngasih duit k
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (15)Keluar dari toko pakaian milik Selvi, Aira mengajak ke dua buah hatinya menyusuri deretan toko yang lain."Ma, kita ke situ aja yuk," tunjuk Dino ke sebuh toko yang terlihat ramai pembeli. Aira pun menghentikan langkahnya sesaat, lalu mencoba memperhatikan suasana di dalam toko itu lebih dahulu. Ia takut kalau-kalau kejadian seperti tadi terulang kembali. Mendapatkan pelayan toko yang tidak ramah sama sekali dan sombong seperti pelayan di toko milik Selvi tadi. Bukan hanya pelayan saja, tetapi pemiliknya juga arogan tak kepalang. Kalau diingat-ingat, menyesal Aira tak mengecek dulu sebelum masuk ke toko Selvi tadi."Ayolah," jawab Aira akhirnya saat dilihatnya pelayan toko di sana ramah-tamah dalam melayani pembeli. Terbukti mereka dengan sabar dan tak lepas tersenyum, melayani pembeli yang sedang memilih pakaian."Halo, Adik-adik. Mau beli baju ya? Ayo masuk. Jangan sungkan-sungkan ...," sapa salah satu pelayan toko pada Dino dan Dini.Aira ters
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (16)"Ndra, di luar ada yang nyariin kamu itu! Dari pengadilan agama katanya. Apa itu panggilan sidang ya, Ndra? Syukurlah kalau itu panggilan sidang. Sudah nggak sabar rasanya Mama pengen kamu cepat-cepat cerai dari Aira dan nikah lagi sama Selvi. Pengen cepet-cepet ganti mantu mama," ucap Bu Rahmi pada Indra yang sedang tiduran sambil ngobrol di telepon dengan Selvi. Meski sudah beranak dua, tapi karena sedang dimabuk-mabuknya cinta, Indra memang seperti ABG alay yang tak bisa sekejap saja berpisah dari sang pujaan hati. Selalu saja menghubungi wanita itu tanpa kenal waktu."Dari pengadilan agama? Oh, pasti undangan panggilan sidang itu, Ma. Oke, Indra temui dulu ya," ujarnya."Ya, sana temui! Biar cepet kelar urusan dengan Aira dan bisa segera buka babak baru dengan Selvi kamu, Ndra!" ujar Bu Rahmi lagi sambil tertawa bahagia.Indra pun ikut tertawa dan dengan gerakan tak sabar lelaki itu bangun dari tidurannya lalu memberi tahu Selvi kalau ada pet
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (17)Bu Rahmi bergegas ke luar rumah saat didengarnya suara mobil memasuki halaman rumah dan berhenti tepat di depan kediamannya. Ia tahu itu mobil putra keduanya, Rudy. Barusan anaknya itu mengabarinya via telepon kalau hendak berkunjung ke rumahnya."Rud, sendirian? Maya mana?" tanya Bu Rahmi saat melihat Rudy masuk ke rumah.Rudy menghembuskan nafas panjang lalu menaiki teras dengan cepat."Nggak usah tanya-tanya istriku dulu, Ma. Rudy lagi kesal sama dia soalnya!" jawab Rudy dengan menahan rasa gundah di hatinya."Lho? Kenapa?" Bu Rahmi memicingkan matanya. Merasa heran pada sikap Rudy yang tumben kelihatan kesal pada istrinya yang merupakan menantu yang selama ini cukup bisa ia andalkan itu.Rudy memanyunkan bibirnya sebelum menjawab pertanyaan ibunya. "Maya bikin kesel aja, Ma. Sejak pindah kantor baru, dia jadi nggak royal lagi sama Rudy. Tadi malah minta duit buat belanja. Siapa yang nggak kesel coba? Kalau masih minta duit buat belanja, buat
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (18)Indra tersenyum lega saat akhirnya keluar dari gedung pengadilan agama, tempat di mana ia mengajukan permohonan ikrar talak pada istrinya. Ia bersyukur karena sesuai dengan harapannya semula, Aira tak datang memenuhi panggilan sidang sehingga sidang hari itu bisa berjalan lebih cepat dari yang biasanya.Hakim pengadilan agama juga mengatakan jikalau termohon yakni Aira, dalam kurun waktu tiga kali sidang tidak mempergunakan haknya untuk menolak permohonan ikrar talak yang ia ajukan, maka permohonan yang ia ajukan tersebut bisa langsung diterima oleh hakim dan ia dapat mengucapkan ikrar talak di depan sidang pengadilan agama yang menandai putusnya tali perkawinan antara dirinya dengan Aira.Indra berharap untuk sidang selanjutnya Aira tak datang lagi sehingga urusan perceraian mereka bisa cepat selesai dan ia bisa segera menikahi Selvi serta hidup bahagia bersama perempuan pujaan hatinya itu.Usai dari persidangan, Indra pun langsung menemui Selvi
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (19)Pulang ke rumah, Indra langsung menemui ibunya."Ma, Indra rencana mau jual mobil. Boleh nggak, Ma?" "Buat apa?" Bu Rahmi mengernyitkan keningnya dengan ekspresi heran."Buat melamar Selvi.""Melamar Selvi? Kamu nggak sedang bercanda 'kan, Ndra? Kok melamar Selvi harus jual mobil segala? Nggak salah?"Indra menggelengkan kepalanya."Nggak, Ma. Dia minta mahar sesuai dengan tahun pernikahan kami. Dua puluh ribu ditambah dua puluh dua juta rupiah. Uang dari mana kalau nggak jual mobil, Ma?" Indra balik bertanya."Lho, kok banyak sekali? Apa kamu sudah pikirin masak-masak, Ndra? Kemarin katanya nikah di KUA aja biar nggak banyak butuh biaya, terus maharnya seperangkat alat shalat aja, kok sekarang jadi duit segitu banyak? Kalau kamu jual mobil, terus kamu mau pake apa ke kantor? Jangan gila, Ndra! Pikirkan masak-masak lagi!" jawab Bu Rahmi lagi.Indra menghembuskan nafasnya."Mau gimana lagi dong, Ma? Selvi 'kan anak orang kaya. Dia juga pengusaha t
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (20)14 hari kemudian.Indra tersenyum bahagia dan lega saat akhirnya petugas pengadilan agama menyerahkan selembar kertas berwarna kuning yang merupakan bukti sah perceraian antara dirinya dengan Aira.Ia merasa bersyukur. Setelah sekian lama menjalani proses persidangan dan menunggu hingga akta perceraian itu dibuat dan ditanda tangani oleh petugas pengadilan agama, akhirnya berkas yang dia nanti-nantikan itu pun keluar juga dan sekarang telah berada dalam genggamannya.Dengan hati lega dan bahagia luar biasa, ia pun segera keluar dari gedung pengadilan agama kota itu tempat dia mengambil akta cerai itu pagi ini.Usai mengambil akta cerai, seperti biasanya, dia pun mengunjungi toko milik calon istrinya, Selvi, hendak mengabarkan langsung berita gembira ini.Namun, sesampainya di toko, tak seperti biasanya, kali ini ia menemukan toko perhiasan milik calon istrinya itu dalam keadaan terkunci dan tertutup rapat.Indra pun seketika dilanda tanda tanya be
POV DONNYSetelah diperintahkan hakim untuk melakukan mediasi, kami berdua pun akhirnya menghadap hakim mediasi di ruangan kerjanya.Kulihat Nisa menatap garang saat aku berjalan lebih dulu menuju ruangan tersebut. Aku memang berharap hakim mediasi dapat menyatukan kami berdua kembali. "Jadi, Pak Hakim, saya ingin rujuk lagi dengan istri saya ini. Saya memang sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengkhianati perkawinan kami, tapi saya sangat menyesali hal itu, Pak Hakim.""Saya juga kasihan sama Nisa, istri saya ini. Kalau dia jadi janda, pasti namanya akan buruk di mata masyarakat. Dia akan jadi bahan gunjingan tetangga. Orang-orang akan takut kalau Nisa merebut suami mereka. Lagi pula, zaman begini banyak laki-laki suka seenaknya saja. Mereka berpikir janda itu perempuan yang mudah digoda dan diajak berbuat yang tidak-tidak.""Makanya saya ingin mengajak Nisa rujuk. Apalagi, Nisa ini hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak punya banyak pilihan. Hanya laki-laki yang benar-benar baik s
POV DONNY"Saudari Nisa, Saudari yakin hendak melanjutkan gugatan perceraian pada suami Saudari, yakni Saudara Donny ini? Sudah dipertimbangkan masak-masak? Kami masih memberikan kesempatan bila mana Saudari hendak membatalkannya," ucap salah seorang hakim pada Nisa yang kemudian mengangguk yakin sebagai jawaban."Yakin, Yang Mulia. Sudah saya pertimbangkan masak-masak, saya akan tetap melanjutkan gugatan saya ini," jawab Nisa dengan nada tegas."Baik." Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneruskan pertanyaan kembali."Apa alasan dan dasar hingga Saudari memutuskan untuk menggugat cerai suami Saudari?" lanjut hakim pula."Karena suami saya sudah menikah lagi tanpa izin dari saya maupun izin atasan tempat ia bekerja sehingga saat ini status kepegawaian suami saya pun terancam dipecat dan berakhir. Bukan itu saja, saat ini suami saya juga sudah memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya itu, Yang Mulia dan sebagai seorang istri, rasanya saya tidak bisa menerima dan mentoleri
POV DONNYSetelah dengan terpaksa meninggalkan rumah ibu NIna, aku pun melajukan roda dua menyusuri jalanan kota yang mulai sepi di jam tengah malam seperti ini.Hampir semua rumah penduduk sudah tutup. Hanya warung kopi dan warung pinggir jalan saja yang tampaknya masih buka.Aku pun membelokkan kendaraan ke sebuah warung kopi yang terlihat ramai.Kubiarkan saja tas pakaian berada di jok motor sementara aku duduk di bangku santai yang berjajar di sepanjang pinggir trotoar."Kopi, Mas. Satu," ucapku pada pelayan.Pelayan mengangguk. Aku pun menunggu, tetapi hingga beberapa saat lamanya, pesanan kopiku tak juga kunjung datang.Aku pun memanggil pelayan itu kembali dan dengan tak sabar, meminta pesananku segera dibuatkan.Pelayan tampak grogi. Namun, sesaat kemudian ia membawakan juga pesanan kopi yang kuminta. "Maaf ya, Mas. Kami kurang anggota, jadi pesanan lama nunggu," ujarnya sambil menundukkan kepala, meminta maaf."Kekurangan anggota? Maksudnya kurang pekerja?" tanyaku dengan na
POV DONNY"Nina, apa ini? Keterlaluan kamu! Kamu selingkuh ya! Atau ... jangan-jangan kamu ju*al diri! Kamu gila! Baru saja selesai nifas, sudah berbuat seperti ini! Bukan sama suami, tapi sama orang lain! Dasar perempuan jal*ng!" bentakku kalap saat melihat keadaan Nina yang demikian.Kurenggut kimono yang dikenakan perempuan itu hingga sobek di beberapa bagian.Nina berusaha mempertahankan dan menutup bagian atas tubuhnya yang terbuka dengan telapak tangan, tapi percuma sebab tangan itu pun kurenggut paksa."Percuma kamu tutupi! Aku sudah melihat semuanya, Nina! Kamu selingkuh, kan! Iya, kan!" bentakku lagi dengan kalap.Nina hanya mampu menatapku nanar."Apa kata kamu! Hentikan, Mas! Apa-apaan kamu!" dengkusnya keras."Kamu yang apa-apaan! Kenapa badan kamu merah-merah begini! Kamu habis ngapain! Jelaskan!" bentakku untuk ke sekian kalinya dengan nada penuh curiga dan emosi.Nina hendak membuka mulutnya, tapi urung saat Naura tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya lalu memekik ke
POV DONNY"Bu, memangnya Nina mau ke mana sih? Hari sudah sore, apa nanti nggak kemalaman di jalan?" tanyaku pada ibu mertua saat Nina sudah keluar dari rumah, menggunakan ojek online yang dipesan oleh istriku itu untuk pergi. Entah ke mana."Nina ke mana nggak perlu kamu tanyakan lagi, Don. Biar aja dia pergi. Doakan saja istrimu itu selamat! Yang penting nanti pulang bawa uang. Kamu nggak bisa ngasih istri dan anakmu makan lagi, jadi nggak usah banyak tanya deh!" jawab ibu mertua dengan ketus sambil berlalu ke belakang."Kok ibu ngomong gitu? Sebelum SK pemecatan Donny keluar, Donny kan masih bisa dapat gaji, Bu. Lagi pula gajian kemarin semua uangnya sudah Donny kasih ke Nina, kok dibilang Donny udah nggak bisa ngasih makan Nina dan Naura lagi sih, Bu!" protesku sedikit keras pada beliau sambil membuntuti langkah ibu mertua ke belakang. Namun, beliau mengibaskan tangannya."Iya, bulan ini mungkin masih bisa makan. Tapi itu juga pas-pasan, karena sembako sekarang naik semua. Minyak
POV DONNY"Bu, maaf apa lowongan pekerjaan ini masih ada, Bu?" tanyaku pada ibu pemilik warung yang baru saja mengantarkan teh dingin yang kupesan.Ibu tersebut menganggukkan kepalanya."Masih. Siapa yang butuh pekerjaan? Tapi gajinya kecil ya, cuma lima ratus ribu sebulan. Kerjanya cuci piring sama ngantarin makanan ke meja tamu," sahut sang ibu dengan wajah datar."Lima ratus ribu, Bu? Kecil sekali ya," ucapku tanpa sadar. Membuat sang ibu pemilik warung makan mencebikkan bibirnya tak suka. Hari gini mencari pekerjaan memang susah. Sejak pandemi Corona melanda, hampir semua sektor usaha terdampak. Apalagi rumah makan yang notabene jam operasinya dibatasi sebab pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat."Gajinya kecil? Namanya juga kerja di rumah makan, Mas. Kalau mau gaji besar, situ ngelamar aja jadi menteri apa presiden sekalian. Ya, sudah. Nanti es tehnya nggak usah dibayar! Hitung-hitung saya sedekah sama sampean. Pengangguran aja sok minta digaji besar. Belum tentu juga saya
POV DONNY"Gimana, Don? Sukses usahanya?" tanya Ilham saat aku mampir ke rumah sohibku itu sepulang dari kantor Bu**ti.Aku menggelengkan kepala dengan wajah masam."Gagal, Ham. Pak Bu**ti malah marah-marah. Aku diusir dari ruangan dan malah Pak Ferdy disuruh naikkan berkas pemecatanku secepatnya, supaya bisa diteken segera," sahutku perih sambil menjatuhkan tubuh ke sofa dengan gerakan lunglai.Mendengar jawabanku, Ilham tampak terkejut dan tak percaya."Ya, Tuhan. Kok bisa sih, Don? Gimana ceritanya?" Ilham menatapku prihatin."Entahlah, Ham. Aku juga nggak nyangka. Pak Ferdy ternyata punya rekaman CCTV rumah makan waktu mereka makan bertiga kemarin, jadi gagallah usahaku untuk mempengaruhi Bu**ti supaya memecat Pak Ferdy dari jabatannya. Bukannya dipecat, malah aku yang disuruh secepatnya diberhentikan dari pekerjaan. Nasib!" keluhku penuh penyesalan."Hmm, ya sudahlah, Don. Mau gimana lagi, semua sudah terjadi. Sekarang lebih baik kamu fokus memikirkan masa depan kamu selanjutnya
POV DONNY"Jadi tidak benar kalau anda hanya makan berduaan saja dengan Bu Nisa, Pak Ferdy?" tanya Pak Bu**ti sambil menatap wajah Pak Ferdy.Pak Ferdy menggelengkan kepalanya lalu kembali membuka mulutnya."Rekaman CCTV rumah makan itu buktinya, Pak. Selain itu saya juga masih menyimpan bukti chat pertama kali saya dengan Bu Nisa. Bapak bisa baca ini, tanggalnya tidak lama kemarin" ujar Pak Ferdy lagi sambil menyodorkan ponselnya ke hadapan pimpinan kami itu.Pak Bu**ti membaca pesan whatsapp lelaki itu dengan istriku lalu tiba-tiba mengernyit heran."Tapi di sini Bapak memang mengajak makan siang Bu Nisa. Maksudnya apa?" Beliau bertanya kaget.Aku pun ikut kaget. Benarkah Pak Ferdy memang mengajak makan siang Nisa? Kalau begitu, berarti tak salah dugaanku, Pak Ferdy memang ada hati dengan istriku itu. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!"Saya mengajak makan siang Bu Nisa sebagai ucapan terima kasih, Pak. Tidak ada maksud lain. Saya memang merasa berterima kasih pada Bu Nisa ka
POV DONNY"Pak Ferdy, ke ruangan saya sebentar bisa, Pak? Ada hal yang mau saya bicarakan," ucap laki-laki berpenampilan berwibawa di depanku sesaat setelah ia memencet tombol di layar ponselnya, kelihatannya sedang menghubungi seseorang.Siapakah yang beliau hubungi itu? Pak Ferdy? Tak apa, aku siap menghadapi laki-laki pecundang itu saat ini juga! Biar dia tahu aku juga tidak bodoh dan mau begitu saja dipecundangi olehnya!"Baik, Pak!" terdengar sahutan di seberang yang tak urung sampai juga ke telingaku.Hmm, bagus! Dengan begitu aku akan bisa menunjukkan siapa diriku sebenarnya.di hadapannya!Beberapa saat kemudian, pintu ruangan ini pun diketuk dari luar."Masuk," ucap Bapak Bu**ti dengan suara berwibawa.Ceklek!Pintu pun dibuka dan dari luar. Sesosok tubuh laki-laki yang beberapa hari ini sebenarnya telah membuatku merasa insecure saat berdiri di sampingnya muncul di sana.Pakaiannya rapi dan terlihat mahal. Jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kekar juga kelihata