MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (37)"Begini dong, Ndra. Ganteng dan wangi. Biar Aira klepek klepek lagi sama kamu!""Hmm ... di salon mana kamu perawatan, Ndra? Hasilnya bagus. Nggak salah pilih salon kamu!" ujar Bu Rahmi saat Indra pulang ke rumah.Indra tersenyum masam mendengar perkataan ibunya itu. Dengan gusar dia menyisir rambut dengan kedua telapak tangannya.Nggak salah pilih gimana! Katanya dalam hati. Ibunya tak tahu saja kalau dia barusan bertemu makhluk setengah laki laki setengah perempuan seperti tadi. Dipanggil Mas dia marah, dipanggil Mbak tidak cocok karena jenis kelamin sebenarnya adalah laki laki.Semoga saja laki laki yang minta dipanggil Sinta tadi tak nekad menghubunginya setelah berhasil mengantongi nomor telepon nya tadi."Oh ya, Ndra. Mama kok penasaran ya. Pengen lihat rumahnya Aira. Kita samperin yuk ke sana. Apa bener kata kamu dia sudah sukses sekarang," ujar Bu Rahmi lagi setelah lama Indra tak menjawab kata katanya.Indra menghembuskan nafas, lalu meng
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (38)Setelah beberapa kali melakukan salat istikharah, Aira kemudian menghubungi Maya melalui pesan WhatsApp.[May, ada nggak lokasi lain selain dari ruko yang kemarin disewa sama Selvi itu?][Rasanya kok nggak enak ya, kalau aku menempati bekas ruko yang dia sewa. Soalnya kamu tahu sendiri kan, dia sekarang sudah jadi istri baru mantan suamiku. Jadi, kayaknya lebih enak kalau aku cari yang lain aja. Gimana menurut kamu?] tanya Aira pada Maya.Dia tak mau cerita kalau rumah tangga antara mantan suaminya dengan Selvi sepertinya sudah tak harmonis lagi karena beberapa hari ini Indra terus mengejar-ngejarnya untuk rujuk dan ibunya juga merayunya untuk pulang lagi ke rumahnya.Itu dia lakukan karena tak mau ikut campur urusan rumah tangga Indra dengan Selvi. Biar saja mereka mau berbuat apa, yang penting dia ingin sukses dalam hidupnya setelah bercerai. Itu saja.Maya membaca pesan dari Aira lalu membalas :[Iya, Ra. Setelah aku pikir pikir lagi memang ngg
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (39)"Halo, benar ini dengan Pak Indra? Kami dari Kepolisian Resort ingin meminta keterangan dari Anda sehubungan dengan laporan yang masuk ke kantor hari ini. Benar Anda pemilik toko perhiasan di Jalan Delima Pasar Baru?" tanya laki laki di seberang telepon dengan nada tegas pada Indra.Indra sontak merasa terkejut tak kepalang. Kepolisian resort? Untuk apa petugas dari kepolisian menelponnya? Ada urusan apa?"Benar, Pak. Eh ... tapi maksudnya apa ya, Pak? Bukan saya pemiliknya saya cuma diberi tugas mengelola saja, tapi itu pun belum sempat saya lakukan, Pak ... ," jawab Indra jujur, terbata bata."Belum bagaimana maksudnya? Di sini di dalam surat perjanjian ini, nama Anda jelas tertulis sebagai pemilik toko. Sedangkan Bu Selvi dan Bapak Ryan hanya menjalankan usaha saja. Tanggung jawab sepenuhnya berada di tangan Bapak," jawab petugas dari seberang itu lagi."Ma-maksud Bapak?" Indra masih merasa tak mengerti."Begini, Pak. Ini ada laporan dari beber
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (40)"Hentikan! Jangan main kekerasan di sini! Atau Ibu akan dipidanakan!" tandas petugas tersebut dengan nada marah saat Bu Rahmi dan Selvi berhasil dipisahkan.Namun, bukannya terima, wanita paruh baya itu justru makin meradang."Silahkan saja, Pak kalau saya mau dipenjara asalkan perempuan tak tahu malu ini juga dipenjara! Saya nggak rela dia mempermainkan anak saya. Apalagi hendak menipunya seperti sekarang ini!""Dia yang punya toko perhiasan! Dia yang mengelola. Dia yang nipu pembeli! Tapi anak saya yang disalahkan! Enak sekali dia!" ujar Bu Rahmi lagi dengan nada kasar.Mendengar hal itu, petugas tersebut meminta Bu Rahmi untuk duduk dan menahan emosinya."Ibu duduk dulu. Jelaskan semuanya dengan baik baik. Jangan dengan kekerasan seperti ini, karena ini kantor polisi, Bu! Bukan pasar! Hargai petugas! Jangan main hakim sendiri! Percaya lah, yang benar pasti akan selamat, dan yang salah pasti akan mendapat hukumannya. Jadi nggak perlu Ibu ngamuk
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (41)Aira tersenyum puas melihat tokonya yang hari ini Alhamdulillah sudah mulai buka.Meskipun barang barang yang dijual belum begitu banyak, sebab sebagian barang pesanannya yang hendak dijual kembali itu belum sampai, tapi melihat toko busana muslimah miliknya sudah mulai bisa beroperasi, Aira pun tersenyum bahagia.Selama satu bulan ini, dibantu Maya, dia sibuk mengurus pembukaan toko miliknya itu. Mulai dari mengurus tempat, sewa ruko, hingga agen tempat ia berbelanja.Syukurlah, setelah usaha keras demi bisa punya usaha di dunia nyata, toko miliknya itu pun akhirnya launching juga."Selamat ya, Ra. Akhirnya toko kamu buka juga. Semoga laris manis penjualannya ya dan makin sukses ke depannya,," ujar Maya sambil tersenyum."Makasih ya, May. Berkat bantuan kamu, akhirnya aku bisa juga punya toko. Kalau nggak ada kamu belum tentu jadi deh toko ini," jawab Aira sambil tertawa kecil.Maya pun balas tertawa."Udah rezeki kamu, Ra bisa punya toko. Juga b
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (42)"Mama? Dahlia?" Bibir Aira terasa beku saat mengucapkan nama itu.Meski dia tahu Bu Rahmi dan putrinya itu punya lisan yang sangat sulit untuk dijaga dan tampaknya belum berubah sama sekali hingga detik ini, tapi dia tidak menyangka kalau mantan ibu mertua dan adik iparnya itu akan datang ke tokonya ini dan marah marah serta bersikap kasar di toko tempat ia buka usaha untuk pertama kali ini.Di dalam tadi, dia sempat merasa sedih dan gundah. Baru dua hari buka toko tapi sudah dicaci maki pembeli, membuat dia merasa lara.Namun, saat tahu kalau pembeli tadi adalah mantan ibu mertuanya dan mantan adik iparnya, rasa sedih itu langsung hilang.Dia tahu, di mana pun tempat dan toko yang dimasuki, kemungkinan besar dua perempuan itu pasti juga akan melakukan hal yang sama sebab marah marah dan kasar memang sudah jadi watak keduanya yang tampaknya sulit untuk diubah."Aira? Ap-apa ini toko pakaian milik kamu?" Lidah Bu Rahmi terasa kelu saat mengajukan p
"Oh, jadi Mama nggak punya uang ... Maaf ... Nggak bawa uang maksudnya. Hmm ... Kalau gitu nggak papa deh, Ma kalau Mama mau kredit. Atau ... kalau enggak, bawa aja deh, Ma ... hitung hitung buat hadiah untuk Mama.""Alhamdulillah, sekarang Allah sudah berikan rezeki lebih buat Aira. Bisa bikin rumah dan bikin usaha seperti ini. Aira harus banyak banyak bersyukur dan berbagi, Ma. Jadi, kalau Mama memang betul betul suka dan menginginkan gaun ini, ambil aja buat Mama," ucap Aira yang akhirnya menjadi iba pada mantan ibu mertuanya itu.Meski dulu dia sering dihina dan direndahkan oleh mantan ibu mertuanya itu, tapi karena dasarnya Aira perempuan yang berhati baik dan mudah tersentuh hatinya, maka dia pun akhirnya memberikan cuma cuma saja gaun mahal itu pada Bu Rahmi.Perempuan itu berharap, semoga hal ini bisa menjadi tamparan dan pelajaran bagi mantan ibu mertua dan keluarganya kalau kesombongan itu hanya akan mengakibatkan kesengsaraan bagi pelakunya saja.Betapa mudah Allah membolak
MEMBALAS HINAAN SUAMI DAN MERTUA (44)"Mama? Dahlia? Ngapain? Kok pulang pulang senyum senyum terus?" sambut Indra saat keduanya masuk ke dalam rumah.Bu Rahmi dan Dahlia makin melebarkan senyumnya mendengar pertanyaan dari anak lelakinya itu."Siapa yang nggak seneng, Ndra. Punya calon menantu orang kaya? Ya, jelas seneng lah," jawab Bu Rahmi penuh rahasia sambil mengedipkan sebelah matanya ke arah Indra.Mendengar perkataan ibunya, Indra mengernyitkan dahinya."Calon menantu? Maksud Mama siapa? Calon menantu yang mana? Dahlia mau menikah?" tanya Indra tak mengerti.Bu Rahmi mengibaskan tangannya."Kok Dahlia sih? Ya kamulah! Kamu yang Mama maksud. Dan calon menantu itu ya Aira. Siapa lagi memangnya?" ucap Bu Rahmi balik bertanya.Mendengar itu, Indra makin tak mengerti."Kok Aira sih, Ma? Memangnya Aira orang kaya? Dan mau gitu jadi menantu Mama lagi?""Ya, iyalah Aira orang kaya. Lihat aja, habis bikin rumah baru, sekarang dia buka usaha toko pakaian baru. Apa nggak kaya namanya? N
POV DONNYSetelah diperintahkan hakim untuk melakukan mediasi, kami berdua pun akhirnya menghadap hakim mediasi di ruangan kerjanya.Kulihat Nisa menatap garang saat aku berjalan lebih dulu menuju ruangan tersebut. Aku memang berharap hakim mediasi dapat menyatukan kami berdua kembali. "Jadi, Pak Hakim, saya ingin rujuk lagi dengan istri saya ini. Saya memang sudah melakukan kesalahan fatal dengan mengkhianati perkawinan kami, tapi saya sangat menyesali hal itu, Pak Hakim.""Saya juga kasihan sama Nisa, istri saya ini. Kalau dia jadi janda, pasti namanya akan buruk di mata masyarakat. Dia akan jadi bahan gunjingan tetangga. Orang-orang akan takut kalau Nisa merebut suami mereka. Lagi pula, zaman begini banyak laki-laki suka seenaknya saja. Mereka berpikir janda itu perempuan yang mudah digoda dan diajak berbuat yang tidak-tidak.""Makanya saya ingin mengajak Nisa rujuk. Apalagi, Nisa ini hanya ibu rumah tangga biasa. Tidak punya banyak pilihan. Hanya laki-laki yang benar-benar baik s
POV DONNY"Saudari Nisa, Saudari yakin hendak melanjutkan gugatan perceraian pada suami Saudari, yakni Saudara Donny ini? Sudah dipertimbangkan masak-masak? Kami masih memberikan kesempatan bila mana Saudari hendak membatalkannya," ucap salah seorang hakim pada Nisa yang kemudian mengangguk yakin sebagai jawaban."Yakin, Yang Mulia. Sudah saya pertimbangkan masak-masak, saya akan tetap melanjutkan gugatan saya ini," jawab Nisa dengan nada tegas."Baik." Hakim mengangguk-anggukkan kepalanya lalu meneruskan pertanyaan kembali."Apa alasan dan dasar hingga Saudari memutuskan untuk menggugat cerai suami Saudari?" lanjut hakim pula."Karena suami saya sudah menikah lagi tanpa izin dari saya maupun izin atasan tempat ia bekerja sehingga saat ini status kepegawaian suami saya pun terancam dipecat dan berakhir. Bukan itu saja, saat ini suami saya juga sudah memiliki seorang putri dari pernikahan keduanya itu, Yang Mulia dan sebagai seorang istri, rasanya saya tidak bisa menerima dan mentoleri
POV DONNYSetelah dengan terpaksa meninggalkan rumah ibu NIna, aku pun melajukan roda dua menyusuri jalanan kota yang mulai sepi di jam tengah malam seperti ini.Hampir semua rumah penduduk sudah tutup. Hanya warung kopi dan warung pinggir jalan saja yang tampaknya masih buka.Aku pun membelokkan kendaraan ke sebuah warung kopi yang terlihat ramai.Kubiarkan saja tas pakaian berada di jok motor sementara aku duduk di bangku santai yang berjajar di sepanjang pinggir trotoar."Kopi, Mas. Satu," ucapku pada pelayan.Pelayan mengangguk. Aku pun menunggu, tetapi hingga beberapa saat lamanya, pesanan kopiku tak juga kunjung datang.Aku pun memanggil pelayan itu kembali dan dengan tak sabar, meminta pesananku segera dibuatkan.Pelayan tampak grogi. Namun, sesaat kemudian ia membawakan juga pesanan kopi yang kuminta. "Maaf ya, Mas. Kami kurang anggota, jadi pesanan lama nunggu," ujarnya sambil menundukkan kepala, meminta maaf."Kekurangan anggota? Maksudnya kurang pekerja?" tanyaku dengan na
POV DONNY"Nina, apa ini? Keterlaluan kamu! Kamu selingkuh ya! Atau ... jangan-jangan kamu ju*al diri! Kamu gila! Baru saja selesai nifas, sudah berbuat seperti ini! Bukan sama suami, tapi sama orang lain! Dasar perempuan jal*ng!" bentakku kalap saat melihat keadaan Nina yang demikian.Kurenggut kimono yang dikenakan perempuan itu hingga sobek di beberapa bagian.Nina berusaha mempertahankan dan menutup bagian atas tubuhnya yang terbuka dengan telapak tangan, tapi percuma sebab tangan itu pun kurenggut paksa."Percuma kamu tutupi! Aku sudah melihat semuanya, Nina! Kamu selingkuh, kan! Iya, kan!" bentakku lagi dengan kalap.Nina hanya mampu menatapku nanar."Apa kata kamu! Hentikan, Mas! Apa-apaan kamu!" dengkusnya keras."Kamu yang apa-apaan! Kenapa badan kamu merah-merah begini! Kamu habis ngapain! Jelaskan!" bentakku untuk ke sekian kalinya dengan nada penuh curiga dan emosi.Nina hendak membuka mulutnya, tapi urung saat Naura tiba-tiba tersentak bangun dari tidurnya lalu memekik ke
POV DONNY"Bu, memangnya Nina mau ke mana sih? Hari sudah sore, apa nanti nggak kemalaman di jalan?" tanyaku pada ibu mertua saat Nina sudah keluar dari rumah, menggunakan ojek online yang dipesan oleh istriku itu untuk pergi. Entah ke mana."Nina ke mana nggak perlu kamu tanyakan lagi, Don. Biar aja dia pergi. Doakan saja istrimu itu selamat! Yang penting nanti pulang bawa uang. Kamu nggak bisa ngasih istri dan anakmu makan lagi, jadi nggak usah banyak tanya deh!" jawab ibu mertua dengan ketus sambil berlalu ke belakang."Kok ibu ngomong gitu? Sebelum SK pemecatan Donny keluar, Donny kan masih bisa dapat gaji, Bu. Lagi pula gajian kemarin semua uangnya sudah Donny kasih ke Nina, kok dibilang Donny udah nggak bisa ngasih makan Nina dan Naura lagi sih, Bu!" protesku sedikit keras pada beliau sambil membuntuti langkah ibu mertua ke belakang. Namun, beliau mengibaskan tangannya."Iya, bulan ini mungkin masih bisa makan. Tapi itu juga pas-pasan, karena sembako sekarang naik semua. Minyak
POV DONNY"Bu, maaf apa lowongan pekerjaan ini masih ada, Bu?" tanyaku pada ibu pemilik warung yang baru saja mengantarkan teh dingin yang kupesan.Ibu tersebut menganggukkan kepalanya."Masih. Siapa yang butuh pekerjaan? Tapi gajinya kecil ya, cuma lima ratus ribu sebulan. Kerjanya cuci piring sama ngantarin makanan ke meja tamu," sahut sang ibu dengan wajah datar."Lima ratus ribu, Bu? Kecil sekali ya," ucapku tanpa sadar. Membuat sang ibu pemilik warung makan mencebikkan bibirnya tak suka. Hari gini mencari pekerjaan memang susah. Sejak pandemi Corona melanda, hampir semua sektor usaha terdampak. Apalagi rumah makan yang notabene jam operasinya dibatasi sebab pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat."Gajinya kecil? Namanya juga kerja di rumah makan, Mas. Kalau mau gaji besar, situ ngelamar aja jadi menteri apa presiden sekalian. Ya, sudah. Nanti es tehnya nggak usah dibayar! Hitung-hitung saya sedekah sama sampean. Pengangguran aja sok minta digaji besar. Belum tentu juga saya
POV DONNY"Gimana, Don? Sukses usahanya?" tanya Ilham saat aku mampir ke rumah sohibku itu sepulang dari kantor Bu**ti.Aku menggelengkan kepala dengan wajah masam."Gagal, Ham. Pak Bu**ti malah marah-marah. Aku diusir dari ruangan dan malah Pak Ferdy disuruh naikkan berkas pemecatanku secepatnya, supaya bisa diteken segera," sahutku perih sambil menjatuhkan tubuh ke sofa dengan gerakan lunglai.Mendengar jawabanku, Ilham tampak terkejut dan tak percaya."Ya, Tuhan. Kok bisa sih, Don? Gimana ceritanya?" Ilham menatapku prihatin."Entahlah, Ham. Aku juga nggak nyangka. Pak Ferdy ternyata punya rekaman CCTV rumah makan waktu mereka makan bertiga kemarin, jadi gagallah usahaku untuk mempengaruhi Bu**ti supaya memecat Pak Ferdy dari jabatannya. Bukannya dipecat, malah aku yang disuruh secepatnya diberhentikan dari pekerjaan. Nasib!" keluhku penuh penyesalan."Hmm, ya sudahlah, Don. Mau gimana lagi, semua sudah terjadi. Sekarang lebih baik kamu fokus memikirkan masa depan kamu selanjutnya
POV DONNY"Jadi tidak benar kalau anda hanya makan berduaan saja dengan Bu Nisa, Pak Ferdy?" tanya Pak Bu**ti sambil menatap wajah Pak Ferdy.Pak Ferdy menggelengkan kepalanya lalu kembali membuka mulutnya."Rekaman CCTV rumah makan itu buktinya, Pak. Selain itu saya juga masih menyimpan bukti chat pertama kali saya dengan Bu Nisa. Bapak bisa baca ini, tanggalnya tidak lama kemarin" ujar Pak Ferdy lagi sambil menyodorkan ponselnya ke hadapan pimpinan kami itu.Pak Bu**ti membaca pesan whatsapp lelaki itu dengan istriku lalu tiba-tiba mengernyit heran."Tapi di sini Bapak memang mengajak makan siang Bu Nisa. Maksudnya apa?" Beliau bertanya kaget.Aku pun ikut kaget. Benarkah Pak Ferdy memang mengajak makan siang Nisa? Kalau begitu, berarti tak salah dugaanku, Pak Ferdy memang ada hati dengan istriku itu. Dan ini tidak bisa dibiarkan begitu saja!"Saya mengajak makan siang Bu Nisa sebagai ucapan terima kasih, Pak. Tidak ada maksud lain. Saya memang merasa berterima kasih pada Bu Nisa ka
POV DONNY"Pak Ferdy, ke ruangan saya sebentar bisa, Pak? Ada hal yang mau saya bicarakan," ucap laki-laki berpenampilan berwibawa di depanku sesaat setelah ia memencet tombol di layar ponselnya, kelihatannya sedang menghubungi seseorang.Siapakah yang beliau hubungi itu? Pak Ferdy? Tak apa, aku siap menghadapi laki-laki pecundang itu saat ini juga! Biar dia tahu aku juga tidak bodoh dan mau begitu saja dipecundangi olehnya!"Baik, Pak!" terdengar sahutan di seberang yang tak urung sampai juga ke telingaku.Hmm, bagus! Dengan begitu aku akan bisa menunjukkan siapa diriku sebenarnya.di hadapannya!Beberapa saat kemudian, pintu ruangan ini pun diketuk dari luar."Masuk," ucap Bapak Bu**ti dengan suara berwibawa.Ceklek!Pintu pun dibuka dan dari luar. Sesosok tubuh laki-laki yang beberapa hari ini sebenarnya telah membuatku merasa insecure saat berdiri di sampingnya muncul di sana.Pakaiannya rapi dan terlihat mahal. Jam yang melingkar di pergelangan tangannya yang kekar juga kelihata