"Tidak perlu berteriak seperti itu, tidak ada yang tuli di antara kita," bentak Pak Santos tak terima."Benarkah?" Zia mendekat ke arah mereka dengan kekecewaan yang dalam. "Sebenarnya siapa aku untuk kalian?"Amran menatap Pak Santos ketika mendengar pertanyaan itu, begitupun sebaliknya."Kamu putriku, tentu saja kamu sangat penting untukku, Zia," ungkap Pak Santos."Benar, aku juga sangat mencintaimu dan tidak akan bisa hidup tanpamu. Aku benar-benar ingin kamu memberikan aku kesempatan kedua." Amran menimpali dan kali ini Zia benar-benar kecewa."Apa benar Papa menyayangi aku?" tanyanya lirih."Kalau iya, bukankah seharusnya Papa sudah tahu sejak awal kalau pernikahanku dengan Mas Amran selama tiga tahun ini sudah membuatku seperti di neraka?" cecarnya lagi tanpa menunggu Pak Santos bicara."Kamu juga, Mas. Kamu bilang akan belajar mencintaiku dan membuatku menjadi orang yang paling berharga karena bisa mendapatkan cintamu, namun apa buktinya? Ketika Rania datang lagi, kamu bahkan
"Apa maksudnya? Apa kau berniat untuk mempermainkan kontrak di antara kita?" tanya Zia meminta penjelasan karena sebelumnya dia benar-benar tidak meminta hal ini.Zia hanya ingin menjalani kehidupan dengan damai sebagai istri Haris Amarta, tetapi hanya kontrak saja dan berlaku 2 tahun. Karena setelah memutuskan untuk keluar dari rumah, Zia yakin tidak ada tempat baginya untuk bersembunyi selain kediaman pribadi Haris Amarta.Ziq perlu didampingi seseorang yang kuat yang tidak bisa digertak dan punya otoritas yang tidak bisa dibantah. Harris Amarta memang lebih tua empat tahun, namun pria ini mempunyai wajah dewasa dan rupawan meski sikapnya sangat dingin, jadi Zia tidak punya pilihan yang lain."Justru harusnya aku yang bertanya begitu, apa kamu berbuat untuk mempermainkan pernikahan?" Haris bertanya balik. "Bukankah kamu sendiri tahu pernikahan adalah ikatan yang sakral, ibadah terlama? Apa aku tidak boleh mengidamkan pernikahan yang sakinah mawadah marahmah?"Zia dan semua orang yan
"Katakan padaku, di mana Anda menahan Zia?" Amran berteriak di kediaman Pak Santos karena mereka ada yang tidak beres di rumah ini. Terlebih dengan sikap Yeni dan Rania.Keduanya sama-sama tidak ada yang berani bicara tentang Zia, padahal sebelumnya mereka selalu banyak bicara. Apalagi jika mengatakan tentang keburukan Zia."Zia tidak ada di sini," lirih Pak Santos, "dia sudah pergi jauh.""Apa yang Kau katakan? Kenapa dia pergi tanpa memberitahu aku atau kalian keluarga?" Amran kembali berteriak karena dia tidak terima dengan apa yang telinganya dengar.Sedangkan Zein, dia hanya tersenyum. Tanpa sepengetahuan Amran, Rio adalah teman dekat Zein, lalu Rio adalah atasan Gea sekaligus salah satu pekerja Haris. Jadi sekarang Zein sudah tahu Zia berada di tempat yang aman, jadi dia tidak lagi membantu Amran untuk mencari tahu di mana keberadaan Zia."Dia sudah memutuskan hubungan dengan kami hanya karena aku tidak mempercayai dia seutuhnya. Yah, aku sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya
"Lu ngajak Gua ke sini buat nonton Lu bengong?" tanya Farid.Satu jam yang lalu, Amran meminta Farid untuk bertemu di suatu tempat untuk menceritakan kegundahan hati karena apa yang sudah dialaminya baru-baru ini."Berikan Gua waktu," lirih Amran tampak frustasi dengan wajah acak-acakan.Farid pun kembali diam. Dia berusaha memberikan Amran ruang agar dia bisa bercerita dengan lebih baik dan tenang tanpa ada yang disembunyikan."Gua dan Zia sudah berpisah," lirih Amran pada akhirnya dan Farid sama sekali tidak terkejut. "Kenapa tidak kaget? Apa perpisahan setelah tiga tahun pernikahan menurut Lu wajar?"Farid menatap tak percaya ke arah Amran."Tidak wajar kalau kalian melakukan hubungan suami istri seperti seharusnya, apalagi jika punya anak. Masih ada kemungkinan untuk kembali, terapi kalau sebaliknya, itu wajar," ujar Farid santai membuat Amran mengepalkan kedua tangannya."Kenapa? Keberatan? Padahal Lu juga yang mengawali semuanya. Kalau setelah dapatin Zia Lu lakuin yang terbaik,
Zein yang melihat Amran yang frustasi tersenyum lebar. "Ternyata menyaksikan penyesalan yang begitu dalam itu tidak menyakitkan," gumamnya."Aku harus menemuinya!" putus Amran kemudian, namun langkahnya dihentikan oleh Zein. "Apa yang kau lakukan, Zein? Biarkan aku menemuinya," teriak Amran sambil berusaha melayangkan beberapa pukulan."Ke mana Anda akan mencarinya? Memangnya Anda tahu di mana dia berada sekarang?" teriak Zein sambil terhuyung.Zein sadar, dia tidak akan pernah menang jika melawan Amran. Jadi dia hanya bisa menggunakan Zia untuk membuat Amran sadar."Aku tidak tahu, tapi aku akan mencarinya!""Tenanglah, aku akan meminta tim IT untuk melacak keberadaan Gea. Aku yakin saat ini Zia sedang bersamanya," tandas Zein membuat Amran menjadi lebih tenang. "Benar, segera cari semuanya sekarang!" sentaknya.Zein langsung pergi ke tim IT."Cari di mana posisi nomor ini berada dan laporkan setiap hasil dari pencarian kalian," perintah Zein dengan nada yang tidak biasa membuat pa
Haris kembali menarik dirinya dari Zia ketika seorang pria mengeluarkan suaranya yang kuat."Mama suka dengan ketegasan kamu. Pria itu memang harus diberikan pelajaran," ucap Mama Haris, lalu menatap ke arah anaknya tajam. "Kalau nanti Haris begitu saja, Mama sendiri yang akan memberikannya pelajaran.""Apa, sih, Ma. Aku enggak akan begitu. Aku bukan orang bodoh yang akan menyia-nyiakan wanita seperti Zia." Harus berbicara dengan tegas bahwa dirinya akan terus mempertahankan Zia."Baguslah kalau memang kamu tidak punya niat itu. Awas kalau macam-macam," ancam mamanya membuat Haris bergidik ngeri.Di tempat lain, orang-orang yang diminta Zein untuk mencari keberadaan Gea sama sekali tidak mendapatkan hasil apa pun. Hal itu tentu membuat Amran semakin marah, terlebih kabar pernikahan tentang Zia dan pria lain itu sudah terdengar oleh banyak orang. Amran menjadi semakin tidak terkendali, bahkan Via sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya diinginkan oleh putranya itu. "Memangnya kenapa ka
"Dasar pria yang tidak tahu malu," ujar Amran tak terima, "beraninya kau merebut Zia?""Merebut?" Harus menatapnya tak percaya, lalu mendekat ke arah Zia. "Sayang, katakan padanya, apa aku sudah merebutmu darinya?"Zia tersenyum lembut. "Tidak, justru dialah yang sudah merebut kebahagiaanku selama ini. Bodoh kalau aku mau kembali kepada pria seperti dirinya," jawabnya penuh penekanan seketika membuat Amran ditertawakan banyak orang.Akan tetapi, semuanya tidak berlangsung lama karena Rania lebih dulu datang dan mengajak Amran ke tempat yang tidak terlalu ramai."Mas, sebenarnya apa yang sudah kamu lakukan? Apa kamu lupa kalau Zia yang sekarang bukan lagi Zia yang dulu. Dia sudah berubah, Mas," terangnya sambil meminta seorang dokter untuk mengecek kondisi Amran."Bagaimana, Dok?" tanya Rania sedikit panik."Dia baik-baik saja. Mana mungkin Haris mengeluarkan tendangan yang begitu kuat setelah tahu Anda bukanlah pria yang bisa menjadi lawannya," ucap dokter itu membuat Rania marah."Si
Zia memasang wajah datar dan menatap Amran lekat. Kini, dirinya benar-benar elegan dan setiap gerakannya sangat menarik. Itulah yang Amran lihat dari Zia yang sekarang. Padahal, sejak dulu Zia memang sudah seperti itu, sayangnya dia tidak melihatnya dengan baik."Kesempatan?" tanya Zia pelan dan Amran mengangguk cepat."Kalau kesenangan untuk dibenci olehku atau dipukul suamiku masih ada, tapi untuk hidup bersamaku ... kamu terlambat berubah, Mas. Aku yang sekarang tidak akan pernah lagi memilih untuk mencintaimu jika diberikan kehidupan kedua. Ini menandakan kesalahanmu sudah fatal," terang Zia tanpa perasaan membuat hati Amran benar-benar terluka."Bagaimana kalau ternyata Haris juga tidak tulus atau mengkhianatimu. Apa kamu bersedia kembali padaku?" tanya Amran lagiKali ini dia akan melakukan banyak cara untuk menarik Zia kembali ke sisinya. Terlebih sekarang dia sadar kalau dirinya sama sekali tidak mencintai Rania. Perasaan padanya ternyata sudah pergi bersama pengkhianatan yang