Cukup lama aku menunggu, tapi Aruna tak kunjung keluar, akhirnya aku memutuskan untuk menyusul meskipun tanpa persetujuan dari mama.
"Aku tidak setuju!" Ujarku saat mendengar Aruna akan memilihkan madu untuk dirinya sendiri, pilihan macam apa itu.Meskipun aku tidak mendengar keseluruhan perbincangan mereka tapi aku sudah bisa membaca kemana arah pembicaraan mereka."Ma-mas ..." Aruna terkejut dengan kehadiranku, begitupun dengan papa kulihat beliau juga sama terkejutnya."Mas, kita bicarakan dirumah." Aruna langsung bangkit menarik tangan ini agar keluar dari kamar papa, aku tahu dia tidak ingin aku terlibat, terlebih dia sangat mengagungkan sosok papa."Tidak, mas harus bicara dengan papa, dek!" Pras menautkan jemari mereka lalu kembali mendekat keranjang Gunawan."Apa papa tidak memikirkan perasaan Aruna? Pras hanya mencintai Aruna dan selamanya tidak akan mfnbagi cinta ini dengan wanita lain." ujar Pras dengan wajah yang sudah memerah menahan amarah."Kenapa bisa papa berfikir sampai sejauh itu?" timpal Pras yang tidak habis fikir dengan jalan fikirian ayahnya sendiri."Maaf, nak!" hanya itu yang bisa Gunawan katakan."Papa benar-benar sudah keterlaluan, apa kasih sayang papa terhadap Aruna telah habis?" ujar Pras prustasi." Kasih sayang papa terhadap Aruna tidak pernah berkurang sedikitpun, nak! Tapi papa tidak bisa menunggu lebih lama, papa tidak ingin kamu bernasib sama dengan orangtuamu tidak memiliki siapapun dan beruntungnya kami masih memiliki kamu." ujar Gunawan, sebenarnya dia juga tidak ingin menyakiti hati Aruna, tapi mungkin saja ada keajaiban jika Pras menikah lagi."Apa papa tidak memikirkan, bagaimana jika cucu yag papa harapkan juga tidak kunjung hadir, bukan hanya Aruna dan Pras yang terluka, tapi kita akan menyeret wanita lain dalam hal ini!" Pras memijit pelipisnya, kalau sudah seperti ini akan sangat sulit menentang keputusan papanya ditambah dengan sikap Aruna yang penurut dan sangat menyayangi sang papa."Jika sang pencipta belum mempercayakan kami, kami bisa apa, pa? Untuk saat ini bahkan selamanya Pras hanya butuh Aruna disisi Pras.""Kita pulang, dek!" Pras langsung menarik Aruna yang sejak tadi hanya bungkam dan tertunduk, Pras tidak menoleh sedikitpun kearah Gunawan, bahkan dia melupakan jika pria lawannya berdebat saat ini sedang tidak baik-baik saja.Melewati mamanya tanpa permisi, lalu membukakan pintu mobil untuk sang istri."Berhenti bersikap terlalu baik seperti itu." ujar Pras melirik kearah Aruna sekilas saat dia sudah berada dibalik kemudi, kata-kata yang dia ucapkan penuh penekanan.Aruna bungkam dia lebih memilih melihat keluar jendela dengan fikiran berkecamuk, tidak ada pembicaraan sepanjang perjalanan sampai mereka sampai dirumah.Aruna langsung turun, kepalanya berdenyut nyeri mungkin karena terlalu banyak mengeluarkan airmata dan beban fikiran yang menumpuk."Kita harus membicarakan ini, dek!" pinta Pras saat mereka sudah sampai dikamar."Keputusanku tidak akan berubah, mas! Papa segalanya untukku bahkan jika papa meminta nyawaku dengan ikhlas aku akan memberikannya." ujar Aruna tanpa menoleh kearah suaminya."Dek, apa mas bukan segalanya untukmu?" Pras membalikkan tubuh Aruna menghadap kearahnya."Mas, mas sama berartinya untuk Aruna, mengertilah mas, hanya mereka yang aku punya tanpa mereka aku tidak akan pernah merasakan kasih sayang dari orangtua.""Wanita mana yang mau berbagi, tapi aku bisa apa? Bagaimana jika ini permintaan terakhir papa, mas? aku tidak ingin menyesalinya nanti." balas Aruna menatap penuh permohonan agar Pras mengerti posisinya saat ini.Ahh ...Pras mengacak rambutnya prustasi, Aruna selalu seperti ini tidak bisa membuatnya berkutik, wanita ini selalu mengalah demi kebahagiaan orang lain tanpa memikirkan kebahagiaan nya sendiri."Apa kamu masih belum mengerti Aruna, cintaku begitu besar untukmu , bagaimana bisa kamu memintaku untuk mewujudkan keinginan tidak masuk akal papa." Pras meninggikan suaranya.Aruna terhenyak, ini pertama kalinya Pras meninggikan suaranya, bahkan ini juga pertama kalinya mereka berdebat.Aruna bersimpuh dikaki Pras, disini bukan hanya Pras yang terluka, jika ditanya siapa yang paling terluka disini, dialah orangnya, Aruna harus berbagi suami dengan wanita lain.Tapi hati kecilnya tidak bisa mengabaikan keinginan sang papa, bagaimana jika ini permintaan terakhirnya, apa dia akan sanggup menanggung penyesalan seumur hidupnya?Mas, kita sama terlukanya, tapi apa mas sanggup melihat keadaan papa, dia seperti menunggu sesuatu, A-aku tidak sanggup melihat keadaannya seperti itu." Aruna terisak masih berlutut dikaki suaminya."Apa mas tidak melihat, tubuh yang dulu begitu sehat sekarang sudah menyusut, papa selalu memikirkan kamu, mas! dia tidak bisa pergi dengan tenang, seperti ada yang menahannya disini.""Aruna mohon, wujudkan keinginan papa kali ini mas." timpal Aruna menggenggam jemari suaminya, airmatanya tidak bisa ditahan jika sudah membahas soal papa mertuanya.Dek, kenapa harus seperti ini?" Pras ikut terduduk dihadapan sang istri, jika sudah seperti ini Pras tidak bisa berkata apa-apa lagi, Aruna sangat menyayangi kedua orangtuanya.****Esok harinya Pras memutuskan untuk membicarakan masalah ini kembali, semoga saja hati papanya melunak dan menarik kembali ucapannya kemarin."Bagaimana keadaan papa?" tanya Pras saat sudah berada dikamar orangtuanya.Pras menatap tubuh lemah yang terbaring diranjang, lalu menatap kembali kearah mamanya."Semalam papa drop lagi." jawab mama, mata mama sembab mungkin habis menangis."Kenapa tidak memberi tahuku?" Pras benar-benar kecewa dengan sikap kedua orangtuanya."Papa tidak ingin menambah beban fikiran kamu." ujar mama."Mama mohon wujudkan keinginan papa, meskipun nantinya apa yang diharapkan papa kamu juga tidak membuahkan hasil tapi setidaknya kita sudah memuaskan hatinya.""Mama tahu ini berat, tapi mama tidak sanggup melihat keadaan papa kamu seperti ini terus menerus." maya mulai terisak."Ma, kenapa kalian seperti ini, apa kalian tidak percaya dengan takdir tuhan, kalian tahu sendiri kami berdua sama-sama sehat kita hanya perlu menunggu." balas Pras."Kita mungkin bisa menunggu, tapi bagaimana dengan papa kamu, bagaimana jika dia pergi untuk selamanya dengan membawa keinginan yang belum terwujud."Aku terpaku menatap wajah lelap papaku, kenapa kamu memberi pilihan sesulit ini, pa? Kenapa harus kebahagiaan kami yang dipertaruhkan, bagaimana terlukanya Aruna.Pras mengusap kasar wajahnya tanpa bisa menolak permintaan sang papa bahkan dia belum bicara langsung dengan sang papa.Pras meminta sang mama untuk beristirahat, pasti mamanya tidak tidur dari semalam, setelah sang mama pergi Pras menatap sedih sang papa, benar yang dikatakan Aruna, tubuh papa semakin kurus."Ya Allah, hamba ikhlas ... Bukankah semua mahkluk hidup akan kembali kepada-Mu, gumam Pras, air matanya tak bisa dibendung saat mengucapkan kata-kata tersebut.Dan jika memang itu yang membuat papa bisa pergi dengan tenang, maka tegarkanlah hati hamba dan Aruna menghadapi ujian ini."Pras ..." suara serak papa memanggil namaku, aku langsung mengusap airmataku."Apa ada yabg sakit, pa?" tanya Pras, Gunawan berusaha tersenyum kearah sang anak lalu menggeleng dengan cepat."Pa, kita.kerumah sakit, ya?" pinta Pras."Apapun yang akan menjadi keinginan papa akan Pras wujudkan, tapi papa harus menjalani perawatan dirumah sakit." bujuk Pras.Binar bahagia terpancar jelas dari raut sang papa, sebesar itu keinginannya untuk melihat keturunanku bahkan dia tidak pernah memikirkan apa dengan aku menikah lagi cucu yang diharapkan kehadirannya akan segera hadir, dengan cepat beliau mengangguk."Ya Allah, kuserahkan takdir rumah tanggaku kepada-Mu, berikanlah ketabahan untuk Arunaku."BY : NOUVALLIN30Drrttt ...Pras meraih ponsel disaku celana nama istriku tampil dilayar ponsel, Pras memijit pelipisnya, dia lups mengabari sang istri."Hallo dek, Assalamualaikum? maaf mas tidak mengabari kamu?" sesal Pras."Wa'alaikumsalam! Kamu dimana, mas?" tanya Aruna cemas."Mas dirumah sakit, papa sudah mau dirawat." jawab Pras."Alhamdulillah, Aruna nyusul ya, mas?" pinta Aruna.."Besok saja, ini sudah malam! Sebentar lagi mas juga akan pulang." balas Pras, rencananya saat dirumah nanti dia akan mengatakan apa penyebab papanya mau dirawat."Ya sudah, hati-hati ya, mas?" balas Aruna."iya, dek! Love you han?" Pras mencium layar ponselnya."Love you to honey." balas Aruna, suaminya selalu membuatnya jatuh cinta setiap hari.Setelah panggilan terputus, senyum diwajah Aruna sirna. Bahkan untuk tersenyumpun Aruna sudah tidak sanggup.Lambat tapi pasti keinginan sang papa akan Aruna wujudkan, apa aku sanggup menghadapi kenyataan yang akan terjadi ya Allah, gumam Aruna.Tapi siapa yang akan aku jadi
Disinilah kami sekarang, berhadapan dengan Nisa teman sepantiku, wanita bergamis ini terlihat anggun dan berwibawa, aku tidak menyangka akan bertemu dengan Nisa lagi, apa mungkin Allah mengutuskan dia untuk menjadi penolong dalam masalahku.Sepertinya gamis dengan stelan hijab panjang tidak mengganggu aktivitasnya sama sekali, bahkan aku sangaat mengagumi penampilannya, Nisa terlihat anggun dalam balutan gamis tersebut.Akupun sama juga memakai hijab, tapi aku lebih menyukai stelan tunik dipadankan dengan pasmina, karena bagiku sangat simpel."Maaf, Runa! Aku tidak bisa, aku tidak mungkin menjadi duri didalam pernikahan kalian." ujar Nisa saat aku mengatakan tujuanku, aku memang mengatakan niatku secara langsung, tidak ada yang kututup-tutupi.Mas Pras hanya diam tanpa melepaskan genggaman tangan ini, bisa kulihat dari ekor mataku, Nisa selalu menundukkan pandangannya saat berbicara kepadaku, mungkin karena ada mas Pras disebelahku.Wanit
Aku merasakan pelukan hangat seseorang saat mengerjabkan mata ini, perlahan membuka mata karena kepalaku terasa begitu berat.Aku melirik jam didinding, astahhfirullah! Ternyata hari sudah malam, aku melewati 3 waktu shalat, acara ijab pukul 10 pagi dan sekarang sudah memasuki waktu isya.Mungkin karena pergerakanku, mas Pras terbangun tanpa memalingkan tatapannya dari wajahku."Kenapa tidak membangunkanku." balasku menatapnya, mas Pras semakin mengeratkan pelukannya saat aku ingin beranjak."Mas tahu aku melewatkan waktu shalatku." Pras menatap wajah istrinya, meskipun Aruna marah tapi dimatanya itu ekspresi yang sangat menggemaskan.Pras langsung mencuri kecupan dibibir tipis istrinya dan membuat yang empunya melotot."Mas sangat mencintaimu, dek!" balas Pras."Bukankah mas seharusnya dikamar Nisa?" Aruna menautkan Alisnya, tanpa menjawab pernyataan cinta suaminya, dia tidak boleh egois bagaimanapun Pras bukan miliknya
Setelah berberes aku dan Nisa menyusul keruang tamu, kulihat wajah mas Pras memerah seperti tengah meredam amarah, apa mereka habis berdebat."Run, papa ingin kekamar?" pinta papa saat aku baru saja sampai disana, keningku mengkerut menatap mas Pras."Berhenti meracuni Aruna, pa? Papa tidak tahu bagaimana terlukanya Aruna." tukas mas Pras, aku bingung tidak mengerti arah pembicaraan mereka."Mas! Aku mendelikkan mata kearah mas Pras, aku hanya tidak inhin jika keadaan papa drop lagi."Biar Aruna antar, pa!" balasku seraya mendorong kursi roda, mama menyusul dibelakangku.Aku dan mama membantu papa berbaring ditempat tidur saat sampai dikamar."Run, maafkan papa?" ujar sang papa.Aku tersenyum lalu duduk disisi ranjang membawa tangan pria paruh baya tersebut kedalam genggamanku."Tidak ada yang perlu dimaafkan, pa! Aruna ikhlas." ujar Aruna, kebahagiaan sang papa adalah yang utama baginya."Papa istiraha
Vop NisaHari pertama aku menginjakkan kembali kaki ini dikota dimana aku dibesarkan.Karena kegigihan dan tekadku untuk sukses, disini lah aku sekarang, aku sudah bisa membeli sebuah ruko untuk tempat tinggalku sekalian membuka tokoh pakaian muslimah didepannya dengan hasil jerih payahku.Saat berberes satu pesan masuk diponselku, notif pesan keakun disalah satu aplikasi diponselku,Saat kubuka ternyata pesan dari Aruna teman kecilku saat masih dipanti.Aruna mengajakku bertemu, dan tentunya aku langsung mengiyakan karena aku juga sangat merindukan anak itu.Nasibku tidak seberuntung Aruna, saat lulus sekolah dia langsung dipinang oleh salah satu donatur tetap dipanti tempat kami tinggal untuk anak semata wayang mereka.Aruna tidak perlu banting tulang sepertiku karena yang meminangnya orang terpandang dikota ini, dan memang sedari kecil keluarga pak Gunawan memang sangat menyayangi Aruna diantara puluhan anak Panti lainnya.
Deru suara mesin mobil berhenti didepan rumah, bisa kutebak mas Pras pasti akan kembali, aku hanya bisa menghembuskan nafas kasar, bingung! bagaimana cara menyampaikannya lagi kepada mas Pras.Sekarang dia tidak hanya memilikiku sebagai istrinya tapi diluar sana juga ada wanita lain yang sama berhaknya seperti diriku, dia harus berlaku adil, ini bukan hanya tentang keadilan tapi janjiku terhadap sang papa harus segera terwujud jika mas Pras menundanya keingin papa pasti akan tertunda lagi, aku tidak mau jika kondisi papa memburuk kembali.Biarlah diri ini menangis darah melihat suamiku bersama istri keduanya, asalkan aku masih bisa melihat senyuman selalu terbit dibibir sang papa.Aku langsung berlari kecil menuju kamar, tidak ingin mas Pras melihat kesedihanku, jika dia melihatnya pasti dia akan merasa bersalah karena tidak becus menjadi kepala rumah tangga.Aku berpura-pura memejamkan mata ini saat mendengar suara langkah kaki perlahan mendekat
Mobil berbelok memasuki halaman rumah, kami berlari masuk kedalam, tangisan mama terdengar sampai keambang pintu.Papa dibopong oleh mang adi dan pak jono keluar dari kamar, lalu disusul mama yang tengah menangis dibelakangnya.Mama menghamburkan tubuhnya kedalam pelukanku sedangkan mas Pras membantu mereka membawa papa kedalam mobil."Tenanglah, ma! Runa yakin papa pasti kuat." ujarku menenangkan mama meskipun hati ini tidak begitu yakin dengan ucapan sendiri.Mama hanya mengangguk, kami menyusul mas Pras kemobil lalu masuk kedalamnya, aku meminta mama duduk disisi mas Pras karena bisa kulihat tubuh lemahnya sedangkan aku duduk dikursi belakang meletakan kepala papa dipangkuanku.Pras melajukan kendaraan dengan kecepatan tinggi, panik tentu tapi dia berusaha mengendalikan kecemasannya agar tidak terjadi hal yang membahayakan saat didalam perjalanan, terutama dimobil ada orang-orang terkasihnya.Aku kembali menghubungi Nisa memin
"Mas ..." Nisa melambaikan tangannya didepan wajah Pras."I-iya! kenapa?" ujar Pras tersentak."Mas butuh sesuatu?" tanya Nisa lagi."Tidak! cepatlah kasihan Aruna sendirian dirumah sakit." Ujar Pras lalu berbalik meninggalkan Nisa yang masih terpaku menatap punggung lelaki yang bergelar suaminya tersebut.Aku tidak mengapa jika kamu tidak mencintaiku, mas! akupun juga tidak mengapa jika kamu tidak bisa memberikan hakku sebagai istrimu, tapi aku hanya minta hargai statusku yang telah menjadi istrimu meskipun tidak ada cinta didalam pernikahan ini tapi naluriku sebagai seorang istri begitu terluka saat diperlakukan tidak adil seperti ini.Aku tahu, cintamu sepenuhnya tlah dimiliki oleh sosok Aruna seorang, tapi aku hanya minta jangan perlakukan aku seperti orang asing, Nisa hanya mampu berucap didalam hati, tidak berani mengungkapkan isi hatinya.Sedangkan Pras kembali duduk diruang tamu, sebenarnya dia ingin membahas masalah yang
"Ma-maksud kamu apa, mbak?" Nisa berbicara dengan suara terbata. "Apa ini wujud aslimu?" ulangku lagi seraya mendekatkan wajah kami, menatap wajah polos wanita yang sudah kuanggap seperti saudaraku sendiri. Apa yang dikatakan Siska ada benarnya, aku saja yang baru menyadarinya, ternyata hati seseorang tidak bisa kita nilai hanya dari penampilannya saja. "Mbak...! kita sama-sama besar dipanti asuhan, dan sudah merasakan bagaimana rasanya tidak memiliki orangtua, apa mbak tidak kasihan sama anak yang ada dikandunganku?" perkataan Nisa membuyarkan lamunanku. "Lalu?" tanyaku dengan alis bertaut. "Aku tidak ingin anak ini bernasib sama seperti kita, mbak!" lanjut Nisa dengan tatapan sendu. "To the poin saja, Nis! kamu ingin aku yang mundur bukan?" "Sepertinya kamu sudah mulai lupa apa dan kenapa kamu bisa berada ditengah-tengah kami! aku ingatkan sekali lagi, kamu berada disini hanya untuk memberikan anak untuk
"Lebih baik Nisa tinggal dirumah kalian saja." ujar Pras terang-terangan saat sudah berada dikamar kedua orangtuanya. "Mana bisa begitu, Pras! Nisa lebih membutuhkan kamu." balas mama penuh penekanan. "Jika mama masih bersikeras, biar aku dan Aruna saja yang keluar dari rumah ini." ancam Pras. "Secepat itukah kasih sayang mama berubah untuk Aruna? bahkan mama tidak peduli lagi bagaimana terlukanya Aruna oleh prilaku dan ucapan mama." "Pras ..." bentak mama menatap nanar kearahku putra semata wayangnya. "Apa yang sedang kalian perdebatkan?" timpal Papa, sepertinya tidurnya terganggu oleh perdebatan kami. "Pras menolak Nisa tinggal disini, pa! jika mereka tinggal bersama bukankah jauh lebih baik, Pras bisa memantau Nisa setiap saat dan disini juga ada Aruna yang bisa menjaganya." jelas mama. "Nggak bisa ma! besok mama ajak Nisa tinggal bersama kalian, kalau tidak biarkan dia kembali kerumahnya, aku akan menye
Pras, Runa! kemarilah, ada yang ingin mama bicarakan?" panggil mama saat kami baru saja menginjakkan kaki didalam rumah.Keningku langsung mengkerut saat melihat Nisa berada dirumah kami, kenapa mas Pras membawanya kemari? gumamku.Disini hanya ada mama dan Nisa, dan sepertinya papa sedang beristirahat dikamar."Jadi begini ..." mama menjeda perkataannya sejenak, tatapannya terarah kearahku."Sebaiknya selama Nisa hamil biarkan dia tinggal dirumah kalian." Lanjutnya kemudian, aku masih menatap dalam kearah mama, apa ini wanita yang telah kuanggap sebagai ibu kandungku sendiri? bahkan sedikitpun dia tidak memikirkan bagaimana perasaanku saat ini, dia hanya memikirkan calon cucunya yang ada dirahim menantu keduanya."Kalian tahu sendirikan keadaan Nisa bagaimana, jika dia tinggal sendirian mama takut terjadi apa-apa dengan dia dan kandungannya." ujar mama kemudian yang terlihat jelas kecemasan dari raut wajahnya."Aku tidak setuju,
Bukan tanpa alasan aku menilai istri kedua dari Pras yang baru saja kuketahui, mungkin dia mengira hubunganku dengan Aruna hanya sebatas antara dokter dan pasien.Saat Pras dan keluarganya menyadari jika Aruna sudah tidak berada diruangan, wanita itu langsung menghentikan Pras yang hendak mencari Aruna keluar, wanita itu beralibi jika tubuhnya sangat lemas dan ingin segera beristirahat, apa seperti itu sikap wanita yang baik menurut Aruna?Lagu lama ... mungkin dia bisa membohongi Pras dengan keluarganya tapi tidak denganku, ternyata penampilan dan hati wanita ini sangat bertolak belakang.Dan untuk saat ini aku memilih untuk tidak menceritakan perihal yang terjadi didalam ruangan tadi, nanti jika waktunya sudah tepat aku akan memberitahu Aruna siapa sebenarnya wanita yang dia bawa ketengah-tengah mereka, dab akupun tidak ingin menambah beban fikiran Aruna."Sis ... Siska! malah bengong." lamunanku tersentak saat Aruna memanggil sembari melambaika
"Ini beneran?" tanya Pras lagi, Dokter Siska menjawab dengan anggukan, Pras masih belum percaya jika ketidaksengajaan yang telah terjadi beberapa waktu lalu antara mereka membuahkan hasil, itu artinya dia tidak harus berpura-pura lagi dihadapan istrinya Aruna, jujur saja selama ini Pras merasa tertekan dengan hubungannya bersama Nisa, meskipun dia mengatakan akan berusaha untuk menerima kehadiran istri keduanya nyatanya Pras tidak bisa, dan semua yang dia lakukan selama ini semata-mata demi Aruna.Papa menghapus sudut matanya yang mengembun, pastinya airmata kebahagiaan, sedangkan mama langsung memeluk tubuh Nisa."Jadi a-aku hamil, dok?" tanya Nisa setelah mama melepaskan pelukannya."Benar, buk!" jawab Siska.Nisa menangis sambil mengelus perutnya yang masih rata, tidak bisa kubohongi perasaan ini jika ada rasa iri yang bersarang, tapi sebisa mungkin kutepiskan rasa itu.Mereka semua larut dalam kebahagiaan, mengelilingi Nisa tidak terkecuali mas Pras.Pras melangkah kearah Nisa kemu
Satu bulanpun berlalu..Pras sudah mulai terbiasa dengan kehidupan rumah tangganya bersama Aruna dan Nisa, meskipun demikian Seluruh cintanya masih untuk Aruna, tidak ada niat sedikitpun membagi cintanya untuk perempuan lain, Andai Aruna tahu hingga saat ini Pras masih belum bisa memberikan hak Nisa, pastilah Aruna akan sangat kecewa.Hari ini Pras menjemput Aruna sebelum berangkat kekantor tanpa sepengetahuan Nisa, sejak semalam Nisa kurang enak badan dan Pras tidak bisa meninggalkan pekerjaannya, jadi dia meminta Aruna untuk menemani Nisa dirumah."Mas berangkat ya, dek?" ujar Pras sambil mengulurkan tangannya, dia juga ikut turun dari mobil, mengantar Aruna sampai didepan pintu."Nggak pamit dulu sama Nisa?" tanya Aruna, lalu mencium punggung tangan suaminya."Tidak usah, pasti Nisa masih tidur." Pras mencium kening Aruna cukup lama, rasa rindunya cukup terobati dengan kehadiran istrinya saat ini.Disisi lain Nisa memegang dad
Sesuai kesepakatanku bersama Aruna, mulai malam ini dan tiga hari kedepan aku akan pulang kerumah Nisa.Aku juga tidak ingin mempersulit Aruna lagi, sudah cukup airmata yang telah ia keluarkan, dan sekarang sudah kuputuskan aku akan mengikuti apa yang telah direncanakan oleh Aruna sebelumnya."Nis, ada yang ingin mas bicarakan?" ujarku, sekarang kami sedang duduk dibalkon lantai dua rumah Nisa."Apa, mas?" jawab Nisa menatapku sebentar lalu beralih menatap kedepan."Sebelumnya maaf atas tindakan mas yang mungkin telah melukai hati kamu selama ini.""Mulai sekarang mas akan berusaha untuk menerima status pernikahan kita, dan mas akan bertanggung jawab untuk kehidupanmu selanjutnya.""Tapi ...? ehm ... Pras menjeda ucapannya, sambil memikirkan kata-kata yang akan dia sampaikan agar tidak menyinggung perasaan Nisa."Dan untuk yang terjadi diantara kita beberapa waktu lalu mas benar-benar minta maaf, mas dibawah pengaruh minuman waktu itu." Pras berusaha untuk tetap tenang meskipun kecang
senyum yang sedari tadi merekah akhirnya sirna saat melihat wanita yang duduk bersama Aruna, bukannya aku membenci Nisa tapi karena hadirnya dirinya diantara kami membuat hubungan yang selalu harmonis kini menjadi berantakan, tidak adalagi kudapatkan senyum termanis dari raut istriku, manjanya yang selalu mengisi hari-hariku kini ikut lenyap bersama lukanya.Kuhembuskan nafas kasar lalu kembali melangkah menghampiri mereka, kutampilkan senyuman terbaikku untuk Aruna tapi dia hanya menanggapi dengan senyuman tipis, sedangkan Nisa hanya menatapku sekilas lalu menundukkan pandangannya, fikiranku kembali ke kejadian semalam, perihal itu belum aku tanyakan kepada Aruna, aku sangat yakin Aruna memberikan aku sesuatu obat sehingga aku bisa melakukannya bersama Nisa.Entah marah atau benci istri yang berstatuskan istri keduaku ini, tapi saat itu fikiran kalut dan bercampur rasa bersalah terhadap Aruna membuatku meninggalkan dia sendirian tanpa permintaan maaf sekalipun."Mas mau pesan apa? Sua
Selepas kepergian mas Pras kekantor, ponselku berdering, nama Nisa tertera disana, kuhembuskan nafas perlahan lalu mengangkat panggilan dari gawaiku."Assalamu'alaikum, mbak?" salam Nisa diseberang sana."Waalaikumsalam." balasku."Mbak, mas Pras ada disana nggak?" tanya Nisa daei nada bicaranya terdengar dia sangat mengkhawatirkan mas Pras."Barusan berangkat kekantor." jawabku."Syukurlah." ucapnya lega."Aku hanya khawatir, takutnya terjadi apa-apa dengannya dijalan." timpal Nisa.Dadaku berdesir kala mendengar ada wanita lain yang mengkhawatirkan suamiku, sesak didada tidak bisa kusembunyikan, aku mendongakkan kepala keatas menahan airmata ini agar tidak tumpah."Semalam mas Pras mabuk, mbak! aku sudah mencoba menghubungi nomor mbak tapi tidak dijawab." Nisa berkata panjang lebar."Aku sudah tidur." jawabku singkat."Mbak tutup dulu ya, masih banyak kerjaan." padahal itu hanya alasanku saja, aku tidak ongin berlama-lama berbicara dengan Nisa, itu hanya akan membuat luka yang sempa