Marni dengan semangat menggebu, memulai hari sejak dini hari mempersiapkan dagangannya. Mulai hari ini Marni akan membuka kedai minum Jamu. Marni memilih mencoba cara baru selagi diberikan kesempatan dan lapak oleh Bude Sri.
Sambil mengaduk Jamu yang sedang digodok dalam panci besar, Marni tersenyum. Tekadnya bulat. Tak akan gentar meski ia yakin kejadian serupa akan ada saja namun Marni akan melindungibdirinya lebih baik. Jika memang tak salah, Marni akan mempertahankan diri dan akan sekuat tenaga berjuang dengan segala upaya yang ia miliki sekarang. Terlebih saat ini ada Bude Sri yang mendukung Marni untuk kembali bangkit dan tak terus meratapi nasib. Setelah menunaikan dua rakaat shalat subuh Marni mandi dan memakai pakaian bersih dan sopan, siap memulai hari dengan tempat dan suasana yang semoga mendatangkan rezeki. Marni membereskan lapak berjualannya. Menata botol-botol jamu dan gelas bagi pelanggan yang datang. "Mumpung beli ada pembeli, Aku mau membawakan Bude Sri jamu agar bisa dicicipi dan siapa tahu Bude Sri tambah sehat dan semangat berdagang." "Bude," Sapa Marni membawa baki berisi Jamu dan air jahe hangat untuk Bude Sri. "Bude, coba diminum Jamu buatan Marni. Biar tambah semangat dagangnya." Marni menyodorkan baki kepada Bude Sri. "Walah. Ya sini, mumoung Bude juga belum isi apa-apa. Tapi Kamu udah makan apa belum? Kalau belum saraoan bareng Bude. Tadi pulang Masjid Bude bawa dua besek. Di Masjid ada jamaah yang ruwahan. Eh Bude dikasih double. Padahal cuma bantu baca saja, Bu Ustadzah yang biasa baca doanya berhalangan datang." "Itu namanya rezeki Bude. Gimana Bude enak ga Jamu Marni?" Marni tak sabar menunggu penilaian Bude Sri. "Sudah lama Bude ga minum Jamu buatanmu, makin lama tanganmu sudah mirip Mbahmu. Jamu buatanmu mirip poll sama Mbahmu Mar." "Alhamdulillah kalo suka. Boleh ya tiap hari Marni bawain buat Bude buat jaga stamina biar sehat dan semangat dagangnya." "Boleh. Tapi Budr mau bayar ya." "Yah kalau gitu ga jadi." Marni merajuk. "Cah Ayu, kalo merengut begini bukannya jelek malah gemes Bude. Yo wes. Bude mau setiap hari di gratisin Jamu. Puas?" Marni tersenyum sambil mengangguk. "Ayo masuk, sarapan bareng Bude. Bude juga ga tahu isi beseknya apa." Marni tak mengira, hari pertama lapaknya buka, ramai oleh para pedagang pasar dan pembeli yang mampir minum Jamu. Meski tak sedikit para Kaum Adam ada saja yang menggoda Marni tapi kali ini Marni tegas membentengi diri agar kejadian yang lalu tak terjadi. "Halo Marni, udah buka nih! Wah jualan Jamu. Abang mau dong cobain Jamunya." Udin sang Keamanan Pasar memilih duduk diantara pembeli yang sedang memesan Jamu juga. "Bude," Marni melihat Bude Sri datang ke lapaknya bersama seorang wanita. "Mar, lagi rame yo?" "Alhamdulillah Bude. Sini Budr masuk. Marni mau buatin Jamu dulu buat yang beli." "Wes, Bude santai. Ini si Leha mau nyobain Jamu Kamu. Leha ini Marni keponakan Bude. Marni, ini Leha Bojone Udin." Marni baru sadar sejak tadi Bang Udin terlihat cemas dan mulai bergeser dari tempat duduknya. "Lu ngapain disini Bang! Katanya mau keliling nagihin duit keamanan. Lu jangan banyak gaya Bang! Gw bilangin Babe bsru tahu rasa Lu!" "Ya Allah Leha, pan Gua lagi nagihin juga ini si Marni. Mana Mar," Bude Sri mengkode kepada Marni agar memberikan uang lima ribu kepada Udin. "Dah sono Lu Bang. Ngapain masih disini!" Bentak Leha. "Iye Boto! Nih Abang juga mau balik. Dah Sayangnye Abang Udin!" "Ga usah sok-sokan romantis Lu Bang! Gua udah apal akal bulis Lu!" Marni mengulum senyumannya agar Istri Udin tidak tersinggung. "Mau minum apa, e" Marni bingung memanggil apa pada Leha. "Gue Leha. Bininya si Ganjen. Tuh laki Gua! Panggil aja Gua Mpok Leha sama kayak yang laen. Lu jual Jamu ape? Ada ga Jamu yang bikin laki kayak si ganjeng betah dan ga maen serong!" Mpok Leha tipikal orang tang blak-blakan. Tanpa tedeng aling-aling kalau bicara langsung ke topik yang ingin dibicarakan. "Jelas ada dong. Ini ramuan khusus pamungkas. Sebentar Mpok Marni racikin." Marni meracikkan Jamu untuk Mpok Leha. "Ini Mpok silahkan dicoba. Dan ini air Jahe Hangatnya." Dengan melirik sebentar kearah Marni Leha menyesap perlahan Jamu yang terasa sedikit getir dilidah. Getir yang merajai seluruh indra perasa Mpok Leha segera dinetralisir oleh Jahe Hangat yang memiliki rasa manis. "Ini kira-kira khasiatnye ape?" "Ini ramuan pamungkas Mpok. Khasiatnya kalo rutin diminum bikin si itu kayak Mpot Ayam." Bisik Marni. "Lu yang bener? Emang Lu udah kawin bisa tahu begitu?" "Ya belum tapi ini ramuan turun temurun dari Si Mbah Saya Mpok." Mpok Leha melirik kearah Bude Sri. Bude Sri mantap menganggukan kepala sebagai legitimasi dan meyakinkan Mpok Leha mengenai kebenaran perkataan Marni. "Lu bener keponakan Bude Sri?" "Lo bener toh Leha. Kamu masih ga percaya sama Bude? Lah Bude yang sering ngasih tahu Kamu loh kalau Udin mampir dan aneh-aneh." Bude Sri langsung ambil alih menjawab. "Tapi Lu jangan ladenin si Ganjen! Die kambinh dibedakin aje dirayu! Lu jangan kegoda sama si Udin!" "Saya ga ada niat ngerayu siapa-siap termasuk Bang Udin. Saya disini niat jualan Jamu. Dan bukan jual diri. Jadi Mpok Leha ga usah khawatir." "Gue pegang omongan Ku ya Mar. Gue percaya karena Lu ponakan Bude Sri." "Wes toh! Masih pagi udah tarik urat! Dah balik yuk! Mar Bude balik ke lapak ya. Leha Kamu jadi mau ambil bumbu dapur di tempat Bude?" Sepeninggal Bude Sri dan Mpok Leha, Marni disibukkan dengan pembeli yang silih berganti mampir minum jamu. Kehadiran Marni di pasar memberikan warna baru bagi pedagang disekitar teeutama Kaum Adam. Namun karena Bude Sri dengan ketat menjaga Marni tak ada yang berani macam-macam kepada Marni. Paling sekedar bercanda dan menggoda tipis-tipis saja. "Alhamdulillah. Disini dagang setengah hari saja udah terkumpul segini. Mudah-mudahan manjang rezekinya disini dan terus bagus hasil jualanku." Marni menghitung lembar demi lembar uang yang terkumpul di kaleng tempat ia menyimpan uang hasil jualan jamu. "Kayaknya Aku harus mulai buka rekening yo. Biar bisa nabung sedikit sedikit. Tapi nanti kalau uang buat setor awalnya udah terkumpul." Marni tersenyum sendiri karena memang uangnya masih belum cukup. Marni duduk termenung di pojok kamar, di bawah sinar lampu yang remang-remang. Ia membuka kembali catatan keuangan sedeehana yang ia buat. Dengan mata yang berbinar, ia membayangkan hari dimana ia bisa membuka rekening bank sendiri. "Iya, harus mulai menabung," gumamnya meletakkan buku catatannya kembali di laci meja kecilnya. Namun, senyumnya perlahan pudar saat ia mengingat bahwa uangnya belum cukup untuk setoran awal. Ia menghela nafas, merasa sedikit kecewa namun tidak putus asa. Marni kemudian mengambil ponselnya membuka aplikasi kalkulator dan mulai menghitung harus berapa lama lagi ia harus mengumpulkan agar bisa membuka rekening. Setiap angka yang ia tekan, harapannya kembali membara. Meski jalan masih panjang, Marni tahu ia harus mulai dari sekarang. Dengan tekad yang baru, ia berbisik pada diri sendiri, "Nanti kalau uangnya sudah terkumpul, Aku pasti bisa."Sebulan sudah Marni berjualan Jamu di Pasar. Sudah banyak pembeli yang datang dan langganan Jamu dengan MarniSelain Kaum Adam yang betah berlama-lama di lapak Jamu Marni, pembeli Kaum Emak-Emak juga banyak tang rutin minum Jamu Racikan Pamungkas Marni.Bahkan para Emak-Emak minta bungkus bawa pulang untuk stok dan jaga-jaga kalau Pak Suami ngajak tempur malam jumat."Ndok, Bude titip lapak yo. Fapi lapaknya Bude tutup. Repot kalo buka Kamu jadi jaga dua lapak. Bude mau bantu rewang." Bude Sri mampir ke lapak Jamu Marni."Bude, ini titipannya Bude Sum."Marni memberikan beberapa botol Jamu siap minum sudah ia racik."Walaj si Sum ada-ada aja. Tapi mantap sih! Biasanya emang kalau habis rewangan badan pegel-pegel mesti udah bikin bubur sum-sum untuk sarat tetap aja, adanya Jamu Kamu membantu. Sini tak Bude kasihin ke Si Sum." Bude Sri mengambil bungkusan botol Jamu yang telah Marni siapkan."Memang hajatnya kapan Bude?""Lusa. Lah sekarang sampine dipotong. Mau langsung dimasak. Jadi Su
Marni baru pertama kali menginjakkan rumah Bude Sumi. Biasanya hanya melihat dari luar saja. Dan kalaupun ada keperluan dengan Marni memesan Jamu, paling hanya sampai teras rumahnya saja."Mar, Bude Makasi loh! Untung tadi Mbak Sri bilang sekarang Kamu tinggal deket sama Mbak Sri, nyaman jualan di pasar?" Bude Sum mengajak Marni duduk dulu sebelum akan bergabung dengan tukang masak."Alhamdulillah Bude. Oh ya Bude, Marni bantu apa nih? Tukang masaknya ada?""Ada. Tadi ada masalah untung ada Mbak Sri. Mar, Kamu bantuin Bude ya."Marni menganggukan kepala. "Yuk Ndok, Kita ke belakang saja." Ajak Bude Sri saat melihat tatapan Ipar Bude Sum yang melirik Marni."Loh, Dar Kamu udah sampe? Masmu masih diluar. Sudah makan ora?" Bude Sum mengajak Adik Iparnya Darma masuk.Darma adalah Adik Kandung Suami Bude Sum, Pakde Karto. Darma, yang kesehariannya menjadi Juragan Tambak, memiliki Tambak berhektar-hektar dan terkenal tukang kawin."Tadi siapa Mbak?" Darma malah masih memperhatikan Marni yan
"Mbak Sri! Marni!" Bude Sum memanggil keduanya saat akan pulang."Besok Aku kesini, tapi habis subuh yo Sum." Bude Sri memberi tahu Bude Sum."Duduk dulu Mbak, Mar. Ada yang Aku mau omongin." Terlihat wajah panik Bude Sum."Ada apa toh Sum, mukamu kok pucet, pias begitu? Ada masalah?" Bude Sri menatap lekat mencari tahu apa yang sedang dipikiran Bude Sum."Ini Mbak, duh gimana ya ngomongnya?" Wajah panik Bude Shm semakin membuat Bude Sri dan Marni penasaran."Ya ngomong aja. Ngomong aja susah banget Sum." Penasaran membuat Bude Sri jadi kesal karena Bude Sum plintat plintut."Jadi sodaranya Mas Karto yang bakal jadi penanggung jawab urusan makanan mendadak ngabarin ga bisa datang. Aku tuh mau minta tolong sama Mbak Sri dan Marni. Tapi ya malu, ga enak. Kalian kan dagang juga. Aku sebenernya ga enak harus ngomong gininya. Tapi bingung minta tolong siapa yang bisa dipercaya selain ke Mbak Sri."Bude Sri menghela nafas berat. Satu sisi ia kasihan juga dengan Sum yang pasti kepikiran taku
Mata Marni berbinar saat ia memasuki rumah Bude Sum yang telah berubah drastis. Setiap sudut ruangan kini berkilau dengan hiasan yang mewah dan elegan, membuat suasana menjadi semakin hangat dan menyambut. Di pintu masuk, Bleketepe yang gagah berdiri, menyapa setiap tamu dengan keindahan yang memukau, seakan memberitahu bahwa mereka akan memasuki sebuah kerajaan kecil. Cahaya lampu gantung berkilauan memantul pada permukaan marmer, memberikan kesan glamour yang tak terlupakan.Marni tak henti-hentinya mengagumi keindahan dekorasi yang telah diubah oleh Bude Sum, dengan taman mini di dalam rumah yang dilengkapi dengan air mancur kecil yang menari-nari, menambah suasana menjadi lebih ajaib."Mar, Kamu kesana ya. Mbak, ini yang bakal melayani prasmanan. Dandani yang cantik ya, walau sudah cantik biar semakin cantik." Bude Sum begitu bahagia.Sebagai orang tua, Bude Sum dan Pakde Karto tentu senang, melihat anak pertamanya kini sebentar lagi akan berkeluarga."Mari Mbak." Perias mempersil
Akad nikah berlangsung khidmat dan lancar. Kedua mempelai pun kini sudah bersanding di pelaminan. Bude Sum dan Juragan Karto tampak bahagia sudah menikahkan anak pertama Mereka dan pesta berlangsung dengan meriah.Tamu undangan yang datang kebanyakan kerabat dan relasi Juragan Karto.Sebagai orang kaya di Kampung tentu saja Juragan Karto banyak memiliki relasi.Silih berganti undangan yang datang memberikan ucapan selamat kepada kedua mempelai.Marni sejak tadi sibuk melayani di bagian prasmanan tak memperhatikan bahwa sejak awal kemunculannya sudah menjadi buah bibir undangan yang satang terutama kaum Adam."Silahkan Pak." Marni memberikan piring pada antrian undangan yang akan menikmati hidangan yang tersaji dan menggugah selera."Makasi. Mbaknya cantik sekali." Goda salah satu undangan yang kini sedang antri prasmanan.Marni tak menjawab. Terpaksa senyum walau hati dongkol ditatap sedemikian rupa dan membuat risih."Maaf Pak, bisa dipercepat, antriannya sudah panjang." Marni dengan
Sudah menjadi tradisi kalau setelah hajatan pasti si pemilik acara membuat bubur sumsum kemudian dibagikan kepada semua yang terlibat dalam acara tersebut.Tradisi bubur sumsum setelah hajatan merupakan tradisi Jawa yang dilakukan sebagai ungkapan rasa syukur dan terima kasih. Bubur sumsum juga dipercaya dapat memulihkan stamina setelah kelelahan."Terima kasih Mbak Sri, Marni sudah bantu-bantu disini. Maaf kalau ada salah-salah kata dan perbuatan ya Mbak, Mar." Bude Sum dengan senyum ramah sambil memberikan mangkok berisi bubur sumsum."Sama-sama Sum. Sing penting acarane lancar sampe akhir. Semalam Aku ga ikut lihat wayangan, wes ngantuk. Makanya muleh.""Iya Bude maaf semalam Marni juga balik ga lihat wayangan.""Gapapa. Lah wong yang banyak malah Bapak-Bapak. Dan Aku sendiri mending selonjoran. Pegel." Tawa Bude Sum."Oh ya Mbak, Mar. Ini ada sedikit, mohon diterima." Bude Sum memberikan amplop kepada Bude Sri dan Marni."Loh Sum kemarin sudah dan ini ada lagi? Ya Aku sih enak saj
"Bude, kalau Marni mau nambahin dagangan sambil jualan Jamu gimana?"Sepanjang jalan bersama Bude Sri, Marni mulai berani menyampaikan apa yang ada dipikirannya.Marni melihat banyaknya pembeli Jamu yang terkadang nyari cemilan sebagai pendamping minum jamu. Meski biasanya orang minum kopi sambil makan cemilan tapi kini diwarung Jamu banyak pembeli yang menanyakan cemilan juga."Kalau memang potensi yang belinya ada gapapa Ndok. Bikin saja yang gampang dan laku. Gorengan misalnya. Sekalian saja sediakan kopi. Siapa tahu Bapak-Bapak juga mau minum kopi.""Gitu ya Bude? Oke deh besok Marni mulai tambah sedikit demi sedikit."Sudah menjadi rutinitas bagi Marni bangun pukul dua dini hari.Meregangkan tubuh, ngulet sebentar gapapa asal jangan kebablasan tidur lagi.Marni sudah terbiasa bangun di waktu seperti ini, mencurahkan segala isi hati dan harapannya diatas sajadah dalam sujud qiyamul lail yang selalu Marni lakukan.Marni tak bosen untuk berdoa dan memohon ampunan dosa serta turut me
"Juragan, silahkan, gorengannya masih hangat." Marni saat meletakkan Jamu pesanan Juragan Basir dan menawarkan gorengan."Kamu tahu aja Saya suka yang anget-anget." Juragan Basir mengambil pisang goreng dan memakannya."Pinter banget bikin pisang gorengnya panjang begini. Legit enak. Masih anget lagi." Sungguh rasanya Marni kepingin menendang saja manuk si ganjen dihadapannya.Tatapan mesum Juragan Basir sambil mengunyah pisang goreng buatan Marni.Kalau ga ingat masih butuh butuh tempat dagang dan lagi pula masih banyak orang yang melihat Marni memilih tak menanggapi."Kamu betah jualan disini?" Kini sambil meminum Jamu pesanannya Juragan Basir me.perhatikan Marni yang sengaja menghindar."Betah Juragan." Marni sekilas saja menengok. Malas sekali harus berhadapan dengan wajah cabul sang Juragan yang sudah memiliki Istri hingga tiga orang."Kamu masih muda, masih cantik, kenapa ga nikah? Dari pada jualan begini gimana kalau nikah sama Saya. Saya akan jamin hidup Kamu gak perlu susah b
"Kalian pergi saja. Bude gapapa di rumah. Lagian ada Ratmi sama Juminten yang sebentar lagi sampai.""Bude makasi ya, habis Leha bosen di rumah. Jadi suntuk bawaannye kepikiran mulu. Mumet kepala.""Yo masih muda ora popo sesekali memanjakan diri ke salon. Kamu juga sesekali nyalon ya gapapa Ndok. Wes sana ikut sama Leha, temenin nanti ilang repot Babehnya nyari kemana.""Emang Leha anak piyik pake ilang Bude. Yuk Mar, tuh Bude udah ngijinin. Lu mikir apaan lagi sih, Gua bayarin. Udah ikut aje yuk!""Sana," Bude Sri meminta Marni menemani Mpok Leha yang siang ini mengajak ke salon memanjakan diri sekaligus mau potong rambut katanya buang sial.Akhirnya Marni menuruti ajakan Mpok Leha, "Saya ganti baju dulu Mpok, gak enak ini habis masak pasti bau keringet.""Iye. Tapi gak usah mandi, ntar aje Kita luluran di salon mandi nye sekalian disono.""Ndok, Pergi sudah pamit Babeh belum, takutnya nyari. Maklum orang tua." Bude Sri membawa Mpok Leha duduk sambil menunggu Marni ganti baju."Udah
Marni menyesal akhirnya ikut dalam mobil Juragan Basir. Sepanjang jalan ditengah hujan lebat dan begitu deras ada saja kesempatan Juragan Basir untuk bisa mendekati Marni."Ngak lagi-lagi ikut mobil Si Tua Keladi! Gak sadar diri! Bojo udah tiga malah ada tang lagi meteng yo mau jadikan Aku yang keempat! Edan!" Batin Marni."Abang sih masih nunggu loh, kali aja Neng Marni mau mikir lagi, Abang sih oke oke aja. Tapi jangan kelamaan Neng, digantung gak enak." Sungguh rasanya mau muntah saja melihat ekspresi genit tatapan Juragan Basir yang bagai singa lapar."Maaf Juragan, sebaiknya Juragan cari Perempuan lain saja. Saya gak berniat merubah keputusan Saya."Juragan Basir membolakan matanya, baru kali ini ada Perempuan menolaknya secara terang-terangan."Terima kasih banyak Juragan, maaf mobilnya jadi basah." Marni segera turun begitu sudah sampai di dekat rumahnya dan saat bunyi pintu mobil terbuka.Marni buru-buru menurunkan belanjaannya, meski masih keki dengan penolakan Marni Juragan
Juminten dan Ratmi secara bersamaan tiba di rumah Bude Sri dan Marni dengan tubuh terpapar air hujan."Jum, Mi, Kalian opo ndak pake payung? Itu basah-basahan. Masuk angin. Bentar," Bude Sri masuk ke dalam kamarnya membawa dua handuk bersih dan daster untuk keduanya."Salin dulu. Baru sana di kamar Bude.""Enakan Bude. Dasternya adem. Mana bahannya jatuh begini. Beli dimana Bude, mana masih baru ini." Juminten malah memutar tubuhnya bagai pragawati tapi dengan daster sebagai kostumnya."Loh, Bude sendiri Marni kemana?" Kini Ratmi yang kekuar dengan daster sejenis namun berneda warna."Lah yang dipakai Ratmi bagus juga warnanya. Bahannya sama dan baru juga." Juminten masih saja ribut soal daster."Wes toh, jadi ngeributin daster. Sini duduk dulu, minum jahe hangat dulu." Bude Sri membawa keduanya duduk menikmati Jahe hangat."Ini enak banget Bude Jahe hangatnya, sopo yang buat? Marni?" Ratmi yang kedinginan kembali meneguk jahe hangat yang ia tuang dari teko berbahan tanah."Iyo,""Pa
"Ini uangnya semua seratus ribuan kompak banget? Apa udah turun THRnya?"Marni dan Bude Sri berangkat bersama menuju agen yang tak jauh dari rumah Mereka.Persediaan bahan masakan yang minyak goreng, tepung-tepungan, kerupuk dan bumbu-bumbu kering sudah habis."Ndok, sekalian beli bahan kue juga, sesekali snack takjilan Kita buatin bolu. Biar ada variasinya.""Berarti tambah terigunya sama margarinnya Bude. Kalau pasta-pasta dibeli sekalian saja Bude?""Yo ambil saja yang diperlukan untuk buat bolu. Sama plastik kecil buat bungkusnya sekalian juga. Oh ya, tissu makan juga sudah tinggal sedikit, sendok garpu masih ada setengah, mau beli boleh enggak ya masih ada.""Beli yang sekiranya butuh dulu saja Bude. Selebihnya kalau kurang gampang, Marni bisa kesini atau pesan nanti diantar.""Iyo baik kalo begitu."Marni memasukkan kebutuhan membuat kue tak lupa Marni juga memasukan beberapa toping seperti mesem, chocochip dan lainnya agak kue Mereka semakin menarik."Lah kalo ada receh yo dika
"De, tadi sore kemana toh?" Ratmi sedang mencetak nasi dan memasukkannya ke kotak nasi berkolaborasi dengan Juminten yang menata sambal goreng kentang ati plus tumis buncis putren."Oh pas buka? Aku karo Marni ke rumahnya Babeh Ali, Si Leha minta dibawakan makanan. Minta dimasakin urap sayur. Kepingin." Bude Sri duduk di meja makan sambil mengecek kelengkapan nasi kotak agar tak ada menu yang tertinggal dan memasukkan komponen terakhir pisang ambon, kerupuk udang dan air mineral."Ladalah, Jangan-Jangan ngisi yo De?" Juminten terkejut mengira Mpok Leha hamil."Wus masih pagi jangan ghibah! Nduk, pisangnya masih ada di dalam, ini tuker, kekecilan. Kasian yanh dapet takut iri ngelihat kotak nasi sebelahnya pisangnya gede!" "Bude bisa saja, Lah tahu gitu doyanan wong pisang yang gede-gede!" Juminten malah mesam mesem sendiri sambil memikirkan sesuatu tang bersifat mesum."Yo koe aja Jum yang otaknya ngeres, tak sapu nanti. Lah pisang yang diomong iki pisang buahan, Ora pisang bojomu!""
Brakkkk!Tatapan tajam dengan nafas memburu, garis wajah mengeras, rahang yang ditumbuhi jenggot yang telah memutih gemeretak menahan amarah yang telah memuncak jelas tergambar dari sorot penuh emosi yang Babeh Ali tunjukkan saat ini"Beh, Leha! Saya minta maaf, Abang minta maaf Leha, Beh, Udin minta maaf." Bang Udin baru saja datang seketika meringsut di bawah kaki Babeh Ali."Lu bawa semua barang-barang Lu! Gua gak sudi nampung gelandangan tang gak tahu diri kayak Lu!" Sekali hentak Babeh Ali melepas tangan Bang Udin yang memegangi kakinya."Leha, Leha, tunggu! Abang bisa jelasin!" Bang Udin menggapai tangan Mpok Leha besar harapan agar Istrinya mau mendengarkan kata-katanya."Abang, cukup sampe disini aje ye. Leha ikhlas Bang, Abang pergi aje ye. Nanti tunggu surat dari pengadilan." Tak lagi melihat kebelakang Mpok Leha mengikuti Babeh Ali masuk ke dalam rumah."Bang," penjaga rumah Babeh Ali menghampiri Bang Udin.Udin merasa akan di bantu namun tidak sesuai harapan, "Bang mending
"Kamu kenapa toh Ndok? Sejak tadi Bude perhatikan yo mesam-mesem gitu. Gak kesambet kan di rumah Bu RW? Maklum banyak patung tadi rupanya." Bude Sri heran melihat Marni sesekali menatap Bude Sri sambil senyum-senyum."Ndak Bude. Marni baik-baik saja. Marni ruh cuma lagi kagum saja. Keren!" Marni masih tersenyum menatap Bude Sri sambil memberikan dua jempolnya."Sopo yang keren? Lah Bude gak lihat ono lanang disini." Bude Sri celingak celinguk memperhatikan apakah ada pria yang membuat Marni senyum-senyum begitu.Keduanya masih menunggu angkot yang lewat menuju pasar untuk membeli belanjaan."Yang keren itu ada si depan Marni!""Bude?"Anggukan serta senyum manis Marni dengan semangat membenarkan."Ada-ada saja Kamu Ndok. Lah Bude pake baju lama, Dandan juga enggak, yo keren dari mana? Wes mujimu salah alamat Ndok. Bude kasih sewu mau ora?" Tawa Bude Sri balik menggoda Marni."Ih Bude, Bukan karena penampilan, tapi Bude Keren banget tadi bisa melibas makhluk-makhluk julid yanh ada di r
"Ndok, udah dikunci?" Bude Sri memastikan pintu belakang dan juga depan sebelum Mereka berangkat berbelanja kebutuhan Katering."Sampun Bude, kompor juga uwis. Sekalian mampir ke warung mau beli gas. Habis. Ada dua tabung yang kosong. Biar diantar nanti pas Kita sudah di rumah.""Iyo Ndok. Untung saja persoalan Gas yang sempat langka segera teratasi ya. Bulan Puasa yo repot kalo gas langka macam kemaren. Kalo dulu di Kampung bisa masak pakai kayu bakar. Lah disini jangankan kayu bakar, pohon aja susah. Tanah sudah gak ada. Lahan buat nanem ya seadanya."Marni tersenyum mendengarkan ceriwisnya Bude Sri yang membuatnya selalu sayang dengan perempuan yang sudah Marni anggap Ibunya sendiri."Bude, Kita naik angkot saja yo berangkatnya. Nanti pulangnya baru naek becak. Kan bawa belanja banyak.""Iyo, Wes jalan ke depan itung-itung olahraga.""Bu Sri mau kemana iki?" Sapa salah seorang tetangga."Mau belanja buat Katering. Loh, iki mau kemana toh ramean?""Itu loh Bu Sri, denger-denger Cucu
Setiap dini hari aktivitas di dapur Bude Sri sudah sibuk. Menyiapkan seratus porsi Katering orderan Mpok Leha untuk anak-anak Pabrik yang bekerja di Pabrik milik Babeh Ali.Ramadhan memang selalu mendatangkan rezeki bagi siapa saja yang mau berusaha.Tergantung bagaimana setiap individu menyikapinya.Ada yang mengisi Ramadhan dengan tidur saja seharian, ada yang memilih fokus beribadah namun tak sedikit yang mencari rezeki dengan berjualan takjil dan sebagainya.Dibalik kejadian penggusuran lahan di pasar yang hingga kini masih terkendali soal pemberian kompensasi, Bude Marni bersyukur Allah masih memberikan jalan bagi dirinya dan Marni untuk dapat menjemput rezeki dengan cara lain yakni dengan berjualan sayur dan kini saat Ramadhan tidak disangka-sangka Allah datangkan rezeki lewat order Katering sebulan full.Betapa rasa syukur yang terucap dari lisan dan hati Bude Sri atas segala kemurahan Allah kepada dirinya dan Marni untuk bisa bertahan dalam situasi apapun.Selesai menunaikan s