“Main hape aja yuk, Kak,” ajak Raline. Mereka berdua lalu asyik bermain gadget.“Lain waktu mau kemana lagi, Pa?” tanya Alea. “Tante duduk sini.” Alea menarik lengan Rasti dan duduk bertiga di atas kasur yang sama.“Tanya Tante coba,” jawab Hanung sambil tersenyum.“Tante mau kemana? Ke Bali? Atau ke Bromo?”“Tante gak mau kemana-mana,” jawab Rasti.“Tante cemberut itu, ayo dihibur.,: kata Hanung.“Tante kenapa sih? Ayo foto bertiga. Ayo, Papa, ayo, Tante,”“Kalian berdua saja. Aku yang fotoin,” tolak Rasti.“Gak papa, Ras, buat kenang-kenangan. Sini,” ajak hanung.Nadine melirik aktivitas ketiga orang yang ada di atas ranjang. Ia merasa tersisih.“Kita keluar saja, yuk, Dek,” ajak Nadine.“Ayuk. Mama sibuk sama anak besar yang manja,” bisik raline.Mereka melangkah hendak keluar.“Mau kemana?” tanya Rasti cemas.“Keluar sebentar,” jawab Nadine singkat.“Mama ikuut,”“Tante ….” Alea menahan Rasti untuk tetap duduk.“Kami sebentar aja, Mama,” sahut Nadine. Ia berpikir jika ibunya ikut,
Part 88“Ya, Tante?”“Aku terserah anak-anakku,” jawab Rasti menohok.“Iya. Bagaimana Nadine, Raline? Kita jalan-jalan, ya?” tanya Hanung pada kedua anak Rasti.Keduanya mengangguk pasrah. Sulit untuk mereka mengatakan tidak mau. Terbiasa dididik untuk sopan menjadikan mereka tidak berani membangkang.“Alea duduk belakang sama adik-adik, ya?” perintah Hanung.Alea menurut. Langsung masuk ke dalam mobil. Namun, ia menempati satu kursi penuh. Sementara Nadine dan Raline harus berdesakan dalam satu kursi.Rasti selalu mengawasi anak-anaknya melalui kaca depan.“Jangan nempel-nempel deh, kakinya,” seru Alea saat tidak sengaja kakinya bersentuhan dengan kaki Raline.“Sini, Dek, nempel kakak aja,” ujar Nadine seraya menarik kaki Raline.“Alea!” panggil Hanung.“Apa sih, Papa. Ini dia nih, kakinya ditempel-tempelin aku,”“Paling gitu aja. Adik-adiknya diajak berbincang dong,” suruh Hanung.“Papa aja coba. Papa aja gak pernah ngajak mereka berbincang. Ngapain nyuruh aku.” Seketika, Hanung mem
“Aku yang ajak mereka, Alea,” sahut Rasti kesal. “Karena mereka anak-anakku. Anak kandungku yang harus dijaga. Dan hanya memiliki aku di sini. Jadi, dimana ada aku, disitu ada anak-anakku. Dan mereka sampai di tempat ini, itu karena ajakan dari papa kamu. Tanpa papa kamu mengajak, kami tidak akan kesini. Dan tadi kamu bilang apa? Kamu hanya ingin piknik dan menikmati waktu bersama aku saja? Mereka mengganggu acara keluarga kamu? Siapa yang kamu maksud keluarga kamu? Aku? Aku bukan siapa-siapa kamu, Alea. Kalau kamu ingin bersama keluarga saja, jangan pernah berpikir ingin menghabiskan waktu bersamaku. Aku tekankan sekali lagi, aku bukan siapa-siapa kamu. Jangan mencoba merebut aku dari mereka, karena itu akan sia-sia saja kamu lakukan. Berpikirlah, Alea! Kamu sudah besar. Jangan bertingkah seperti anak kecil yang ingin selalu diperhatikan dan dilayani. aku tidak pernah suka pada anak seperti itu.” Karena tidak tahan lagi, ia mengungkapkan semua kekesalan yang dirasakan.Nadine dan Ral
Part 89Ada yang berbeda saat Rasti masuk kamar di rumah sang nenek. Terlihat cat yang berbeda warna, spring bed baru, dan juga lemari yang terlihat besar dan baru juga.“Mbah, ini kok baru semua?” tanya Rasti. kedua anaknya sudah lebih dulu berbaring karena kelelahan.“Iya. Kamu kirim uang buat simbah terus, buat beli ini. Kasihan anak-anak kamu kalau tidur di kasur kapuk simbah. Buka jendelanya biar segar,” sahut Watri.“Lha terus Simbah makan apa? Uang itu aku kirim buat biaya hidup Simbah kok.”“Simbah ya tiap hari bekerja, Nduk. Biar tidak jenuh. Kalau nganggur badan pada sakit semua.”“Simbah kerja apa?”“Ambil daun cengkeh yang gugur. Nanti dijual ke penyulingan.”“Daun cengkeh laku, Mbah?”“Ya laku. Sekilo dua ribu kok. Simbah dapat sepuluh sampai lima belas kilo sehari. Buat beli lauk. Wes istirahat sana. Kamu capek pasti. Simbah masak dulu, ya? Likmu (om kamu) sudah nyembeleh ayam. Nanti malam tak urut pakai minyak biar pegel-pegel di badan hilang.”Usai berkata demikian, W
Mereka rombongan berjalan sampai akhirnya sampai di halaman rumah yang dimaksud. Tepat di depan kediaman Priono. Muryani yang tengah merapikan bunga di halaman, memandang dua anak yang tidak ia kenal sama sekali. Ia lalu bertanya pada salah satu anak yang bersama Nadine dan Raline.“Ini cucunya Mbah Watri dari Jogja.”Muryani memandang kedua anak Rasti mereka adalah buyutnya. Ingin memanggil, tapi hati rasanya masih enggan.“Ibuk kenapa melihat anak-anak it uterus?” tanya Hantri, adik kandung Astuti.“Itu, dia anak Rasti.”“Siapa Rasti?”Agak ragu Muryani menjawab, tapi akhirnya ia jujur tentang siapa Rasti.“Diajak kesini to, Bu. Mereka keturunan Ibuk, lho. Lagian, Mbak Astuti dan suaminya sudah meninggal. Mau sampai kapan Ibuk memendam dendam? Apa anak Mbak Astuti tahu kalau dia punya keluarga lain selain keluarga bapaknya?”“Tahu. Ibuk sudah pernah kesana pas dia datang dulu.”“Ya Allah, Buk.” Hantri turun dari terasnya dan menemui Nadine dan raline.“Cucunya Mbak Astuti,” ucap Han
Part 90Kembali ke rumah dengan perasaan yang hampa. Itu yang Rasti rasakan. Waktu singkat yang ia lalui bersama keluarganya, sangat memberi kesan mendalam.Iseng, Rasti bertanya pada kedua anaknya saat mereka bersantai sambil melihat-lihat gambar yang diabadikan ketika mereka pulang kampung, “mau tinggal di sana terus?”Nadine dan Raline kompak menunjukkan wajah jika mereka tengah memikirkan jawaban.“Di sana jauh dari kota. Sepi gak banyak kendaraan. Tapi seneng. Banyak teman bermain,” jawab Nadine.“Iya. Banyak saudara juga. Ada simbah juga di sana. Dan masih banyak lagi,” sambung Raline.Hati Rasti mengalami kebimbangan. Sadar jika di kota tempatnya tinggal saat ini tidak ada saudara. Terlebih, Sumarti seakan menjauh sejak kejadian itu.Banyak pesan dari Hanung yang sengaja tidak Rasti balas. Isinya rata-rata permintaan maaf dan ingin bertemu. Namun, tak ada niat dalam hati Rasti untuk menuruti permintaan ayah Alea.***“Aku mulai merasa bosan di sini, Rin ….” Lagi. Hanya Arini te
“Apakah Anda ada keinginan untuk bersikap ramah dan baik terhadap anak-anakku? Setiap single parent, akan mencarikan sosok pengganti ibu atau ayah yang terbaik untuk anak-anaknya. Itu pasti. Tapi, harus mengukur diri sendiri dulu, apakah ia mampu menjadi ibu tiri atau ayah tiri yang baik buat anak yang akan didapatkan dari pasangan barunya nanti. Anda hanya mengukur apa yang Anda butuhkan saja, berusaha mencari dan mendapatkannya. Namun, Anda tidak ingat jika Anda juga harus bersikap demikian pada anak tiri Anda kelak. Aku sudah melihat, jika Anda hanya menginginkan aku saja, tidak dengan anak-anakku. Pantas saja Alea bersikap demikian. Intinya, aku hanya akan direbut dari Nadine dan Raline, agar menjadi milik Alea.”“Rasti, aku minta maaf. Aku akan memperbaiki semuanya. Berilah aku kesempatan untuk bisa membuktikan, jika aku bisa menjadi ayah tiri yang baik dan adil untuk anak-anak kamu. Alea, dia menangis terus ingin bertemu kamu.”“Sudah terlambat. Kesan pertama akan menunjukkan pe
Part 91“Mbak, aku salah apa, ya? Kenapa Mas Huda berpaling dari aku dan mengejar Mbak Rasti?” Maryam yang datang mengunjungi Rasti bertanya dengan nada sedih.“Aku tidak pernah menginginkan hal ini, Mar. Aku tidak mau berada di posisi orang yang disukai Huda.’ Bingung, Rasti memilih menjawab itu.“Apa karena Mbak Rasti orang kaya?”“Aku tidak tahu, Maryam. Kamu tanya sendiri saja sama suami kamu.”“Dia sekarang ditahan, Mbak. Aku bingung ….”Rasti memilih diam. Percuma baginya menjawab pertanyaan Maryam. Yang terpenting baginya, ia tidak memiliki perasaan yang sama terhadap Huda.Di saat mereka saling bisu, Sumarti datang. Wajahnya tidak menampakkan keramahan pada Rasti. meski ia tahu jika anak mantan majikannya itu tidak menyukai Huda, tapi hatinya tetap saja merasa berbeda. Tidak bisa untuk bersikap baik seperti dulu kala. “Ayo pulang, anak kamu menangis,” ajaknya.“Apa Bik Sum marah sama aku atas apa yang terjadi?” tanya Rasti mencari penjelasan.“Tidak. Aku hanya kasihan sama ana
Melihat hal itu, tentu saja Rasti merasa lega. Karena ia tidak akan menghabiskan waktu berdua saja dengan Huda di kamar rumah sakit.“Makan dulu, ya? Nanti minum obat,” ucap Huda seolah memberi kesan bahwa ia adalah orang yang menjaga Rasti.“Jangan sentuh makanan itu! Biar aku yang nyuapi mama,” kata Nadine sewot.“Baiklah,” ucap Huda mengalah.Beberapa jam, Danang terpaksa duduk memperhatikan segala gerak-gerik Huda yang begitu perhatian terhadap mantan istrinya. Meski berkali-kali Nadine menunjukkan ketidaksukaannya pada Huda, tapi lelaki itu seolah tidak peduli.Rasti hanya terbaring dalam posisi lemah dengan perasaan yang cemas. Takut, bila terjadi sebuah pertengkaran di saat ia tengah sakit.Danang hanya duduk diam di kursi, merasa dirinya hanya datang untuk menemani Nadine, dan tidak ada hak lagi atas Rasti.“Dari mana kamu tahu aku sakit?” tanya Rasti setelah didudukkan oleh Nadine pandangan matanya tertuju pada Huda. Saat itu, Nadine tengah keluar untuk membeli minuman. Hanya
Mentari pagi terasa hangat menyentuh kulit tangan Rasti yang tengah terampil memetik cabai di kebun. Kesehatan sang nenek sudah memburuk akibat usia yang sudah senja. Ia merasa takut kehilangan Watri, setelah sebelumnya Priono disusul Muryani menghadap Sang Pencipta. Kini, ia lebih memilih fokus merawat ibu dari ayahnya itu.Sebuah suara mobil terdengar memasuki halaman rumah watri. Rasti berhenti dari aktivitasnya, gegas berjalan menuju halaman yang posisinya berada di atas kebun. Ia memicingkan mata, melihat kode plat mobil yang menandakan area Jogjakarta. Tangannya masih memegang sebuah baskom plastic kecil berisi cabai.“Tante!” Sebuah sapaan lembut terucap dari mulut gadis yang baru saja turun dari mobile.“Alea!” Reflex, mulut Rasti menyebut nama seorang gadis yang terlihat kurus.“Tante ….” Alea kembali memanggil Rasti dengan mata berkaca-kaca.“Maaf, menyusul kamu ke sini.” Hanung yang baru saja turun dari mobil langsung menyahut.“Mama, siapa yang datang?” tanya Nadine yang b
“Akhirnya kamu datang, Mbak. Dan baru kali ini kita bertemu,” ucap Huda.Rasti yang kini telah berbalik sedikit mundur.“Jangan takut, Mbak! Aku tidak akan melukai Mbak Rasti lagi. Aku datang untuk minta maaf. Maaf, aku telah berpesan pada tetangga Mbak Rasti untuk menghubungiku saat Mbak datang.”Rasti masih belum percaya apa yang dikatakan Huda. “Untuk apa?” tanyanya ketus.“Aku ingin minta maaf, Mbak. Duduklah sebentar denganku,” ajak Huda.Dengan ragu-ragu, Rasti mengikuti Huda yang duduk di tepi teras. Lantai masih terlihat bersih karena setiap pagi dibersihkan oleh karyawan.“Aku sudah bercerai dari Maryam. Aku benar-benar telah menyakiti hatinya. Tapi, aku tidak berbohong jika rasa cintaku hilang terhadap dia saat Mbak Rasti datang kembali dalam hidupku dulu kala. Dan sampai saat ini, aku masih memendam rasa itu.” Huda berhenti sebentar lalu memandang Rasti dengan posisi kepala menoleh. “Aku masih mencintaimu. Maaf, aku telah berusaha mendapatkanmu dengan cara yang salah. Maaf,
“Saya terima nikah dan kawinnya Rasti Efrianti binti Rusdi dengan mas kawin seperangkat alat sholat dibayar tunai ….”Ucapan sah menggelegar di ruang tamu rumah Rasti yang ada di kampung. Senyum Nadine dan Raline mengembang dengan sumringah.Rasti yang memakai hijab syari dengan riasan sederhana mencium takzim tangan lelaki yang kini telah sah menjadi suaminya. Mereka lalu saling tatap dan mengurai senyuman.Setitik air mata jatuh dari pria yang memakai kemeja berwarna putih.***Rasti memperhatikan orang yang dibayar untuk memotong rumput yang sudah meninggi di rumahnya yang di Jogja. Anak-anaknya tidak ikut serta karena mereka tidak mau. Setelah pekerjaan orang suruhannya selesai, ia bersiap untuk kembali masuk rumah.“Rasti ….” Sebuah suara membuatrnya urung masuk.Mata Rasti menatap pria yang baru datang tanpa berkedip. “Pak Hanung,” sapanya dingin.“Akhirnya kamu kembali,” sahut Hanung. “Aku sering datang ke sini untuk menunggumu pulang. Dan hari ini, aku bertemu denganmu.”“Unt
Mereka basa-basi sebentar, saling menceritakan hidup yang dialami masing-masing. Setelah lama berbincang, Firna menyampaikan maksud kedatangannya menemui Rasti. “Aku minta maaf atas semuanya, Mbak. Aku telah bersalah sama Mbak Rasti. Aku sudah egois dalam mencintai Mas Danang. Dan pada akhirnya aku sadar, aku hanyalah pelampiasan baginya. Cinta Mas Danang sepenuhnya untuk Mbak Rasti. Aku menikah dengan seorang pria yang hidupnya di jalan, tapi mengajarkanku banyak hal. Kami memulai semua dari bawah. Dia tahu semua kisah hidupku dan perlahan mengubah sifat egoisku. Dia juga pria yang sangat baik. Melindungi dan menyayangi Yasmin seperti anaknya sendiri. Bahkan, saat aku marah sama Yasmin, Mas Dion tak segan memarahiku bali. Aku merasa beruntung. Ini bukan hal yang penting bagi Mbak Rasti. Tapi, perlu aku ceritakan agar Mbak tahu bagaimana aku saat ini,” ucapnya lalu berhenti. Memandang Danang dengan ragu, kemudian mengeluarkan sebuah kotak. Rasti tertunduk. Hampir saja ia berpikir buru
Part 93 Semua sibuk dan larut dengan perasaan masing-masing. Nadine dn Raline yang bahagia bertemu ayahnya. Firna yang terlihat malu-malu pada Rasti. Dan Rasti yang sibuk menenangkan hati. ‘Aku sudah bercerai sama Mas Danang. Aku harus bersikap biasa saja melihat mereka,’ tekan Rasti dalam hati. “Mbak, apa kabar?” tanya Firna sopan. Seyogyanya seorang tamu dipersilahkan masuk, tapi yang terjadi justru tamu Rasti yang menyapa lebih dulu. “Ba-baik. Kamu apa kabar?” tanya Rasti kaku. “Baik, Mbak. Alhamdulillah,” jawab Firna. Rasti mengamati penampilan sederhana dari mantan madunya. Anak Firna menangis merengek di dalam gendongan. “Yas, tolongin Bunda, pegangin adek. Bunda pengen ke belakang,” pinta Firna pada anaknya yang terlihat lemas. “Aku pusing dan mual, Bunda. Ayah saja dipanggil,” tolak Yasmin. Entah mengapa, Rasti serasa tidak kuat melihat pemandangan keharmonisan keluarga Firan dan Danang. Ia mencoba menahan segala rasa yang berkecamuk agak tidak terlihat. “Ayah, ini p
“Kalau ketemu lagi, namaku Dion,” ucap preman itu kemudian melangkah cepat.“Jangan mengemis lagi. Bentar lagi Bunda akan bisa beli mesin cuci. Bunda mau buka laundry saja. Biar bisa bekerja di rumah. Nanti, Bunda akan pasang iklan,” ucap Firna.Hari setelah itu, pria yang mengaku bernama Dion sering datang ke kontrakan. Lama kelamaan, Yasmin menjadi terbiasa dan akrab. Dibalik tubuhnya yang kekar dan sangar, ia ternyata memiliki sebuah kepedulian. Sikap Firna masih cuek. Namun, berkali-kali pria itu datang membawakan setumpuk cucian kotor. Lalu memaksa Firna untuk memberikan cucian yang sudah bersih dan mengantarkannya ke pelanggan.Terkadang Dion datang di pagi hari, membawa cucian kotor, lalu mengantarkan yang bersih sambil mengantar Yasmin ke sekolah. Lalu ia akan pergi dan kembali lagi keesokan harinya. Seolah hal seperti itu adalah rutinitas Dion saat ini.Di dalam sel tahanan, Danang mengenal seorang narapidana yang sangat taat beragama. Hal itu membuat ayah Nadine dan Raline s
Part 91 Gadis kecil memakai seragam itu berlari menuju rumahnya. Segera berganti baju setelah sampai. Berlalu kembali dengan membawa plastic bungkus permen yang sudah using. Ia menengadahkan tangan ada setiap motor dan mobil yang berhenti di perempatan lampu merah. Setelah dirasa cukup, ia lalu bersiap pulang. “Ayo, setoran!” hardik seorang preman membuatnya ketakutan. “Jangan ambil, Om. Aku butuh uang ini,” pinta Yasmin memelas. “Hanya kamu pengemis yang tidak pernah setor. Mau kamu, aku bawakan satpol PP buat menangkap kamu biar masuk penjara?” Yasmin menggeleng. “Tapi aku butuh uang ini,” ucapnya dengan bibir bergetar. “Ibu kamu kemana?” “Bunda mengamen, mau buat beli mesin cuci biar bisa kerja di rumah,” jawab Yasmin jujur. Di saat bersamaan, serombongan satpol PP bergerak menertibkan pengemis yang dirasa semakin banyak. Biasanya akan ada pembinaan dan pelatihan kerja bagi orang dewasa. Preman yang menghardik Yasmin dengan cepat mengangkat tubuh anak kecil dan membawanya
“Aku belum memikirkan itu,” sahut Rasti. “Kamu harus memikirkannya. Kamu harus menikah lagi dan mempunyai seseorang yang menemani dan melindungi kamu. Kamu tidak bisa hidup seorang diri selamanya. Usia kamu masih muda.” “Jangan membahas hal itu, Mas.” Rasti merasa sedih dengan perkataan mantan suaminya. Ada ruang hampa yang seketika hadir dalam hati. “Rasti. aku serius. Anak-anak butuh figur ayah penggantiku. Dengan siapapun, aku akan merestui. Aku yakin sekali, kamu bisa memilih orang yang tepat. Doakan aku, bisa menjadi manusia yang lebih baik lagi. Tinggalkan alamat. Setelah aku bebas, aku akan mencari Nadine dan Raline. Semoga mereka masih mengingatku.” Danang tersenyum getir. Berusaha keras menahan tangisnya untuk tidak keluar. “Iya. Aku berdoa semoga kamu juga bisa menjadi suami dan ayah yang baik buat Firna dan Yasmin. Salam buat mereka.” Danang tertawa. Namun, saat tawa itu keluar, tangisnya juga pecah. “Aku sudah menceraikannya. Aku tidak mencintainya. Itu hanya akan meny