“Sialan. Jangan mengejekku,” timpal Kelvin. Nada bicaranya terdengar ketus kala Edward membahas suara seorang wanita yang terdengar. “Halah jangan bohong. Kalau bukan suara wanita, lalu suara apa tadi? Tidak mungkin suara hantu,” sergah Edward tak percaya. “Masalah besar. Inilah alasan aku menelephonmu. Hei, cepat datang ke sini dan bawa wanita ini pergi,” desaknya. “Hah? Apa maksudmu? Kenapa aku?” cecarnya kebingungan mengapa pada akhirnya Kelvin menyerahkan masalahnya. “Iya, dia keponakanmu. Argh, intinya cepat datang ke sini jika kau masih peduli dengannya. Atau jangan salahkan aku jika aku memakannya,” ancam Kelvin. Edward dibuat harus kebingungan sampai tak dapat berkata-kata sembari mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Tentang keponakannya, Edward tidak yakin keponakan mana yang dimaksud oleh Kelvin. Jika harus menghitung, sepertinya Edward memiliki beberapa keponakan perempuan. Namun, semuanya tidak pernah dekat dengannya. Kecuali … “Jangan-jangan … apa dia Stella?”
"Apa yang kalian lakukan?!" bentak Rosy tatkala melihat suaminya dan seorang wanita tengah berbaring di satu ranjang tanpa mengenakan pakaian. Bentakan Rosy yang begitu nyaring sontak membangunkan keduanya. Edward masih tampak ling lung saat harus mengumpulkan nyawa. Tak hanya itu saja, kepalanya terasa sangat berat dan kaku untuk digerakkan. Sampai detik itu, ia masih belum sadar jika di sampingnya terdapat seorang wanita yang tak mengenakan pakaian yang juga perlahan bangkit dari tempatnya. "Hah?! Kak Edward, kenapa itu kamu? apa yang kau lakukan padaku? tidak, ini tidak mungkin. Keperawananku... telah pecah. Apa semalam kau yang merenggutnya? aku tidak mengira kalau kau akan sejahat ini. Hiks... hiks... hiks... ." Wanita yang tak lain adalah Rachel mulai menangis histeris. Mempertontonkan bahwa dia telah dijadikan korban pelecehan. Betapa terkejutnya Edward setelah sadar bahwa di sampingnya terdapat Rachel yang bertelanjang sembari berusaha menutup-nutupi tubuhnya dengan selim
Pendarahan hebat terjadi. Untungnya, Bi Mirna dengan cepat memanggil Ambulans dan melarikan Rosy ke rumah sakit terdekat. Sementara itu, Bi Mirna juga tak lupa mengabarkan perihal itu kepada Edward. Betapa paniknya Edward kala mendengarnya. Tanpa menunda waktu, ia bergegas pergi ke rumah sakit tempat Rosy ditangani. Tak perlu waktu lama, kecepatan gila mobilnya mengantarnya segera ke rumah sakit. Langkah kakinya tergesa-gesa. Ia tampak sangat panik. "Permisi. Di mana Rosy?" tanya Edward to the point kepada salah seorang perawat. Sang perawat tampak bingung karena Edward tiba-tiba mencengkram lengannya kala hendak bertugas. Ia tidak tahu harus memberi jawaban macam apa karena hal itu begitu tiba-tiba. Namun, belum sempat perawat itu menjawab pertanyaan Edward, lagi-lagi Edward bertanya untuk yang kedua kalinya. "Di mana dia?!!" bentaknya. Kali ini, Edward meninggikan nada bicaranya sehingga pusat perhatian serentak tertuju ke arahnya. Tindakan impulsifnya sangat mengganggu kenyama
Sekitar 24 jam Rosy terlelap karena pengaruh anestesi. Hingga akhirnya, ia pun siuman. Perlahan-lahan Rosy membuka kelopak matanya yang terasa berat. Ditatapnya langit-langit putih rumah sakit yang polos itu. Dalam hatinya lagi-lagi bertanya karena kebingungan. Yang jelas dia sadar bahwa akhir-akhir ini dia sering kehilangan ingatan dan tiba-tiba terbangun dengan pikiran kosong. Tentu saja, pertanyaan "di mana aku dan apa yang telah terjadi?" selalu terngiang-ngiang dalam benaknya. Gerakan jari Rosy terasa kala menyentuh wajah Edward yang tengah terlelap menjaga di sampingnya sepanjang malam. Menyadari Rosy yang akhirnya siuman, Edward pun bergegas menegakkan tubuhnya. "Akhirnya kau siuman juga. Sayang, aku sangat mengkhawatirkanmu," ucap Edward. Ia menatap Rosy dengan tatapan dalam penuh kekhawatiran.Rosy hanya terdiam seribu bahasa. Ingin rasanya dia bangkit dari posisinya, tetapi nyeri di bagian perutnya seakan menahan gerakan tubuhnya. Sementara Edward yang menyadari hal itu
“Aku tidak akan pergi. Kak Rosy, jangan mengusirku lagi,” cetus Stella. “Jika kau tidak pergi, apa harus aku yang pergi?” balasnya. “Aku … .” Stella tak dapat berkata-kata. Pada akhirnya, ia tetap kalah dalam debat kali ini. Sepertinya, memang ada baiknya jika saat ini dia pergi untuk memberikan ruang yang lebih nyaman untuk Rosy. “Baiklah. Aku akan pergi. Tapi, jangan sungkan menelephonku kalau Kakak butuh bantuan.” Rosy hanya mendiamkan Stella. Dia memang sedang dalam suasana hati yang buruk. Tak ingin peduli terhadap siapa pun lagi. Rosy memejamkan netranya, berpura-pura tidur agar Stella segera pergi dari kamarnya. “Kak Rosy, aku pergi … .” Entah penderitaan dan luka sedalam apa yang dirasakan Rosy saat ini. Meskipun terlihat tenang, tetapi siapa pun dapat menebak betapa tersiksanya dirinya. Tentu saja, siapa pun akan sedih jika berada dalam posisinya. Melihat pengkhianatan orang yang dia cintai di depan mata. Ditambah dia harus kehilangan buah hati yang seharusnya hadi
Kelvin kebingungan dan kehabisan kata-kata untuk menjelaskan. Ia tak punya pilihan selain menggendong Stella dengan cara ala bridal style. Sebelum itu, ia sempat membisikkan sesuatu di telinganya, “Nona, berhenti membuat keributan,” bisiknya di telinga Stella. Sedangkan Stella tak berkutik dan hanya terdiam kala Kelvin menggendongnya menuju mobil. Stelle tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan kebahagiaan tersendiri. Usahanya tidak sia-sia. Setelah membuat ulah, akhirnya Kelvin terpaksa luluh. “Nona Stella, tolong lepaskan aku,” pinta Kelvin ketika dia telah menempatkan Stella di kursi depan mobilnya. Akan tetapi, tubuhnya tertahan karena Stella masih mengalungkan tangannya dengan erat di leher Kelvin. Tampaknya, Stella sengaja melakukan hal itu. “Tidak mau. Jika aku melepaskannya, kau pasti akan meninggalkanku … Suamiku,” godanya dengan suara manja. Panggilan itu sungguh membuat Kelvin tercengang hebat. Tak dapat dipungkiri jika perlakuan Stella membuat Kelvin semakin canggung
"Tidak, tidak, tidak. Aku tidak bisa menceraikannya begitu saja. Dia pasti akan sangat membenciku." Edward menggeleng-gelengkan kepalanya. Dia berusaha menghalau saran yang diberikan oleh Kelvin. "Lihatlah. Kau memang sudah jatuh cinta pada wanita itu. Pemikiran pria itu simple, kalau kau bingung... berarti kau memang jatuh cinta. Entah itu sekarang atau nanti, dia pasti akan membencimu. Semua terserahmu." "Tidak, kau salah. Entah itu sekarang atau nanti, semua akan tetap berada dalam kendaliku. Selama dia masih berada di sisiku, aku tidak akan membiarkannya mengingat masa lalu. Jadi, aku tidak akan melepaskannya begitu saja," cetus Edward dengan percaya diri. Menurutnya, selagi Rosy tidak mengingat masa lalu, maka semua masalah masih bisa dia kendalikan bagaimana pun caranya. Tentu saja, Edward akan selalu mencekoki Rosy dengan obat terlarang sejenis narkotika yang dapat menghapus ingatannya di masa lalu, bahkan jika perlu, ia akan menghapus ingatan Rosy sekali lagi. "Kelihatann
"Ah, iya. Sepertinya aku... sangat lapar." Hana tersipu malu."Setelah ini, makan dan minum obat, ya. Perbanyak istirahat. Kalau begitu, kami pergi dulu." Bersama dengan perawat, Dokter itu berlalu pergi.Hana menampilkan senyumnya tanpa arti, lalu menilik jam dinding yang menunjukkan pukul 16.54. WIB."Sudah sore ternyata. Aku sudah sangat lapar. Sepertinya, jika menunggu makanan rumah sakit, pasti akan lama. Aku juga tidak begitu menyukai makanan rumah sakit." gumam Hana. "Di mana Bibi, ya?" Hana akhirnya tersadar bahwa Bibi nya sedari tadi tidak berada di sampingnya.Dengan tenaganya, Hana menuruni kasur. Kemudian, ia mendorong tiang infusnya menuju ke luar ruangan. Hana baru sadar bahwa kali ini, pergelangan kakinya terasa nyeri. Sekilas Hana memperhatikan pergelangan kakinya, tetapi ia tidak terlalu memperdulikannya.Hana terus berjalan keluar dari ruangan rumah sakit yang luas. Seperti biasa, ia selalu diberikan fasilitas VVIP.Hana tersenyum pada saat ia melihat sosok bibi nya
"Siapa dia? apa murid baru lagi? kenapa akhir-akhir ini banyak sekali murid pindahan? wajahnya tidak asing.""Sepertinya, aku pernah melihatnya di suatu tempat. Tapi di mana, ya?" "Iya. Aku juga seperti pernah melihatnya. Tapi, di mana ya?"Melihat seorang gadis berpenampilan modis, makeup tipis yang menghiasi wajahnya, serta rambut panjangnya yang tergerai dan terawat, seketika membuat semua siswa terkesima. Mereka kira siapa, tatkala gadis itu duduk di bangku milik Elsa, serentak semua orang dibuat terhenyak karena perubahan penampilan Elsa yang jauh berbeda. Tak hanya penampilannya saja, tetapi aura yang terpancar dalam dirinya dominan kuat."Ada apa dengan anak itu?" Bukan hanya siswa lain saja, termasuk Yena pun merasa ada yang berubah dengan Elsa. Elsa yang biasanya berpenampilan cupu dan rambut kepang dua, serta kacamata yang tak pernah lepas dari wajahnya, kini tiba-tiba mengubah penampilannya menjadi seperti orang lain yang jauh berbeda."Aneh sekali. Apa anak itu sedang pub
Kali ini, sikap Rey benar-benar sangat serius dan terkesan menakutkan, seperti iblis yang tengah dipenuhi dengan dendam kesumatnya terhadap manusia bumi."Rey, aku mohon lepaskan aku! Aku sudah memohon kepadamu seperti ini. Punggungku sangat sakit, aku tidak bisa bernafas. Aku mohon ... ." Ucapan Hana terbata-bata karena nafasnya tak lega.Pada akhirnya, Hana menyerah kepada Rey. Ia merendahkan harga dirinya dan meminta Rey untuk segera melepaskannya. Akan tetapi, permohonan Hana tidak membuat Rey berbelas kasihan sedikit pun."Seorang curut hina sepertimu... ternyata berani memohon pengampunan dari kucing. Aku adalah kucing kelaparan. Pikirkan saja, apakah kucing yang kelaparan akan melepaskan tikus yang sudah ia terkam? Hana, kau tidak bisa lepas dari cengkramanku. Aku bisa menyakitimu, bahkan lebih dari ini," cetus Rey.Rey semakin menekan tubuh Hana di tembok dan membuat Hana semakin merasa kesakitan. Hana tak bisa lagi leluasa bergerak, dan kedua telapak tangannya mengepal. Kali
Mendengar perkataan Hana, Rey pun hanya mengernyitkan kedua alisnya dan memikirkan arti dari perkataan Hana."Kalian? Para lelaki?" Rey bertanya-tanya."Ya, kalian. Kalian para lelaki. Tapi aku sama sekali tidak berdebar karenamu. Kau hanyalah Rey, lelaki yang nantinya pasti akan terobsesi denganku," cetus Hana dengan percaya diri."Jangan bilang kau . . . dengan lelaki lain, Ah, benar! Gadis murahan sepertimu, tentu saja sering melakukannya dengan banyak pria. Sudah berapa banyak pria yang kau cicipi?" Rey malah balik menyindir dan menuduh Hana.Hana pun tidak terima dengan perkataan Rey yang terdengar seolah-olah meremehkannya dan menuduhnya secara acak. Hana semakin menatap tajam netra Rey yang juga tak berkedip."Dengar, Rey . . . berhenti merendahkanku! Apa kau pikir kau akan merasa tinggi, setelah terus merendahkanku seperti ini?" Hana semakin geram dan gentar. Kedua telapak tangan Hana pun mulai mengepal."Tentu saja tidak. Kita berbeda, aku tidak sepertimu yang sangat hina. Ak
Hana tidak sengaja melihat Rey yang sedang berada di tempat tongkrongan Rey biasanya. Tujuan Hana yaitu keluar dari halaman kampusnya. Namun, ketika melihat sosok Rey, Hana pun langsung memalingkan wajahnya."Kenapa bocah itu ada di sana? Aish! Merepotkan saja." Merasa dirinya ketimpa kesialan.Hana pun mendapat ide ketika melihat salah satu mahasiswi seumurannya, tengah berlalu melewatinya. Meski tidak mengenalnya, Hana tanpa malu meminta bantuannya."Kamu, siapa . . . tidak! siapa pun kamu, bantu aku dong!" Hana meminta bantuan kepada mahasiswi itu."...?"Mahasiswi itu awalnya merasa heran ketika Hana tiba-tiba menyaut lengannya yang tengah memegang buku. Hana menatap wajah mahasiswi itu dengan memelas, seperti isyarat memohon bantuan darinya.Mahasiswi itu pun tidak terlalu memperdulikannya, lalu ia membiarkan Hana berjalan di sampingnya. Hana melakukan hal itu agar seolah-olah dia adalah teman dekatnya, hanya untuk menghindari Rey.Hana berjalan di samping kirinya dan menutupi tu
"Jadi, kau ingin aku membayar berapa?" tanya Hana sekali lagi. Nada suara Hana terkesan menantang."Tidak seru jika membayarnya dengan uang. Aku adalah orang kaya, aku tidak membutuhkan sepeser pun uang dari orang lain," cetus Johandra dengan bangganya.Mendengar ucapan Johandra yang terkesan angkuh, Hana pun hanya tersenyum kecil. Kemudian, ia pun berkacak sebelah pinggang. Tangan kanannya ditempatkan di pinggangnya."Hufft ... ." Hana menghela nafasnya sekejap, lalu melanjutkan perkataannya, "Lalu? Kau ingin aku membayar kompensasi dengan cara apa? Kau ini pamrih ya? Hanya benturan kecil seperti itu saja kau minta ganti rugi." Hana memprotes tindakan Johandra."Tentu saja, permintaan maaf saja tidak akan cukup. Jika ada orang yang mencuri di rumahmu, lalu kau melepaskannya dan memaafkannya begitu saja, tentu saja pencuri itu akan datang kembali keesokan harinya. Pencuri datang bukan untuk berkunjung dan berganti status menjadi tamu. Pencuri tetaplah pencuri, karena mencuri adalah ke
Hana telah berhenti berlari menjauhi Rey. Kini, Hana tengah berjalan dengan santainya. Akan tetapi, Hana tiba-tiba ditabrak oleh seseorang dari arah samping.Orang tersebut menabrak Hana dari arah samping, dari balik samping tembok. Sedangkan Hana saat itu tengah berjalan lurus dengan santainya.Hana yang ditabrak olehnya pun sepontan terjatuh dan berteriak kesakitan. "Aaw!" pekiknya. "Siapa sih yang jalan nggak lihat-lihat?!!" protes Hana dengan lantang.Seketika buku-buku yang dibawa oleh Hana di lengannya pun terjatuh ke atas lantai. Buku-bukunya berantakan. Sedangkan Hana tengah sibuk mengusap lututnya yang terasa nyeri, karena membentur lantai keramik.Seseorang yang menabrak Hana pun membantu membereskan buku-buku milik Hana. Lalu, ia pun bertanya kepada Hana, "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya."Baik-baik saja kepalamu! Aku yang ditabrak seperti ini masih ditanya apa aku baik-baik saja. Seharusnya kau tanya, 'apa aku terluka?' Seharusnya begi ... ." Hana sengaja menggantung uca
Setelah Resti menyelesaikan perkataannya, ia pun kembali meninggalkan Johandra. Sedangkan Johandra pribadi tidak menyerah untuk terus membujuk Resti."Resti, dengarkan aku dulu! Hei! Aku bisa membantumu." Resti tetap tidak menggubris Johandra. "Aku memang tidak bisa membantumu mendapatkan Reyhan, tapi aku bisa menargetkan Hana. Bagaimana? Apa kau tertarik?" Ucapan Johandra kali ini membuat Resti menghentikan langkahnya sekali lagi.Resti menghentikan langkahnya, tetapi ia tidak berbalik menatap Johandra yang jauh berada di belakangnya. Resti terhenti, sedangkan Johandra berjalan menghampiri.Johandra kali ini berada tepat di samping Resti. Resti menghembuskan nafasnya, lalu ia pun menoleh ke arah Johandra yang berada di sampingnya. Resti menatap Joahandra dengan tatapan malas, sama seperti sebelumnya."Kenapa? Bagaimana? Apa yang mau kau katakan? Ide apa yang kau punya?" tanya Resti dengan nada malas.Kemudian, Resti pun kembali meluruskan pandangannya ke arah depan, sembari melipat k
Rey tidak bisa tidur semalaman, karena ia terus dihantui oleh bayangan Hana. Karena pagi telah tiba, Rey bangkit dari tempat tidurnya. Rasa kantuk yang dahsyat merajai tubuhnya. Untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut, Rey berencana menghilangkannya dengan cara mandi di pagi hari.Rey mulai mengambil handuknya. Namun, sebelum ia menunda niatnya ketika ia melirik sekilas bayangan dirinya di cermin. Wajah Rey kusut, tampak lingkaran hitam seperti mata pada, melingkari kedua matanya."What?!!" Rey histeris. "Kenapa wajahku seperti ini?" gumamnya. "Ini karena Hana sialan itu," sambung Rey.Rey menyalahkan Hana, karena bayang-bayang Hana selalu mengganggu tidurnya. Hal itu yang membuat Rey tidak bisa tidur semalaman.Rey menyentak telapak tangannya ke atas meja. Ia tampak sangat kesal. Kegeramannya itu harus segera ia redakan dengan cara mandi."Yo, lihat siapa ini? Rey, kenapa wajahmu seperti itu?" tanya salah satu teman Rey.Rey berangkat ke kampus lebih awal dan langsung datang mengha
Reyhan akhirnya membuka pintu kamarnya. Rey berdiri di tengah pintu sembari menundukkan wajahnya. Hana yang kala itu berada tepat di hadapan Rey pun berencana ingin merangkul Rey. Namun, sebelum Hana sempat melakukannya, Rey sepontan mendorong tubuh Hana, hingga membuat Hana jatuh tersungkur di hadapannya. "Kau ini apaan? Keras kepala sekali! Sudah kubilang untuk pergi dari sini. Enyah kau!" Rey mengusir Hana. Ucapannya lantang dan perlakuannya kasar. Hana menatap wajah Rey yang tak balas menatap wajahnya. Hana tidak mengerti dengan sikap Rey dan perlakuan yang ia terima. Tidak biasanya Rey bersikap seperti ini kepadanya. Ia tidak mengerti mengapa Rey yang biasanya selalu lembut kepadanya berubah drastis dan menjadi kasar. "Rey... kau kenap—" Ucapan Hana langsung dipotong oleh Rey. "Apa kau tuli? Sudah kubilang pergi! Aku tidak ingin melihat wajahmu," cetus Rey. Hana bangkit kembali. Dia kembali mendekat ke arah Rey. Namun, belum sempat Hana mendekat lebih dekat, Rey melangkah ma