MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (33)"Benar, Pak. Dino nggak mau ikut Papa. Tapi Papa terus memaksa, nenek juga!" sergah Dino lagi sambil memandang tak suka ke arah Indra.Yang diingat bocah itu memang hanya kenangan buruk selama tinggal di rumah ayah kandungnya itu. Tak ada kebahagiaan dan ketenangan tinggal bersama orang yang harusnya menyayangi dirinya sepenuh hati itu.Itu sebabnya, dia bersikeras tak mau diajak pulang oleh ayah dan neneknya itu."Tapi Papa sayang sama kamu, Dino! Kalau Papa memang salah, Papa minta maaf. Papa menyesal sudah membuat kamu dan adik kamu pergi dari rumah. Tapi tolong maafkan Papa.""Setiap orang pasti pernah berbuat kesalahan, Dino. Begitu pun Papa, tak luput dari salah dan dosa. Tapi kalau Tuhan saja maha memaafkan, kenapa Dino, Mama dan adik yang hanya manusia biasa tak bisa memaafkan kesalahan dan kekhilafan yang pernah Papa lakukan tanpa sengaja itu?""Dan nenek juga sudah minta maaf sama kalian. Ingin kalian tinggal di rumah Papa dan nenek sepe
MEMBALAS HINAA SUAMI DAN MERTUA (34)Dalam perjalanan pulang ke penginapan, Aira mencoba mengajak Dino bicara. Ia ingin tahu seberapa jauh kedekatan hubungan antara putra dan putrinya itu pada kepala sekolah mereka tersebut."Jadi, selama ini Dino suka cerita cerita sama Pak Kepala Sekolah ya? Kalau Mama boleh tahu, Dino sama Dini cerita apa aja ke Bapak?" tanya Aira ingin tahu. Sejujurnya da merasa malu dan tak nyaman karena masalah rumah tangganya diketahui oleh kepala sekolah anak anaknya itu. Apalagi Dino sempat mengutarakan keinginan supaya Pak Bima bisa menjadi ayah sambungnya.Meski pun hal itu bisa memukul balik perkataan mantan mertuanya soal statusnya yang sudah janda yang tak akan bisa lagi membuat laki laki jatuh cinta padanya dan ingin meminangnya itu, tetapi dia merasa tak enak hati karena Pak Bima sekarang jadi tahu aib rumah tangga yang tak seharusnya tersebar luas itu."Hmm ... cuma bilang kalau Mama sama Papa sudah nggak satu rumah lagi aja sih. Waktu itu Pak Bima
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (35)"Hmm ... apa Bapak punya bukti kalau kepala sekolah yang Bapak sebutkan tadi telah melakukan perbuatan seperti yang Bapak tuduhkan pada beliau?" tanya kepala dinas di hadapan Indra dengan mata memicing ke arah nya.Indra salah tingkah. Ia memang tak punya bukti apa apa yang bisa menguatkan tuduhannya itu.Hanya terdorong rasa sakit hati, cemburu dan marah dia nekad berbuat seperti itu, melaporkan Pak Bima pada atasannya. Ia sebenarnya sadar kalau saat ini ia tak punya hak apa apa lagi atas diri Aira sebab perempuan itu sudah dia ceraikan secara sah di pengadilan agama.Tapi hasrat ingin kembali lagi pada perempuan itu karena kondisi ekonominya yang sekarang sudah mulai susah sementara Aira justru sebaliknya sedang sukses dan memiliki pekerjaan yang menghasilkan, membuat nya nekad melakukan segala macam cara untuk bisa membuat Aira kembali jatuh dalam pelukannya."Maaf, Pak. Saya memang tak punya bukti apa apa. Tapi saya melihat dengan mata kepala
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (36)"Gimana, Ndra? Kamu berhasil membuat kepala sekolah anak anak kamu itu dipecat dari jabatannya karena laporan kamu?" sambut Bu Rahmi bertanya saat anaknya tiba di depan rumah.Indra menghembuskan nafasnya lalu menggelengkan kepalanya."Senjata makan tuan, Ma. Ternyata kepala dinas itu kakak kandungnya kepala sekolahnya Dino dan Dini.""Sudah ngomong panjang lebar, ngadu, eh ujungnya zonk! Ternyata kepala dinas pendidikan itu kakaknya Pak Bima. Mau ngadu ke mana lagi sekarang, Ma? Semua jalan sudah tertutup. Lagi pula Aira memang bukan istri Indra lagi. Apalagi Indra nggak punya bukti apa apa atas perselingkuhan dia sama Pak Bima!""Lagi pula apa bisa disebut selingkuh kalau Indra sama Aira sudah bercerai? Duh, pusing Indra memikirkan ini, Ma. Rasanya Indra ingin mati saja! Indra capek, Ma!" keluh Indra sambil meraup mukanya dengan gelisah.Bu Rahmi berdecak penuh rasa sesal mendengar kabar buruk yang barusan dia terima dari putranya itu. Berharap
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (37)"Begini dong, Ndra. Ganteng dan wangi. Biar Aira klepek klepek lagi sama kamu!""Hmm ... di salon mana kamu perawatan, Ndra? Hasilnya bagus. Nggak salah pilih salon kamu!" ujar Bu Rahmi saat Indra pulang ke rumah.Indra tersenyum masam mendengar perkataan ibunya itu. Dengan gusar dia menyisir rambut dengan kedua telapak tangannya.Nggak salah pilih gimana! Katanya dalam hati. Ibunya tak tahu saja kalau dia barusan bertemu makhluk setengah laki laki setengah perempuan seperti tadi. Dipanggil Mas dia marah, dipanggil Mbak tidak cocok karena jenis kelamin sebenarnya adalah laki laki.Semoga saja laki laki yang minta dipanggil Sinta tadi tak nekad menghubunginya setelah berhasil mengantongi nomor telepon nya tadi."Oh ya, Ndra. Mama kok penasaran ya. Pengen lihat rumahnya Aira. Kita samperin yuk ke sana. Apa bener kata kamu dia sudah sukses sekarang," ujar Bu Rahmi lagi setelah lama Indra tak menjawab kata katanya.Indra menghembuskan nafas, lalu meng
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (38)Setelah beberapa kali melakukan salat istikharah, Aira kemudian menghubungi Maya melalui pesan WhatsApp.[May, ada nggak lokasi lain selain dari ruko yang kemarin disewa sama Selvi itu?][Rasanya kok nggak enak ya, kalau aku menempati bekas ruko yang dia sewa. Soalnya kamu tahu sendiri kan, dia sekarang sudah jadi istri baru mantan suamiku. Jadi, kayaknya lebih enak kalau aku cari yang lain aja. Gimana menurut kamu?] tanya Aira pada Maya.Dia tak mau cerita kalau rumah tangga antara mantan suaminya dengan Selvi sepertinya sudah tak harmonis lagi karena beberapa hari ini Indra terus mengejar-ngejarnya untuk rujuk dan ibunya juga merayunya untuk pulang lagi ke rumahnya.Itu dia lakukan karena tak mau ikut campur urusan rumah tangga Indra dengan Selvi. Biar saja mereka mau berbuat apa, yang penting dia ingin sukses dalam hidupnya setelah bercerai. Itu saja.Maya membaca pesan dari Aira lalu membalas :[Iya, Ra. Setelah aku pikir pikir lagi memang ngg
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (39)"Halo, benar ini dengan Pak Indra? Kami dari Kepolisian Resort ingin meminta keterangan dari Anda sehubungan dengan laporan yang masuk ke kantor hari ini. Benar Anda pemilik toko perhiasan di Jalan Delima Pasar Baru?" tanya laki laki di seberang telepon dengan nada tegas pada Indra.Indra sontak merasa terkejut tak kepalang. Kepolisian resort? Untuk apa petugas dari kepolisian menelponnya? Ada urusan apa?"Benar, Pak. Eh ... tapi maksudnya apa ya, Pak? Bukan saya pemiliknya saya cuma diberi tugas mengelola saja, tapi itu pun belum sempat saya lakukan, Pak ... ," jawab Indra jujur, terbata bata."Belum bagaimana maksudnya? Di sini di dalam surat perjanjian ini, nama Anda jelas tertulis sebagai pemilik toko. Sedangkan Bu Selvi dan Bapak Ryan hanya menjalankan usaha saja. Tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan Bapak," jawab petugas dari seberang itu lagi."Ma-maksud Bapak?" Indra masih merasa tak mengerti."Begini, Pak. Ini ada laporan dari beber
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (40)"Hentikan! Jangan main kekerasan di sini! Atau Ibu akan dipidanakan!" tandas petugas tersebut dengan nada marah saat Bu Rahmi dan Selvi berhasil dipisahkan.Namun, bukannya terima, wanita paruh baya itu justru makin meradang."Silahkan saja, Pak kalau saya mau dipenjara asalkan perempuan tak tahu malu ini juga dipenjara! Saya nggak rela dia mempermainkan anak saya. Apalagi hendak menipunya seperti sekarang ini!""Dia yang punya toko perhiasan! Dia yang mengelola. Dia yang nipu pembeli! Tapi anak saya yang disalahkan! Enak sekali dia!" ujar Bu Rahmi lagi dengan nada kasar.Mendengar hal itu, petugas tersebut meminta Bu Rahmi untuk duduk dan menahan emosinya."Ibu duduk dulu. Jelaskan semuanya dengan baik baik. Jangan dengan kekerasan seperti ini, karena ini kantor polisi, Bu! Bukan pasar! Hargai petugas! Jangan main hakim sendiri! Percaya lah, yang benar pasti akan selamat, dan yang salah pasti akan mendapat hukumannya. Jadi nggak perlu Ibu ngamuk
POV DONNYSetelah diperintahkan hakim untuk melakukan mediasi, kami berdua pun akhirnya menghadap hakim mediasi di ruangan kerjanya.Kulihat Nisa menatap garang saat aku berjalan lebih dulu menuju ruangan tersebut. Aku memang berharap hakim mediasi dapat menyatukan kami berdua kembali. "Jadi, Pak Hakim, saya ingin rujuk lagi dengan istri saya ini. Saya memang sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengkhianati perkawinan kami, tapi saya sangat menyesali hal itu, Pak Hakim.""Saya juga kasihan sama Nisa, istri saya ini. Kalau dia jadi janda, pasti namanya akan buruk di mata masyarakat. Dia akan jadi bahan gunjingan tetangga. Orang-orang akan takut kalau Nisa merebut suami mereka. Lagi pula, zaman begini banyak laki-laki suka seenaknya saja. Mereka berpikir janda itu perempuan yang mudah digoda dan diajak berbuat yang tidak-tidak.""Makanya saya ingin mengajak Nisa rujuk. Apalagi, Nisa ini hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak punya banyak pilihan. Hanya laki-laki yang benar-benar baik s
POV DONNY"Saudari Nisa, Saudari yakin hendak melanjutkan gugatan perceraian pada suami Saudari, yakni Saudara Donny ini? Sudah dipertimbangkan masak-masak? Kami masih memberikan kesempatan bila mana Saudari hendak membatalkannya," ucap salah seorang hakim pada Nisa yang kemudian mengangguk yakin sebagai jawaban."Yakin, Yang Mulia. Sudah saya pertimbangkan masak-masak, saya akan tetap melanjutkan gugatan saya ini," jawab Nisa dengan nada tegas."Baik." Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneruskan pertanyaan kembali."Apa alasan dan dasar hingga Saudari memutuskan untuk menggugat cerai suami Saudari?" lanjut hakim pula."Karena suami saya sudah menikah lagi tanpa izin dari saya maupun izin atasan tempat ia bekerja sehingga saat ini status kepegawaian suami saya pun terancam dipecat dan berakhir. Bukan itu saja, saat ini suami saya juga sudah memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya itu, Yang Mulia dan sebagai seorang istri, rasanya saya tidak bisa menerima dan mentoleri
POV DONNYSetelah dengan terpaksa meninggalkan rumah ibu NIna, aku pun melajukan roda dua menyusuri jalanan kota yang mulai sepi di jam tengah malam seperti ini.Hampir semua rumah penduduk sudah tutup. Hanya warung kopi dan warung pinggir jalan saja yang tampaknya masih buka.Aku pun membelokkan kendaraan ke sebuah warung kopi yang terlihat ramai.Kubiarkan saja tas pakaian berada di jok motor sementara aku duduk di bangku santai yang berjajar di sepanjang pinggir trotoar."Kopi, Mas. Satu," ucapku pada pelayan.Pelayan mengangguk. Aku pun menunggu, tetapi hingga beberapa saat lamanya, pesanan kopiku tak juga kunjung datang.Aku pun memanggil pelayan itu kembali dan dengan tak sabar, meminta pesananku segera dibuatkan.Pelayan tampak grogi. Namun, sesaat kemudian ia membawakan juga pesanan kopi yang kuminta. "Maaf ya, Mas. Kami kurang anggota, jadi pesanan lama nunggu," ujarnya sambil menundukkan kepala, meminta maaf."Kekurangan anggota? Maksudnya kurang pekerja?" tanyaku dengan na
POV DONNY"Nina, apa ini? Keterlaluan kamu! Kamu selingkuh ya! Atau ... jangan-jangan kamu ju*al diri! Kamu gila! Baru saja selesai nifas, sudah berbuat seperti ini! Bukan sama suami, tapi sama orang lain! Dasar perempuan jal*ng!" bentakku kalap saat melihat keadaan Nina yang demikian.Kurenggut kimono yang dikenakan perempuan itu hingga sobek di beberapa bagian.Nina berusaha mempertahankan dan menutup bagian atas tubuhnya yang terbuka dengan telapak tangan, tapi percuma sebab tangan itu pun kurenggut paksa."Percuma kamu tutupi! Aku sudah melihat semuanya, Nina! Kamu selingkuh, kan! Iya, kan!" bentakku lagi dengan kalap.Nina hanya mampu menatapku nanar."Apa kata kamu! Hentikan, Mas! Apa-apaan kamu!" dengkusnya keras."Kamu yang apa-apaan! Kenapa badan kamu merah-merah begini! Kamu habis ngapain! Jelaskan!" bentakku untuk ke sekian kalinya dengan nada penuh curiga dan emosi.Nina hendak membuka mulutnya, tapi urung saat Naura tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya lalu memekik ke
POV DONNY"Bu, memangnya Nina mau ke mana sih? Hari sudah sore, apa nanti nggak kemalaman di jalan?" tanyaku pada ibu mertua saat Nina sudah keluar dari rumah, menggunakan ojek online yang dipesan oleh istriku itu untuk pergi. Entah ke mana."Nina ke mana nggak perlu kamu tanyakan lagi, Don. Biar aja dia pergi. Doakan saja istrimu itu selamat! Yang penting nanti pulang bawa uang. Kamu nggak bisa ngasih istri dan anakmu makan lagi, jadi nggak usah banyak tanya deh!" jawab ibu mertua dengan ketus sambil berlalu ke belakang."Kok ibu ngomong gitu? Sebelum SK pemecatan Donny keluar, Donny kan masih bisa dapat gaji, Bu. Lagi pula gajian kemarin semua uangnya sudah Donny kasih ke Nina, kok dibilang Donny udah nggak bisa ngasih makan Nina dan Naura lagi sih, Bu!" protesku sedikit keras pada beliau sambil membuntuti langkah ibu mertua ke belakang. Namun, beliau mengibaskan tangannya."Iya, bulan ini mungkin masih bisa makan. Tapi itu juga pas-pasan, karena sembako sekarang naik semua. Minyak
POV DONNY"Bu, maaf apa lowongan pekerjaan ini masih ada, Bu?" tanyaku pada ibu pemilik warung yang baru saja mengantarkan teh dingin yang kupesan.Ibu tersebut menganggukkan kepalanya."Masih. Siapa yang butuh pekerjaan? Tapi gajinya kecil ya, cuma lima ratus ribu sebulan. Kerjanya cuci piring sama ngantarin makanan ke meja tamu," sahut sang ibu dengan wajah datar."Lima ratus ribu, Bu? Kecil sekali ya," ucapku tanpa sadar. Membuat sang ibu pemilik warung makan mencebikkan bibirnya tak suka. Hari gini mencari pekerjaan memang susah. Sejak pandemi Corona melanda, hampir semua sektor usaha terdampak. Apalagi rumah makan yang notabene jam operasinya dibatasi sebab pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat."Gajinya kecil? Namanya juga kerja di rumah makan, Mas. Kalau mau gaji besar, situ ngelamar aja jadi menteri apa presiden sekalian. Ya, sudah. Nanti es tehnya nggak usah dibayar! Hitung-hitung saya sedekah sama sampean. Pengangguran aja sok minta digaji besar. Belum tentu juga saya
POV DONNY"Gimana, Don? Sukses usahanya?" tanya Ilham saat aku mampir ke rumah sohibku itu sepulang dari kantor Bu**ti.Aku menggelengkan kepala dengan wajah masam."Gagal, Ham. Pak Bu**ti malah marah-marah. Aku diusir dari ruangan dan malah Pak Ferdy disuruh naikkan berkas pemecatanku secepatnya, supaya bisa diteken segera," sahutku perih sambil menjatuhkan tubuh ke sofa dengan gerakan lunglai.Mendengar jawabanku, Ilham tampak terkejut dan tak percaya."Ya, Tuhan. Kok bisa sih, Don? Gimana ceritanya?" Ilham menatapku prihatin."Entahlah, Ham. Aku juga nggak nyangka. Pak Ferdy ternyata punya rekaman CCTV rumah makan waktu mereka makan bertiga kemarin, jadi gagallah usahaku untuk mempengaruhi Bu**ti supaya memecat Pak Ferdy dari jabatannya. Bukannya dipecat, malah aku yang disuruh secepatnya diberhentikan dari pekerjaan. Nasib!" keluhku penuh penyesalan."Hmm, ya sudahlah, Don. Mau gimana lagi, semua sudah terjadi. Sekarang lebih baik kamu fokus memikirkan masa depan kamu selanjutnya
POV DONNY"Jadi tidak benar kalau anda hanya makan berduaan saja dengan Bu Nisa, Pak Ferdy?" tanya Pak Bu**ti sambil menatap wajah Pak Ferdy.Pak Ferdy menggelengkan kepalanya lalu kembali membuka mulutnya."Rekaman CCTV rumah makan itu buktinya, Pak. Selain itu saya juga masih menyimpan bukti chat pertama kali saya dengan Bu Nisa. Bapak bisa baca ini, tanggalnya tidak lama kemarin" ujar Pak Ferdy lagi sambil menyodorkan ponselnya ke hadapan pimpinan kami itu.Pak Bu**ti membaca pesan whatsapp lelaki itu dengan istriku lalu tiba-tiba mengernyit heran."Tapi di sini Bapak memang mengajak makan siang Bu Nisa. Maksudnya apa?" Beliau bertanya kaget.Aku pun ikut kaget. Benarkah Pak Ferdy memang mengajak makan siang Nisa? Kalau begitu, berarti tak salah dugaanku, Pak Ferdy memang ada hati dengan istriku itu. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!"Saya mengajak makan siang Bu Nisa sebagai ucapan terima kasih, Pak. Tidak ada maksud lain. Saya memang merasa berterima kasih pada Bu Nisa ka
POV DONNY"Pak Ferdy, ke ruangan saya sebentar bisa, Pak? Ada hal yang mau saya bicarakan," ucap laki-laki berpenampilan berwibawa di depanku sesaat setelah ia memencet tombol di layar ponselnya, kelihatannya sedang menghubungi seseorang.Siapakah yang beliau hubungi itu? Pak Ferdy? Tak apa, aku siap menghadapi laki-laki pecundang itu saat ini juga! Biar dia tahu aku juga tidak bodoh dan mau begitu saja dipecundangi olehnya!"Baik, Pak!" terdengar sahutan di seberang yang tak urung sampai juga ke telingaku.Hmm, bagus! Dengan begitu aku akan bisa menunjukkan siapa diriku sebenarnya.di hadapannya!Beberapa saat kemudian, pintu ruangan ini pun diketuk dari luar."Masuk," ucap Bapak Bu**ti dengan suara berwibawa.Ceklek!Pintu pun dibuka dan dari luar. Sesosok tubuh laki-laki yang beberapa hari ini sebenarnya telah membuatku merasa insecure saat berdiri di sampingnya muncul di sana.Pakaiannya rapi dan terlihat mahal. Jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kekar juga kelihata