Bab 10Film telah usai semenjak tadi. Acara nonton mereka cukup lancar sampai akhir, tak ada drama terlambat sampai tempatnya. Bahkan film horor yang diputar tadi tak memecah keheningan mereka yang masih saling membisu.Sudah pernah dikatakan bahwa Renna tak takut pada hantu, dia lebih takut pada pikiran buruknya. Setelah keluar dari bioskop mereka berada disini. Di kafe yang kemarin siang Renna antarkan pesanan belanja.Awalnya Dimas mengajak untuk makan di kafe tempat kerjanya, tapi karena merasa malu Renna menolaknya. Dan oleh sebab itu mereka sampai disini. Kafe ini cukup sepi dibanding kafe milik Darian.Tak ada band kafe seperti kafe Darian yang ada hanya musik dari pengeras suara pada setiap penjuru ruangan untuk mengisi hiburan di tempat ini. Mereka berdua sedang menyantap makan malam sebagai penutup liburan hari ini.Renna menyantap makanannya dengan tenang tanpa tergesa, perutnya tak terlalu lapar karena Dimas terus mengajaknya membeli camilan saat di mall. Sedang lelaki it
Bab 11 "Dar, tolong jemput Renna dan antar dia. Mobilku di kafe dekat toko roti Wangi. Nanti aku kirim pesan untuk menjemputku dimana." pesan Dimas pada Darian melalui via telepon."Baik bro." jawab dari seberang.Dimas mematikan ponselnya dan menaruhnya ke saku celana. Saat ini ia berada dalam ambulans menuju rumah sakit terdekat. Dirinya mengikuti pasien tersebut untuk memastikan pasien itu selamat.Hanya sekali ini akan meninggalkan Renna untuk pulang sendirian, meski dalam benaknya penuh firasat buruk. Dimas mengambil nafasnya dalam. Ada rasa ketakutan jika terjadi apapun pada Renna. Namun perasaan itu ia tepis dengan berpikir positif, Renna akan pulang bersama Darian dan tentunya itu akan lebih baik daripada pulang sendirian."Ayo, pak. Kita sampai." ucap salah seorang petugas menyadarkan dirinya. Ia segera turun disambut beberapa petugas medis disana.Dimas mengikuti setiap langkah para petugas medis. Terus mengikuti mereka hingga sampai ke ruang gawat darurat. Ia hanya bisa m
Bab 12 Dimas terus melangkah melalui gang sempit menuju mobilnya yang terparkir di luar area tersebut. Beberapa saat lalu ia bertemu dengan rentenir yang menjerat Renna hingga perempuan itu mengalami hal memilukan— Yang mungkin menjadi trauma terbesarnya.Berurusan dengan debt collector yang menyiksa dan hampir memperkosa perempuan itu.Dimas berjalan dengan tenang. Tak menghiraukan tatapan beberapa orang yang melihatnya dengan tatapan takjub bahkan meremehkan karena baru saja keluar dari tempat rentenir paling kejam di kota ini. Dari semua tempat yang selalu berurusan dengannya, Dimas tak mengerti kenapa sekarang dirinya terlibat lebih jauh hingga ke area semacam ini. Tempat yang sangat jauh dari kata baik-baik saja. Berada pada area kumuh pinggir kota dekat dengan dermaga.Ia memang bukan orang yang bersih hingga tak pernah berurusan dengan sisi gelap. Tapi setidaknya, itu adalah masa lalunya sebelum menjadi dokter. Masa- masa dimana ia rajin berkelahi dengan orang yang meremehkan d
Bab 13 Tak ada hal yang baik-baik saja setelah mengalami kejadian yang traumatis. Mereka selalu mencoba untuk baik-baik saja dengan harapan akan hilangnya semua ingatan traumatis tersebut atau setidaknya bisa memaafkan.Dan hal itu yang Renna coba selama hampir 10 hari di tempat ini. Dia bak orang yang tengah bersembunyi dari banyaknya manusia di luar sana. Perempuan itu masih terbaring pada ranjang rumah sakit dengan Dimas yang menjaganya sesekali. Lelaki itu memang tak selalu ada untuknya dalam 24 jam tapi akan tetap menjaga dan merawat pada pagi hari serta di malam hari seusai pulang kerja.Luka-luka yang ia dapat dari kejadian itu mengering dan hanya meninggalkan beberapa bekas yang akan sembuh beberapa waktu ke depan, namun hanya luka fisik yang mengering. Tetapi tidak dengan luka pada hati dan memorinya. Semua kenangan itu sesekali seperti kaset rusak yang tiba-tiba hadir dalam lamunannya. Dan ketika kenangan buruk itu muncul, Renna hanya memejamkan matanya dan menahan tangis—
Bab 14Pukulan Dimas pada Dion telak membuat lelaki yang menjadi lawannya tersungkur jatuh di lantai. Membuat pekikan para tetangga yang melihatnya diiriingi bisikan mereka tentang betapa kacaunya hari ini. Sedang Renna yang bersembunyi di balik badan Dimas mulai merinding. Dia memejamkan matanya, menerka seberapa hebat nanti pertengkaran ini.Dan setelah ucapan Dimas tadi, semua orang terdiam. Tetangga yang bergunjing menjadi diam dengan ancaman Dimas pada Dion yang penuh titah tak terbantahkan, seolah ia adalah raja disana. Semua mata ikut menelisik, dimana perempuan yang membuat masalah ini. Lebih tepatnya, perempuan sumber pertengkaran tersebut.Dion mengusap ujung bibirnya yang berdarah, pukulan Dimas sangat menyakitkan teruntuk dirinya apalagi ia yang belum siap menerimanya. Atau memang tak akan pernah siap, Dion bukan orang yang pandai berkelahi. Beberapa pasang mata melihat mereka berdua— lelaki yang memukul dan di pukul. Kini wajah Dion kian memerah menahan marah serta malu.H
Bab 15"Ren, Dimas sudah ada di luar." ujar Darian padanya Renna sedang duduk di kursi kasir sambil melamunkan kejadian tadi siang.Renna mengambil tas ransel hitam miliknya yang berada di bawah meja kasir lalu mencantolkannya pada bahu. Dia melangkah keluar dari kafe yang telah sepenuhnya sepi dan gelap. Kafe telah tutup dari jam 10 malam dan tentunya kini para karyawan telah pulang hanya meninggalkan Renna serta Darian sang pemilik kafe di dalamnya karena menunggu sosok bernama Dimas. Semua penungguan lama ini karena lelaki itu terus mengirimi pesan beruntun penuh ancaman yang menggelikan.'Malam ini aku antar, jika kau pergi duluan nanti aku langsung masuk ke kamarmu'Pesan berurutan yang membuat Renna jengah dan geli sendiri. Lelaki tersebut lebih seperti kekasih yang posesif di suatu waktu dan sisanya bak orang asing yang saling mengenal. Renna membuka pintu kaca kafe. Di sana dia mengedarkan pandangan dan matanya langsung disambut oleh sosok Dimas yang berdiri di depannya sambil
Bab 16Renna berjalan keluar dari gedung lebih pagi. Keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Meski telah mandi, nyatanya wajah sembab masih terpatri pada wajahnya. Rambutnya terikat rapi. Langkahnya cepat dan berharap sampai ke tempat kerjanya lebih pagi.Tapi sepanjang jalan, keadaannya masih sedikit orang. Di salah satu bawah pohon seorang pria tengah berdiri dengan selebaran di tangannya. Renna melangkah lebih cepat melewati orang itu, tapi pria itu menyodorkan sebuah kertas yang berisi kalimat penyemangatnya.'Konsultasikan traumamu kepada kami'Seperti itulah tulisan di dalamnya, dengan tatapan bingung Renna menghadap pria itu, mereka saling berpandangan satu sama lain. Renna menatapnya bingung."Dari rautmu, kamu pasti sedang bersedih."Ucapan pria itu membuat Renna sedikit terkesima. Perempuan itu terdiam dan menatap cukup lama. "Kamu pasti menangis sepanjang malam. Tak apa untuk tak baik-baik saja."Ucapan selanjutnya kian membuat Renna menitikkan air mata. "Apakah terlihat j
Prolog Ssshhh. Suara desisan seorang perempuan yang bertelanjang tubuh. Sedang memungut pakaian miliknya yang ada di bawah kasur. Bulu kulitnya meremang merasakan dinginnya malam gelap. Ditambah rasa nyeri pada area kewanitaannya bertambah perih. Rennata—perempuan yang sedang bertelanjang. Sesekali menekan bagian bawah perutnya dan berjalan dengan sedikit membuka lebar jarak kedua kaki. Berharap rasa nyeri sedikit mereda. Sudah hampir 2 tahun ini, kegiatannya adalah seperti ini. Bukan hanya tubuhnya yang merasakan sakit tapi juga hatinya. Kekasihnya—Dion. Baru saja melakukan hal yang ia bilang tak akan mengulangi ini lagi. Melukainya dengan bersetubuh lalu memakinya karena Rennata tak sempurna lagi di hadapan kekasihnya. Rennata memendam segala hal yang ia rasakan. Perih di tubuhnya tak sebanding dengan perih di hatinya. Sudah dua tahun memilih diam sebab Rennata adalah perempuan biasa yang merasakan naifnya percintaan. Dirinya menjadi terikat dalam 'toxic relationship' beberapa
Bab 16Renna berjalan keluar dari gedung lebih pagi. Keadaannya jauh dari kata baik-baik saja. Meski telah mandi, nyatanya wajah sembab masih terpatri pada wajahnya. Rambutnya terikat rapi. Langkahnya cepat dan berharap sampai ke tempat kerjanya lebih pagi.Tapi sepanjang jalan, keadaannya masih sedikit orang. Di salah satu bawah pohon seorang pria tengah berdiri dengan selebaran di tangannya. Renna melangkah lebih cepat melewati orang itu, tapi pria itu menyodorkan sebuah kertas yang berisi kalimat penyemangatnya.'Konsultasikan traumamu kepada kami'Seperti itulah tulisan di dalamnya, dengan tatapan bingung Renna menghadap pria itu, mereka saling berpandangan satu sama lain. Renna menatapnya bingung."Dari rautmu, kamu pasti sedang bersedih."Ucapan pria itu membuat Renna sedikit terkesima. Perempuan itu terdiam dan menatap cukup lama. "Kamu pasti menangis sepanjang malam. Tak apa untuk tak baik-baik saja."Ucapan selanjutnya kian membuat Renna menitikkan air mata. "Apakah terlihat j
Bab 15"Ren, Dimas sudah ada di luar." ujar Darian padanya Renna sedang duduk di kursi kasir sambil melamunkan kejadian tadi siang.Renna mengambil tas ransel hitam miliknya yang berada di bawah meja kasir lalu mencantolkannya pada bahu. Dia melangkah keluar dari kafe yang telah sepenuhnya sepi dan gelap. Kafe telah tutup dari jam 10 malam dan tentunya kini para karyawan telah pulang hanya meninggalkan Renna serta Darian sang pemilik kafe di dalamnya karena menunggu sosok bernama Dimas. Semua penungguan lama ini karena lelaki itu terus mengirimi pesan beruntun penuh ancaman yang menggelikan.'Malam ini aku antar, jika kau pergi duluan nanti aku langsung masuk ke kamarmu'Pesan berurutan yang membuat Renna jengah dan geli sendiri. Lelaki tersebut lebih seperti kekasih yang posesif di suatu waktu dan sisanya bak orang asing yang saling mengenal. Renna membuka pintu kaca kafe. Di sana dia mengedarkan pandangan dan matanya langsung disambut oleh sosok Dimas yang berdiri di depannya sambil
Bab 14Pukulan Dimas pada Dion telak membuat lelaki yang menjadi lawannya tersungkur jatuh di lantai. Membuat pekikan para tetangga yang melihatnya diiriingi bisikan mereka tentang betapa kacaunya hari ini. Sedang Renna yang bersembunyi di balik badan Dimas mulai merinding. Dia memejamkan matanya, menerka seberapa hebat nanti pertengkaran ini.Dan setelah ucapan Dimas tadi, semua orang terdiam. Tetangga yang bergunjing menjadi diam dengan ancaman Dimas pada Dion yang penuh titah tak terbantahkan, seolah ia adalah raja disana. Semua mata ikut menelisik, dimana perempuan yang membuat masalah ini. Lebih tepatnya, perempuan sumber pertengkaran tersebut.Dion mengusap ujung bibirnya yang berdarah, pukulan Dimas sangat menyakitkan teruntuk dirinya apalagi ia yang belum siap menerimanya. Atau memang tak akan pernah siap, Dion bukan orang yang pandai berkelahi. Beberapa pasang mata melihat mereka berdua— lelaki yang memukul dan di pukul. Kini wajah Dion kian memerah menahan marah serta malu.H
Bab 13 Tak ada hal yang baik-baik saja setelah mengalami kejadian yang traumatis. Mereka selalu mencoba untuk baik-baik saja dengan harapan akan hilangnya semua ingatan traumatis tersebut atau setidaknya bisa memaafkan.Dan hal itu yang Renna coba selama hampir 10 hari di tempat ini. Dia bak orang yang tengah bersembunyi dari banyaknya manusia di luar sana. Perempuan itu masih terbaring pada ranjang rumah sakit dengan Dimas yang menjaganya sesekali. Lelaki itu memang tak selalu ada untuknya dalam 24 jam tapi akan tetap menjaga dan merawat pada pagi hari serta di malam hari seusai pulang kerja.Luka-luka yang ia dapat dari kejadian itu mengering dan hanya meninggalkan beberapa bekas yang akan sembuh beberapa waktu ke depan, namun hanya luka fisik yang mengering. Tetapi tidak dengan luka pada hati dan memorinya. Semua kenangan itu sesekali seperti kaset rusak yang tiba-tiba hadir dalam lamunannya. Dan ketika kenangan buruk itu muncul, Renna hanya memejamkan matanya dan menahan tangis—
Bab 12 Dimas terus melangkah melalui gang sempit menuju mobilnya yang terparkir di luar area tersebut. Beberapa saat lalu ia bertemu dengan rentenir yang menjerat Renna hingga perempuan itu mengalami hal memilukan— Yang mungkin menjadi trauma terbesarnya.Berurusan dengan debt collector yang menyiksa dan hampir memperkosa perempuan itu.Dimas berjalan dengan tenang. Tak menghiraukan tatapan beberapa orang yang melihatnya dengan tatapan takjub bahkan meremehkan karena baru saja keluar dari tempat rentenir paling kejam di kota ini. Dari semua tempat yang selalu berurusan dengannya, Dimas tak mengerti kenapa sekarang dirinya terlibat lebih jauh hingga ke area semacam ini. Tempat yang sangat jauh dari kata baik-baik saja. Berada pada area kumuh pinggir kota dekat dengan dermaga.Ia memang bukan orang yang bersih hingga tak pernah berurusan dengan sisi gelap. Tapi setidaknya, itu adalah masa lalunya sebelum menjadi dokter. Masa- masa dimana ia rajin berkelahi dengan orang yang meremehkan d
Bab 11 "Dar, tolong jemput Renna dan antar dia. Mobilku di kafe dekat toko roti Wangi. Nanti aku kirim pesan untuk menjemputku dimana." pesan Dimas pada Darian melalui via telepon."Baik bro." jawab dari seberang.Dimas mematikan ponselnya dan menaruhnya ke saku celana. Saat ini ia berada dalam ambulans menuju rumah sakit terdekat. Dirinya mengikuti pasien tersebut untuk memastikan pasien itu selamat.Hanya sekali ini akan meninggalkan Renna untuk pulang sendirian, meski dalam benaknya penuh firasat buruk. Dimas mengambil nafasnya dalam. Ada rasa ketakutan jika terjadi apapun pada Renna. Namun perasaan itu ia tepis dengan berpikir positif, Renna akan pulang bersama Darian dan tentunya itu akan lebih baik daripada pulang sendirian."Ayo, pak. Kita sampai." ucap salah seorang petugas menyadarkan dirinya. Ia segera turun disambut beberapa petugas medis disana.Dimas mengikuti setiap langkah para petugas medis. Terus mengikuti mereka hingga sampai ke ruang gawat darurat. Ia hanya bisa m
Bab 10Film telah usai semenjak tadi. Acara nonton mereka cukup lancar sampai akhir, tak ada drama terlambat sampai tempatnya. Bahkan film horor yang diputar tadi tak memecah keheningan mereka yang masih saling membisu.Sudah pernah dikatakan bahwa Renna tak takut pada hantu, dia lebih takut pada pikiran buruknya. Setelah keluar dari bioskop mereka berada disini. Di kafe yang kemarin siang Renna antarkan pesanan belanja.Awalnya Dimas mengajak untuk makan di kafe tempat kerjanya, tapi karena merasa malu Renna menolaknya. Dan oleh sebab itu mereka sampai disini. Kafe ini cukup sepi dibanding kafe milik Darian.Tak ada band kafe seperti kafe Darian yang ada hanya musik dari pengeras suara pada setiap penjuru ruangan untuk mengisi hiburan di tempat ini. Mereka berdua sedang menyantap makan malam sebagai penutup liburan hari ini.Renna menyantap makanannya dengan tenang tanpa tergesa, perutnya tak terlalu lapar karena Dimas terus mengajaknya membeli camilan saat di mall. Sedang lelaki it
Bab 9Suasana kota pagi ini sangatlah lengang. Masih bisa dikatakan cukup gelap untuk pembukaan hari mereka. Dimas mengemudikan mobilnya dengan tenang tanpa terganggu macet. Mengajak Renna membelah jalanan kota menuju tempat tujuannya pagi ini.Hawa dingin merasuk ke kulit mereka. Renna mengencangkan jaketnya— mengharap hangat. Sabuk pengaman telah melekat pada tubuh kurusnya. Dimas memakai sebuah sweater warna hitam yang dipadukan celana jeans warna sepadan. Sedangkan Renna juga mengenakan pakaian warna senada. Hitam, seperti pesan Dimas tadi pagi.'Pakai warna hitam, biar couple.'Dimas juga mengenakan kacamata hitam, bagi Renna masih terlalu gelap memakainya. Renna memeluk tubuhnya sendiri. AC mobil masih dinyalakan lelaki sebelahnya— sangat tidak peka. Suara radio mobil menggema dari dalam. Meninggalkan jejak musik yang keras di dalam mobil.Ingin Renna bersuara tapi musik dari radio cukuplah keras. Ditambah Dimas yang ikut asyik bersenandung."Dingin!" ucap Renna mendekat pada te
Bab 8'Jika pulang nanti tunggu aku. Aku akan mengantarmu'Pesan dari Dimas baru saja dia baca. Pesan yang selalu dikirim lelaki itu secara rutin belakangan ini untuknya. Dimas selalu berpesan akan mengantarnya dan lelaki itu memang tak pernah absen mengantar Renna pulang.Telah lewat dua minggu setelah kejadian Dion mengancamnya di dekat halte bus kampus dan setelah kejadian tersebut secara tiba-tiba Dimas menjadi lebih waspada dalam menjaganya. Padahal Renna tak pernah menceritakan kejadian pengancaman itu pada Dimas. Dia terlalu takut jika semakin merepotkan sosok penolongnya. Namun siapa sangka jika ternyata lelaki itu memiliki firasat tersendiri.Setiap mengantarnya pulang maka akan beralasan bahwa jalanan ke tempat tinggal Renna sangat sepi dan gelap. Kejahatan bisa mengintai dimana saja.Renna juga merasa resah setiap malam terutama kala pagi menyambut, saat dirinya akan berangkat bekerja sebagai loper koran pada pagi buta. Keresahan yang ia rasa karena takut jika Dion akan mun