Share

22

Penulis: Elios
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Rose Hill seperti biasa, berkabut dan suhunya sedingin biasa. Tapi entah daya tahan Aaron yang sudah beradaptasi dengan Rose Hill atau memang Aaron tidak peduli dengan cuaca sekitarnya. Pagi ini, Aaron duduk bersama Mason dan merundingkan sesuatu.

                Aaron mengambil cangkir kopinya, cuaca yang dingin memang cocok untuk menikmati kopi.

                Aaron tengah menunggu Mason mengeluarkan isi pikirannya. Sejak tadi, Mason seperti menunggu waktu yang tepat untuk mengutarakan pikirannya.

                Dan memang benar, Mason sejak tadi mengamati Aaron. Laki – laki di hadapannya itu nampak tak terganggu dengan tatapan penuh rasa ingin tahu dari Mason.

          &nbs

Bab Terkunci
Membaca bab selanjutnya di APP

Bab terkait

  • Lusia    23

    Langit sudah berganti malam. Suasana sudah sangat sepi dan tidak terdengar suara langkah berseliweran, tapi mata Lusia masih terjaga. Matanya masih terbuka, nyalang menatap pintu. Berjaga – jaga andai seseorang membuka pintu dengan paksa. Dan seseorang itu adalah Aaron. Lusia sudah mengunci pintu, bahkan menggeser nakas super berat untuk menutupi pintu. Lusia masih tidak bisa melupakan tindakan brutal Aaron di taman sore tadi. Tapi rupanya, kecemasan Lusia tidak terjadi. Sampai tengah malam, engsel pintu tidak bergerak sedikitpun. Tubuh ringkih yang di dera kelelahan itu kini terkulai di atas ranjang dengan mata yang tertutup dan kini, Lusia mulai terlelap.*** “Nona!! Nona!!

  • Lusia    24

    Aaron hendak mencari di mana Lusia terlebih dahulu, tapi tanpa diduga Aaron sudah menemukan wanita itu di rurang tengah ia tengah duduk sendirian seperti anak kecil yang tak punya teman. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Aaron tanpa basa – basi. Lusia tidak ingin kabur, ia sangat kelelahan meski hanya untuk menghindari Aaron saat ini. “Istirahat.” Jawab Lusia dengan tanpa minat. Aaron mengatupkan bibir dan mengangguk. Ia mendengar dengan jelas dengkusan Lusia barusan.

  • Lusia    25

    Eliona menggantikan tugas Emma sebagai kepala pelayan, ia yang memang di kenal paling terampil dari pelayan – pelayan yang lain, kini tengah sibuk memberikan perintah pada teman – temannya. Piring – piring mahal di keluarkan, selama bekerja di sini, Eliona menyadari kalau satu peralatan makan saja harganya sangat mahal. Pantaslah kalau Emma selalu memerintah pelayan untuk berhati – hati saat menghidangkan makanan dan mencuci peralatan makan. Lampu sudah di nyalakan, meski bangunan terlihat sangat kuno, tapi bagian dalam bangunan sudah di rombak menjadi semodern mungkin. Tidak ada lampu minyak seperti yang di pikirkan orang – orang. Yang ada, adalah lampu kristal su

  • Lusia    26

    Pagi ini, bukannya membaik, keadaan Emma malah makin buruk. Ia muntah cukup banyak dan membuat perutnya sakit. Usia Emma memang tak lagi muda, tapi Emma jarang terkena sakit sampai membuatnya harus beristirahat cukup lama. Aaron ingat, terakhir kali Emma sakit dan harus mengambil cuti lama yaitu saat Emma terserang flu kuning. “Silahkan Tuan,” Eliona mempersilahkan Aaron untuk menikmati sarapanya setelah ia selesai menuangkan jus peach ke gelas Aaron. Aaron melihat segala menu yang ada di hadapannya dan mendapati satu hal, ia sendirian. “Kenapa hanya ada satu piring?” tanya Aaron pada Eliona. Eliona tak tau harus merespon apa, tapi Aaron s

  • Lusia    27

    “Nona melamun?” tanya Eliona, ia tengah memegang panci berisi adonan tepung yang siap di uleni untuk di panggang kemudian. Lusia yang sadar namanya di panggil segera mengangguk, “Akan aku ambilkan, sebentar.... “ ucap Lusia. Eliona mengernyitkan keningnya, sekarang ia melihat Lusia yang berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil beberapa butir telur dan berjalan mendekatinya, tangan Lusia mengulurkan telur itu pada Eliona. “Ini... “ ucap Lusia, ia kembali duduk dan melamun lagi. Eliona tersenyum kecut, “Tidak ada yang meminta anda untuk mengambilkan telur Nona.... “ Kali ini

  • Lusia    28

    Begitu sampai di dapur, kesibukan terlihat sangat jelas. Semua pelayan mondar – mandir sibuk mencari, menata, memasak dan membawakan sesuatu. Dapur bising dengan bunyi kompor dan sutil yang bergesekan dengan wajan, bunyi percikan minyak goreng dan harumnya makanan. Eliona yang bertugas menggantikan Emma selagi ia belum pulih sepenuhnya, terlihat sangat cakap dalam mengatur kinerja orang – orang. Ia memerintah untuk membuatkan sesuatu, memastikan hidangan dan masih banyak lagi. Dan brak! Seseorang memecahkan piring, dan semua orang menatap cemas, karena pecahan piring itu berhasil melukai si kaki pelayan itu. “Ayo cepat bereskan, bereskan kekacauan ini.... “ gumam dua orang yang mencoba membantu yang terluka.&n

  • Lusia    29

    “Kamu makan siang barusan?” tanya Emma dengan nada yang lebih bersahabat. Dalam situasi seperti ini, Emma bukan lagi seorang yang melayani tuannya, ia akan menjadi orang terdekat Aaron. Aaron mengangguk, ia tak terlalu senang dengan topik pembicaraan ini. Dan Emma melihat dengan jelas ekspresi Aaron yang tak berminat itu. “Hanya duduk di depan meja makan tanpa menyentuh makanan,” jelas Aaron. Ia tak berselera makan sama sekali. Dan saat Aaron memikirkan makanan, ia teringat pada Emma dan tanpa sadar sudah sampai di depan bangunan tempat Emma beristirahat. Dan saat Aaron menemukan Emma, ia juga melihat Lusia yang tengah berdiri memunggunginya, dengan tangan yang bergerak lincah dan sibuk, suara pisau yang beradu.

  • Lusia    30

    Lusia makan dengan lahap, begitu pula dengan Emma. Dan yang mengejutkan, Aaron adalah orang yang hampir menghabiskan makanan siang itu. Setelah selesai makan, Lusia bergerak cepat mengambil semua piring kotor dan bergegas mencucinya. Sebenarnya, Lusia masih ingin menemani Emma tapi karena Aaron ada di sini, Lusia jadi ingin segera pergi. Ia malah jadi melupakan niatan awalnya untuk meminta maaf pada Aaron. Gemericik air terdengar jelas, karena bangunan ini di design tanpa adanya sekat kecuali untuk kamar dan kamar mandinya. Jadi, dari sudut manapun, suara air, televisi, tidak bisa di redam. Begitu juga dengan pandangan. Aaron bisa melihat dengan jelas gerakan tangan Lusia yang mengusapkan sabun. “Kamu harus istirahat Emma,” tutur Aaron

Bab terbaru

  • Lusia    33

    Setelah sampai di kamar, rupanya Lusia masih tertidur dengan pulas. Kini ia tak lagi bermimpi buruk, Aaron sangat yakin itu. Karena ia bisa mendengar dengkuran lembut Lusia. Meski begitu, badai di luaran sana masih bergejolak. Aaron memutuskan untuk menikmati kopi yang sudah ia buat. Memandang ke luar dan jendela yang sesekali bergetar, suara hujan yang seperti hendak menerobos masuk. Tapi Aaron masih terdiam membatu. Selang cukup lama, kopi pun telah habis. Aaron beringsut menuju ranjang. Ia menarik selimut dengan hati – hati dan memandang Lusia untuk sesaat. “Kamu menggemaskan juga rupanya.... “ gumam Aaron lirih, ia mengusap kening Lusia dan sengatan kecil menghentikannya. Tangan Aaron mengambang di udara. Ia tak tau apa yang tengah ia lakukan sekarang.&nb

  • Lusia    32

    Lusia tertunduk karena menghindari kontak mata dengan Aaron. Sebenarnya, jauh di dasar hati sana, Aaron sangat tersentuh. Ia tau, betapa gemetarnya mata Lusia saat ia berbicara tentang ibunya. Kemarahan terpendam Aaron pada nasibnya, tak seharusnya ia lampiaskan pada Lusia yang tidak tau apa – apa. Aku benci diriku ketika aku marah, karena aku kehilangan kendali. Batin Aaron. Ia menyesap rasa masam di dalam mulutnya, mengulum bibir dan tak lagi menatap Lusia karena wanita itu tetap tertunduk sembari menghadap ke arah lain. “Lucu.... “ celetuk Aaron, ia belum menanggapi permintaan maaf Lusia. Sedangkan Lusia yang mendengar ucapan barusan, malah tak mengerti.&nb

  • Lusia    31

    Lusia berjalan di samping Aaron, ia masih mencoba untuk mengimbangi kecepatan langkah pria itu. Namun tidak bisa, nafas Lusia malah tersengal – sengal. Dan akhirnya, Lusia tidak tahan lagi. Ia membungkuk sembari memegang lututnya. “Ber--- ah---- “ Lusia menarik nafas panjang dan Aaron sudah berbalik badan, “Berhen... ti!” rengak Lusia. Aaron yang melihat betapa kesulitannya Lusia dalam mengambil nafas hanya bisa menyilangkan tangan sembari memberikan pandangan meremehkan, “Apa kamu selemah itu?” ejek Aaron. Lusia melirik tajam, “Tidak. Aku tidak lemah, hanya saja berjalan kaki bagi kamu, sama dengan berlari untukku.... &l

  • Lusia    30

    Lusia makan dengan lahap, begitu pula dengan Emma. Dan yang mengejutkan, Aaron adalah orang yang hampir menghabiskan makanan siang itu. Setelah selesai makan, Lusia bergerak cepat mengambil semua piring kotor dan bergegas mencucinya. Sebenarnya, Lusia masih ingin menemani Emma tapi karena Aaron ada di sini, Lusia jadi ingin segera pergi. Ia malah jadi melupakan niatan awalnya untuk meminta maaf pada Aaron. Gemericik air terdengar jelas, karena bangunan ini di design tanpa adanya sekat kecuali untuk kamar dan kamar mandinya. Jadi, dari sudut manapun, suara air, televisi, tidak bisa di redam. Begitu juga dengan pandangan. Aaron bisa melihat dengan jelas gerakan tangan Lusia yang mengusapkan sabun. “Kamu harus istirahat Emma,” tutur Aaron

  • Lusia    29

    “Kamu makan siang barusan?” tanya Emma dengan nada yang lebih bersahabat. Dalam situasi seperti ini, Emma bukan lagi seorang yang melayani tuannya, ia akan menjadi orang terdekat Aaron. Aaron mengangguk, ia tak terlalu senang dengan topik pembicaraan ini. Dan Emma melihat dengan jelas ekspresi Aaron yang tak berminat itu. “Hanya duduk di depan meja makan tanpa menyentuh makanan,” jelas Aaron. Ia tak berselera makan sama sekali. Dan saat Aaron memikirkan makanan, ia teringat pada Emma dan tanpa sadar sudah sampai di depan bangunan tempat Emma beristirahat. Dan saat Aaron menemukan Emma, ia juga melihat Lusia yang tengah berdiri memunggunginya, dengan tangan yang bergerak lincah dan sibuk, suara pisau yang beradu.

  • Lusia    28

    Begitu sampai di dapur, kesibukan terlihat sangat jelas. Semua pelayan mondar – mandir sibuk mencari, menata, memasak dan membawakan sesuatu. Dapur bising dengan bunyi kompor dan sutil yang bergesekan dengan wajan, bunyi percikan minyak goreng dan harumnya makanan. Eliona yang bertugas menggantikan Emma selagi ia belum pulih sepenuhnya, terlihat sangat cakap dalam mengatur kinerja orang – orang. Ia memerintah untuk membuatkan sesuatu, memastikan hidangan dan masih banyak lagi. Dan brak! Seseorang memecahkan piring, dan semua orang menatap cemas, karena pecahan piring itu berhasil melukai si kaki pelayan itu. “Ayo cepat bereskan, bereskan kekacauan ini.... “ gumam dua orang yang mencoba membantu yang terluka.&n

  • Lusia    27

    “Nona melamun?” tanya Eliona, ia tengah memegang panci berisi adonan tepung yang siap di uleni untuk di panggang kemudian. Lusia yang sadar namanya di panggil segera mengangguk, “Akan aku ambilkan, sebentar.... “ ucap Lusia. Eliona mengernyitkan keningnya, sekarang ia melihat Lusia yang berjalan menuju lemari pendingin dan mengambil beberapa butir telur dan berjalan mendekatinya, tangan Lusia mengulurkan telur itu pada Eliona. “Ini... “ ucap Lusia, ia kembali duduk dan melamun lagi. Eliona tersenyum kecut, “Tidak ada yang meminta anda untuk mengambilkan telur Nona.... “ Kali ini

  • Lusia    26

    Pagi ini, bukannya membaik, keadaan Emma malah makin buruk. Ia muntah cukup banyak dan membuat perutnya sakit. Usia Emma memang tak lagi muda, tapi Emma jarang terkena sakit sampai membuatnya harus beristirahat cukup lama. Aaron ingat, terakhir kali Emma sakit dan harus mengambil cuti lama yaitu saat Emma terserang flu kuning. “Silahkan Tuan,” Eliona mempersilahkan Aaron untuk menikmati sarapanya setelah ia selesai menuangkan jus peach ke gelas Aaron. Aaron melihat segala menu yang ada di hadapannya dan mendapati satu hal, ia sendirian. “Kenapa hanya ada satu piring?” tanya Aaron pada Eliona. Eliona tak tau harus merespon apa, tapi Aaron s

  • Lusia    25

    Eliona menggantikan tugas Emma sebagai kepala pelayan, ia yang memang di kenal paling terampil dari pelayan – pelayan yang lain, kini tengah sibuk memberikan perintah pada teman – temannya. Piring – piring mahal di keluarkan, selama bekerja di sini, Eliona menyadari kalau satu peralatan makan saja harganya sangat mahal. Pantaslah kalau Emma selalu memerintah pelayan untuk berhati – hati saat menghidangkan makanan dan mencuci peralatan makan. Lampu sudah di nyalakan, meski bangunan terlihat sangat kuno, tapi bagian dalam bangunan sudah di rombak menjadi semodern mungkin. Tidak ada lampu minyak seperti yang di pikirkan orang – orang. Yang ada, adalah lampu kristal su

DMCA.com Protection Status