"Ketemu! Lihatlah!""Bukankah dia Nyonya? sedang apa dia di sana?" Menyipitkan mata kala menatap layar monitor CCTV. Setelah melacak banyak CCTV di sepanjang jalan dan banyak tempat, akhirnya salah seorang hacker bawahan Edward berhasi menemukan sosok Rosy yang akhirnya tertangkap kamera yang terletak di sebuah gang. Di sana tampak Rosy yang tengah berjalan sendirian. Awalnya memang demikian. Namun, kala Edward gegas memeriksanya, dia melihat sekelompok pria yang datang menggoda Rosy."Berengsek sialan! Beraninya mereka merayu istriku." Dengan kemurkaan yang membara, tanpa banyak berkata, Edward gegas beranjak untuk menjemput Rosy di tempat. Dengan kecepatan mobil yang sangat gila, Edward pun akhirnya sampai di gang tempat Rosy berpijak saat ini."Hey, beautiful. It's a pity that you're all alone. How about come play with us? Hahaha." "Hahaha. Hey, be careful. Don't scare our sweet girl."Ada 3 pria asing berbau alkohol yang sedang menghadang jalan Rosy di sebuah gang sempit. Merek
Di sebuah villa yang megah luar biasa, Edward memarikirkan mobillnya. Villa itu terletak di tebing pantai, sehingga semilir anginnya pun terasa menembus pori-pori kulit. Rosy tak ingin menebak-nebak, karena yakin jika Villa mewah itu pasti milik Edward. Sebab, ketika mereka baru datang, seorang pelayan bergegas menyambut kedatangan mereka. Sekali-kali Rosy berkeliling melihat-lihat pemandangan di sekitar bersama dengan Edward yang senantiasa menemaninya. Setelah Rosy kembali, entah mengapa Edward menjadi lebih clingy. Ia menempeli Rosy ke mana pun dia pergi. Edward sangat enggan berpisah dengan Rosy, takut jika dia harus kehilangannya lagi. Sementara Rosy yang merasa sedikit canggung, akhirnya angkat bicara, “Kenapa kau mengikuti terus?” tanyanya. “Aku takut.” Edward memberikan jawaban singkat. “Takut?” Rosy tidak mengerti. “Takut kehilanganmu lagi,” sambungnya. Satu kalimat itu berhasil mengulas senyum manis di bibir Rosy. Dia sulit menyembunyikan kebahagiaannya karena terla
“Hei, kau! Tentu saja aku normal. Aku pria yang sangat normal!” cetus Kelvin dengan tegas. “Apa buktinya?” timpal Stella. “Aku---“ “Kau tidak bisa membuktikannya. Kalau begitu, biar aku saja yang … .” Tatkala Stella memonyongkan bibirnya di depan wajah Kelvin, Kelvin dengan gegas menempelkan telapak tangannya di bibir Stella. Netra Stella yang terpejam reflek terbuka karena gagal melancarkan niatnya. Kemudian, Kelvin menggendong tubuh Stella, lalu menguncinya ke dalam kamar. Kelvin sengaja mengunci pintu karena waspada terhadap dirinya sendiri. Takut ia tak bisa mengendalikan dirinya, lalu melakukan kesalahan yang tidak seharusnya dia lakukan. Ia takut akan menyesali perbuatannya. Karena tepat di detik itu, tubuh Kelvin telah menegang beserta keringat dingin mulai bercucuran. “Paman, buka pintunya! Paman, kenapa kau mengunciku!” Stella menggedor-gedor pintu kamar, berontak ingin keluar dari sana. “Sudah sangat larut. Tidurlah. Besok aku akan mengantarmu pulang,” titahnya.
BAB 22 “Morning,” sapa Edward. Langkahnya menghampiri Rosy yang masih terbaring di ranjang. Kemudian, ia mengecup kening Rosy hingga membuat netra Rosy terpejam lagi karena merasa malu. Lagi-lagi, Edward selalu sukses membuatnya salah tingkah dan tersipu. “Apa kau tidur nyenyak?” tanya Edward. “Emm … sepertinya,” jawab Rosy. Tentu saja malam tadi Rosy bisa tidur sangat nyenyak, karena Edward telah mencampurkan obat tidur ke dalam minumannya saat makan malam. “Arkkhh,” rintihnya sembari memijat lehernya yang terasa kaku. “Kenapa?” tanya Edward, berpura-pura khawatir. “Tidak apa-apa. Aku hanya merasa leherku sedikit kaku,” ujarnya. Ya, sudah pasti penyebabnya karena semalam Edward telah menyuntikkan sesuatu di urat leher Rosy. Obat tidur yang diberikan Edward berdosis tinggi dan hampir setara dengan obat bius, sehingga kala jarum suntik menembus urat leher Rosy, Rosy tak merasakan apa pun dan tetap terlelap. “Mungkin bantalmu ketinggian.” Edward memberikan alasan yang logis
“Sialan. Jangan mengejekku,” timpal Kelvin. Nada bicaranya terdengar ketus kala Edward membahas suara seorang wanita yang terdengar. “Halah jangan bohong. Kalau bukan suara wanita, lalu suara apa tadi? Tidak mungkin suara hantu,” sergah Edward tak percaya. “Masalah besar. Inilah alasan aku menelephonmu. Hei, cepat datang ke sini dan bawa wanita ini pergi,” desaknya. “Hah? Apa maksudmu? Kenapa aku?” cecarnya kebingungan mengapa pada akhirnya Kelvin menyerahkan masalahnya. “Iya, dia keponakanmu. Argh, intinya cepat datang ke sini jika kau masih peduli dengannya. Atau jangan salahkan aku jika aku memakannya,” ancam Kelvin. Edward dibuat harus kebingungan sampai tak dapat berkata-kata sembari mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Tentang keponakannya, Edward tidak yakin keponakan mana yang dimaksud oleh Kelvin. Jika harus menghitung, sepertinya Edward memiliki beberapa keponakan perempuan. Namun, semuanya tidak pernah dekat dengannya. Kecuali … “Jangan-jangan … apa dia Stella?”
“Sialan. Jangan mengejekku,” timpal Kelvin. Nada bicaranya terdengar ketus kala Edward membahas suara seorang wanita yang terdengar. “Halah jangan bohong. Kalau bukan suara wanita, lalu suara apa tadi? Tidak mungkin suara hantu,” sergah Edward tak percaya. “Masalah besar. Inilah alasan aku menelephonmu. Hei, cepat datang ke sini dan bawa wanita ini pergi,” desaknya. “Hah? Apa maksudmu? Kenapa aku?” cecarnya kebingungan mengapa pada akhirnya Kelvin menyerahkan masalahnya. “Iya, dia keponakanmu. Argh, intinya cepat datang ke sini jika kau masih peduli dengannya. Atau jangan salahkan aku jika aku memakannya,” ancam Kelvin. Edward dibuat harus kebingungan sampai tak dapat berkata-kata sembari mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Tentang keponakannya, Edward tidak yakin keponakan mana yang dimaksud oleh Kelvin. Jika harus menghitung, sepertinya Edward memiliki beberapa keponakan perempuan. Namun, semuanya tidak pernah dekat dengannya. Kecuali … “Jangan-jangan … apa dia Stella?”
"Apa yang kalian lakukan?!" bentak Rosy tatkala melihat suaminya dan seorang wanita tengah berbaring di satu ranjang tanpa mengenakan pakaian. Bentakan Rosy yang begitu nyaring sontak membangunkan keduanya. Edward masih tampak ling lung saat harus mengumpulkan nyawa. Tak hanya itu saja, kepalanya terasa sangat berat dan kaku untuk digerakkan. Sampai detik itu, ia masih belum sadar jika di sampingnya terdapat seorang wanita yang tak mengenakan pakaian yang juga perlahan bangkit dari tempatnya. "Hah?! Kak Edward, kenapa itu kamu? apa yang kau lakukan padaku? tidak, ini tidak mungkin. Keperawananku... telah pecah. Apa semalam kau yang merenggutnya? aku tidak mengira kalau kau akan sejahat ini. Hiks... hiks... hiks... ." Wanita yang tak lain adalah Rachel mulai menangis histeris. Mempertontonkan bahwa dia telah dijadikan korban pelecehan. Betapa terkejutnya Edward setelah sadar bahwa di sampingnya terdapat Rachel yang bertelanjang sembari berusaha menutup-nutupi tubuhnya dengan selim
Pendarahan hebat terjadi. Untungnya, Bi Mirna dengan cepat memanggil Ambulans dan melarikan Rosy ke rumah sakit terdekat. Sementara itu, Bi Mirna juga tak lupa mengabarkan perihal itu kepada Edward. Betapa paniknya Edward kala mendengarnya. Tanpa menunda waktu, ia bergegas pergi ke rumah sakit tempat Rosy ditangani. Tak perlu waktu lama, kecepatan gila mobilnya mengantarnya segera ke rumah sakit. Langkah kakinya tergesa-gesa. Ia tampak sangat panik. "Permisi. Di mana Rosy?" tanya Edward to the point kepada salah seorang perawat. Sang perawat tampak bingung karena Edward tiba-tiba mencengkram lengannya kala hendak bertugas. Ia tidak tahu harus memberi jawaban macam apa karena hal itu begitu tiba-tiba. Namun, belum sempat perawat itu menjawab pertanyaan Edward, lagi-lagi Edward bertanya untuk yang kedua kalinya. "Di mana dia?!!" bentaknya. Kali ini, Edward meninggikan nada bicaranya sehingga pusat perhatian serentak tertuju ke arahnya. Tindakan impulsifnya sangat mengganggu kenyama
"Siapa dia? apa murid baru lagi? kenapa akhir-akhir ini banyak sekali murid pindahan? wajahnya tidak asing.""Sepertinya, aku pernah melihatnya di suatu tempat. Tapi di mana, ya?" "Iya. Aku juga seperti pernah melihatnya. Tapi, di mana ya?"Melihat seorang gadis berpenampilan modis, makeup tipis yang menghiasi wajahnya, serta rambut panjangnya yang tergerai dan terawat, seketika membuat semua siswa terkesima. Mereka kira siapa, tatkala gadis itu duduk di bangku milik Elsa, serentak semua orang dibuat terhenyak karena perubahan penampilan Elsa yang jauh berbeda. Tak hanya penampilannya saja, tetapi aura yang terpancar dalam dirinya dominan kuat."Ada apa dengan anak itu?" Bukan hanya siswa lain saja, termasuk Yena pun merasa ada yang berubah dengan Elsa. Elsa yang biasanya berpenampilan cupu dan rambut kepang dua, serta kacamata yang tak pernah lepas dari wajahnya, kini tiba-tiba mengubah penampilannya menjadi seperti orang lain yang jauh berbeda."Aneh sekali. Apa anak itu sedang pub
Kali ini, sikap Rey benar-benar sangat serius dan terkesan menakutkan, seperti iblis yang tengah dipenuhi dengan dendam kesumatnya terhadap manusia bumi."Rey, aku mohon lepaskan aku! Aku sudah memohon kepadamu seperti ini. Punggungku sangat sakit, aku tidak bisa bernafas. Aku mohon ... ." Ucapan Hana terbata-bata karena nafasnya tak lega.Pada akhirnya, Hana menyerah kepada Rey. Ia merendahkan harga dirinya dan meminta Rey untuk segera melepaskannya. Akan tetapi, permohonan Hana tidak membuat Rey berbelas kasihan sedikit pun."Seorang curut hina sepertimu... ternyata berani memohon pengampunan dari kucing. Aku adalah kucing kelaparan. Pikirkan saja, apakah kucing yang kelaparan akan melepaskan tikus yang sudah ia terkam? Hana, kau tidak bisa lepas dari cengkramanku. Aku bisa menyakitimu, bahkan lebih dari ini," cetus Rey.Rey semakin menekan tubuh Hana di tembok dan membuat Hana semakin merasa kesakitan. Hana tak bisa lagi leluasa bergerak, dan kedua telapak tangannya mengepal. Kali
Mendengar perkataan Hana, Rey pun hanya mengernyitkan kedua alisnya dan memikirkan arti dari perkataan Hana."Kalian? Para lelaki?" Rey bertanya-tanya."Ya, kalian. Kalian para lelaki. Tapi aku sama sekali tidak berdebar karenamu. Kau hanyalah Rey, lelaki yang nantinya pasti akan terobsesi denganku," cetus Hana dengan percaya diri."Jangan bilang kau . . . dengan lelaki lain, Ah, benar! Gadis murahan sepertimu, tentu saja sering melakukannya dengan banyak pria. Sudah berapa banyak pria yang kau cicipi?" Rey malah balik menyindir dan menuduh Hana.Hana pun tidak terima dengan perkataan Rey yang terdengar seolah-olah meremehkannya dan menuduhnya secara acak. Hana semakin menatap tajam netra Rey yang juga tak berkedip."Dengar, Rey . . . berhenti merendahkanku! Apa kau pikir kau akan merasa tinggi, setelah terus merendahkanku seperti ini?" Hana semakin geram dan gentar. Kedua telapak tangan Hana pun mulai mengepal."Tentu saja tidak. Kita berbeda, aku tidak sepertimu yang sangat hina. Ak
Hana tidak sengaja melihat Rey yang sedang berada di tempat tongkrongan Rey biasanya. Tujuan Hana yaitu keluar dari halaman kampusnya. Namun, ketika melihat sosok Rey, Hana pun langsung memalingkan wajahnya."Kenapa bocah itu ada di sana? Aish! Merepotkan saja." Merasa dirinya ketimpa kesialan.Hana pun mendapat ide ketika melihat salah satu mahasiswi seumurannya, tengah berlalu melewatinya. Meski tidak mengenalnya, Hana tanpa malu meminta bantuannya."Kamu, siapa . . . tidak! siapa pun kamu, bantu aku dong!" Hana meminta bantuan kepada mahasiswi itu."...?"Mahasiswi itu awalnya merasa heran ketika Hana tiba-tiba menyaut lengannya yang tengah memegang buku. Hana menatap wajah mahasiswi itu dengan memelas, seperti isyarat memohon bantuan darinya.Mahasiswi itu pun tidak terlalu memperdulikannya, lalu ia membiarkan Hana berjalan di sampingnya. Hana melakukan hal itu agar seolah-olah dia adalah teman dekatnya, hanya untuk menghindari Rey.Hana berjalan di samping kirinya dan menutupi tu
"Jadi, kau ingin aku membayar berapa?" tanya Hana sekali lagi. Nada suara Hana terkesan menantang."Tidak seru jika membayarnya dengan uang. Aku adalah orang kaya, aku tidak membutuhkan sepeser pun uang dari orang lain," cetus Johandra dengan bangganya.Mendengar ucapan Johandra yang terkesan angkuh, Hana pun hanya tersenyum kecil. Kemudian, ia pun berkacak sebelah pinggang. Tangan kanannya ditempatkan di pinggangnya."Hufft ... ." Hana menghela nafasnya sekejap, lalu melanjutkan perkataannya, "Lalu? Kau ingin aku membayar kompensasi dengan cara apa? Kau ini pamrih ya? Hanya benturan kecil seperti itu saja kau minta ganti rugi." Hana memprotes tindakan Johandra."Tentu saja, permintaan maaf saja tidak akan cukup. Jika ada orang yang mencuri di rumahmu, lalu kau melepaskannya dan memaafkannya begitu saja, tentu saja pencuri itu akan datang kembali keesokan harinya. Pencuri datang bukan untuk berkunjung dan berganti status menjadi tamu. Pencuri tetaplah pencuri, karena mencuri adalah ke
Hana telah berhenti berlari menjauhi Rey. Kini, Hana tengah berjalan dengan santainya. Akan tetapi, Hana tiba-tiba ditabrak oleh seseorang dari arah samping.Orang tersebut menabrak Hana dari arah samping, dari balik samping tembok. Sedangkan Hana saat itu tengah berjalan lurus dengan santainya.Hana yang ditabrak olehnya pun sepontan terjatuh dan berteriak kesakitan. "Aaw!" pekiknya. "Siapa sih yang jalan nggak lihat-lihat?!!" protes Hana dengan lantang.Seketika buku-buku yang dibawa oleh Hana di lengannya pun terjatuh ke atas lantai. Buku-bukunya berantakan. Sedangkan Hana tengah sibuk mengusap lututnya yang terasa nyeri, karena membentur lantai keramik.Seseorang yang menabrak Hana pun membantu membereskan buku-buku milik Hana. Lalu, ia pun bertanya kepada Hana, "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya."Baik-baik saja kepalamu! Aku yang ditabrak seperti ini masih ditanya apa aku baik-baik saja. Seharusnya kau tanya, 'apa aku terluka?' Seharusnya begi ... ." Hana sengaja menggantung uca
Setelah Resti menyelesaikan perkataannya, ia pun kembali meninggalkan Johandra. Sedangkan Johandra pribadi tidak menyerah untuk terus membujuk Resti."Resti, dengarkan aku dulu! Hei! Aku bisa membantumu." Resti tetap tidak menggubris Johandra. "Aku memang tidak bisa membantumu mendapatkan Reyhan, tapi aku bisa menargetkan Hana. Bagaimana? Apa kau tertarik?" Ucapan Johandra kali ini membuat Resti menghentikan langkahnya sekali lagi.Resti menghentikan langkahnya, tetapi ia tidak berbalik menatap Johandra yang jauh berada di belakangnya. Resti terhenti, sedangkan Johandra berjalan menghampiri.Johandra kali ini berada tepat di samping Resti. Resti menghembuskan nafasnya, lalu ia pun menoleh ke arah Johandra yang berada di sampingnya. Resti menatap Joahandra dengan tatapan malas, sama seperti sebelumnya."Kenapa? Bagaimana? Apa yang mau kau katakan? Ide apa yang kau punya?" tanya Resti dengan nada malas.Kemudian, Resti pun kembali meluruskan pandangannya ke arah depan, sembari melipat k
Rey tidak bisa tidur semalaman, karena ia terus dihantui oleh bayangan Hana. Karena pagi telah tiba, Rey bangkit dari tempat tidurnya. Rasa kantuk yang dahsyat merajai tubuhnya. Untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut, Rey berencana menghilangkannya dengan cara mandi di pagi hari.Rey mulai mengambil handuknya. Namun, sebelum ia menunda niatnya ketika ia melirik sekilas bayangan dirinya di cermin. Wajah Rey kusut, tampak lingkaran hitam seperti mata pada, melingkari kedua matanya."What?!!" Rey histeris. "Kenapa wajahku seperti ini?" gumamnya. "Ini karena Hana sialan itu," sambung Rey.Rey menyalahkan Hana, karena bayang-bayang Hana selalu mengganggu tidurnya. Hal itu yang membuat Rey tidak bisa tidur semalaman.Rey menyentak telapak tangannya ke atas meja. Ia tampak sangat kesal. Kegeramannya itu harus segera ia redakan dengan cara mandi."Yo, lihat siapa ini? Rey, kenapa wajahmu seperti itu?" tanya salah satu teman Rey.Rey berangkat ke kampus lebih awal dan langsung datang mengha
Reyhan akhirnya membuka pintu kamarnya. Rey berdiri di tengah pintu sembari menundukkan wajahnya. Hana yang kala itu berada tepat di hadapan Rey pun berencana ingin merangkul Rey. Namun, sebelum Hana sempat melakukannya, Rey sepontan mendorong tubuh Hana, hingga membuat Hana jatuh tersungkur di hadapannya. "Kau ini apaan? Keras kepala sekali! Sudah kubilang untuk pergi dari sini. Enyah kau!" Rey mengusir Hana. Ucapannya lantang dan perlakuannya kasar. Hana menatap wajah Rey yang tak balas menatap wajahnya. Hana tidak mengerti dengan sikap Rey dan perlakuan yang ia terima. Tidak biasanya Rey bersikap seperti ini kepadanya. Ia tidak mengerti mengapa Rey yang biasanya selalu lembut kepadanya berubah drastis dan menjadi kasar. "Rey... kau kenap—" Ucapan Hana langsung dipotong oleh Rey. "Apa kau tuli? Sudah kubilang pergi! Aku tidak ingin melihat wajahmu," cetus Rey. Hana bangkit kembali. Dia kembali mendekat ke arah Rey. Namun, belum sempat Hana mendekat lebih dekat, Rey melangkah ma