Beranda / Horor / MALAM PENEBUSAN / ARWAH BUANGAN

Share

ARWAH BUANGAN

Penulis: Rahma arlington
last update Terakhir Diperbarui: 2024-01-04 00:09:59

Pola asuh membentuk pribadi seorang anak ketika tumbuh, didikan yang angkuh malah menciptakan pembunuh.

Apa yang dibutuh harusnya di dapat dengan sungguh-sungguh. Tak peduli meski pun ricuh dan gemuruh.

Ada masa kelam yang harus di telusuri lebih dalam, semakin paham makin jauh tenggelam. membentuk kebencian dan dendam yang seiring berjalannya waktu semakin tajam.

*

Di saat waktu kosong perempuan itu malah mendengar suara lain. Samar dan lemah.

"Ibuuu ...."

Perempuan itu terkejut dan langsung membuka mata, lalu melihat-lihat keadaan sekitar yang masih menggelap. "Apa barusan aku tertidur dan bermimpi?" gumamnya bingung.

"Ibuu, Ibuu...."

Sekali lagi perempuan itu dikagetkan oleh suara yang muncul dari hutan. Kali ini terdengar memelas dan manja. Ia sampai dibuatnya, membuat air kolam menyapu tepian hingga tumpah cukup banyak akibat gerak tubuhnya yang spontan.

Ada yang membuat perempuan paruh baya itu penasaran, panggilan itu terasa familier di telinganya. Dengan saksama, ia memperhatikan daun-daun jati yang bergoyang-goyang terkena terpaan angin. Lantas, tepat di belakang pohonnya, di mana area gelap sudah mendominasi, ia melihat sosok berbaju putih tengah berdiri.

Dari jarak yang tak dekat tersebut, dirinya bisa melihat postur tubuh dan ekspresi wajah makhluk itu menyerupai anaknya Laras Atau mungkinkah dia benar-benar Laras, pikirnya. Perempuan yang masih berada dalam kolam itu segera menegakkan tubuh, kemudian memandang area pepohonan semak dengan lekat. la takut salah lihat sekaligus khawatir kalau itu memanglah anaknya.

"Bu, ibuu ayo pergi. Ikut denganku ...."

"Laras? Kenapa kamu ada di situ?" Perempuan paruh baya itu tergemap berdiri.

"Ikut denganku, ibuu.. JIWAKU MEMBUSUK DINERAKA..."

"Laras, jangan pergi ke mana-mana!" cegah perempuan itu seraya melangkah keluar dari kolam. Lantas, ia seperti diingatkan sesuatu. Bukankah Laras tak bisa bicara?

"Larass!" panggilnya.

"Berhenti!" Suara Ki Ageng Romo menghentikan kehendaknya untuk mengejar sosok mirip Laras ke dalam hutan.

"Kenapa dia malah mengajakku pergi?" tukas perempuan itu cepat.

Ki Ageng Romo berdecak, lalu berjalan mendekati perempuan itu. "Kalau memang dasarnya lembek, memang tidak akan begitu saja kuat terhadap ujian," ujarnya seraya memberikan kain katun hitam pada perempuan itu.

"Apa yang kau lihat, bukan seperti apa yang kau pikirkan. Menurutmu, apa dia Laras, anakmu?" Ki Ageng Romo meluruskan telunjuknya ke arah pohon jati putih di ambang hutan. "Lihat betul-betul!"

Perempuan itu seketika terpaku. Sosok yang menyerupai Laras telah berubah menjadi makhluk yang terbungkus kain hitam basah bercampur lumpur. "A-apa itu?"

"Arwah buangan." Ki Ageng Romo berbalik, hendak kembali ke dalam rumah. Di langkah-langkah pelannya ia berkata, "Dia terusir dari alam lain, tapi juga tak diterima di alam ini. Siasat jahatnya seperti tadi, mengambil perhatian manusia. Dan kalau kau pergi bersamanya, kau akan lenyap. Tidak berada di alam lain, tidak juga menempati dunia ini. Kau mau seperti itu?"

Perempuan itu buru-buru melilitkan kain hitam di badanya, lalu bergegas mengikuti langkah Ki Ageng Romo. Ia tidak ingin kalau harus dikuntit makhluk tak berwujud seperti itu terus-terusan. Saat sampai di belakang tubuh Ki Ageng Romo, perempuan itu kembali mendapatkan nasehat.

"Kamu harusnya tidak mudah terperdaya, Bagaimana bisa kamu menjatuhkan Adam yang dikategorikan golongan orang-orang sholeh, kalau cobaan sekecil ini saja gampang membuatmu goyah." Ki Ageng Romo melirik perempuan itu dengan sengit. "Kalau kau tidak bertanggung jawab sepenuhnya kepada anakmu, lebih baik kau kuburkan lagi anakmu itu."

Perempuan itu terdiam, mengepalkan tangannya dengan kuat. Ucapan Ki Ageng Romo memang terdengar kurang ajar. Namun, perempuan itu pun tidak bisa memungkiri kalau dirinya memang gampang terperdaya dan mudah terkena siasat pihak-pihak yang merugikannya. Namun, perempuan itu tidak akan mengulangi apa yang terjadi di masa lalu.

"Iblis menggunakan kenangan Laras untuk memperdayamu. Dari mana iblis bisa tahu? Dia bisa tahu rasa bersalah kita, dan menggunakannya untuk menyerang kita sebagai distraksi," ucap Ki Ageng Romo.

Malam yang gelap karena himpunan kabut dan gerimis, seolah tak menapaki tempat lain. Bagai dua alam berbeda, ada bagian langit yang hanya dilingkupi awan pekat.

Namun, awan tebal nan hitam itu seolah berusaha membalut purnama.

Di bawah naungan cahaya bulan yang sedikit tertutup awan.

Dari kejauhan, sudah terlihat sebuah pintu dengan pahatan dua kepala kambing yang saling bertemu di bagian atas. Saat sudah berada di depan, Ki Ageng Romo mendorongnya dengan perlahan, hingga ruangan yang hanya diterangi oleh obor-obor menggantung di beberapa sisi itu terbuka lebar.

Berjalan beberapa langkah saja, ruangan tersebut langsung disuguhi oleh anak tangga menuju ruangan bawah. Pria tua itu menuruninya dengan perlahan. Diikuti oleh perempuan yang mengekor dibelakangnya. Suasana yang begitu sepi, membuat suara langkah kaki terdengar menggema.

Di penghujung anak tangga, ia melihat altar yang sudah diisi dengan berbagai macam sesajen. Dupa mengepulkan asap, membuat ruangan itu mengeluarkan bau khas.

Ki Ageng Romo menyeringai, ia mulai duduk di depan altarnya dengan beralaskan tikar. Pria tua itu membentangkan kain putih di atas sebuah meja panjang. Kemudian, ia membacakan mantra terlebih dahulu. Gagak di luar saling menyahut, seolah menyambut kedatangan seseorang.

Aktivitas melafalkan mantra selesai. Ki Ageng Romo menyusun kerangka Laras di atas kain putih tersebut sampai benar-benar rapi. Di sampingnya ada sebuah tong besar berisi air untuk menyucikan diri.

Tak lupa ia menyiapkan air yang dianggapnya suci dalam tong besar. Air tersebut sudah dipenuhi kembang tuju rupa.

Perlahan, Ki Ageng Romo mulai menyiramkan air tersebut dari ujung kaki hingga kepala. Lantas, Ki Ageng Romo tertawa begitu puas.

Perlahan Ki Ageng Romo mulai mengguyurkan air dari tong menggunakan gayung yang terbuat dari batok kelapa ke badannya sendiri. Setelah dirasa semua basah, Ki Ageng Romo mulai menyatukan telapak tangan.

Suara gonggongan anjing di luar membuat suasana ruangan yang temboknya terbuat dari batu alam itu terasa begitu merinding. Ki Ageng Romo masih fokus memejamkan mata, merapal mantra yang biasa ia gunakan untuk menyambut bulan purnama.

Api yang bertengger dalam petromaks bergoyang-goyang, padahal tidak ada angin di sana. Seketika mata Ki Ageng Romo terbuka, ia merasa mendapat bisikan aneh barusan.

Kembali, pria beralis tebal itu memejamkan mata, hingga sebuah suara raungan terdengar nyaring. Sedikit tersentak, Ki Ageng Romo membuka mata. la dikagetkan oleh sosok hitam bertanduk runcing membentuk asap yang memutar di depannya.

Kedatangan sosok itu membuatnya tertunduk seketika seraya menyatukan telapak tangan. "YA IBLIS, YANG AGUNG, YA IBLIS, YANG AGUNG " ucapnya penuh rasa hormat.

Ki Ageng Romo berdiri dan menghampiri perempuan itu yang mulai tercenung. "Berhentilah bertanya kenapa? Berhentilah bermain dengan nalar-nalar konyolmu itu di sini, atau kamu tidak akan pernah sampai pada tujuanmu!"

TO BE CONTINUED

Bab terkait

  • MALAM PENEBUSAN   JAGAD SEMESTA

    Masa lalu tidak hanya sebatas kenangan. Ada juga dendam dari perbuatan yang merugikan, kejadian pahit tidak akan pernah terhapus sampai adanya pembalasan. Harus kah melawan? atau pasrah karna itu adalah hukuman.*Ki Ageng Romo duduk di samping perempuan itu, lalu memutarkan asap dupa di atas wajahnya. Ki Ageng Romo mencelupkan telunjuknya pada wadah kecil berisi tinta yang terbuat dari racikan khusus. la mengusap kening perempuan itu dan membuat sebuah simbol di sana."Aku suka cara marahmu itu, Ayu. Luapkan lebih kasar lagi. Aku tidak suka sikap lembek yang ada padamu. Buang itu! Atau kau akan kesulitan ke depannya," ucap Ki Ageng Romo pada perempuan itu yang sebut saja namanya Ayu. "Apa?""Saat kau datang membawa anakmu, tekadmu belum sempurna. Kau masih dibayangi hal-hal duniawi dalam otakmu itu. Berilah celah agar kekuatan gaib yang kau alami saat ini dapat tempat di sisi kepala dan batinmu.""Apa yang akan kau hadapi jauh lebih besar kedepannya, kamu tau? Kau harus menembus jag

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-09
  • MALAM PENEBUSAN   KESENGSARAAN ARWAH PENUMBALAN

    Di balik otak tersimpan berbagai peristiwa yang tidak nampak. Ingatan yang memiliki kesan akan terus meninggalkan jejak.Apa bila terus di telusuri rasa penasaran akan semakin memuncak. Yang terkadang malah menjebak, dari pikiran itulah perlahan - lahan gajal mulai terkuak. Tapi apa sebenarnya yang perlu di tebak?*Mata Ayu langsung menangkap sosok Ki Ageng Romo di hadapannya beserta Laras yang masih terbaring. Lelaki itu pun sempat terkejut karena kini ia sedang berada di lain tempat setelah sebelumnya berada di kediaman Ki Ageng Romo."Jangan terlalu lama mengulur waktu, aku akan menjaga anakmu dan menunggumu di sini," ucap Ki Ageng Romo. Namun, hanya suaranya saja yang terdengar, sebab bibir pria itu tetap terkatup rapat. Sama halnya dengan kedua matanya.Seolah-olah Ki Ageng Romo berkomunikasi dari tempat lain. Sementara yang ada di hadapan Ayu saat ini adalah refleksi khodam Ki Ageng Romo untuk menjaga Laras di batas gerbang gaib."Baik, Ki." Ayu lekas berdiri kemudian ada kunan

    Terakhir Diperbarui : 2024-01-11
  • MALAM PENEBUSAN   PERKONGSIAN ILMU HITAM

    Yang hilang akan di temukan, yang pergi akan di kembalikan. Yang jauh akan di dekatkan, dan yang selama ini menjadi pertanyaan akan mendapatkan jawaban.*Di jarak yang cukup jauh, kunang-kunang berwarna biru itu melesat ke segala arah. Membuat Ayu kebingungan harus mengikuti yang mana. Namun, ia keburu sadar jika tugas pertama mereka telah usai. Sebab kini, di depan sana ada banyak orang yang seperti dirinya tengah berdiri tegak di tengah gelanggang terbuka.Namun yang Ayu saksikan di depan jauh lebih mengerikan. Sebuah ucapacara ritual berdarah tengah berlangsung. Dengan Mayat-mayat yang bergelimpangan ditumbalkan oleh orang-orang tanpa busana. Mereka bernyanyi, menari dan tertawa, berteriak riang sembari memenggali kepala anak-anak usia belia. Darah yang mengucur dari tubuh korban diminum bersama-sama. Mata Ayu, dan orang-orang itu kosong serta buas, seakan jiwanya telah sirna dari raganya.Para pemuja itu begitu buas melampiaskan segala hawa nafsu dunia agar mencapai titik kepuas

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-03
  • MALAM PENEBUSAN   SELIMUT DUKA

    Dibalik sebuah petaka ada sebuah luka yang bersembunyi dalam duka. Hidup yang semakin tidak di suka, membuat orang lain menjadi celaka. Ketidaknyamanan itu menimbulkan prasangka, menebak pelaku kejahatan dengan berbagai logika*Mata Adam berkaca-kaca. la berlari masuk ke dalam rumah dan langkahnya memelan mendengar tangisan bayi dari dalam kamar. Sedangkan tatapannya fokus pada sosok jenazah yang diselimuti kain panjang dikelilingi oleh para ibu-ibu yang membaca yasiin.Semua pasang mata tertuju padanya. Tungkai kaki Adam lemas seketika. la jatuh terduduk di lantai. Menunduk dan membiarkan bulir-bulir bening itu jatuh. Segala penyesalan datang menuntut. Sayang, semua itu tak akan mengembalikan Jelita istrinya.Berita duka yang dikabarkan melalui masjid itu terdengar sampai ke desa sebelah.Imam Ahmad yang tengah berbelanja di sebuah warung itu pun mendengar beberapa orang sedang membahas tentang kematian seseorang di desa lain."Siapa sih yang meninggal?""Kalau tidak salah tadi nam

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-07
  • MALAM PENEBUSAN   GELANGGANG PENYESALAN

    Keheningan menyelimuti Desa kayu arum. Kepergian Jelita seolah ditangisi oleh alam, sebab langit menurunkan gemercik hujan dari selesai tahlilan sampai hampir tengah malam. Yang biasanya akan ada peronda, mereka mendadak meliburkan diri.Jam saat itu telah menunjukkan pukul 10 malam. la menutup semua pintu dan berniat menilik bayinya di dalam kamar.la mendapati Salamah tengah mengganti popok bayi perempuan tersebut. Salamah terlihat bahagia mengurus cucunya.Setelah semua selesai, ia mengangkat bayi itu dan ditimang. Kecupan lembut mendarat di kening cucunya sebagai bentuk rasa kasih sayang."Heem... heemm..." Salamah bersenandung sambil berdiri menggedong bayi itu. la seakan tak peduli dengan kehadiran Adam yang menatap di ambang pintu.Ingin sekali rasanya Adam menimang buah hatinya. Namun rasa itu ia urungkan.Adam menghembuskan napas kasar berharap suatu saat ia bisa bersikap layaknya seorang ayah terhadap anaknya. Digendong, bermain bersama, bercanda bersama. la tak sabar akan h

    Terakhir Diperbarui : 2024-02-11
  • MALAM PENEBUSAN   ANJANI APTODARMO

    Salamah kembali ke depan dengan susu di tangannya. Susu itu telah diukur suhunya sesuai dengan yang dianjurkan. Tidak panas karena Salamah telah mencampurnya dengan air biasa.Seharusnya ia sediakan air panas di dalam termos jadi sewaktu-waktu ingin membuat susu tak perlu memanaskan air lagi. Karena sibuk mengurus cucunya seorang diri ia jadi lupa."Sini cucu nenek." Salamah mengambil alih menggedong cucunya tersebut, lalu diberikan SUSU.Sayang, bayi itu tak mau menyusu."Badannya panas, Umi." Adam berucap.Salamah menyentuh dahi, dan pipi cucunya."Astaghfirullahaladzim badanmu panas, Nak," ujar Ibu Adam.la meletakkan susu tersebut ke atas meja."Kau buka bajumu!" titah Salamah"Untuk apa, Bu?" tanya Adam tak mengerti."Buka saja bajumu!" bentak Salamah.la lebih tahu apa yang harus dilakukan karena sudah berpengalaman. Adam membuka kancing bajunya satu persatu. Salamah pun melepaskan kain bedong hingga menyisakan popok, sarung tangan dan kaki pada bayi itu.Salamah menyerahkan cuc

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-05
  • MALAM PENEBUSAN   LELEMBUT

    "Wis surop, wis surop! sudah Maghrib, ayo pulang!" Riuh suara ibu-ibu yang memanggil anak-anak mereka bermain di halaman rumah, membuat lamunan seorang Pria yang duduk di kursi teras, terbuyar.Jam dinding yang berdebu tebal itu, sudah menunjukkan pukul enam lewat enam belas sore hari. Sudah masuk waktu Maghrib.Pria itu segera melangkahkan kaki keluar, tetapi saat itu juga, tangan keriput milik Ibunya mencekal lengan putih milik Pria itu."Mau kemana? sudah Maghrib, jangan keluar!" serunya dengan mata yang tertutup sebelah. Matanya memang buta separuh, sejak dia dilahirkan."Anjani di luar Umi. Aku harus jemput dulu!" jawabnya, sembari menepis tangan Ibunya, hendak nekad keluar."Jangan, Adam! iki watune bangsa halus keluar. Ndak baik keluar waktu sekarang!" cegahnya lagi.Adam, Pria bertubuh tinggi itu membuang nafas kasar, kalau tidak sekarang, malam nanti pun jelas dia tetap tidak boleh keluar. "Kalau ngga sekarang, kapan?" tanyanya dengan alis mengkerut."Nanti selepas magrib."

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-08
  • MALAM PENEBUSAN   NUANSA MAGIS

    Senja telah menggulung teriknya siang dengan selimut kapas awan kelabu. Menjelang menutupnya mata siang hari, hujan pun turun. Suasana di sekitar rumah kecil Salamah perlahan menjadi gelap dan dingin.Rumah semi permanen itu memiliki hawa yang begitu dingin, apalagi bercak hijau di langit-langit rumah begitu menyiratkan kelembapan bangunan berisi tiga kamar itu. Jejak air hujan karena genteng yang bocor, kini menyisakan sekelumit lumut tipis di plafon berwarna putih. Terlihat sangat kontras.Tubuh mungil Anjani menggigil, terbungkus selimut tebal beraroma minyak angin milik neneknya. Matanya yang kala itu sudah minus dua-perkara yang tak lazim untuk anak balita pada umumnya- Anjani menatap ke langit-langit. Pikirannya kosong.Salamah duduk di tepi ranjang di samping kiri Anjani. Hasan berada di seberangnya, mengelus-elus tempurung kepala Anjani dengan mulut terkunci. Di ujung kasur, Salamah memijat-mijat kaki Anjani yang tersembunyi di balik tebalnya selimut. Anjani mencoba mengingat-

    Terakhir Diperbarui : 2024-03-10

Bab terbaru

  • MALAM PENEBUSAN   JALUR KEGELAPAN

    Anjani bergerak cepat. Ia sahut kacamata tebal.Ia raih gagang pintu kamar.Anjani berlari sekuat tenaga seakan ada yang hendak memangsanya di sepanjang lorong gelap itu.Begitu sampai di muka kamar mandi, Anjani melompat. Ia sambar sakelar lampu yang tingginya jauh melebihi kepala itu dan berpijak pada permukaan keset. Sedetik kemudian, dalam satu gerakan gesit, tubuh Anjani lenyapke bilik kecil itu. Pintu di belakangnya ia banting hingga menutup.Jantung Anjani berpacu, napasnya memburu.Selamat...Tak ada yang mengejar.Kencingnya terpancur ke dalam lubang kloset bersama kelegaan yang menjalar. Di tengah prosesi itu, Anjani berpesta. Ada secuil perayaan karena Anjani telah berani melewati rintangan kegelapan. Anjani, gadis kecil yang tengah terserang demam tinggi ini mampu ke kamar mandi di tengah malam tanpa membangunkan siapa pun.Di penghabisan pancuran air kencing itu, Anjani terdiam. Kesunyian datang merajai semesta.Gawat.Anjani tersadar ada utang yang harus ia tebus. S

  • MALAM PENEBUSAN   NUANSA MAGIS

    Senja telah menggulung teriknya siang dengan selimut kapas awan kelabu. Menjelang menutupnya mata siang hari, hujan pun turun. Suasana di sekitar rumah kecil Salamah perlahan menjadi gelap dan dingin.Rumah semi permanen itu memiliki hawa yang begitu dingin, apalagi bercak hijau di langit-langit rumah begitu menyiratkan kelembapan bangunan berisi tiga kamar itu. Jejak air hujan karena genteng yang bocor, kini menyisakan sekelumit lumut tipis di plafon berwarna putih. Terlihat sangat kontras.Tubuh mungil Anjani menggigil, terbungkus selimut tebal beraroma minyak angin milik neneknya. Matanya yang kala itu sudah minus dua-perkara yang tak lazim untuk anak balita pada umumnya- Anjani menatap ke langit-langit. Pikirannya kosong.Salamah duduk di tepi ranjang di samping kiri Anjani. Hasan berada di seberangnya, mengelus-elus tempurung kepala Anjani dengan mulut terkunci. Di ujung kasur, Salamah memijat-mijat kaki Anjani yang tersembunyi di balik tebalnya selimut. Anjani mencoba mengingat-

  • MALAM PENEBUSAN   LELEMBUT

    "Wis surop, wis surop! sudah Maghrib, ayo pulang!" Riuh suara ibu-ibu yang memanggil anak-anak mereka bermain di halaman rumah, membuat lamunan seorang Pria yang duduk di kursi teras, terbuyar.Jam dinding yang berdebu tebal itu, sudah menunjukkan pukul enam lewat enam belas sore hari. Sudah masuk waktu Maghrib.Pria itu segera melangkahkan kaki keluar, tetapi saat itu juga, tangan keriput milik Ibunya mencekal lengan putih milik Pria itu."Mau kemana? sudah Maghrib, jangan keluar!" serunya dengan mata yang tertutup sebelah. Matanya memang buta separuh, sejak dia dilahirkan."Anjani di luar Umi. Aku harus jemput dulu!" jawabnya, sembari menepis tangan Ibunya, hendak nekad keluar."Jangan, Adam! iki watune bangsa halus keluar. Ndak baik keluar waktu sekarang!" cegahnya lagi.Adam, Pria bertubuh tinggi itu membuang nafas kasar, kalau tidak sekarang, malam nanti pun jelas dia tetap tidak boleh keluar. "Kalau ngga sekarang, kapan?" tanyanya dengan alis mengkerut."Nanti selepas magrib."

  • MALAM PENEBUSAN   ANJANI APTODARMO

    Salamah kembali ke depan dengan susu di tangannya. Susu itu telah diukur suhunya sesuai dengan yang dianjurkan. Tidak panas karena Salamah telah mencampurnya dengan air biasa.Seharusnya ia sediakan air panas di dalam termos jadi sewaktu-waktu ingin membuat susu tak perlu memanaskan air lagi. Karena sibuk mengurus cucunya seorang diri ia jadi lupa."Sini cucu nenek." Salamah mengambil alih menggedong cucunya tersebut, lalu diberikan SUSU.Sayang, bayi itu tak mau menyusu."Badannya panas, Umi." Adam berucap.Salamah menyentuh dahi, dan pipi cucunya."Astaghfirullahaladzim badanmu panas, Nak," ujar Ibu Adam.la meletakkan susu tersebut ke atas meja."Kau buka bajumu!" titah Salamah"Untuk apa, Bu?" tanya Adam tak mengerti."Buka saja bajumu!" bentak Salamah.la lebih tahu apa yang harus dilakukan karena sudah berpengalaman. Adam membuka kancing bajunya satu persatu. Salamah pun melepaskan kain bedong hingga menyisakan popok, sarung tangan dan kaki pada bayi itu.Salamah menyerahkan cuc

  • MALAM PENEBUSAN   GELANGGANG PENYESALAN

    Keheningan menyelimuti Desa kayu arum. Kepergian Jelita seolah ditangisi oleh alam, sebab langit menurunkan gemercik hujan dari selesai tahlilan sampai hampir tengah malam. Yang biasanya akan ada peronda, mereka mendadak meliburkan diri.Jam saat itu telah menunjukkan pukul 10 malam. la menutup semua pintu dan berniat menilik bayinya di dalam kamar.la mendapati Salamah tengah mengganti popok bayi perempuan tersebut. Salamah terlihat bahagia mengurus cucunya.Setelah semua selesai, ia mengangkat bayi itu dan ditimang. Kecupan lembut mendarat di kening cucunya sebagai bentuk rasa kasih sayang."Heem... heemm..." Salamah bersenandung sambil berdiri menggedong bayi itu. la seakan tak peduli dengan kehadiran Adam yang menatap di ambang pintu.Ingin sekali rasanya Adam menimang buah hatinya. Namun rasa itu ia urungkan.Adam menghembuskan napas kasar berharap suatu saat ia bisa bersikap layaknya seorang ayah terhadap anaknya. Digendong, bermain bersama, bercanda bersama. la tak sabar akan h

  • MALAM PENEBUSAN   SELIMUT DUKA

    Dibalik sebuah petaka ada sebuah luka yang bersembunyi dalam duka. Hidup yang semakin tidak di suka, membuat orang lain menjadi celaka. Ketidaknyamanan itu menimbulkan prasangka, menebak pelaku kejahatan dengan berbagai logika*Mata Adam berkaca-kaca. la berlari masuk ke dalam rumah dan langkahnya memelan mendengar tangisan bayi dari dalam kamar. Sedangkan tatapannya fokus pada sosok jenazah yang diselimuti kain panjang dikelilingi oleh para ibu-ibu yang membaca yasiin.Semua pasang mata tertuju padanya. Tungkai kaki Adam lemas seketika. la jatuh terduduk di lantai. Menunduk dan membiarkan bulir-bulir bening itu jatuh. Segala penyesalan datang menuntut. Sayang, semua itu tak akan mengembalikan Jelita istrinya.Berita duka yang dikabarkan melalui masjid itu terdengar sampai ke desa sebelah.Imam Ahmad yang tengah berbelanja di sebuah warung itu pun mendengar beberapa orang sedang membahas tentang kematian seseorang di desa lain."Siapa sih yang meninggal?""Kalau tidak salah tadi nam

  • MALAM PENEBUSAN   PERKONGSIAN ILMU HITAM

    Yang hilang akan di temukan, yang pergi akan di kembalikan. Yang jauh akan di dekatkan, dan yang selama ini menjadi pertanyaan akan mendapatkan jawaban.*Di jarak yang cukup jauh, kunang-kunang berwarna biru itu melesat ke segala arah. Membuat Ayu kebingungan harus mengikuti yang mana. Namun, ia keburu sadar jika tugas pertama mereka telah usai. Sebab kini, di depan sana ada banyak orang yang seperti dirinya tengah berdiri tegak di tengah gelanggang terbuka.Namun yang Ayu saksikan di depan jauh lebih mengerikan. Sebuah ucapacara ritual berdarah tengah berlangsung. Dengan Mayat-mayat yang bergelimpangan ditumbalkan oleh orang-orang tanpa busana. Mereka bernyanyi, menari dan tertawa, berteriak riang sembari memenggali kepala anak-anak usia belia. Darah yang mengucur dari tubuh korban diminum bersama-sama. Mata Ayu, dan orang-orang itu kosong serta buas, seakan jiwanya telah sirna dari raganya.Para pemuja itu begitu buas melampiaskan segala hawa nafsu dunia agar mencapai titik kepuas

  • MALAM PENEBUSAN   KESENGSARAAN ARWAH PENUMBALAN

    Di balik otak tersimpan berbagai peristiwa yang tidak nampak. Ingatan yang memiliki kesan akan terus meninggalkan jejak.Apa bila terus di telusuri rasa penasaran akan semakin memuncak. Yang terkadang malah menjebak, dari pikiran itulah perlahan - lahan gajal mulai terkuak. Tapi apa sebenarnya yang perlu di tebak?*Mata Ayu langsung menangkap sosok Ki Ageng Romo di hadapannya beserta Laras yang masih terbaring. Lelaki itu pun sempat terkejut karena kini ia sedang berada di lain tempat setelah sebelumnya berada di kediaman Ki Ageng Romo."Jangan terlalu lama mengulur waktu, aku akan menjaga anakmu dan menunggumu di sini," ucap Ki Ageng Romo. Namun, hanya suaranya saja yang terdengar, sebab bibir pria itu tetap terkatup rapat. Sama halnya dengan kedua matanya.Seolah-olah Ki Ageng Romo berkomunikasi dari tempat lain. Sementara yang ada di hadapan Ayu saat ini adalah refleksi khodam Ki Ageng Romo untuk menjaga Laras di batas gerbang gaib."Baik, Ki." Ayu lekas berdiri kemudian ada kunan

  • MALAM PENEBUSAN   JAGAD SEMESTA

    Masa lalu tidak hanya sebatas kenangan. Ada juga dendam dari perbuatan yang merugikan, kejadian pahit tidak akan pernah terhapus sampai adanya pembalasan. Harus kah melawan? atau pasrah karna itu adalah hukuman.*Ki Ageng Romo duduk di samping perempuan itu, lalu memutarkan asap dupa di atas wajahnya. Ki Ageng Romo mencelupkan telunjuknya pada wadah kecil berisi tinta yang terbuat dari racikan khusus. la mengusap kening perempuan itu dan membuat sebuah simbol di sana."Aku suka cara marahmu itu, Ayu. Luapkan lebih kasar lagi. Aku tidak suka sikap lembek yang ada padamu. Buang itu! Atau kau akan kesulitan ke depannya," ucap Ki Ageng Romo pada perempuan itu yang sebut saja namanya Ayu. "Apa?""Saat kau datang membawa anakmu, tekadmu belum sempurna. Kau masih dibayangi hal-hal duniawi dalam otakmu itu. Berilah celah agar kekuatan gaib yang kau alami saat ini dapat tempat di sisi kepala dan batinmu.""Apa yang akan kau hadapi jauh lebih besar kedepannya, kamu tau? Kau harus menembus jag

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status