Kamilia mencoba menahan air mata agar tidak jatuh lagi. Cerita Saiful membuat dirinya begitu terguncang. Aib yang seharusnya dia jaga kini sudah tak ada gunanya lagi ditutup. Semua tentang dirinya Saiful tahu.
“Kau… kau melihatku, Kang?” tanya Kamilia pelan.
"Ya," jawab Saiful.
Oh, Tuhan. Kamilia menutup wajahnya yang merah padam.
Kamilia kembali ke rumah dengan janji-janji manis Garganif. Dia percaya suaminya itu masih mencintainya, tidak begitu saja akan menghancurkan mahligai yang sudah dibangunnya sekian lama.Kehidupan berjalan kembali seperti biasanya. Kamilia sudah memaafkan Garganif. Entah di mana Paulina berada Kamilia sudah tidak peduli lagi. Baginya yang penting Garganif sudah tidak banyak tingkah lagi, selesai.Suatu pagi Garganif pergi ke kantor tidak seperti biasanya. Terlalu pagi menurut Kamilia. Dengan penuh rasa penasaran Kamilia bertanya, "Pagi sekali, Sayang. Hendak ke mana?""Aku ada urusan ke luar kota tiga hari, kuharap kau baik-baik bersama Rinai di rumah," jawab Garganif."Baiklah, segera pulang, ya!" ujar Kamilia."Tentu, Sayang!" Rinai belum bangun saat Garganif pergi, lelaki itu hanya mencium anaknya sesaat. Kamilia memandang kepergian Garganif dengan perasaan yang sukar untuk dijelaskan. Dalam lubuk hatinya yang paling dalam ada setitik kecurigaan yang muncul. Entah mengapa rasa itu
Garganif pulang setelah tiga hari menghilang. Kamilia hanya diam tanpa berkata sepatah kata pun. Garganif tampak salah tingkah. Kamilia curiga dengan tingkahnya."Aku minta maaf, Sayang," ujarnya."Untuk ….""Emm… tidak memberimu kabar," kata lelaki itu."Oh, sejak kamu menyadarinya, lalu mengapa? Apa yang kamu kerjakan sehingga tidak mau terganggu? Oh, kapan kamu merasa terganggu dengan telepon dari istrimu?" Rentetan pertanyaan seperti peluru dari senapan senapan, memberondong Garganif. Tampak lelaki itu bingung untuk menjawab."Jujur lebih baik daripada kamu mencari-cari alasan dengan cerita!" kecam Kamilia."Mengapa mesti berbohong, aku pergi ke daerah yang tidak ada sinyal … please, aku cape, biarkan aku istirahat," kata Garganif.Kamilia membiarkan suaminya berlalu. hanya memperhatikan punggung suaminya yang berjalan memasuki kamar. Wanita itu menghela napas panjang. Bau ketidakjujuran tercium, aromanya begitu kuat menusuk hidung Kamilia.Kamilia sudah merasakannya sejak Gargani
Paulina menyambut uluran tangan Bagas. Senyum paling manis dia pamerkan kepada pemuda itu. Dalam niatnya timbul niatnya untuk Garganif. Wanita itu jatuh cinta kepada Bagas pada pandangan pertama. "Paulina." Wanita itu menyebutkan namanya dengan malu-malu. Seperti remaja belasan tahun dia tertunduk. Bagas memandangnya dalam-dalam. "Cantik juga," pikir lelaki itu. Bagas tahu kalau Paulina tertarik kepadanya. Itu yang diharapkannya, lelaki itu juga tertarik kepada Paulina.Mereka ngobrol berbasa-basi. Sampai akhirnya mereka terbuai asmara. Paulina tidak bercerita kalau dirinya sudah punya suami walaupun nikah siri. Bagas juga tidak bertanya tentang status perempuan itu. Mereka bisa bersama-sama dengan yang ada dalam pikiran masing-masing.Debar-debar indah kembali dirasakan oleh Paulina. Dia sama sekali tidak menjelaskan Garganif. Dia hanya bagaimana bagaimana rasa kecewanya terbayar lunas. Dia tidak peduli walau harus berselingkuh dengan Bagas. "Persetan dengan kesetiaan, toh dia jug
Garganif melirik Kamilia dengan rasa curiga. Dia bangkit dari tempat tidurnya. Menunggu Kamilia menikmati foto-foto yang dibilang seronok tadi. Hatinya cemas, takut perselingkuhannya terbongkar.Kamilia sengaja tidak beranjak beranjak. Dia mengulum senyum penuh misteri. Tentu saja Garganif kesal, dia semakin penasaran. Merasa dipermainkan oleh Kamilia, dirinya turun dari tempat tidur dan mendekati Kamilia. Lelaki itu melongok ke arah handphone Kamilia. Wajahnya tegang karena melihat pemandangan di suatu tempat di Kalimantan. Pulau tempat dia dan Paulina melaksanakan perkawinan. Kebetulan Garganif ada sedikit proyek di sana. Opportunity itu dia pakai untuk membawa Paulina dan menikahinya."Mana fotonya?" tanya Garganif dengan perasaan ketar-ketir."Mau tahu atau mau tahu aja?" kata Kamilia sedikit untuk menolak suaminya. Garganif semakin tidak sabar. Kamilia layar dengan HP-nya. "Ini!" Kamilia menunjukkan satu persatu gambar seronok di layar handphone. "Hahaha hahaha hahaha." Lantas d
Paulina dongkol dalam hatinya. Kamilia sudah berhasil membuka aibnya. Dia harus melakukan sesuatu untuk meyakinkan Garganif. Ditamparnya pipinya berulang kali, hingga tercipta bilur-bilur kemerahan. Wanita itu menelpon Garganif.Dia menangis meminta Garganif pulang. Tentu saja lelaki itu menjadi panik. Segera Garganif menuju rumah Paulina. Paulina masih menangis saat Garganif tiba. Laki-laki itu kaget melihat Paulina yang babak belur wajahnya."Kamu kenapa?" tanya Garganif."Kamilia ….""Kamilia kenapa?" tanya Garganif kaget. Dia memegang tangan Paulina yang memar. Mengambil batu es dari kulkas serta mengompresnya. Hatinya gundah mendengar kata Kamilia."Dia datang dan menyiksaku," kata Paulina sambil menangis tersedu-sedu.Garganif memeluk Paulina. Tidak pernah terlintas di benaknya Kamilia bisa berlaku sebrutal itu. Wanita yang selalu santun dalam keseharian ternyata mampu berlaku kejam. Paling penting ternyata Kamilia tahu perselingkuhannya dengan Paulina. Herannya di rumah Kamilia
Sesaat sebelumnya….Kamilia menerima pesan dari Bagas. Laki-laki itu sedang menuju ke sebuah kafe untuk bertemu dengan Paulina. Kamilia tersenyum sambil mengatur sebuah rencana. Dia mencari kontak Erika, teman dekat Bagas.Diajaknya Erika untuk bekerja sama. Jangan lupa apa yang harus dirinci Kamilia dengan detail. Hasilnya Erika berakting dengan rapi. Kamilia juga memaksa Garganif untuk pergi ke kafe itu dengan alasan ingin makan dimsum. Wanita itu menyuruh Rinai untuk memaksa bapaknya."Papi, ayo kita pergi!" ajak Rinai."Papi lagi laki-laki keluar, Sayang," tolak Garganif.Rinai cemberut, dia diam sambil menunjukkan raut wajah sedih. Kamilia berusaha membujuknya tapi Rinai tetap diam. Garganif tidak tega melihatnya. Akhirnya dia mengalah, mencoba membujuk Rinai."Bagaimana kalau besok, Putri?" tanya Garganif sambil jongkok di hadapan Rinai. Rinai tetap dengan aksi diamnya. Kamilia tertawa dalam hati, pintar sekali Rinai di kerjasama ajak. Walau anak kecil itu tidak mengerti apa ya
Bagas mampir ke rumah Kamilia. Dia ingin menunjukkan sesuatu kepada adiknya itu. Kamilia tersenyum penuh kemenangan, rencananya sudah dieksekusi dengan hebat oleh Bagas."Ini Erika?" tanya Kamilia. Dia menunjuk wanita yang berpakaian seksi di ponsel Bagas. "Ya, dialah Erika, wanita yang membantu kita," jawab Bagas.Kamilia mengamati foto-foto Garganif dengan Erika. Pose mereka benar-benar seperti sedang melakukan percintaan. Kamilia tertawa kecil, Garganif akan panik saat bangun di pelukan wanita itu."Pembalasan seorang perempuan akan lebih sadis, Garganif," gumamnya."Apa?" tanya Bagas."Gak apa-apa," jawab Kamilia. "Mana pesananku? Kamilia menadahkan tangan, Bagas memberikan sebuah kartu chip provider baru. Wanita itu menimang-nimang kartu tersebut. Kemudian, memberi isyarat kepada Bagas untuk pulang. Dia berterima kasih dengan segala bantuan Bagas. "Kau hebat, Erika, kau akan menang banyak" gumam Bagas sambil memutar kunci mobilnya bersia pulang.Laki-laki itu kembali ke rumahny
Kamilia tidak segera menjawab. Wanita itu tersenyum-senyum membuat Garganif curiga. Sikap laki-laki itu kini seperti khawatir dengan sikap Kamilia yang tenang-tenang saja. Kamilia tidak pernah marah walau tahu Garganif berselingkuh. Garganif curiga Kamilia tidak memiliki rasa cinta lagi terhadap dirinya. Kalau Kamilia berniat pergi darinya, laki-laki itu akan bangkrut."Jalan-jalan, Papi!" teriak Rinai."Kemana, Sayang?" tanya Garganif."Ke mall, main ice skating, aku mau belajar menari, ya kan, Mi?""Ya sayang, yuuu pergi!" ajak kamilia.Mereka berdua pergi tanpa mengajak Garganif, laki-laki itu duduk dengan lunglai. Hari ini adalah hari tersial dalam hidupnya. Uang juta seratus lenyap dalam semalam. Ingin rasanya sekali berteriak-teriak. Paulina juga sudah berbohong di satu pernikahannya. Masih terbayang wajah Erika, saat tahu rekeningnya tiba-tiba gendut dengan transferan darinya. Lebar sekali senyumnya saat berterima kasih. "Kita akan menjadi mitra kerja yang saling menguntungka
"Selamat, Bu Kamilia, aduh jagoannya ganteng sekali!" Teman Kamilia setengah berteriak melihat keelokan buah hatinya."Ya, Allah, ini sih ketampanan yang hakiki!" Amira histeris, dasar cerewet.Harus diakui anaknya memang terlahir sangat rupawan, alhamdulillah. Bukan karena pujian ibunya, tapi setiap orang yang datang menengok semua rata-rata terpesona melihatnya. Mungkin karena ibu bapaknya juga memiliki wajah yang cantik dan tampan, namanya juga seorang model.Namun, di balik puja puji tersebut terdapat cerita yang mengiris hati. Kejadian yang hampir merenggut nyawa Kamilia, karunia Allah yang tak terhingga, wanita itu masih bisa bernafas hari ini.Si tampan ini adalah anak Kamilia yang pertama, usia menjelang empat puluh. Kehamilannya memang agak bermasalah, ketika USG, terlihat ari-ari bayi dibawah menghalangi jalan lahir. Namun, Kamilia bersikukuh untuk lahiran normal.Saat lahiran pun tiba, siang Kamilia sudah pergi ke rumah sakit ditemani suaminya, Saiful. Ternyata pembukaan tid
Suasana hening menunggu aksi Saiful selanjutnya. Menerka-nerka apa sebenarnya yang akan terjadi.Lelaki itu berlutut di depan Kamilia. Tangannya mengeluarkan kotak segi empat kecil berwarna merah. Kamilia terpaku melihat tingkah laki-laki itu. Semua yang hadir juga tidak ada yang bersuara. Suasana hening dan syahdu. Seiring musik mengalunkan nada cinta. "Maukah kau menikah denganku?" Bergetar suara Saiful saat menyatakan keinginannya.Suara tepuk tangan gemuruh disertai suitan. Mereka berharap agar Kamilia juga menerima lamaran Saiful. Berkaca-kaca mata Kamilia, tanpa diduga laki-laki yang dicintainya melamarnya kini."Terima … terima!"Hadirin ramai berteriak. Mereka menyemangati Kamilia agar segera menerima cincin itu. Kamilia memandang ayah dan ibunya. Mereka mengangguk tanda setuju.Perlahan-lahan Kamilia menyodorkan tangannya. Saiful menyambutnya, lalu lelaki itu berdiri. Dia mengambil cincin dari kotaknya dan menyematkannya di jari manis Kamilia.Gemuruh tepuk tangan kembali mem
Sore yang cerah membawa Kamilia serta Amira dan Rinai sampai ke sebuah pelataran rumah sederhana. Kamilia dan Amira pergi menemui orang tua Amira. Untuk pertama kalinya Amira pulang setelah pergi selama bertahun-tahun.Tadinya Amira tidak mau tapi Amira memaksanya untuk meminta restu dari orang tuanya. Mereka pergi bertiga dengan Rinai ke rumah Amira."Ini rumahmu?" tanya Kamilia.Gadis itu hanya mengangguk. Dia menatap lekat rumah yang sudah lama ditinggalkannya. Ribuan kenangan berlompatan dalam benaknya. "Aku tidak mau!" seru Amira."Anak durhaka, ikuti dia! Dia akan memberimu pekerjaan." bentak bapak Amira –Zulfikar."Aku masih ingin sekolah, Pak," ratap Amira."Pergilah! Ikuti dia." Suara Zulfikar semakin lemah. Hatinya juga hancur harus merelakan anaknya menjadi pelacur."Mak!" Amira mencoba memohon pertolongan kepada ibunya.Ibunya hanya menggeleng sambil menangis. Matanya sudah bengkak karena menahan tangis sejak tadi. Kini, air matanya tumpah tidak dapat dibendung lagi. Pupu
Kamilia mengusap air matanya. Bersaing dengan hujan yang semakin deras. Lamunan Kamilia semakin dalam. Tok tok tok.Suara ketukan di pintu kembali membuyarkan lamunannya. Rupanya Saiful sudah berada di ambang pintu."Pulang," ajak Saiful."Masih hujan," ujar Kamilia. "Kayak jalan kaki saja, ayo!"Dengan malas Kamilia beranjak dan mengikuti pria itu. Wanita itu tidak ingin membantahnya. Hujan masih mengguyur Jakarta saat mereka menyusuri jalan yang basah. Tampak sepasang laki-laki dan perempuan berjalan dalam hujan. Tangan wanita itu merangkul erat pinggang laki-laki itu. Kamilia membayangkan itu adalah Garganif. Sukar diterima akal, jika dirinya kini telah berpisah. Entah mengapa sakit sekali hati Kamilia membayangkan Garganif dengan wanita lain."Kenapa?" tanya Saiful demi dilihatnya Kamilia hanya duduk mematung. Lelaki itu mengikuti arah pandang Kamilia. Dia melihat sepasang manusia berjalan sambil berangkulan. "Teringat siapa?""Tidak ada, kenapa?" "Enggak, lain dari biasanya.
Kamilia merasa curiga melihat Amira dan Bintang berbisik-bisik sambil melirik ke arahnya. "Ngapain mereka?" pikir Kamilia. Dia melirik ke arah Saiful. Sama juga, lelaki itu tampak tersenyum misterius.Rinai yang sudah selesai berbelanja mengajak Kamilia untuk segera pulang. Namun, Saiful memberi kode bahwa dirinya masih ada tempat yang dituju."Oom masih ada urusan lain. Jangan dulu pulang, ya!" bujuk Saiful."Mungkin dia ada urusan mendadak," pikir Kamilia.Berlima mereka menaiki mobil mewah keluaran terbaru. Bintang dan Amira duduk bersebelahan di belakang. Rinai dipangku oleh Kamilia. Terlihat sebagai keluarga yang sangat bahagia. Kamila tersenyum bahagia, begitu pula Saiful. Lelaki itu selalu menyunggingkan senyum."Apa ih, senyam-senyum?" tanya Kamilia."Tidak apa-apa. Sebaiknya kamu tutup mata deh," jawab Saiful."Kenapa? Kalian pada kenapa, sih? Kok mencurigakan?" Kamilia bertanya."Tidak ada apa-apa?" Saiful tersenyum penuh misteri."Apa, sih?" Kamilia menggerutu. "Sok mister
Hari ini Kamilia berniat untuk pergi ditemani oleh Saiful dan Rinai. Bintang dan Amira juga merengek ingin ikut. Dasar, ada-ada saja mereka ini. "Ayolah, Kak, cuma ikut saja nggak minta digendong, kok," kata Amira dengan wajah merajuk. Mau tak mau membuat Saiful dan Kamilia tersenyum dan mengangguk ke arah mereka berdua. Kubiarkan mereka asik menikmati permainan di mall itu, saat Kamilia sendiri memilih masuk pada sebuah salon kecantikan terkenal di tempat itu. Sekarang saatnya dia memanjakan diri, sedikit melupakan hal-hal yang membuat otak dan pikiran lelah dan stress.Saiful dan yang lainnya juga seperti tak keberatan meluangkan waktu hanya untuk menunggui Kamilia yang membutuhkan waktu hingga dua jam lebih itu.Setelahnya, mereka berjalan beriringan. Menyusuri satu demi satu toko yang menjual aneka barang dagangannya, lalu berhenti di sebuah toko baju yang menyediakan perlengkapan kebutuhan anak-anak. Selain desain yang menarik, harganya juga masih ramah dikantong dengan model ya
"Apa sebaiknya kita percepat saja pernikahan kita?" tanya Saiful.Kamilia yang tengah minum orange jus kesukaannya, langsung menyemburkannya dan hampir saja mengenai muka Saiful. Tentu saja lelaki itu kaget dibuatnya."Kamu itu bercandanya nggak lucu tau," kata Kamilia ketus. Wanita itu menatap ke arah Saiful yang langsung terbahak sambil mengangsurkan tisu padanya."Maaf, kamu sampai kaget begitu. Tapi aku tidak bercanda Kamilia, aku serius dengan ucapanku barusan.""Kamu pikir mentang-mentang aku janda, makanya kamu bisa seperti itu memintaku untuk menikah segera?" "Bukan begitu maksudku, hanya saja aku sudah tak tahan dan ingin segera memilikimu. Lagi pula aku takut tergoda dengan yang lain, atau kamu akan kembali kepada Garganif lagi," ungkap Saiful jujur.Kamilia memutar bola matanya malas, merasa ucapan Saiful sungguh tidak penting."Jika aku mau kembali kepada lelaki itu, aku tidak akan duduk di sini bersamamu dan mengatakan padamu tentang kedatangan papanya Rinai.""Oh ya, beg
Kamilia menghentikan mobilnya tepat di depan mereka, Amira dan Bintang. Tawa Kamilia terhenti saat melihat mata Amira bengkak."Apa yang terjadi?Jangan bilang kamu yang membuat Amira menangis!" tuduh Kamilia kepada Bintang."Bukan bukan aku," elak Bintang. Pemuda itu melihat ke arah Amira mengharapkan dukungan."Bukan, Kak. Aku hanya teringat Andra." Amira menjawab sambil masuk ke mobil. "Kamu gak ikut?" tawar Amira."Aku bawa motor." Bintang melambaikan tangannya kepada mereka."Kamu pacaran sama Bintang?" tanya Kamilia."Hehehe." Amira hanya tertawa malu. Dia menunduk menyembunyikan wajahnya yang bersemu merah."Ya, sudah, gak apa-apa. Kakak juga mau nikah," ucap Kamilia mengagetkan Amira."Sama siapa?" Amira menoleh dengan cepat, memastikan kalau dirinya tidak salah mendengar."Saiful." Seketika ingatan Amira melayang kepada sosok laki-laki tampan yang bermata teduh. Seorang laki-laki yang sempurna. Amira juga ingin mempunyai suami seperti dia. Sudah ganteng, sholeh, punya perusaha
Laila terkejut mendengar perkataan Amira. Bisa saja Andra meminta Bintang untuk mencintai Amira."Bisa jadi," kata Laila sambil berbisik. Mereka menjaga agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain."Ssst … jenazah sudah keluar. Ayo!" Amira menggamit lengan Laila. Mereka berjalan beriringan dengan pelayat lainnya. Bintang tampak menggandeng sang ibu. Bintang mengedipkan matanya sebagai isyarat dirinya tidak bisa dekat-dekat dengannya. Amira mengangguk, gadis itu mengerti.Amira menangis saat pemakaman, begitu pula Laila dan Adelia. Mereka bertiga lama terpekur setelah orang lain pulang. Mengenang saat-saat kebersamaan dulu dengan kenangannya masing-masing."Kita pulang, yu," ajak Laila.Amira dan Adelia mengangkat wajahnya. Mereka berdiri lalu beranjak dari gundukan tanah merah itu. Berjalan menyusuri deretan batu nisan.Amira menoleh ke arah makam Andra. Gadis itu seperti melihat Andra berdiri menatapnya. Amira berhenti memperhatikan, dia akan kembali lagi. Namun, Laila menggamit le