Pagi ini, Nathan sudah bersiap-siap untuk pergi ke sekolah. Ia tengah duduk di ruang makan, sambil menunggu sarapan pagi yang dibuatkan oleh ibunya. Selang beberapa detik, Nafeesa datang dengan membawa nasi goreng buatannya. Bilqis menuruni anak tangga, menuju ruang makan untuk ikut sarapan bersama Nafeesa dan Nathan. "Wih nasi goreng nih?" Tanya Bilqis. "Yoi, nanti pulang kerja gue mau belanja ke supermarket. Soalnya bahan makanan udah pada habis semua," balas Nafeesa. "Mau gue temenin gak? Soalnya gue nanti gak ada meeting, paling cuma tanda tangan beberapa berkas aja," sahut Bilqis sambil mengunyah nasi gorengnya. "Enggak perlu, gue sama Nathan aja," Jawab Nafeesa. "Eh, Nathan sama gue. Soalnya, Zay suruh ajak Nathan pergi bareng kita berdua. Jadi lo gapapa sendirian 'kan?" Tanya BilqisNafeesa menatap anaknya yang tengah makan dengan lahap, kemudian menatap sahabatnya yang tengah menatapnya. "Ya udah, nanti jemput aja Nathan pulang," balas Nafeesa. Bilqis mengangguk dan melan
Setelah menenangkan Alia, Dareen membawa Nathan masuk ke dalam mobil. Disusul oleh Zay dan Bilqis. Kemudian mereka masuk ke dalam mobil dan menjauh dari sekolah, Nathan. Di dalam mobil, Nathan hanya diam sambil menatap ke luar jendela mobil. "Ponakan Aunty terbaik, hajar aja tuh orang yang mau nyakitin cewek," ujar Bilqis menatap keponakan dari kaca spion. "Sayang, jangan gitu," sahut Zay.Bilqis langsung diam, dan menatap keluar jendela mobil. Sedangkan Dareen, sedari tadi hanya menatap putranya. "Nathan, coba liat Ayah sayang," ucap Dareen dengan lembut. Nathan menatap Dareen dengan tatapan polos miliknya. Pria tampan itu mengusap surai lembut anaknya, dan Nathan hanya diam menikmati elusan dari sang ayah. "Anak pinter, tapi jangan diulangi lagi ya sayang. Ayah tau kamu ingin membela Alia, tapi jangan sampai dorong anak itu seperti tadi ya," jelas Dareen. Nathan hanya diam, dan menatap keluar jendela mobil kembali. Dareen yang melihat respon anaknya, hanya bisa menghela nafas d
Saat Nathan bangun, Dareen langsung mengajak Nathan untuk pulang ke rumah Nafeesa dan Bilqis. Saat ini mereka tengah berada di dalam mobil menuju rumah Nafeesa dan Bilqis. Di perjalanan, Nathan hanya diam sambil memainkan rubik miliknya. Dareen tersenyum bahagia saat melihat rubik pemberiannya dimainkan oleh putranya. Kemudian pria tampan itu mengusap surai milik Nathan dengan lembut. "Kita akan jalan-jalan bareng, Bunda. Kamu seneng gak?" Tanya Dareen. Nathan mengangguk, karena jika boleh jujur anak laki-laki itu terlihat bahagia, saat mendengar ia, bundanya dan ayahnya akan jalan-jalan bersama. Tapi, ia tidak bisa mengekspresikan wajahnya. Setelah beberapa menit di perjalanan akhirnya mobil berhenti tepat di halaman rumah Nafeesa dan Bilqis. Terlihat Nafeesa tengah duduk di depan, sambil menunggu Nathan. Dareen keluar dari mobil lebih dulu, kemudian membuka 'kan pintu untuk anaknya. Nathan keluar dari dalam mobil, dan berlari menghampiri Nafeesa. Anak laki-laki itu memeluk Nafeesa
Setelah puas bermain di Timezone, Dareen mengajak Nathan dan Nafeesa ke cafe yang paling dikenal sebagai tongkrongan anak muda. Dekorasi cafe sangat sederhana namun tetap terlihat elegan. Saat tiba di tempat parkir cafe, Dareen membuka pintu untuk Nafeesa dan Nathan. Pria itu menggenggam tangan Nathan, dan memegang tangan Nafeesa. Namun, gadis itu memilih untuk menjauhkan tangannya dari tangan, Dareen. "Gak enak dilihatin orang," ujar Nafeesa dengan hati-hati. "Gapapa, orang juga gak kenal kita 'kan," balas Dareen. "Enggak Mas, nanti teman-teman Mas ngeliat kita. Terus bicara yang enggak-enggak tentang, Mas," lanjut Nafeesa. Dareen hanya menampilkan senyuman tipisnya, kemudian menggenggam erat tangan Nafeesa. "Biarin aja, Mas gak peduli. Intinya sekarang, Mas bisa habiskan waktu bareng kamu dan anak kita. Masalah tanggapan orang lain, belakang aja," jawab Dareen. Nafeesa hanya pasrah, dan Dareen langsung berjalan masuk ke dalam cafe dengan tangan sebelah kiri menggandeng anaknya d
Ilham baru saja bangun dari tidurnya, pria itu berjalan ke arah kamar mandi untuk segera membersihkan diri. Hari ini, ia ada pertemuan dengan dosen pembimbingnya saat menyusun skripsi. Setelah selesai mandi, Fatih keluar dari kamar mandi dengan pakaian rapi, layaknya seperti anak kuliahan biasanya. "Gila, kapan dah gue wisuda. Banyak banget yang harus gue urus, tapi gapapa tinggal sehari lagi. Besok otw Jakarta, ketemu ponakan kesayangan gue," ujar Fatih. Pria tampan itu mengambil tas punggung-nya dan berjalan keluar dari kamar. Fatih tinggal di rumah sang Kakak yang ada di Semarang. Rumah ini dihuni oleh pembantunya untuk sementara waktu, karena Nafeesa dan Bilqis selama beberapa bulan tinggal di Jakarta. "Bi, Fatih pergi dulu ya. Dahhh," teriak Fatih. Asisten rumah tangga yang bekerja di rumah tersebut, langsung berlari dari dapur untuk mengejar Fatih yang berjalan keluar rumah. "Aden! Sarapan dulu, jangan main pergi aja. Nanti bibi dimarahin sama Non Nafeesa, buruan makan. Nant
Sudah dua hari berlalu, hari ini tepatnya hari dimana Fatih akan wisuda dan ia akan resmi mendapatkan gelar S.E. di jurusan manajemen. Fatih tengah bersiap-siap di dalam kamarnya, dan Nafeesa tengah memakaikan baju untuk Nathan. Sore semalam Nafeesa datang bersama Nathan ke Semarang. Sedangkan Bilqis hari ini akan tiba di Semarang bersama Zay dan Dareen. Setelah rapi, Fatih keluar dari dalam kamar dan duduk di sofa ruang keluarga dengan perasaan gugup. Nathan keluar dari dalam kamar, dengan menggunakan setelan jas berwarna hitam dan dasi kupu-kupu. Nafeesa? Wanita itu memakai dress berwarna abu-abu, sehingga dia terlihat anggun. "Udah siap dek?" Tanya Nafeesa. "Udah, Kak. Tapi aku gugup banget ini," balas Fatih. Nafeesa mendekati adiknya dan duduk di samping, Fatih. "Adik, kakak hebat banget loh, semoga nanti dapat IPK yang tinggi ya. Semoga sukses dan semoga mendapatkan kebahagiaan yang banyak," ujar Nafeesa menggenggam tangan adiknya. "Semoga ya, Kak. Kakak juga harus bahagia be
Saat pulang dari tempat wisuda Fatih, Nafeesa dan yang lainnya memilih untuk pulang ke rumah. Nafeesa tengah berada di kamar tamu, sambil mengompres kening Dareen. Suhu tubuh pria itu tiba-tiba saja panas, saat baru sampai di rumah Nafeesa dan Bilqis. Nafeesa langsung mengabari dokter agar datang ke rumah dan memeriksa keadaan, Dareen. Dokter menyarankan agar Dareen harus banyak beristirahat, karena pria itu kurang istirahat. Nafeesa langsung menyuruh Dareen untuk istirahat di dalam kamar tamu. Dareen membuka kedua matanya dan menatap Nafeesa yang tengah duduk di samping kasur. "Kok Mas bangun? Kepalanya masih sakit banget ya?" Tanya Nafeesa. "Iya, sakit banget. Kamu istirahat aja dikamar," balas Dareen. Nafeesa menggelengkan kepala dan mengambil kain yang terletak di kening, Dareen. Ia kembali memeras kain tersebut dan meletakkannya di kening Dareen kembali. "Aku disini aja, buat jagain Mas. Badan Mas masih panas banget loh. Aku gak bakal tenang kalau tinggalin Mas sendirian disi
Setelah tiba di Jakarta, Dareen dan Zay kembali bekerja. Namun, baru saja kedua pria itu duduk di kursi kerja mereka masing-masing, sekretaris mereka memberi kabar tentang penggelapan dana yang dilakukan oleh bendahara. Kedua pria itu langsung mencari bendahara tersebut, dan ternyata dia sudah melarikan diri ke Luar Negeri. "Sialan! Sudah saya bilang awasi bendahara sialan itu, karena dari awal saya melihat dari gelagatnya sudah aneh sejak pertama masuk bekerja. Tapi Papa terus aja mempertahankan bendahara sialan itu! Bermilyaran uang perusahaan rugi, karena bendahara itu. Ya Tuhan, cobaan apa lagi ini!" Teriak Zay di ruang kerjanya. Dareen yang berada di ruang kerja kakaknya, hanya bisa menghela nafas dengan kasar. Sebenarnya ia juga tidak percaya pada bendahara yang baru setahun bekerja di perusahaan Winarta Group, saat itu ia ingin menolak. Namun Tuan Beni malah menerimanya untuk bekerja di perusahaannya. Apa boleh buat, jika itu semua keputusan Tuan Beni, Dareen ataupun Zay tidak
Nafeesa tengah memasak di dapur dalam keadaan hamil 9 bulan. Sudah 3 tahun mereka menjalani hubungan rumah tangga. Sepasang suami istri tersebut, juga sudah dikaruniai dua orang anak laki-laki yang tampan dan akan mendapatkan satu anak perempuan lagi. Namun, yang satu masih berada dalam kandungan. "Ayah, Nathan, Naufal, makan dulu nanti lanjut mainnya," ucap Nafeesa saat menata makanan di meja makan. Nathan sudah berumur 8 tahun, anak laki-laki itu sudah banyak perkembangan. Ia sudah seperti anak seusianya, tanpa canggung bisa menyesuaikan diri dilingkungan barunya. Naufal Lucy Dwi Winarta anak kedua dari Dareen dan Nafeesa, dua hari yang lalu bayi laki-laki ini sudah berumur 3 tahun. Kedua anak laki-lakinya sangat mirip dengan Dareen. Membuat Nafeesa jadi iri, kenapa anaknya tidak ada yang mirip dengannya. Ketiga orang itu berjalan ke arah dapur, dan duduk di kursi. Nafeesa mengambil makanan untuk Dareen-suaminya dan Nathan-putra pertamanya. "Makan yang banyak ya, Naufal sini sayan
Satu bulan kemudian, Setelah semua masalah selesai, Dareen dan Nafeesa sangat terlihat bahagia bersama. Sepasang kekasih ini tengah duduk di sebuah cafe, sambil menatap anak mereka yang tengah makan dengan lahap. "Pelan-pelan makannya, Sayang," balas Nafeesa. Nathan mengangguk dan langsung memakan makanan dengan pelan. Dareen yang melihat anaknya menurut hanya bisa tersenyum, dan mengusap lembut kepala anaknya. Nafeesa menyuapi Dareen makan, karena pria itu sejak bersama dengan Nafeesa semakin manja. "Enak loh Bunda," ujar Dareen dengan semangat. Nafeesa terkekeh, "aku seperti memiliki dua anak saja," balas Nafeesa. Dareen ikut terkekeh dan menggenggam tangan gadis itu dengan hangat. "Akhirnya kita bahagia ya, Nana juga sudah menyerah dan dia sudah sadar bahwa cinta itu tidak bisa dipaksakan," ujar Dareen. Nafeesa tersenyum dan mengangguk, "apa dia sudah berangkat ke London?" Tanya Nafeesa pada Dareen. "Dengar dari Papa sih udah, semalam dia berangkat. Semoga aja dia menemukan
"Kerja sama Alexander Group dan Winarta Group. Sudah batal, Dareen dan Zay bisa bekerja di Alexander Group. Kebetulan Fikri membutuhkan bantuan untuk mengurus dua perusahaan.." ujar Tuan Raksa. Mendengar ucapan kedua anaknya, Tuan Beni terkejut bukan main. "Baiklah Papa akan merestui kalian berdua, asal Dareen dan Zay tidak lepas dari tanggung jawab. Maafkan Papa yang sudah memaksakan kehendak Papa..." Keputusan Tuan Beni. "Pa, apa-apaan sih? Kenapa Papa batalkan pernikahan anak kita? Nanti kerja sama dengan perusahaan kedua orang tua Nana gimana?" Tanya Nyonya Riska yang sangat kesal. "Papa sudah membatalkannya tadi sebelum mereka datang kesini dan semua persiapkan sudah Papa batalkan. Ternyata Dareen sudah lebih dulu menelepon pihak yang bertanggung jawab atas persiapan pernikahan ini. Jadi, sebenarnya Papa suruh kedua orang tua Nana untuk datang, hanya ingin meminta maaf. Tapi kamu sudah berbicara lebih dulu, Ma," jelas Tuan Beni. Dareen dan Zay terkejut dengan ucapan ayah merek
Fatih masih membelalakkan kedua matanya karena kaget dengan ucapan, Dareen. Pria itu memukul pelan wajah Dareen dan menatap tajam kedua mata atasannya itu. "Gila lo bang! Gak ada pakai pergi-pergi segala! Selesai semuanya dengan kepala dingin. Sampai gue tau Abang ngelakuin hal-hal aneh, gue bacok burung lu bang," tegas Fatih. Dareen hanya diam dan menatap Fatih yang tengah mengoceh. Pria itu kembali menatap ke arah langit, dan mengembangkan senyumnya. "Om, gini banget nasib, Dareen. Om gimana di sana? Bahagia gak? Apa Om udah bersama anak Om dan wanita yang Om cinta? Dareen penasaran banget Om, kalau Om udah bersatu lagi dengan mereka. Dareen ucapkan selamat ya, Om," jeda Dareen."Om, Dareen udah punya anak. Dia sama kayak Om, terlahir dengan keistimewaannya. Wajahnya mirip banget sama Dareen, andai Om masih hidup, pasti Om bakal bahagia melihat anak Dareen. Dia anak yang pintar, selalu buat Dareen bangga. Om, Papa udah beda, dia gak sayang sama Dareen lagi. Berbeda sekali saat Om ma
Sudah hampir tiga Minggu Dareen di rumah sakit. Akhirnya hari ini, ia sudah diperbolehkan untuk pulang ke rumah. Nafeesa sedari awal selalu menemani Dareen, membuat perkembangan kesembuhan pria itu semakin pesat. Nafeesa tengah memasukkan beberapa baju yang di bawa oleh kedua orang tua, Dareen. "Nathan mana sayang?" Tanya Dareen. "Lagi sama Fatih, Kevin, Ucok dan Kak Fikri," balas Nafeesa yang baru saja selesai mengancing tas pakaian milik Dareen. "Udah siap? Yang lain pasti udah nunggu lama di depan. Yuk kita pulang," lanjut Nafeesa. Dareen mengangguk dan menggenggam tangan, Nafeesa. "Ayuk sayangnya aku," balas Dareen. Mereka berdua pun keluar dari ruang rawat dan berjalan keluar rumah sakit. Terlihat sudah banyak orang menunggu mereka di tempat parkir, terlihat keluarga Winarta dan keluarga Alexander berdiri di depan mobil mereka masing-masing. "Udah? Mau balik atau kemana dulu?" Tanya Tuan Teguh. "Langsung balik aja, Opa. Mas Dareen butuh banyak istirahat," sahut Nafeesa. Da
Sekarang semua orang sudah berkumpul di depan ruangan tempat Dareen dan Nathan melakukan tes DNA. Dareen dan Nathan tengah mengambil darah, untuk sempel tes DNA. Setelah selesai mereka keluar dengan bergandeng tangan. "Kapan hasilnya keluar?" Tanya Tuan Beni. "Nanti malam pukul 21.00 WIB," balas Dareen datar. "Ah, sangat tidak sabar sekali. Ingat kalau anak penyakitan ini bukan anak Dareen, kau pergi dari kehidupan anakku," ujar Nyonya Riska. Plak! "Mulutmu gak bisa di jaga ya? Kamu mau anak saya menjauh dari Dareen, oke akan saya turuti. Tapi apa anakmu akan baik-baik saja, jika berjauhan dengan anak perempuan saya? Apa kamu yakin dia akan bahagia berpisah dengan Nafeesa?" Tanya Nyonya Zanna yang sudah sangat kesal. "Tidak, Tante. Aku tidak ingin berpisah dari Nafeesa dan anakku. Aku yakin, Nathan benar-benar anakku dan Nafeesa. Jangan dengarkan ucapan Mama, karena mulutnya memang tidak bisa di rem. Jadi, jangan dimasukan ke dalam hati, Tante," jawab Dareen yang langsung menggen
Sudah dua puluh menit mereka berada di ruang VIP mawar. Saat keluarga Alexander akan berpamitan untuk pulang, Dareen membuka kedua matanya. "Nafeesa," panggil Dareen. Nafeesa yang mendengarnya langsung menghampiri, Dareen. Ia menatap wajah pria tampan tersebut dan tersenyum ke arahnya. "Iya? Kamu mau apa, Mas? Minum? Atau perut kamu laper lagi?" Tanya Nafeesa. Dareen tersenyum, "mau kamu," balas Dareen. Nafeesa mencubit pelan Dareen. "Kalau mau anak saya, nikahin dia, jangan ngomong aja," ujar Tuan Raksa dengan datar. Dareen menatap ke arah Tuan Raksa, dan ia langsung memposisikan diri untuk duduk. Tuan Raksa dan Tuan Beni membantu Dareen, untuk duduk. Nafeesa membenarkan baju Dareen yang tersingkap, kemudian merapikan rambut pria yang ia cintai itu. "Om kapan ke Indonesia? Bukannya lagi di luar Negeri ya? Terus maksud Om nikahin anak Om apa? Dareen normal ya, Om," jawab Dareen. "Lah jadi gak mau nikahin anak Om nih? Yaudah," lanjut Tuan Raksa. "Anak Om cowok, mana mungkin Dare
Di dalam ruang ICU. Nathan terus saja menatap ke arah ayahnya yang tengah terbaring lemah di brankar. Ia menggenggam tangan Dareen dengan erat. "Ayah, bangun ya. Nathan rindu sama Ayah. Nathan, udah banyak kemajuan loh yah. Jadi, saat Ayah bangun, Nathan tidak akan pernah mempermalukan Ayah, karena kekurangan Nathan. Apa Ayah nggak capek tidur terus? Nathan aja cuma tidur selama sejam udah capek banget. Ayah udah dua minggu loh, pasti Ayah capek. Nanti kalau Ayah bangun, Nathan akan memijat punggung Ayah. Bangun ya yah, Bunda kangen banget sama ayah. Setiap malam Nathan dengar Bunda selalu nangis di dalam kamarnya. Apa Ayah nggak sedih melihat Bunda nangis terus?" ujar Nathan. Anak laki-laki itu mengecup punggung tangan, Dareen. Kemudian ia memilih untuk keluar dari ruangan, tanpa anak laki-laki itu sadari Dareen meneteskan air matanya. Saat membuka pintu, Nathan melihat Nafeesa tengah tersenyum ke arah dirinya. "Udah?" Tanya Nafeesa dengan lembut. Nathan menganggukkan kepala, dan
Dua Minggu berlalu, Dareen masih juga belum sadar dari komanya. Sekarang Tuan Beni tengah menatap anaknya yang tengah terbaring dengan banyak alat medis di tubuh. Sesak rasanya melihat putra keduanya terbaring lemah seperti ini. Tuan Beni menggenggam tangan anaknya, "kapan kamu bangun? Apa kamu gak capek tidur terus? Kamu gak rindu sama Papa dan keluarga kamu? Apa kamu gak rindu sama anak kamu?" Tanya Tuan Beni. "Maaf selama ini Papa egois sama kamu. Papa hanya tidak ingin kamu memilih wanita yang salah, karena mamamu memberitahu Papa bahwa Nafeesa bukan wanita yang baik untuk kamu. Itu alasan Papa tidak merestui kalian, apalagi saat Papa mendengar Nafeesa hamil. Itu membuat semakin benci pada wanita itu," lanjut Tuan Beni. "Setelah Papa liat kegigihan mu untuk bersama Nafeesa, dan wanita itu terlihat sangat menyayangimu. Papa akan merestui kalian, tapi Papa mohon kamu harus bangun dulu. Jangan lama tidurnya, Dareen," sambung Tuan Beni lagi. Pria paruh baya itu menggenggam erat tan