"Fani, maaf ya, Bunda harus masuk," ucap Sania saat membuka pintu kamar Fani.
Sania terus memanggil, menyusuri tiap sudut kamar itu tetapi tidak ada jawaban apapun dari Fani.
"Bun, jangan-jangan Fani sudah pergi," celetuk Prita.
Saat sedang mencari, Sania menemukan sebuah surat yang tergeletak di ranjang. Ia pun membacanya.
"Ya Allah, Fani ...."
"Sia-sia dong Bunda mempersatukan mereka dalam ikatan pernikahan," gumam Sania.
......
Nyonya Renny pun mencoba menenangkan sang putri.
"Langkah kamu sudah tepat kembali ke rumah ini. Bagaimanapun juga kamu masih terikat pernikahan dengan Doni. Kamu harus menjaga setiap langkah kamu di depan suami dan di mata Allah Subhana wa taala," ujar Renny.
"Nak, sabar, Sayang ya," tutur Renny menenangkan sang putri.
"Ma, saya nggak mau kembali sama Doni. Saya nggak mau. Saya nggak mau jadi orang ketiga dalam pernikahan sahabat saya sendiri," ucap Fani menangis.
Sebelum lanjut membaca, jangan lupa tinggalkan jejak di like dan komentar ya. Jangan lupa kasih ulasan dan gudangkan cerita ini biar kalian tidak ketinggalan update terbarunya.Terimakasih ❤️......Sinta dan Martin seperti biasanya duduk santai menonton acara favoritnya sambil menikmati secangkir kopi hangat."Ini ... Fani istri keduaku."Tiba-tiba Sinta kembali terngiang kata-kata Doni saat hari itu ia memperkenalkan Fani sebagai istri keduanya.Tanpa sadar, cangkir berisi kopi itu terlepas dari genggamannya."Ya ampun, Ma. Kamu kenapa?" tegur Martin yang bingung ada apa dengan istrinya itu.
"Dalam hidup, kita diharuskan memilih. Tidak semua yang kita inginkan, bisa kita raih. Terkadang, hidup memaksa kita untuk menerima sesuatu yang tidak kita inginkan ...."Sebelum lanjut baca, jangan lupa subscribe ya biar kamu nggak ketinggalan update ceritanya."Menceraikan Sabrina?" gumam Doni."Kamu tidak diterima lagi di rumah ini. Jadi sekarang kamu keluar!" bentak Martin menarik paksa Doni.Doni pun berusaha menolak dengan cara halus. Namun, akhirnya dia mengalah."Pa, oke, Pa. Aku akan pergi dari sini. Tetapi, aku akan
Martin dan Sinta pun menemui Sabrina di sebuah apartemen milik Martin yang memang disediakannya untuk Sabrina."Pa, cepetan dong, Pa. Nanti keburu Sabrina bangun," ujar Sinta agar Martin lebih cepat membawa kendaraannya menuju apartemen."Tenang, Ma. Di apartemen juga kan ada Bibi. Nanti kalau Sabrina terbangun, pasti dibukain pintunya," jawab Martin."Bibi kan jam segini udah pulas, Pa. Nggak mungkinlah terbangun," sahut Sinta."Ma, Sabrina itu dalam pengaruh obat tidur. Kata dokter Indra itu obatnya bertahan 8 jam. Jadi kita sudah sampai sebelum Sabrina terbangun," terang Martin menenangkan sang istri."Aku mulai ragu loh, Pa. Bagaimana kalau keputusan kita menyembunyikan Sabrina nantinya menjadi bumerang untuk kita?" ujar Sinta."Gimana kalau Sabrina justru mengira kita yang ingin memisahkan dia dari Doni," lanjut Sinta khawatir.Di Apartemen
Wajah Doni semakin pucat. Bibirnya pun kelu tak bisa menjawab pertanyaan Sabrina. Sabrina yang terlanjur kecewa akhirnya memilih pergi."Assalamualaikum."Doni pun langsung sigap mengejar Sabrina yang melangkah pergi."Sabrina, Sabrina. Bukan gitu maksudku. A-aku cuma kaget aja dengan kedatangan kamu di rumah ini," dalih Doni yang justru membuat Sabrina curiga."Memangnya apa yang berubah dengan rumah ini, Mas? Aku masih istri kamu kan?" cecar Sabrina."Aku pernah tinggal di sini. Tetapi, kenapa aku mau ketemu kamu, aku harus telepon kamu?!" serang Sabrina."Kalau kamu telepon aku dulu, aku bisa jemput kamu. Iya kan?" jawab Doni beralasan.Sabrina pun menangis. Airmatanya tak dapat ia tahan."Doni ke mana sih? Lama banget," celetuk Prita."Makanannya sampai nggak disentuh, Bunda," sambung Prita."Iya," jaw
Doni memutuskan mengajak Sabrina ke sebuah taman yang cukup jauh dari rumahnya. Di sanalah ia banyak menghabiskan waktu bersama Sabrina juga Fani semasa kuliah dulu."Yuk, kita jalan ke sana," ajak Doni menggandeng tangan Sabrina mesra.Tiba-tiba gawai Doni berbunyi. Terlihat nomor Fani memanggil. Doni pun gamang dibuatnya. Tidak mungkin baginya mengangkat telepon Fani itu."Fani telepon. Gimana ini? Aku nggak mungkin menjawab telepon Fani. Sedangkan aku belum bisa jujur pada Sabrina," gumam Doni dalam hatinya.Doni akhirnya mematikan panggilan Fani itu. Ia tidak ingin mengambil resiko dan membuat Sabrina curiga."Kok Mas Doni nggak bisa dihubungi ya? Kenapa dia nggak ngomong sama kita kalau mau pergi," pikir Fani yang bingung ke mana Doni pergi."Telepon dari siapa, Mas?" tanya Sabrina saat tahu Doni mematikan teleponnya."Oh, bukan siapa-siapa kok. Ini c
Hai, dukung author dengan subscribe dan rate 5 ya biar semangat updatenya.Terima kasih 🌹.......Aku pasrah untuk menerima Mas Doni sebagai suamiku. Berbakti pada-Nya dan patuh pada perintah-Nya. Dan ajari aku ya Rabb, bagaimana cara mencintai laki-laki yang sudah menjadi suamiku ....""Sabrina," tegur Doni selepas Sabrina menyelesaikan doanya."Maaf ya, Mas, kamu jadi harus tunggu aku selesai salat dulu," jawab Sabrina."Nggak apa-apa,Sayang," timpal Doni.Doni terlihat kik-kuk hingga membuat Sabrina bertanya-tanya dalam hatinya."Ada apa, Mas?" tanya Sabrina yang duduk di tepian ranjang. Doni pun duduk di sebelahnya."Rasanya aneh, Mas. Kita
"Kamu ini gimana sih? Maunya kamu tuh apa, Hah?!" pekik Aryo. "Prita, ayo kita keluar!" ajak Sania menarik paksa Prita keluar."Maaf Bapak hakim. Ayo!" Setelah Prita dibawa Dinda dan Bunda Sania, akhirnya Aryo pun keluar dari ruang persidangan dengan menahan kesalnya. Ia pun menghela napas panjang."Kenapa sih Kakak membatalkan cerai Kakak? Bukannya Kakak benci sama Kak Aryo?" gerutu Dinda pada sang Kakak yang berdiri di sampingnya.Prita hanya diam."Iya, Bunda juga jadi bingung kok kamu mau rujuk lagi sama si Aryo. Padahal kan kamu tadinya mau pisah. Bersikeras bercerai sama dia. Aduh, Prita, Prita," cecar Bunda SaniaPrita pun tersenyum sinis."Bunda mau tahu jawabannya?" celetuk Prita tersenyum sinis."Kamu tuh aneh deh. Bikin Bunda jadi nggak ngerti deh," sahut Sania."Bunda, ini hal yang Aryo
"Atau apa, Pa?" kata Doni memotong kata sang mertua."Melepaskan Sabrina agar Sabrina bisa menikah dengan laki-laki lain dan. hidup bahagia ...."Doni pun terperangah ..."Jadi Papa mau aku tinggal di apartemen bersama Sabrina?" tanya Doni."Ya.""Kalau bisa secepatnya. Kalau bisa besok," cecar Martin yang sengaja menekan Doni."Be-sok, Pa?" ucap Doni terbata............Prita dan Aryo membuat janji untuk bertemu di sebuah cafe. Cafe Clarissa. Namun, sudah hampir satu jam menunggu, Aryo pun belum kunjung datang. Prita akhirnya mengambil gawainya dan menghubungi Aryo.[Assalamualaikum][Setiap kali kita janji ketemu, selalu aja telat datangnya.][Di mana sih kamu? Kamu sengaja ya nggak mau ketemu?]Prita
Sejak Doni menceraikannya dan mengusirnya begitu saja dari rumah, ia kembali tinggal di rumah Mamanya. Di sana ia tinggal seorang diri, meratapi nasibnya yang dipaksa menikah dengan oleh Mamanya dan Bunda Sania. Namun, saat Doni membuangnya bagai sampah, Bunda Sania tidak sedikitpun membelanya.Kebencian Fani bukan saja pada Sabrina. Namun, ia akan membalaskan semua sakit hatinya pada seluruh keluarga Doni. Terutama Bunda Sania. Fani pun mengusap air matanya, ia menatap tajam foto pernikahannya dengan Doni."Ingat, Mas, kalian semua harus membayar atas semua perlakuan kalian padaku. Aku takkan pernah membiarkan kalian semua hidup tenang!" ucap Fani dalam tangisnya.Fani yang dulu lembut, kini berubah menjadi Fani yang bengis. Fani yang dendam dan rela melakukan segala cara demi menghancurkan keluarga Natanegara. Terutama Sabrina. Ya, jika anak yang dikandungnya tidak dapat hidup bersama Ayahnya, anak itu juga harus mati.
Fani hanya menangis. Ia histeris, memelas maaf suaminya. Tetapi kemarahan Doni sudah pada puncaknya dan tidak bisa lagi memberikan kata maaf. Bagi Doni, Sabrina adalah segalanya. Ia akan melakukan apapun untuk menjaga Sabrina.Kesalahan yang dilakukan Fani sudah kriminal, tidak mungkin lagi ia membelanya. Bunda Sania yang sangat menyayangi Fani pun tidak lagi bisa membelanya.----------Fani masih tergeletak di depan pintu rumah mertuanya. Dia menahan sakit yang luar biasa. Fani semakin banyak mengeluarkan darah. Dia pun terus berteriak, memanggil Doni juga Bunda Sania. Tidak ada satupun yang keluar. Fani mulai takut jika ia akan kehilangan bayinya. Hanya bayi itulah sebagai pengikat agar Doni tetap mau bertahan dan tidak menceraikannya."Mas, tolong aku! Aku enggak mau kehilangan anak kita. Tolong aku, Mas …." Fani terus menerus berteriak dengan sisa tenaga yang ia punya. Hingga akhirnya, Bunda Sania pun keluar. Walau
Sabrina hampir saja tertabrak mobil Beck. Seorang lelaki dengan sigap menyelamatkannya. Sabrina yang pingsan karena syok, segera dilarikan ke rumah sakit. Ia khawatir jika terjadi sesuatu dengan kandungan Sabrina."Bertahan, Sabrina. Bertahanlah demi anakmu!" kata Aryo yang membawa iparnya itu ke rumah sakit.Sesampainya di rumah sakit, Sabrina segera dibawa ke ruang UGD. Di sana, ia ditangani oleh Om Indra. Aryo hanya bisa menunggu di luar. Aryo pun segera menghubungi Doni.[Sabrina kecelakaan. Sekarang di tangani Om Indra. Kamu secepatnya ke sini ya!]Doni langsung panik ketika membaca pesan Kakak iparnya itu. Ia segera berlari cepat menuju mobilnya. Di dalam perjalanan Doni pun menghubungi Aryo. [Gimana, Sabrina?][Dia masih ditangani. Kamu segera ke sini ya.]Tidak lebih dari lima belas menit, Doni sampai di rumah sakit. Tidak lama berselang, ke
Doni yang panik, akhirnya membawa Sabrina ke rumah sakit. Sesampainya di sana, sang istri segera ditangani dokter jaga.Doni hanya bisa menunggu di luar, dengan harap cemas. Beberapa saat kemudian dokter jaga pun keluar. Berbarengan dengan Dokter Indra yang tidak lain omnya sendiri."Gimana, Sabrina?" cecar Doni yang panik memikirkan keadaan istrinya itu."Biar Dokter Indra saja yang berbicara. Maaf, saya harus mengecek pasien lain." Dokter jaga itupun berlalu pergi."Om, gimana, Sabrina?" tanya Doni."Kita bicara di ruangan Om saja.""Duh, ada apa sebenarnya?Jangan buatku takut seperti ini, Om?" gerutu Doni.Om Indra pun mengajak Doni ke ruangannya untuk membicarakan hal ini. Doni yang semakin tidak menentu perasaannya semakin dibuat penasaran. Ia takut, ada hal buruk menimpa istri yang paling dicintainya itu."Duduklah, Doni."
Fani pun mulai merasa tidak nyaman. Ia memutuskan untuk pergi lebih dulu. Fani mulai kesal dan menganggap Sabrina sengaja mempermalukannya.Saat di parkiran, Fani mengirimkan pesan pada Doni. Fani meminta sang suami datang ke rumah Mamanya karena ia akan kembali ke sana. Fani ingin menghabiskan waktu bersama Doni. Hanya berdua.[Nanti sore, kamu pulang ke rumah Mamaku. Aku butuh kamu malam ini.]Fani akhirnya langsung pergi meluncur dengan mobilnya. Di dalam perjalanan, ia menggerutu dalam hati. Rasa bersalah yang kemarin dirasakannya kini hilang berganti dengan kebencian pada madunya, Sabrina."Awas kamu, Sabrina. Kamu akan rasakan pembalasanku. Dari dulu, kamu selalu saja mengambil perhatian Mas Doni. Padahal, aku yang lebih dulu mengenal dan mencintainya," gerutu Fani.Fani pun membuat sebuah rencana untuk mulai membongkar pernikahan poligami ini. Nanti malam, saat Doni datang, Fani aka
Fani pingsan. Ia tidak kuat menerima kenyataan kalau Mamanya kini sudah tiada. Fani pun dilarikan ke UGD. Setelah beberapa saat, Fani pun tersadar. Ada Bunda Sania dan Sabrina yang menungguinya sampai tersadar.Fani pun menangis di pelukan Sabrina. Sabrina sangat tahu, Fani sangat kehilangan. Mamanya yang mendadak pergi, tanpa diketahui selama ini mengidap penyakit kronis."Sabrina, aku sendiri sekarang. Aku enggak punya siapa-siapa lagi." Fani pun terisak.Sabrina paham, Fani sangat berduka, ia butuh teman yang selalu menjaga dan menemaninya dalam kondisi apapun."Fan, ada aku, Mas Doni dan keluarga yang akan selalu jaga kamu. Iya kan, Mas?" tanya Sabrina sambil menatap wajah suaminya yang panik."E-ee ....""Iya, dong! Fani kan sudah jadi keluarga, Doni akan selalu menjaga semua anggota keluarga kita. Betul, Doni?" Bunda Sania menatap tajam."Iya, kamu t
Sejak hubungan Doni dan Fani melunak, mereka semakin dekat. Meski Doni hanya mencintai Sabrina, tetapi kini dia mulai mau menjalankan kewajibannya sebagai suami pada Doni. Doni pun memberikan nafkah batin kepada Fani. Hal yang tidak pernah dilakukan Doni.Tidak dipungkiri, Doni sepertinya mulai menikmati pernikahannya dengan Fani. Fani yang mencintai Doni sejak lama pun cukup bahagia. Meski ia tahu, Doni melakukannya hanya untuk memenuhi kewajibannya, tetapi ia yakin, suatu saat hatinya akan luluh dan suaminya itu bisa mencintainya, meski tak sebesar cintanya pada Sabrina.Bunda Sania sangat menyayangi Fani. Dia berharap jika Fani bisa segera hamil dan memberikan cucu laki-laki padanya. Karena hasratnya yang besar, Ibu mertuanya pun meminta Fani memeriksakan kondisi kesehatan rahimnya."Fan, gimana hasilnya?" tanya Bunda Sania."Alhamdulillah, Bun, semuanya baik-baik saja dan kata dokter, aku s
Keputusan Fani menikah dengan Doni memang karena perjodohan. Kedua orang tua mereka yang sudah bersahabat sejak lama, ingin agar anak-anaknya itu berjodoh. Apalagi Sania, ia ingin Doni memiliki keturunan.Bunda Sania syok saat mendengar keputusan Fani meminta cerai.dari putra kesayangannya itu. Doni pun terdiam, ia bingung harus mengambil keputusan apa.Di satu sisi dia sangat mencintai Sabrina, tetapi Bunda Sania juga tidak menginginkan dia dan Fani bercerai."Apa yang harus kulakukan?" gumam Doni dalam hatinya.Fani pun memutuskan keluar dari rumah kedua orang tua suaminya itu. Dia kembali ke rumah Mamanya. Fani menangis, bersimpuh dihadapan Mamanya dan meminta kerelaan Nyonya Renny agar mengikhlaskan jika ia harus bercerai dengan Doni dan menjadi seorang janda."Ma, aku mau bercerai dengan Mas Doni. Ak
Aryo dilema.Antara memberitahu keadaan suaminya yang sudah berbagi cinta atau ikut menyembunyikan pernikahan kedua adik iparnya itu."Mas, ada apa?" tanya Sabrina lagi."Nggak kok. Kita kan sudah lama nggak ketemu, Sabrina. Kamu kan tahu, sejak hubunganku dan Prita memburuk, aku jarang ikut kumpul bersama keluarga Bunda. Makanya setelah mendengar kabar kamu, aku ingin bertemu. Alhamdulillah ya, sekarang kamu sehat dan baik-baik aja," dalih Aryo. Aryo pun menghentikan langkahnya memberitahu Sabrina yang sebenarnya. Aryo tidak ingin terjadi sesuatu pada wanita solehah itu. "Oh, aku kira ada apa?" kata Sabrina tertawa."Aku kangen deh Mas sama Sisil. Gimana kabarnya Sis, Mas?" tanya Sabrina.."Sisil baik. Kenapa kamu nggak ke rumah Bunda aja?" timpal Aryo. Ia berusaha menyelidiki apakah Sabrina sudah curiga atau belum."Aku nggak boleh ke sana, Mas. Karena