"Sepertinya, pengasuh Hana akan datang terlambat. Dia sudah menangis dari tadi. Ia tampak sangat lapar. Aku tidak tega membiarkannya. Sayang, aku kasihan padanya. Bolehkah aku memberinya ASI susulan?" ujar ibu Rey, kala melihat Hana yang tak kunjung berhenti menangis.Saat itu, Hana masih bayi. Ia tak kunjung berhenti menyudahi jeritan tangisnya. Para perawat berusaha untuk menenangkannya, dengan cara menggendong, serta mengayun Hana. Akan tetapi, Hana terus menangis.Ibu Rey yang bernama Rini, saat itu bisa langsung tahu, karena ia juga memiliki insting sebagai seorang Ibu. Sebagai seorang Ibu yang memiliki bayi seumuran anak kemarin sore, tentu saja semua nampak sangat jelas. Hana menangis karna suatu alasan, yaitu karena dia lapar.Ibu pengganti yang menyusui Hana, kala itu diberi jadwal tertentu. Ibu pengganti itu hanya datang ketika pagi, sekitar jam 09.00. WIB, lalu pulang ke rumahnya kembali. Kemudian, ia datang lagi ketika pukul 16.00.WIB. Kontrak yang dibuat olehnya dengan or
"Tuan, silakan tandatangan di sini." Kelvin menyodorkan sebuah dokumen ke meja kerja Edward. Tampak Edward yang hanya menatap dokumen itu dengan tatapan kosong, tanpa sadar dengan ucapan yang dikatakan oleh Kelvin. Pikirannya melayang entah ke mana. "Tuan? Tuan?" Kelvin berusaha menyadarkan Edward saat menyadari ada yang tidak beres dengan sikapnya. Reflek Edward terperanjat dari tempatnya seraya bangkit. Ia menatap Kelvin dengan tatapan ling-lung, layaknya sukma tak bertempat di dalam raganya. "K-kenapa? Kau tadi bicara apa?" Bertanya karena benar-benar tak mencerna ucapan Kelvin sebelumnya. "Tuan, apa Anda perlu saya panggilkan psikiater?" sindirnya. "Untuk apa? aku tidak membutuhkannya," ketusnya. Edward pun kembali duduk di kursinya sembari memeriksa dokumen di atas meja. "Kalau begitu, yang Anda butuhkan pasti dokter cinta," timpalnya. "Jangan aneh-aneh. Aku tidak gila," celetuknya. "Hilih. Orang gila selalu mengelak kalau dirinya gila. Ciri-ciri itu ada pada di
"Baiklah. Aku tunggu hari itu," balas Kelvin, lalu melangkah mundur. Ia merangkul lengan Stella, lalu Stella menatapnya dengan penuh tanda tanya. Kemudian, dia mengajaknya beranjak pergi menuju mobil Kelvin yang terparkir tak jauh dari sana. Kelvin membukakan pintu mobil untuk Stella. Stella hanya diam saja menuruti skenario yang berjalan tiba-tiba. Kemudian, disusul Kelvin yang gegas menancap gas. Sementara Justin masih terdiam di tempat dengan hati bergumal karena geram. Tin! Tin! Tin! Setir mobilnya dihantam beberapa kali oleh Kelvin seraya berkata, "Sialan!!!" Sepanjang perjalanan, mulut Stella terkunci karena otaknya berpikir keras mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Semua terlalu tiba-tiba, otak kecilnya kesulitan untuk memahaminya. "Apa kau lapar?" Akhirnya Kelvin membuka pembicaraan. "Eh? Oh, ya," gagapnya. Sulit ber kata-kata. Mulutnya kembali bungkam seribu bahasa. "Mau makan apa?" tanya Kelvin. "Terserah." Satu kata pamungkas yang keluar dari mulut wa
Stella meninggalkan Justin setelah dia menendang kakinya dan menarik kursi yang diduduki Justin sehingga dia terjatuh menahan malu di hadapan para pengunjung di restoran itu. Memberi satu pelajaran untuk Justin memang cukup berguna bagi Stella. Akhirnya, Stella merasa lega setelah melampiaskan amarahnya yang tertahan. Sementara itu, hari sudah sangat larut. Namun, malam ini Stella berniat tidak pulang ke rumah Edward. Dia ingin menghabiskan malam ini dengan bersenang-senang. "Hallo?" Stella menelephon nomor salah satu temannya. "Kenapa?" jawab teman Stella yang bernama Miki. "Apa malam ini kau sibuk?" "Tidak juga." "Ayo pergi." "Ke mana-mana." "Klub." "Gass." Selain berteman dengan anak baik, Stella juga berteman dengan anak nakal. Stella tidak suka pilih-pilih tentang circle pertemanan, walaupun tidak pemilih sebenarnya tindakan yang kurang tepat. Pengaruh baik sulit menular, sementara pengaruh buruk lebih mudah menular. Baru-baru ini, Stella mulai bosan dengan lingkunga
Salah seorang anak buah Edward ternyata berkhianat. Ia membawa chip memori rahasia berisi informasi tentang organisasi Black Devil. Ia menyobek lengannya, lalu memasukkan chip itu ke dalam, kemudian menjahitnya. Setelah berhasil kabur diam-diam, pihak lain yang menunggu di bandara pun menjemputnya. Sayang sekali, semua tak berjalan lancar karena Edward berhasil mengirimkan anggotanya untuk mengejar sang pengkhianat. Baku hantam berlangsung di bandara, berhasil menewaskan sejumlah anggota organisasi Black Devil. Ternyata, pihak musuh telah menyusun rencana dengan matang sebelum beroperasi. Mereka bahkan membawa granat dan meledakkan bandara, sehingga memakan banyak korban jiwa. Anggota Black Devil yang tersisa terpaksa harus mundur ketika Keamanan Negara akhirnya datang. Sementara itu, chip gagal direbut kembali dan pihak musuh yang cukup misterius itu berhasil melarikan diri. "Aaarggghhh!!! Sial!" Edward sangat frustasi karena mengalami kemalangan yang sulit didefinisikan. Sebab, ia
Wajah Stella disiram alkohol hingga spontan membuatnya tersadar. Ketika dia membuka netranya, dia sangat ketakutan karena sudah berada di tempat yang sangat asing. Sebuah kamar dengan lampu redup dan pria bertelanjang dada tersenyum ke arahnya. Ya, dia pria yang sudah melecehkannya tadi. Dengan senyum nakalnya, ia pun berkata, "Gadis manis, maukah kau menghangatkan ranjang ku malam ini?" godanya dengan genit. "Jangan macam-macam padaku, atau aku akan melaporkanmu ke polisi. "Stella menangis karena ketakutan." Dia berharap ada seseorang yang menolongnya, namun harapannya percuma karena di dalam kamar itu hanya ada dia dan sang pria mesum itu. "Coba saja laporkan aku kalau bisa," tantangnya. Pintu kamar dikunci rapat, kemudian pria itu merangkak ke atas ranjang, lalu merobek pakaian Stella. Stella dibuat tak berdaya ketika tubuh kekar pria itu menindihnya. Tangannya sangat lihai memainkan hasratnya. Jujur saja, Stella menikmati setiap sentuhannya. Akan tetapi, dia berusaha menyad
Seharian di rumah membuat Rosy merasa sangat bosan, apalagi akhir-akhir ini Edward jarang sekali pulang ke rumah untuk menemaninya. Masalah pekerjaan semakin menumpuk di kantornya, sehingga mereka pun mulai jarang berkomunikasi. Terlebih semenjak insiden terakhir yang menciptakan kerenggangan dalam hubungan. Entah mengapa, Rosy merasa akhir-akhir ini Edward sengaja menghindarinya. Sesungguhnya, dalam hati Rosy merindukan kebersamaan indah seperti sebelumnya. Namun, harga diri Rosy terlalu tinggi untuk bisa memulai dan kembali. Rosy yang merasa bosan pun memutuskan untuk me time sendirian, guna melepas kebosanannya. Tanpa ditemani siapa pun, Rosyi akhirnya keluar rumah. Dia memilih menghabiskan waktu di sebuah cafe sebagai tempat persinggahannya. "Selamat datang!" sambut seorang pelayan cafe. Rosy hanya membalas dengan senyuman. Kmudian, pelayan itu menyodorkan menu kepada Rosy. Dia memilih beberapa menu yang menurutnya tampak menarik. Selama menunggu makanan dan minuman dis
"Maka bunuhlah aku, karena aku telah memutuskan. Aku bersikeras akan menikah denganmu. Bunuh aku sekarang juga, selagi kau punya kesempatan." Hana menantang Rey."Apa? Kau benar-benar gila! Jangan memaksaku untuk membunuhmu," cetus Rey dengan geram."Lakukan sekarang juga! Aku tidak pernah memaksamu. Aku memegang kata-katamu... Pengecut! Buktikan kata-katamu kalau kau bukan seorang pengecut!" cerca Hana."Curut!!!" bentak Reyhan."Bunuh aku sekarang juga! Sini, lakukan kalau berani." Hana semakin menantang Rey dengan menaikkan dagunya.Mata Rey sudah dipenuhi kilat halilintar api nirwana yang membara dan siap melahap sosok Hana yang ada di hadapannya. Suasana sudah mulai tegang dan keduanya tidak bergerak. Mereka hanya saling menatap dengan tajam.Cetarrr!!! Srettt..., ctarrr!!!Tiba-tiba suara petir menyambar dan rintik tangis awan telah bocor. Hujan turun membasahi dua sosok yang saling dipenuhi aura kebencian.Hujan tak membuat mereka goyah sama sekali. Beradu dalam hati, siapa yan
"Siapa dia? apa murid baru lagi? kenapa akhir-akhir ini banyak sekali murid pindahan? wajahnya tidak asing.""Sepertinya, aku pernah melihatnya di suatu tempat. Tapi di mana, ya?" "Iya. Aku juga seperti pernah melihatnya. Tapi, di mana ya?"Melihat seorang gadis berpenampilan modis, makeup tipis yang menghiasi wajahnya, serta rambut panjangnya yang tergerai dan terawat, seketika membuat semua siswa terkesima. Mereka kira siapa, tatkala gadis itu duduk di bangku milik Elsa, serentak semua orang dibuat terhenyak karena perubahan penampilan Elsa yang jauh berbeda. Tak hanya penampilannya saja, tetapi aura yang terpancar dalam dirinya dominan kuat."Ada apa dengan anak itu?" Bukan hanya siswa lain saja, termasuk Yena pun merasa ada yang berubah dengan Elsa. Elsa yang biasanya berpenampilan cupu dan rambut kepang dua, serta kacamata yang tak pernah lepas dari wajahnya, kini tiba-tiba mengubah penampilannya menjadi seperti orang lain yang jauh berbeda."Aneh sekali. Apa anak itu sedang pub
Kali ini, sikap Rey benar-benar sangat serius dan terkesan menakutkan, seperti iblis yang tengah dipenuhi dengan dendam kesumatnya terhadap manusia bumi."Rey, aku mohon lepaskan aku! Aku sudah memohon kepadamu seperti ini. Punggungku sangat sakit, aku tidak bisa bernafas. Aku mohon ... ." Ucapan Hana terbata-bata karena nafasnya tak lega.Pada akhirnya, Hana menyerah kepada Rey. Ia merendahkan harga dirinya dan meminta Rey untuk segera melepaskannya. Akan tetapi, permohonan Hana tidak membuat Rey berbelas kasihan sedikit pun."Seorang curut hina sepertimu... ternyata berani memohon pengampunan dari kucing. Aku adalah kucing kelaparan. Pikirkan saja, apakah kucing yang kelaparan akan melepaskan tikus yang sudah ia terkam? Hana, kau tidak bisa lepas dari cengkramanku. Aku bisa menyakitimu, bahkan lebih dari ini," cetus Rey.Rey semakin menekan tubuh Hana di tembok dan membuat Hana semakin merasa kesakitan. Hana tak bisa lagi leluasa bergerak, dan kedua telapak tangannya mengepal. Kali
Mendengar perkataan Hana, Rey pun hanya mengernyitkan kedua alisnya dan memikirkan arti dari perkataan Hana."Kalian? Para lelaki?" Rey bertanya-tanya."Ya, kalian. Kalian para lelaki. Tapi aku sama sekali tidak berdebar karenamu. Kau hanyalah Rey, lelaki yang nantinya pasti akan terobsesi denganku," cetus Hana dengan percaya diri."Jangan bilang kau . . . dengan lelaki lain, Ah, benar! Gadis murahan sepertimu, tentu saja sering melakukannya dengan banyak pria. Sudah berapa banyak pria yang kau cicipi?" Rey malah balik menyindir dan menuduh Hana.Hana pun tidak terima dengan perkataan Rey yang terdengar seolah-olah meremehkannya dan menuduhnya secara acak. Hana semakin menatap tajam netra Rey yang juga tak berkedip."Dengar, Rey . . . berhenti merendahkanku! Apa kau pikir kau akan merasa tinggi, setelah terus merendahkanku seperti ini?" Hana semakin geram dan gentar. Kedua telapak tangan Hana pun mulai mengepal."Tentu saja tidak. Kita berbeda, aku tidak sepertimu yang sangat hina. Ak
Hana tidak sengaja melihat Rey yang sedang berada di tempat tongkrongan Rey biasanya. Tujuan Hana yaitu keluar dari halaman kampusnya. Namun, ketika melihat sosok Rey, Hana pun langsung memalingkan wajahnya."Kenapa bocah itu ada di sana? Aish! Merepotkan saja." Merasa dirinya ketimpa kesialan.Hana pun mendapat ide ketika melihat salah satu mahasiswi seumurannya, tengah berlalu melewatinya. Meski tidak mengenalnya, Hana tanpa malu meminta bantuannya."Kamu, siapa . . . tidak! siapa pun kamu, bantu aku dong!" Hana meminta bantuan kepada mahasiswi itu."...?"Mahasiswi itu awalnya merasa heran ketika Hana tiba-tiba menyaut lengannya yang tengah memegang buku. Hana menatap wajah mahasiswi itu dengan memelas, seperti isyarat memohon bantuan darinya.Mahasiswi itu pun tidak terlalu memperdulikannya, lalu ia membiarkan Hana berjalan di sampingnya. Hana melakukan hal itu agar seolah-olah dia adalah teman dekatnya, hanya untuk menghindari Rey.Hana berjalan di samping kirinya dan menutupi tu
"Jadi, kau ingin aku membayar berapa?" tanya Hana sekali lagi. Nada suara Hana terkesan menantang."Tidak seru jika membayarnya dengan uang. Aku adalah orang kaya, aku tidak membutuhkan sepeser pun uang dari orang lain," cetus Johandra dengan bangganya.Mendengar ucapan Johandra yang terkesan angkuh, Hana pun hanya tersenyum kecil. Kemudian, ia pun berkacak sebelah pinggang. Tangan kanannya ditempatkan di pinggangnya."Hufft ... ." Hana menghela nafasnya sekejap, lalu melanjutkan perkataannya, "Lalu? Kau ingin aku membayar kompensasi dengan cara apa? Kau ini pamrih ya? Hanya benturan kecil seperti itu saja kau minta ganti rugi." Hana memprotes tindakan Johandra."Tentu saja, permintaan maaf saja tidak akan cukup. Jika ada orang yang mencuri di rumahmu, lalu kau melepaskannya dan memaafkannya begitu saja, tentu saja pencuri itu akan datang kembali keesokan harinya. Pencuri datang bukan untuk berkunjung dan berganti status menjadi tamu. Pencuri tetaplah pencuri, karena mencuri adalah ke
Hana telah berhenti berlari menjauhi Rey. Kini, Hana tengah berjalan dengan santainya. Akan tetapi, Hana tiba-tiba ditabrak oleh seseorang dari arah samping.Orang tersebut menabrak Hana dari arah samping, dari balik samping tembok. Sedangkan Hana saat itu tengah berjalan lurus dengan santainya.Hana yang ditabrak olehnya pun sepontan terjatuh dan berteriak kesakitan. "Aaw!" pekiknya. "Siapa sih yang jalan nggak lihat-lihat?!!" protes Hana dengan lantang.Seketika buku-buku yang dibawa oleh Hana di lengannya pun terjatuh ke atas lantai. Buku-bukunya berantakan. Sedangkan Hana tengah sibuk mengusap lututnya yang terasa nyeri, karena membentur lantai keramik.Seseorang yang menabrak Hana pun membantu membereskan buku-buku milik Hana. Lalu, ia pun bertanya kepada Hana, "Apa kau baik-baik saja?" tanyanya."Baik-baik saja kepalamu! Aku yang ditabrak seperti ini masih ditanya apa aku baik-baik saja. Seharusnya kau tanya, 'apa aku terluka?' Seharusnya begi ... ." Hana sengaja menggantung uca
Setelah Resti menyelesaikan perkataannya, ia pun kembali meninggalkan Johandra. Sedangkan Johandra pribadi tidak menyerah untuk terus membujuk Resti."Resti, dengarkan aku dulu! Hei! Aku bisa membantumu." Resti tetap tidak menggubris Johandra. "Aku memang tidak bisa membantumu mendapatkan Reyhan, tapi aku bisa menargetkan Hana. Bagaimana? Apa kau tertarik?" Ucapan Johandra kali ini membuat Resti menghentikan langkahnya sekali lagi.Resti menghentikan langkahnya, tetapi ia tidak berbalik menatap Johandra yang jauh berada di belakangnya. Resti terhenti, sedangkan Johandra berjalan menghampiri.Johandra kali ini berada tepat di samping Resti. Resti menghembuskan nafasnya, lalu ia pun menoleh ke arah Johandra yang berada di sampingnya. Resti menatap Joahandra dengan tatapan malas, sama seperti sebelumnya."Kenapa? Bagaimana? Apa yang mau kau katakan? Ide apa yang kau punya?" tanya Resti dengan nada malas.Kemudian, Resti pun kembali meluruskan pandangannya ke arah depan, sembari melipat k
Rey tidak bisa tidur semalaman, karena ia terus dihantui oleh bayangan Hana. Karena pagi telah tiba, Rey bangkit dari tempat tidurnya. Rasa kantuk yang dahsyat merajai tubuhnya. Untuk menghilangkan rasa kantuk tersebut, Rey berencana menghilangkannya dengan cara mandi di pagi hari.Rey mulai mengambil handuknya. Namun, sebelum ia menunda niatnya ketika ia melirik sekilas bayangan dirinya di cermin. Wajah Rey kusut, tampak lingkaran hitam seperti mata pada, melingkari kedua matanya."What?!!" Rey histeris. "Kenapa wajahku seperti ini?" gumamnya. "Ini karena Hana sialan itu," sambung Rey.Rey menyalahkan Hana, karena bayang-bayang Hana selalu mengganggu tidurnya. Hal itu yang membuat Rey tidak bisa tidur semalaman.Rey menyentak telapak tangannya ke atas meja. Ia tampak sangat kesal. Kegeramannya itu harus segera ia redakan dengan cara mandi."Yo, lihat siapa ini? Rey, kenapa wajahmu seperti itu?" tanya salah satu teman Rey.Rey berangkat ke kampus lebih awal dan langsung datang mengha
Reyhan akhirnya membuka pintu kamarnya. Rey berdiri di tengah pintu sembari menundukkan wajahnya. Hana yang kala itu berada tepat di hadapan Rey pun berencana ingin merangkul Rey. Namun, sebelum Hana sempat melakukannya, Rey sepontan mendorong tubuh Hana, hingga membuat Hana jatuh tersungkur di hadapannya. "Kau ini apaan? Keras kepala sekali! Sudah kubilang untuk pergi dari sini. Enyah kau!" Rey mengusir Hana. Ucapannya lantang dan perlakuannya kasar. Hana menatap wajah Rey yang tak balas menatap wajahnya. Hana tidak mengerti dengan sikap Rey dan perlakuan yang ia terima. Tidak biasanya Rey bersikap seperti ini kepadanya. Ia tidak mengerti mengapa Rey yang biasanya selalu lembut kepadanya berubah drastis dan menjadi kasar. "Rey... kau kenap—" Ucapan Hana langsung dipotong oleh Rey. "Apa kau tuli? Sudah kubilang pergi! Aku tidak ingin melihat wajahmu," cetus Rey. Hana bangkit kembali. Dia kembali mendekat ke arah Rey. Namun, belum sempat Hana mendekat lebih dekat, Rey melangkah ma