Beranda / Horor / MALAM PENEBUSAN / DINAMISASI SEMESTA

Share

DINAMISASI SEMESTA

Penulis: Rahma arlington
last update Terakhir Diperbarui: 2023-11-30 22:14:20

Saat Adam mengulurkan tangannya pada pundaknya, Adam terperanjat. Ia bisa menyentuhnya. Anggapan anak ini adalah hantu segera Adam tepiskan jauh-jauh. Kini Adam turut serta berjongkok, mengusahakan agar tingginya setentang dengannya. Adam bertanya santun.

"Nak, kenapa kamu di sini? Kamu dari kamar mana?"

Ia tak menjawab. Alih-alih bersuara, ia menunjuk ke dalam mulutnya, seolah ada sesuatu yang menganggu tenggorokannya sehingga ia terbatuk-batuk. Adam picingkan matanya semampunya, memperhatikan isi mulut anak itu, tapi rasanya begitu sulit karena pancaran cahaya yang amat terbatas.

Tiba-tiba, anak itu terbatuk hebat. Sempat ada hentakan rasa kaget yang nyaris mendorong tubuh Adam. Ia terlihat memasukkan tangannya sendiri ke dalam mulut. Tatkala ditarik, keluarlah seutas perban dari dalamnya.

Nalarnya terguncang.

Tanpa berpikir yang aneh-aneh, Adam justru terpicu untuk membantu mengeluarkan untaian perban itu. Kain basah berserat itu di tariknya perlahan dengan sangat hati-hati. Adam tarik dan tarik lagi. Aroma tengik serta merta menguar dari rongga mulutnya. Bulu kuduk Adam meremang. Kini, ketakutan yang nyata menggempurnya. Anehnya, tangan Adam bagaikan tersihir untuk terus menarik untaiannya.

Lambat laun, perban itu mulai bernoda merah darah. Anak itu meringkih dan mengisak mengerikan. Jantung Adam tersentak. Tubuhnya melompat mundur.

Perban yang keluar dari mulut bocah aneh itu kini menjadi utasan usus berdarah-darah. Tangannya kini telah terbebas dan menopang tubuh Adam yang nyaris terhempas ke belakang. Tangan kurus anak itu kini yang mengambil alih. Usus itu terus ditariknya keluar dari lubang mulut. Matanya menatap Adam tajam, mengiris-iris pertahanan terakhir keberaniannya. Bau busuk yang menyengat menyayat hidung Adam di kala mulut anak itu kini banjir darah hingga membasahi kaus kumalnya.

Pekikan Adam tertahan.

Tubuhnya terlonjak dari lantai ubin yang dingin. Kakiku terpacu, berlari dalam gelap mata.

Gema lariku membahana di sepanjang lorong yang sepi. Mulut Adam terus terkunci. Intuisi menuntunnya kembali ke kamar Istrinya di rawat. Lalu, dengan sisa napas memburu, Adam meringkuk di samping tempat tidur sang istri. Malam itu, otak Adam gagal berpikir jernih. Tubuhnya yang kuyup bermandikan keringat perlahan-lahan ambruk kantuk dan rasa takut.

Sedikit terbersit ingatan kala ia berlari di lorong gelap tadi. Suara gelak tawa anak-anak kecil seakan menertawai ketakutannya.

"Anakmu akan lahir dan Anakmu akan menjadi alasan kenapa kamu mati nanti Adam!!" suara itu terus terngiang di telinga Adam, di barengi dengan gelak tawa para anak kecil tadi.

*

Suasana hari yang sedikit lembab, semakin pekat dengan hadirnya kabut yang menebal. Desau angin di luar sana membuat dedaunan melambai-lambai kedinginan. Suara binatang pun begitu senyap, seolah tergemap akan sambutan dunia.

"Bagaimana keadaanmu sayang?" tanya Adam yang selalu setia di samping ranjang istrinya.

"Semakin membaik mas, terima kasih selalu menemaniku. Kamu beruntung punya ayah yang baik sayang," ucap Jelita pada kandungannya.

"Kata dokter, kandunganmu baik-baik saja sayang. Aku tidak akan membiarkan kamu kecapekan, kamu harus banyak istirahat." Satu kecupan Adam tinggalkan di kening Jelita.

Tatapan Jelita kini merekah cerah. Selengkung senyum penuh kekaguman terukir di permukaan wajahnya. Embusan napasnya seolah mengimbangi, begitu pelan namun terseok. Jari kanannya kembali menunjuk semampunya ke arah yang Adam.

Sesaat kemudian Jelita bergeming. Wajahnya memang menghadap Adam, namun sorot kedua matanya menembus ke belakang. Perlahan, Adam membalikkan badan mengikuti arah tatapannya. Lalu ia mengucapkan sesuatu yang begitu ganjil terdengar.

"Lihat mas, banyak sekali anak anaknya,"

Adam mengernyit kebingungan. Di belakangnya, di balik teralis jendela lantai tiga bilik rumah sakit ini, terhampar luas paduan awan putih dengan gradasi biru menuju siang dalam kanvas angkasa.

Adam berbalik memandangi Mama yang masih memancarkan ekspresi wajah yang sama, antara kagum dan heran.

"Sayang?" Kecemasan Adam kini mengemuka. "Sayang kamu kenapa?"

"Itu, Mas, coba lihat itu. Banyak sekali Anak-anak di sana ..." Ujung jari tangan kirinya seolah berupaya menunjuk sesuatu, namun jatuh lunglai.

"Anak-anak mana sayang? Itu jendela. Itu langit siang," ucap Adam, mengoreksi santun.

Jelita pelan, lalu tersenyum penuh kekaguman, masih dengan tatapan kosongnya. "Nggak, Mas. Itu Anak-anak banyak sekali, sepertinya salah satu dari mereka ada anak kita mas..."

Kecemasan Adam kini perlahan menjelma menjadi ketakutan. Jantung Adam berdegup. Hawa dingin seketika menyeruak di tengah kehangatan siraman cahaya matahari. Tangan Jelita segera Adam raih. Sentuhan kulit hangat ke duanya pun beradu. Lembut sekali, nyaman sekali. Adam menyeret tubuhnya lebih dekat kepada sang istri.

Tangan kanan Jelita kini Adam dekap erat, ia tempelkan pada pipi kanannya sembari terus memandangi istrinya dengan cemas, sedangkan Jelita sama sekali tak memedulikan Adam. Pandangannya terus terjurus ke luar jendela, memandangi kekosongan, di dalam ruang halusinasi yang terisi oleh kubik samudera biru.

Mesin kardiogram di sisi seberang ranjang membahasakan denyutan jantung Jelita yang kian melemah. Sesuatu yang sejak tadi terabaikan oleh dinamisasi semesta.

"Jelita, Sayang..." Adam berucap sepelan mungkin, berusaha keras mengembalikan kesadarannya.

Jelita tetap mengabaikannya

Sesaat, ketika Adam menyangka ia makin lenyap ditelan halusinasi, Jelita berkata lirih, nyaris menyerupai bisikan.

"Selesaikan sesuatu yang sudah kamu mulai mas. Jalan ke depan akan berat, jangan berhenti untuk meminta perlindungan pada tuhan," ucapnya lembut.

Tepat ketika Adam hendak menangkisnya, Jelita kembali berkata dengan senyuman.

"Kamu adalah wujud rasa cinta kami berdua sayang, Tumbuh dengan baik dan jangan pernah membenci ayahmu..." Sambung Jelita sembari mengusap perut buncit yang kurang hitungan minggu akan melahirkan.

Hati Adam terbenam.

Mulutnya yang rapat terkunci tak kuasa menyuarakan isi hati. Kedua matanya kini memanas, memanggil gumpalan air mata yang sudah terlalu lama tersimpan dalam ruang tersembunyi. Dorongan emosi yang berkawin aura kepiluan datang menderanya. Adam mulai menangis.

Kata-kata Jelita bagaikan bait penutup khotbah yang menjahit segala pergumulan emosi dalam diri Adam. Ia tersenyum, memandangi kekosongan sunyi. Lalu, secara perlahan kehangatan di genggaman tangan istrinya memudar, tergantikan oleh kulit tubuh yang mendingin bak kehilangan jiwa.

Di seberang sana, layar kardiogram pun kehilangan dinamisasinya, menorehkan garis lurus yang panjang, bersamaan dengan tersiarnya suara alarm digital yang begitu konstan berdenging. Sekonyong-konyong, nuansa di ceruk bilik kecil ini berubah. Ada embusan hawa dingin yang menyergap, entah sekadar firasat Adam, atau memang karena senja di luar sana mulai menjelma menjadi malam.

Adam melihat ekspresi wajah istrinya membatu. Kedua bola matanya setengah tertutup, sedang lengkung bibirnya terhenti pada pose tersenyum. Saat Adam kira laju waktu sedang berhenti, pintu kamar menjeblak. Empat orang perawat masuk dan dengan sigap memberikan penanganan. Dengingan yang bersumber dari mesin kardiogram telah menenggelamkan suara-suara lain, dan kian melengking manakala dengingan dari dalam telinga Adam turut memekik. Jiwanya seperti terambil.

rangkaian peristiwa yang terjadi di depan mata Adam bagaikan bergerak lambat. Degup jantungnya mengisyaratkan perlambatan laju waktu itu, sampai kemudian Adam sadar sedang menangis panik.

Antara takut dan kehilangan, keduanya terbahasakan oleh hangatnya bulir air matanya.

"JELITA!! Sayang, bangun, Sayang! Bangun, Jelitaaa!"

Adam bersikukuh mengguncang-guncangkan tubuh sang istri sambil terus terisak, sampai kemudian lengan berisi Adam dicengkeram oleh seorang perawat pria, menarik Adam menjauh dari tubuh istrinya.

"JELITAA! Banguun! Jangan pergi tinggalin mas hidup sendirian! Kita mau membesarkan anak kita bersama!"

Teriakan Adam kian menggema, meraung, berkawin dengingan kardiogram, disertai isakan tangisnya sendiri. Rongga mulut Adam menjadi asin kala cucuran air matanya tak sengaja tertelan. Sementara itu, tubuh Adam terus terseret keluar, menyaksikan tubuh rapuh Jelita istrinya menghilang tertutup barisan perawat berseragam putih.

Begitu Adam terlempar di koridor rumah sakit, pintu kamar Jelita tertutup rapat.

TO BE CONTINUED

Bab terkait

  • MALAM PENEBUSAN   PASRAH DALAM KEMATIAN

    Saat hidup yang nyaman mendapat ancaman. Dunia tak lagi teras aman, jika ada yang kian mengerikan harus ada keberanian. Pilihannya melawan dan bertahan atau pasrah dalam kematian*Teriakan Adam kian menggema, meraung, berkawin dengingan kardiogram, disertai isakan tangisnya sendiri. Rongga mulut Adam menjadi asin kala cucuran air matanya tak sengaja tertelan. Sementara itu, tubuh Adam terus terseret keluar, menyaksikan tubuh rapuh Jelita istrinya menghilang tertutup barisan perawat berseragam putih.Begitu Adam terlempar di koridor rumah sakit, pintu kamar Jelita tertutup rapat."Jelita, kenapa kamu tinggalin mas sendirian. Mas ngga bisa terima ini semua, kita sudah sejauh ini dan kamu malah meninggalkan aku sendiriannnn!!Suara Adam menggema di sepanjang koridor, memancing perhatian orang-orang di sana. Pasien, dokter, perawat, sampai para penjenguk memandangi Adam yang menangis tersedu.Dadanya kini terasa sesak. Napas Adam terlunta-lunta, terseok usai hujan tangis itu menggaung p

    Terakhir Diperbarui : 2023-12-01
  • MALAM PENEBUSAN   PUNCAK KHARJA

    Segala masalah mencoba di tuntaskan sampai ke akar. Terduga yang bersalah berusaha di kejar, tapi entah mengapa rasanya konflik seperti berputar-putar.Ada dalang yang sulit di bongkar, sehingga konflik pun sulit di cecar. Siapa yang seharusnya perlu di hajar. ?*Perempuan itu refleks menutup mulut begitu bau kamboja menyengat hidung. Kegelapan memudar saat perempuan itu sudah berada di depan jembatan. Empat buah obor menyala di tiap sisi jembatan.Perempuan itu mengambil napas panjang, kemudian meneruskan perjalanan. Cahaya bulan kini terhalang oleh rimbunnya pepohonan. Suara burung dan serangga tak terdengar lagi.Suasananya teramat hening. Perempuan itu bahkan bisa mendengar suara embusan napas sendiri. Kunang-kunang menyambut Perempuan itu saat dirinya sampai di sebuah gapura yang berdiri kokoh namun terlihat sangat usang, tertutupi oleh tumbuhan rambat yang memberi kesan betapa tak terurusnya tempat ini. bertuliskan desa Puncak Kharja.Lolongan anjing tiba-tiba terdengar entah

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-02
  • MALAM PENEBUSAN   ARWAH BUANGAN

    Pola asuh membentuk pribadi seorang anak ketika tumbuh, didikan yang angkuh malah menciptakan pembunuh.Apa yang dibutuh harusnya di dapat dengan sungguh-sungguh. Tak peduli meski pun ricuh dan gemuruh.Ada masa kelam yang harus di telusuri lebih dalam, semakin paham makin jauh tenggelam. membentuk kebencian dan dendam yang seiring berjalannya waktu semakin tajam.*Di saat waktu kosong perempuan itu malah mendengar suara lain. Samar dan lemah."Ibuuu ...."Perempuan itu terkejut dan langsung membuka mata, lalu melihat-lihat keadaan sekitar yang masih menggelap. "Apa barusan aku tertidur dan bermimpi?" gumamnya bingung."Ibuu, Ibuu...."Sekali lagi perempuan itu dikagetkan oleh suara yang muncul dari hutan. Kali ini terdengar memelas dan manja. Ia sampai dibuatnya, membuat air kolam menyapu tepian hingga tumpah cukup banyak akibat gerak tubuhnya yang spontan.Ada yang membuat perempuan paruh baya itu penasaran, panggilan itu terasa familier di telinganya. Dengan saksama, ia memperhati

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-04
  • MALAM PENEBUSAN   JAGAD SEMESTA

    Masa lalu tidak hanya sebatas kenangan. Ada juga dendam dari perbuatan yang merugikan, kejadian pahit tidak akan pernah terhapus sampai adanya pembalasan. Harus kah melawan? atau pasrah karna itu adalah hukuman.*Ki Ageng Romo duduk di samping perempuan itu, lalu memutarkan asap dupa di atas wajahnya. Ki Ageng Romo mencelupkan telunjuknya pada wadah kecil berisi tinta yang terbuat dari racikan khusus. la mengusap kening perempuan itu dan membuat sebuah simbol di sana."Aku suka cara marahmu itu, Ayu. Luapkan lebih kasar lagi. Aku tidak suka sikap lembek yang ada padamu. Buang itu! Atau kau akan kesulitan ke depannya," ucap Ki Ageng Romo pada perempuan itu yang sebut saja namanya Ayu. "Apa?""Saat kau datang membawa anakmu, tekadmu belum sempurna. Kau masih dibayangi hal-hal duniawi dalam otakmu itu. Berilah celah agar kekuatan gaib yang kau alami saat ini dapat tempat di sisi kepala dan batinmu.""Apa yang akan kau hadapi jauh lebih besar kedepannya, kamu tau? Kau harus menembus jag

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-09
  • MALAM PENEBUSAN   KESENGSARAAN ARWAH PENUMBALAN

    Di balik otak tersimpan berbagai peristiwa yang tidak nampak. Ingatan yang memiliki kesan akan terus meninggalkan jejak.Apa bila terus di telusuri rasa penasaran akan semakin memuncak. Yang terkadang malah menjebak, dari pikiran itulah perlahan - lahan gajal mulai terkuak. Tapi apa sebenarnya yang perlu di tebak?*Mata Ayu langsung menangkap sosok Ki Ageng Romo di hadapannya beserta Laras yang masih terbaring. Lelaki itu pun sempat terkejut karena kini ia sedang berada di lain tempat setelah sebelumnya berada di kediaman Ki Ageng Romo."Jangan terlalu lama mengulur waktu, aku akan menjaga anakmu dan menunggumu di sini," ucap Ki Ageng Romo. Namun, hanya suaranya saja yang terdengar, sebab bibir pria itu tetap terkatup rapat. Sama halnya dengan kedua matanya.Seolah-olah Ki Ageng Romo berkomunikasi dari tempat lain. Sementara yang ada di hadapan Ayu saat ini adalah refleksi khodam Ki Ageng Romo untuk menjaga Laras di batas gerbang gaib."Baik, Ki." Ayu lekas berdiri kemudian ada kunan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11
  • MALAM PENEBUSAN   PERKONGSIAN ILMU HITAM

    Yang hilang akan di temukan, yang pergi akan di kembalikan. Yang jauh akan di dekatkan, dan yang selama ini menjadi pertanyaan akan mendapatkan jawaban.*Di jarak yang cukup jauh, kunang-kunang berwarna biru itu melesat ke segala arah. Membuat Ayu kebingungan harus mengikuti yang mana. Namun, ia keburu sadar jika tugas pertama mereka telah usai. Sebab kini, di depan sana ada banyak orang yang seperti dirinya tengah berdiri tegak di tengah gelanggang terbuka.Namun yang Ayu saksikan di depan jauh lebih mengerikan. Sebuah ucapacara ritual berdarah tengah berlangsung. Dengan Mayat-mayat yang bergelimpangan ditumbalkan oleh orang-orang tanpa busana. Mereka bernyanyi, menari dan tertawa, berteriak riang sembari memenggali kepala anak-anak usia belia. Darah yang mengucur dari tubuh korban diminum bersama-sama. Mata Ayu, dan orang-orang itu kosong serta buas, seakan jiwanya telah sirna dari raganya.Para pemuja itu begitu buas melampiaskan segala hawa nafsu dunia agar mencapai titik kepuas

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03
  • MALAM PENEBUSAN   SELIMUT DUKA

    Dibalik sebuah petaka ada sebuah luka yang bersembunyi dalam duka. Hidup yang semakin tidak di suka, membuat orang lain menjadi celaka. Ketidaknyamanan itu menimbulkan prasangka, menebak pelaku kejahatan dengan berbagai logika*Mata Adam berkaca-kaca. la berlari masuk ke dalam rumah dan langkahnya memelan mendengar tangisan bayi dari dalam kamar. Sedangkan tatapannya fokus pada sosok jenazah yang diselimuti kain panjang dikelilingi oleh para ibu-ibu yang membaca yasiin.Semua pasang mata tertuju padanya. Tungkai kaki Adam lemas seketika. la jatuh terduduk di lantai. Menunduk dan membiarkan bulir-bulir bening itu jatuh. Segala penyesalan datang menuntut. Sayang, semua itu tak akan mengembalikan Jelita istrinya.Berita duka yang dikabarkan melalui masjid itu terdengar sampai ke desa sebelah.Imam Ahmad yang tengah berbelanja di sebuah warung itu pun mendengar beberapa orang sedang membahas tentang kematian seseorang di desa lain."Siapa sih yang meninggal?""Kalau tidak salah tadi nam

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • MALAM PENEBUSAN   GELANGGANG PENYESALAN

    Keheningan menyelimuti Desa kayu arum. Kepergian Jelita seolah ditangisi oleh alam, sebab langit menurunkan gemercik hujan dari selesai tahlilan sampai hampir tengah malam. Yang biasanya akan ada peronda, mereka mendadak meliburkan diri.Jam saat itu telah menunjukkan pukul 10 malam. la menutup semua pintu dan berniat menilik bayinya di dalam kamar.la mendapati Salamah tengah mengganti popok bayi perempuan tersebut. Salamah terlihat bahagia mengurus cucunya.Setelah semua selesai, ia mengangkat bayi itu dan ditimang. Kecupan lembut mendarat di kening cucunya sebagai bentuk rasa kasih sayang."Heem... heemm..." Salamah bersenandung sambil berdiri menggedong bayi itu. la seakan tak peduli dengan kehadiran Adam yang menatap di ambang pintu.Ingin sekali rasanya Adam menimang buah hatinya. Namun rasa itu ia urungkan.Adam menghembuskan napas kasar berharap suatu saat ia bisa bersikap layaknya seorang ayah terhadap anaknya. Digendong, bermain bersama, bercanda bersama. la tak sabar akan h

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-11

Bab terbaru

  • MALAM PENEBUSAN   JALUR KEGELAPAN

    Anjani bergerak cepat. Ia sahut kacamata tebal.Ia raih gagang pintu kamar.Anjani berlari sekuat tenaga seakan ada yang hendak memangsanya di sepanjang lorong gelap itu.Begitu sampai di muka kamar mandi, Anjani melompat. Ia sambar sakelar lampu yang tingginya jauh melebihi kepala itu dan berpijak pada permukaan keset. Sedetik kemudian, dalam satu gerakan gesit, tubuh Anjani lenyapke bilik kecil itu. Pintu di belakangnya ia banting hingga menutup.Jantung Anjani berpacu, napasnya memburu.Selamat...Tak ada yang mengejar.Kencingnya terpancur ke dalam lubang kloset bersama kelegaan yang menjalar. Di tengah prosesi itu, Anjani berpesta. Ada secuil perayaan karena Anjani telah berani melewati rintangan kegelapan. Anjani, gadis kecil yang tengah terserang demam tinggi ini mampu ke kamar mandi di tengah malam tanpa membangunkan siapa pun.Di penghabisan pancuran air kencing itu, Anjani terdiam. Kesunyian datang merajai semesta.Gawat.Anjani tersadar ada utang yang harus ia tebus. S

  • MALAM PENEBUSAN   NUANSA MAGIS

    Senja telah menggulung teriknya siang dengan selimut kapas awan kelabu. Menjelang menutupnya mata siang hari, hujan pun turun. Suasana di sekitar rumah kecil Salamah perlahan menjadi gelap dan dingin.Rumah semi permanen itu memiliki hawa yang begitu dingin, apalagi bercak hijau di langit-langit rumah begitu menyiratkan kelembapan bangunan berisi tiga kamar itu. Jejak air hujan karena genteng yang bocor, kini menyisakan sekelumit lumut tipis di plafon berwarna putih. Terlihat sangat kontras.Tubuh mungil Anjani menggigil, terbungkus selimut tebal beraroma minyak angin milik neneknya. Matanya yang kala itu sudah minus dua-perkara yang tak lazim untuk anak balita pada umumnya- Anjani menatap ke langit-langit. Pikirannya kosong.Salamah duduk di tepi ranjang di samping kiri Anjani. Hasan berada di seberangnya, mengelus-elus tempurung kepala Anjani dengan mulut terkunci. Di ujung kasur, Salamah memijat-mijat kaki Anjani yang tersembunyi di balik tebalnya selimut. Anjani mencoba mengingat-

  • MALAM PENEBUSAN   LELEMBUT

    "Wis surop, wis surop! sudah Maghrib, ayo pulang!" Riuh suara ibu-ibu yang memanggil anak-anak mereka bermain di halaman rumah, membuat lamunan seorang Pria yang duduk di kursi teras, terbuyar.Jam dinding yang berdebu tebal itu, sudah menunjukkan pukul enam lewat enam belas sore hari. Sudah masuk waktu Maghrib.Pria itu segera melangkahkan kaki keluar, tetapi saat itu juga, tangan keriput milik Ibunya mencekal lengan putih milik Pria itu."Mau kemana? sudah Maghrib, jangan keluar!" serunya dengan mata yang tertutup sebelah. Matanya memang buta separuh, sejak dia dilahirkan."Anjani di luar Umi. Aku harus jemput dulu!" jawabnya, sembari menepis tangan Ibunya, hendak nekad keluar."Jangan, Adam! iki watune bangsa halus keluar. Ndak baik keluar waktu sekarang!" cegahnya lagi.Adam, Pria bertubuh tinggi itu membuang nafas kasar, kalau tidak sekarang, malam nanti pun jelas dia tetap tidak boleh keluar. "Kalau ngga sekarang, kapan?" tanyanya dengan alis mengkerut."Nanti selepas magrib."

  • MALAM PENEBUSAN   ANJANI APTODARMO

    Salamah kembali ke depan dengan susu di tangannya. Susu itu telah diukur suhunya sesuai dengan yang dianjurkan. Tidak panas karena Salamah telah mencampurnya dengan air biasa.Seharusnya ia sediakan air panas di dalam termos jadi sewaktu-waktu ingin membuat susu tak perlu memanaskan air lagi. Karena sibuk mengurus cucunya seorang diri ia jadi lupa."Sini cucu nenek." Salamah mengambil alih menggedong cucunya tersebut, lalu diberikan SUSU.Sayang, bayi itu tak mau menyusu."Badannya panas, Umi." Adam berucap.Salamah menyentuh dahi, dan pipi cucunya."Astaghfirullahaladzim badanmu panas, Nak," ujar Ibu Adam.la meletakkan susu tersebut ke atas meja."Kau buka bajumu!" titah Salamah"Untuk apa, Bu?" tanya Adam tak mengerti."Buka saja bajumu!" bentak Salamah.la lebih tahu apa yang harus dilakukan karena sudah berpengalaman. Adam membuka kancing bajunya satu persatu. Salamah pun melepaskan kain bedong hingga menyisakan popok, sarung tangan dan kaki pada bayi itu.Salamah menyerahkan cuc

  • MALAM PENEBUSAN   GELANGGANG PENYESALAN

    Keheningan menyelimuti Desa kayu arum. Kepergian Jelita seolah ditangisi oleh alam, sebab langit menurunkan gemercik hujan dari selesai tahlilan sampai hampir tengah malam. Yang biasanya akan ada peronda, mereka mendadak meliburkan diri.Jam saat itu telah menunjukkan pukul 10 malam. la menutup semua pintu dan berniat menilik bayinya di dalam kamar.la mendapati Salamah tengah mengganti popok bayi perempuan tersebut. Salamah terlihat bahagia mengurus cucunya.Setelah semua selesai, ia mengangkat bayi itu dan ditimang. Kecupan lembut mendarat di kening cucunya sebagai bentuk rasa kasih sayang."Heem... heemm..." Salamah bersenandung sambil berdiri menggedong bayi itu. la seakan tak peduli dengan kehadiran Adam yang menatap di ambang pintu.Ingin sekali rasanya Adam menimang buah hatinya. Namun rasa itu ia urungkan.Adam menghembuskan napas kasar berharap suatu saat ia bisa bersikap layaknya seorang ayah terhadap anaknya. Digendong, bermain bersama, bercanda bersama. la tak sabar akan h

  • MALAM PENEBUSAN   SELIMUT DUKA

    Dibalik sebuah petaka ada sebuah luka yang bersembunyi dalam duka. Hidup yang semakin tidak di suka, membuat orang lain menjadi celaka. Ketidaknyamanan itu menimbulkan prasangka, menebak pelaku kejahatan dengan berbagai logika*Mata Adam berkaca-kaca. la berlari masuk ke dalam rumah dan langkahnya memelan mendengar tangisan bayi dari dalam kamar. Sedangkan tatapannya fokus pada sosok jenazah yang diselimuti kain panjang dikelilingi oleh para ibu-ibu yang membaca yasiin.Semua pasang mata tertuju padanya. Tungkai kaki Adam lemas seketika. la jatuh terduduk di lantai. Menunduk dan membiarkan bulir-bulir bening itu jatuh. Segala penyesalan datang menuntut. Sayang, semua itu tak akan mengembalikan Jelita istrinya.Berita duka yang dikabarkan melalui masjid itu terdengar sampai ke desa sebelah.Imam Ahmad yang tengah berbelanja di sebuah warung itu pun mendengar beberapa orang sedang membahas tentang kematian seseorang di desa lain."Siapa sih yang meninggal?""Kalau tidak salah tadi nam

  • MALAM PENEBUSAN   PERKONGSIAN ILMU HITAM

    Yang hilang akan di temukan, yang pergi akan di kembalikan. Yang jauh akan di dekatkan, dan yang selama ini menjadi pertanyaan akan mendapatkan jawaban.*Di jarak yang cukup jauh, kunang-kunang berwarna biru itu melesat ke segala arah. Membuat Ayu kebingungan harus mengikuti yang mana. Namun, ia keburu sadar jika tugas pertama mereka telah usai. Sebab kini, di depan sana ada banyak orang yang seperti dirinya tengah berdiri tegak di tengah gelanggang terbuka.Namun yang Ayu saksikan di depan jauh lebih mengerikan. Sebuah ucapacara ritual berdarah tengah berlangsung. Dengan Mayat-mayat yang bergelimpangan ditumbalkan oleh orang-orang tanpa busana. Mereka bernyanyi, menari dan tertawa, berteriak riang sembari memenggali kepala anak-anak usia belia. Darah yang mengucur dari tubuh korban diminum bersama-sama. Mata Ayu, dan orang-orang itu kosong serta buas, seakan jiwanya telah sirna dari raganya.Para pemuja itu begitu buas melampiaskan segala hawa nafsu dunia agar mencapai titik kepuas

  • MALAM PENEBUSAN   KESENGSARAAN ARWAH PENUMBALAN

    Di balik otak tersimpan berbagai peristiwa yang tidak nampak. Ingatan yang memiliki kesan akan terus meninggalkan jejak.Apa bila terus di telusuri rasa penasaran akan semakin memuncak. Yang terkadang malah menjebak, dari pikiran itulah perlahan - lahan gajal mulai terkuak. Tapi apa sebenarnya yang perlu di tebak?*Mata Ayu langsung menangkap sosok Ki Ageng Romo di hadapannya beserta Laras yang masih terbaring. Lelaki itu pun sempat terkejut karena kini ia sedang berada di lain tempat setelah sebelumnya berada di kediaman Ki Ageng Romo."Jangan terlalu lama mengulur waktu, aku akan menjaga anakmu dan menunggumu di sini," ucap Ki Ageng Romo. Namun, hanya suaranya saja yang terdengar, sebab bibir pria itu tetap terkatup rapat. Sama halnya dengan kedua matanya.Seolah-olah Ki Ageng Romo berkomunikasi dari tempat lain. Sementara yang ada di hadapan Ayu saat ini adalah refleksi khodam Ki Ageng Romo untuk menjaga Laras di batas gerbang gaib."Baik, Ki." Ayu lekas berdiri kemudian ada kunan

  • MALAM PENEBUSAN   JAGAD SEMESTA

    Masa lalu tidak hanya sebatas kenangan. Ada juga dendam dari perbuatan yang merugikan, kejadian pahit tidak akan pernah terhapus sampai adanya pembalasan. Harus kah melawan? atau pasrah karna itu adalah hukuman.*Ki Ageng Romo duduk di samping perempuan itu, lalu memutarkan asap dupa di atas wajahnya. Ki Ageng Romo mencelupkan telunjuknya pada wadah kecil berisi tinta yang terbuat dari racikan khusus. la mengusap kening perempuan itu dan membuat sebuah simbol di sana."Aku suka cara marahmu itu, Ayu. Luapkan lebih kasar lagi. Aku tidak suka sikap lembek yang ada padamu. Buang itu! Atau kau akan kesulitan ke depannya," ucap Ki Ageng Romo pada perempuan itu yang sebut saja namanya Ayu. "Apa?""Saat kau datang membawa anakmu, tekadmu belum sempurna. Kau masih dibayangi hal-hal duniawi dalam otakmu itu. Berilah celah agar kekuatan gaib yang kau alami saat ini dapat tempat di sisi kepala dan batinmu.""Apa yang akan kau hadapi jauh lebih besar kedepannya, kamu tau? Kau harus menembus jag

DMCA.com Protection Status