Share

44. Reuni 2

Penulis: Tri Nur
last update Terakhir Diperbarui: 2021-12-31 06:15:24

"Marta …," panggilnya sekali lagi.

Aku masih berdiri di balik punggung Pak Arka, dan Akmal menatapku dengan tatapan … pasrah?

"Marta sepertinya tidak ingin berbicara dengan Anda." Pak Arka berkata setelah kami terdiam sekian detik.

"Saya hanya ingin meluruskan beberapa hal saja. Jika Marta tak nyaman bicara berdua dengan saya, Anda bisa menemaninya."

Suara Akmal terdengar lemah. Tak seperti Akmal yang ku kenal dulu. Raut wajahnya juga terlihat kuyu. Bukankah seharusnya dia merasa bahagia?

Bisa lepas dariku yang dicap mandul oleh ibunya?

Pak Arka menoleh ke arahku, "Bagaimana? Kamu mau?" tanyanya.

Aku ingin,

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Nunyelis
raina hamil anak harvey ky nya.....
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

  • MARTA, cinta kedua   45. Harga Raina ...?

    Pak Arka mengajakku pamit pada Bu Anggi dan suaminya. Tak lupa dia juga mohon maaf karena Pak Har pulang setelah meninggalkan sedikit kekacauan. Wanita anggun di depanku itu tersenyum, "Kamu tadi sudah ketemu Tika?" Pak Arka mengangguk. "Ya sudah, Tika sangat antusias menunggu kamu tadi. Eh, sekarang malah Tante nggak tahu anak itu ada di mana." Pak Arka tersenyum sama sebelum memberiku isyarat untuk keluar dari rumah itu. Di depan pintu kami kembali berpapasan dengan Akmal dan Ibunya. Kali ini mereka menunduk. "Tolong pastikan Raina baik-baik saja. Jangan sampai dia strees, karena itu sangat mempengaruhi kondisi janinnya." Aku mendengar dengusan Pak Arka sebagai jawaban atas ucapan Akmal. Meskipun baru bebe

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-02
  • MARTA, cinta kedua   46. Seperti Puzzle

    Panji tidak membawaku ke pasar. Dia juga tak menjawab saat ditanya, kenapa mobil mengarah ke jalur lain.Dengan tenang dia melajukan kendaraan. Sesekali ku lihat mata Panji melirik ke arahku.Mobil putih yang kami tumpangi berhenti di sebuah hunian minimalis. Batu alam tertata rapi membentuk pilar-pilar kecil. Beberapa tanaman mempercantik tatanan taman mungil di depannya."Rumah siapa, Ji?" tanyaku sambil menatap kagum pada tatanan rumah yang apik."Arka.""Wow, benarkah? Laki-laki sepertinya mempunyai rumah sebagus ini?""Dia laki-laki seperti apa?" Terdengar nada tak suka dari ucapan Panji."Galak, sombong, angkuh …, hmm, ya seperti itu.""Kamu suka?""Hm? Maksudnya?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-03
  • MARTA, cinta kedua   47. Cincin dari Arka

    Aku memaksa Pak Arka untuk membawaku menemui Raina. Namun lelaki itu malah berbalik memaksaku untuk berjibaku dengan wajan dan kompor.Tanganku berjuang keras meracik bumbu nasi goreng spesial seperti yang dia mau.Aku memasak, sementara otakku berkeliling liar mencoba menggali setiap waktu yang dengan bodoh ku lalui.Beberapa ucapan Pak Arka tadi cukup mengguncang. Berputar tentang Akmal, Raina dan Pak Har. Entah lakon apa yang mereka bertiga perankan.Panji dan Pak Arka tengah sibuk berbicara tentang pengembangan kafe. Sepertinya Panji menawarkan kerjasama dengan iming-iming jika perputaran uang kafe lebih cepat. Dan juga kafe banyak diminati segala usia, meskipun lebih menyasar pada pasar anak muda.Kurang dari setengah jam, nasi goreng berhasil ku hidangkan."Enak," puji Pak Arka. Semen

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-04
  • MARTA, cinta kedua   48. Pengakuan Raina

    Aku melihatnya, perempuan berbadan kurus dengan perut yang membuncit. Mungkin kandungannya sudah berumur sekitar tujuh bulan. Tapi kenapa badannya begitu kurus?Panji menepuk bahuku, memberi isyarat padaku untuk mendekat ke arah perempuan yang sedang duduk di gazebo. Matanya terpejam, dan mungkin tidak menyadari kedatanganku dan Panji.Aku menarik tangan Panji, namun ditepisnya dengan halus. Sekarang tangan kami bertautan."Dia membutuhkanmu, aku tunggu di sini. Ingat, jangan marah, jangan sia-siakan perjuanganmu untuk sampai di titik ini," ucapnya pelan."Apa aku bisa, berhadapan dengannya tanpa rasa marah?""Pasti bisa, kamu ingat … aku pernah bilang kalau kamu lebih kuat dari yang kamu pikirkan?"

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-05
  • MARTA, cinta kedua   49. Jejak Kisah Lama

    "Ada apa ini?" Suara berat Pak Har tiba-tiba terdengar.Aku mengalihkan tatapan tajam ke arah lelaki setengah baya yang sudah berdiri di samping Raina.Panji dan Pak Arka yang dari tadi menjaga jarak dari kami kemudian mendekat."Kamu yang membawa mereka kemari?" tanya Pak Har pada keponakannya."Om sendiri sering merecoki butikku, bahkan memintaku menerima Marta jadi pegawai."Pak Har menatap malas ke arah Pak Arka dan di balas dengan kedikan bahu. Dapat ku rasakan udara di sekitarku memanas."Kenapa kamu selalu ikut campur!" Keluh lelaki tua itu."Mereka datang tadi pagi dan merengek agar aku mau mengantar kemari. Aku bisa apa?" ucap Pak Arka tanpa rasa berdosa.Ku lihat dengan jelas, jika Raina berusaha menjauhi Pak Har.

    Terakhir Diperbarui : 2022-01-06
  • MARTA, cinta kedua   50. Jadi yang Terindah

    Sampai malam aku masih berharap Panji menghubungiku. Tapi sayangnya itu tidak terjadi.Aku hanya seperti menggenggam angin.Tanpa sadar aku tertidur. Meninggalkan jejak basah di atas bantal.Aku menangis? Sayangnya iya. Aku tidak ingin, tapi entahlah. Air dari mataku mengalir tanpa permisi. Aku pun tak bisa mencegahnya.Tak bisa, sekuat apapun aku didepan orang lain, nyatanya aku rapuh dan tidak bisa menghadapi diriku sendiri.Hingga pagi, tak ada satu pesan pun menyinggahi ponselku. Aku mendesah pelan.Baiklah … selamat pagi hari yang baru.Mulai hari ini aku janji. Hanya akan ada aku dan bahagiaku.Semangat Marta!!!

    Terakhir Diperbarui : 2022-03-13
  • MARTA, cinta kedua   51. Payah!!

    Jam dua belas, dan aku segera merapikan kertas-kertas yang terserak di meja. Sempat ku lirik Bos menyebalkan itu, dia sedang asyik melakukan sesuatu dengan komputernyaSesekali dia mengurut kening. Berdecak kesal, ataupun mendengus. Dan aku mulai terbiasa dengan raut wajah itu. Saat seperti ini, dia tidak mau diganggu. Salah gerak pun, amarahnya akan meledak.Lebih baik aku segera beristirahat.Tanpa permisi aku melangkah keluar. Makan bersama karyawan lain, sepertinya menyenangkan. Karyawan butik berjumlah lima orang, dan mereka biasa istirahat siang bergantian."Dasar, jaman sekarang tuh jadi atasan kayak nggak ada harganya." Pak Arka seperti dengan sengaja mengeraskan suara.Terpaksa aku melongokkan kembali kepalaku, "Bapak ada perlu dengan saya?""Nggak," jawabnya ketus."Oh, baik. Kalau begitu saya pamit makan siang dengan anak-anak di depan, Pak." Aku segera keluar kembali."Tunggu!"Yang terdengar selanjutnya hanya seperti beberapa buku dan alat tulis lainnya dirapikan dengan t

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-26
  • MARTA, cinta kedua   52. Nikah, Yuk!

    Aku duduk diantara rumput, setelah berhasil menarik kaki kanan yang tertimpa badan motor.Beruntung aku tidak salah membedakan rem dan gas. Dan motor tetap bisa ku kendalikan walau akhirnya terjatuh juga. Jatuh tepat di atas rumput tebal.Pak Arka, dia menatapku tajam tanpa berniat membantu. Sedikit kejam, tapi ku pikir itu wajar karena ini salahku. Lagi pula ini tak parah. Kakiku baik-baik saja.Sedikit ku goyangkan kaki kananku, sedikit nyeri. Mungkin ada sedikit urat yang tertarik. Selebihnya tak ada masalah."Kenapa, patah?" Nada Pak Arka terdengar seperti menahan geram."Tidak," jawabku santai."Huhh … kenapa nggak patah sekalian. Biar tau rasa. Sok jagoan. Kamu pikir ini arena balap liar?""Doanya jelek amat, Pak."Pak Arka masih menggerutu. Aku memilih diam dan berpura tak mendengar. Aku beringsut mundur. Menyandarkan punggung di tebing.Perlahan nyeri mulai merambat. Yang awalnya tak terasa sakit, sekarang seperti nyeri, panas dan seolah menebal.Pak Arka menegakkan motor mili

    Terakhir Diperbarui : 2022-05-29

Bab terbaru

  • MARTA, cinta kedua   79

    Pulang adalah pilihan terakhir. Rumah ini terlihat sangat sepi. Namun, aku merasa setiap sudut tidak lepas dari sosok seorang Arka.Aku ingin menangis. Menikmati sesak yang semakin dalam menghujam.Rasa bersalah karena menyusupkan nama lelaki lain selain Arka, membuatku merasa jika Arka pantas melakukan ini padaku.Mungkin dia merasa, dalam hatiku belum sepenuhnya menerima dia.[Ka, pulang.] Tanpa sadar aku menulis pesan untuknya.[Aku kangen.] Entah kenapa kalimat singkat itu kuketik begitu saja.Tidak peduli kapan terbaca. Setidaknya aku berusaha mengungkapkan isi hati.Tanpa permisi, tiba-tiba saja kenanganku dengan Arka kembali datang. Awal pertemuan, lalu semua yang pernah kami lalui. Semua muncul tiba-tiba.Ada nyeri yang tiba-tiba menghujam. Saat bayangan pernikahan kami tertayang. Aku seorang istri. Namun, di hatiku masih belum bisa seutuhnya menerima. Masih ada nama lain yang tertulis indah, walau aku berusaha menghapusnya.Tidak. Aku tidak benar-benar menghapusnya. Aku hanya

  • MARTA, cinta kedua   78

    Bodoh!Aku terus mengutuk kebodohanku sendiri. Sekarang, selain lemah dan tidak bisa apa-apa, cap apa lagi yang akan Panji sematkan untukku?Murahan?Ck!Aku meremas stang motor dengan kuat. Itu juga membuat laju motor semakin menggila.Tanpa peduli dengan apapun, aku terus melaju. Membiarkan angin menampar wajahku berkali-kali.Jalanan yang lengang di jam kerja membuatku merasa bebas. Mengumpat, memainkan gas dan melakukan apapun di atas kendaraan roda dua ini.Bahkan tanpa sadar aku berkendara semakin jauh. Bukan ke arah rumah Pak Har. Melainkan ke tempat sunyi yang pernah ku kunjungi.Saat ini aku hanya ingin sendiri. Menyepi, memuaskan diri merutuk juga mengutuk.Sendiri.Perjalananku berakhir di atas bukit, tempat yang pernah kukunjungi bersama Maya, Pak Haris dan juga Panji.Aku tetap duduk di atas motor. Mencoba mencari ketenangan di atas ketinggian.Suasana yang sedikit mendung, menyelamatkanku dari terik matahari.Pelan kulepas helm, dan meletakkan benda itu di gantungan yang

  • MARTA, cinta kedua   77

    Kepalaku seperti berputar.Banyak kemungkinan dan bayangan buruk berjubel di sana.Jika benar perempuan itu Amel, berarti Arka menghamili gadis itu! Lalu, di mana mereka sekarang?Aku bergegas mengobrak abrik laci di meja Arka. Rasa marah begitu besar, hingga nafasku sesak.Arka brengs*k!!!Lelaki itu, apa maunya! Membuat seorang gadis hamil, lalu menikahiku? Gila!Apa dia dilahirkan oleh batu, hingga tidak bisa menjaga harga diri dan perasaan seorang perempuan?Umpatan masih terus bergaung di dalam hatiku. Sementara tanganku bergerak lincah mengeluarkan apa saja yang ada di dalam laci. Kertas, kain, alat gambar dan lain-lain.Tanpa kuduga, aku melihat selembar foto ikut terhempas. Penasaran kuambil dan mataku menyipit.Seorang anak laki-laki, tertawa lebar menghadap kamera. Sementara dua orang dewasa duduk mengapitnya. Keduanya merangkul anak itu dengan senyum mengembang.Ini Arka? Kernyitku saat mengamati foto itu lebih detail. Aku bahkan melihat pancaran rasa bahagia dari tiga soso

  • MARTA, cinta kedua   76

    Jam sembilan kurang lima menit, terlihat sebuah motor berbelok dan berhenti di parkiran.“Mbak!“ Pengendara itu berteriak memanggil.“Ita,” sapaku. Perempuan itu membuka helm, lalu melepas jaket. Setelah mencabut kunci motor, dia bergegas turun dan menghampiriku.“Ngapain pagi-pagi nongkrong di situ?“ tanyanya heran.Aku tersenyum geli. “Nungguin kamu, Beb,” godaku.“Ih, geli!“ ucapnya sambil tergelak.Tangannya terlihat mencari sesuatu di tas. Tak lama, sebuah kunci yang sangat kukenal berhasil dia keluarkan.“Ini nggak dalam rangka sidak, kan?“ tanya Ita.“Enggak, aku cuma pengen main,” sangkalku.Ita membuka pintu utama butik. Aroma khas kain bercampur pengharum ruangan segera menyambutku. Suasana ruang display tidak ada yang berubah.“Mbak tunggu di ruangan Pak Bos aja, aku bersih-bersih dulu,” kata Ita yang sudah memegang alat kebersihan.Melihatnya, aku seperti kembali ke masa lalu. Hanya saja, dulu Bos galak itu memintaku datang lebih pagi dan membawakannya sarapan.“Mbak!“ Ita

  • MARTA, cinta kedua   75.

    Aku memutuskan tidur di penginapan bersama Maya. Nyaris semalam kami menunggu, kalau-kalau Amel muncul. Penantian yang sia-sia menimbulkan rasa lelah yang teramat sangat.Bertiga dengan Maya dan Agnes, kami berbagi tempat tidur. Beruntung pihak penginapan menyediakan ruang khusus untuk pegawai. Kondisi keuangan yang menipis, membuatku harus berhemat.Aku bahkan baru sadar, belum pernah menerima uang sepeserpun dari Arka.Arka, lelaki itu ikut menyedot pikiranku. Kemana dia? Apa mungkin dia berpikir aku masih di rah Pak Har? Karena itu tidak ada rasa khawatir di hatinya?Atau, jangan-jangan sesuatu terjadi padanya?Segera kuenyahkan pikiran buruk. Aku berharap, dimanapun dia saat ini semoga dalam keadaan baik-baik saja.***“Aku mau ke butik,” sahutku ketika Agnes menanyakan kegiatanku hari ini.“Oh, tapi sebelumnya kamu sarapan dulu, ya,” katanya sambil menunjuk area taman.Aku mengangguk dan kembali merapikan penampilan.Tanpa menunggu lama, aku segera menyusul gadis itu. Di meja tam

  • MARTA, cinta kedua   74.

    Cepat kucekal tangan Panji. Aku tidak mau ikut campur, tapi aku juga tidak mau Panji melakukan kesalahan. Cukup dua kali aku melihatnya berkelahi. Pertama dengan Pak Har, kedua dengan Arka.Sosok Aldi cepat masuk ke lobi. Seperti biasa, dia melempar senyum pada semua yang ada di ruangan ini.“Kamu bukannya masuk pagi, May? Ngapain nongkrong di sini?“ tanya lelaki itu tanpa merasa bersalah.“Kamu kemana aja?“ pancing Maya.“Ini kenapa pada heboh nanyain aku, sih? Berasa artis, deh,” kekehnya pelan.Panji semakin menengang. Semakin kuat pula cekalan tanganku di lengannya.“Ta, dosa, loh, ngegandeng laki lain.“ Aldi masih sempat menggodaku.Kepala ini berdenyut, sikapnya tidak menunjukkan jika dia baru saja membawa kabur anak orang.Kulirik Panji, lelaki itu sangat terlihat sulit menahan diri.“Di, dari mana aja kamu? Sesore ini kita kalang kabut nyariin. Ponsel kamu juga nggak aktif!“ Agnes tiba-tiba datang dan memberondongnya dengan pertanyaan.“Pulang kerja tadi langsung mancing, pons

  • MARTA, cinta kedua   73

    “Aku harus ke penginapan sekarang!“ gumam Maya. Dia bergegas keluar kamarku.“May, aku ikut!“Maya menghentikan langkahnya. Menataoku dengan pandangan bingung. Tanpa banyak bicara, kutarik tangannya agar tidak membuang waktu terlalu lama.Sebagai resepsionis yang menyambut kedatangan Amel, kehadiran Maya pasti sangat diperlukan. Mungkin dia melihat siapa yang mengantar Amel, atau apapun itu.“Aku ambil tas sebentar,” katanya sambil melepas gandengan tanganku.“Oke, aku nyalain motor dulu, ya!“ Seruku sambil berjalan keluar rumah.Beruntung kunci motor biasa kami gantung di dekat pintu. Hal ini memudahkan saat keadaan mendesak seperti ini. Tidak ada drama mencari kunci motor yang pasti akan memakan waktu dan membuat suasana semakin tidak nyaman.Sesampainya di penginapan, semua pegawai memandang kami dengan tegang.Panji setengah berlari ke arahku. “Amel nggak cerita apa-apa ke kamu?“ cecarnya.Aku menggeleng. Raut wajah Panji terlihat sangat kacau. Urat di dahinya terlihat menegang.K

  • MARTA, cinta kedua   72

    Pak Har seperti tidak ingin membahas tentang 'perempuan itu'. Bahkan hingga sore, dia tidak lagi muncul. Meski begitu, aku tetap berusaha berhati-hati saat berkeliaran di dalam rumahnya. Kamar Raina saja tidak lepas dari pantauan, apalagi ruangan lain.Seharian aku lupa tidak menghubungi Arka. Begitupun dengannya. Tidak ada pesan masuk di kolom percakapan kami.Tidak seperti hubungan orang lain, dimana hampir setiap waktu saling mengirim pesan. Tentang itu, aku bisa mengambil kesimpulan, aku baik-baik saja tanpa mendapat kabar atau apapun dari Arka.Entah karena hari ini aku terlalu sibuk, atau karena aku menikmati kebersamaanku dengan Raina.Perempuan itu merengek agar aku mau menginap. Tentu saja aku menolaknya dengan tegas. Bagaimana aku bisa tidur jika ada yang mengawasi disetiap sudut rumah ini?!Pak Har bilang, CCtv itu di pasang untuk memudahkannya mengetahui kondisi Raina. Bagiku itu hanya sekedar alasan. Aku khawatir lelaki tua itu sebenarnya seorang psikopat.Semoga Tuhan me

  • MARTA, cinta kedua   71

    Airmata Raina mulai menggenang. Wajahnya terlihat semakin kuyu.“Kamu kenapa?“ tanyaku hati-hati.Kuberi elusan lembut di bahunya. Raina perempuan tegar yang selalu ceria. Dulu. Berbeda dengan Raina yang kutemui sekarang.“Aku tidak bisa hidup seperti ini, dia sangat menakutkan!“ Suara Raina sedikit tertahan.“Pak Har kasar? Suka memukul?“Raina menggeleng. Aku semakin bingung dibuatnya.“Dia sangat menginginkan anakku. Sementara aku tidak mau bersamanya. Aku ingin pergi, Ta. Bawa aku pergi dari sini, tolong ….“Suara Raina terdengar mengiba. Airmata masih terus mengucur, bahkan semakin deras.“Dia juga menginginkanmu, Na. Bukan hanya anakmu. Buktinya dia mencarimu, dan tidak melupakanmu, kan?“Raina menggeleng. Hormon kehamilan mungkin memengaruhinya. Aku berusaha menenangkan perempuan itu.“Masih sakit?“ tanyaku sambil mengelus perutnya pelan.Raina menggeleng.“Makan, ya?“ Kulirik nampan berisi sarapan yang belum disentuh.Lagi-lagi Raina menggeleng.“Hei, kamu tidak bisa berbuat s

DMCA.com Protection Status