Share

LUKA 2

Author: LinDaVin
last update Last Updated: 2021-10-22 18:00:52

"Lantainya licin, Kay terpeleset hampir jatuh," jelas Mas Dipta.

Friska melihat ke sekitar, lantai memang basah bekas jejak sepatu. Terlihat Burhan datang dengan alat pel dan ember.

"Hati-hati," ucap Friska kemudian. Aku memaksa senyumku.

"Mat, antar mbak ke mobil!" seruku saat melihat Rahmat. Security yang kucari sedari tadi. Pelan kaki melewati lantai yang baru akan dibersihkan Burhan itu.

"Aku duluan, ya," pamitku lagi ke Friska.

"Hati-hati," pesannya lagi. Sekilas ku melihat ke arah Mas Dipta yang belum melepas pandanganya dariku.

Rahmat mengantarku sampai di mobil, walau masih sedikit basah juga saking derasnya hujan.

"Makasih Mat, besok ya," ucapku sebelum membuka pintu mobil.

"Iya Mba Kay, kayak apa aja. Hati-hati mba, jalanan licin," pesannya padaku.

"Makasih ya, duluan," pamitku lagi.

Pelan kulajukan mobil menembus derasnya hujan. Kacau sekali hatiku saat ini, mencoba tetap tenang karena masih di jalan. Sampai di rumah, hujan juga masih deras mengguyur.

"Assalamualaikum," salamku, saat memasuki rumah.

Suara khas Prilly menyambutku, gadis kecil itu sedang belajar bersama oma-nya. Setelah menyapanya sebentar, langkah tertuju ke kamar. Segera membersihkan diri dan melepas penatku dengan air hangat.

Selepas mandi, sekalian shalat isya, baru aku keluar menemani Prilly belajar. Gadis kecilku itu baru saja masuk sekolah dasar. Untuk ukuran kelas satu sekarang, pelajarannya sudah setara denganku saat kelas tiga sepertinya. Celoteh lucunya saat bercerita tentang aktivitasnya hari ini menjadi mood booster bagiku.

"Prilly bobo aja, kan tugasnya dah selesai," ucapku, saat melihat gadis kecilku itu menguap beberapa kali. Setelah membereskan bukunya, Prily masuk ke kamarnya dengan mengandengku.

"Dah, bobo," ucapku sambil menutupi tubuh mungil itu dengan selimut motif kartun kesayangannya. Kuusap lembut kepala gadis kecill itu.

Kutatap wajah mungil yang kini terlelap itu. Kugigit bibirku, hatiku tiba-tiba terasa perih, sangat perih. Dadaku begitu sesak terasa, apalagi saat mengingat pertanyaan yang sering dia lontarkan akhir-akhir ini. Saat dia mulai mengerti silsilah keluarga. Dia selalu bertanya, kenapa dia tak memiliki papa.

Papa Prilly sudah di surga, jawabku. Tak peduli dia masih hidup atau sudah mati. Tapi bagiku, sosok itu sudah mati. Tapi, kenapa kami harus dipertemukan kembali dalam situasi seperti ini. Aku menutup rapat masa laluku, bahkan ke Friska sekalipun. Sepengetahuannya papa Prilly meninggal saat aku hamil Prilly. Itu yang aku ceritakan padanya saat kami mulai dekat sewaktu kuliah dulu.

Bagaimana perasaan anakku dan juga orang tuaku saat tau Mas Dipta lah yang akan menjadi suami Friska sahabatku. Ini tak mudah bagiku, sangat tak mudah. Luka yang telah lama aku pendam kini kembali lagi terasa perihnya. Menjadi single parent tidaklah mudah. Apalagi saat Prilly mulai bertanya tentang sosok papanya. Bagaimana dia? seperti apa rupanya? apakah dia sayang padanya?

Hingga dia menemukan foto pernikahan yang kusimpan di gudang, beberapa bulan yang lalu. Wajah pria itu melekat di wajah putriku, matanya, hidungnya semua milik mas Dipta. Apa yang akan dia rasakan saat tahu pria dalam foto yang sekarang terpasang di mejanya itu ternyata masih hidup dan akan menikah dengan tante kesayangannya.

Apa yang akan kujelaskan padanya, tak mungkin aku katakan papa nya tak tau tentangnya, papanya tak mengharap hadirnya, papanya tak pernah mencintai mamanya. Bagaimana caraku menjelaskan pada gadis mungilku ini. Dadaku semakin sesak terasa, akan lebih baik aku tak bertemu kembali dengan pria itu sampai akhir hidupku.

Friska, apa yang harus kukatakan padanya, jujur padanya itu tak mudah. Aku juga tak ingin Mas Dipta tau tentang Prilly, dia anakku hanya milikku. Tapi saat Prilly melihat Mas Dipta, dia pasti mengenali papanya itu. Friska sedang jatuh cinta, akan sangat tidak baik untuk hubungan kami.

Tapi kalau tak kuceritakan sebenarnya, rasanya seperti mengenggam sebuah bom waktu, yang akan bisa meledak kapan saja dan melukai banyak orang di sekitarku. Apa pun langkah yang aku ambil tak ada satupun yang baik untukku efeknya.

Pandanganku lekat ke arah foto di atas nakas. Pria itu bahkan tanpa senyum saat itu, dan aku gadis polos yang begitu naif, yang berharap dari sebuah peribahasa, 'tresno jalaran soko kulino'. Berharap Mas Dipta bisa menerima dan mencintaiku seiring waktu. Walau pada kenyataannya dia membuangku.

Aku mati rasa sejak itu, sejak dia memulangkan kembali diri ini pada mama dan papa, menalak tanpa mempertimbangkan sedikitpun rasaku. Tak pernah peduli betapa hancurnya hati ini, betapa terinjak harga diri dan martabat keluargaku. Dia pergi dengan tanpa merasa bersalah bahkan sampai kemarin, dia tak terlihat seperti orang yang telah meninggalkan luka.

~~

"Dion pemuda yang baik, dari keluarga baik- baik juga. Dan yang pasti, mereka mau menerima segala kekuranganmu," ucap mama.

Tiga bulan terakhir ini, kembali sebuah perjodohan dihadapkan padaku. Masih keluarga jauh dari mama, beberapa kali bertemu, tak ada yang kurang secara fisiknya, cukup tampan, walau tak setampan Mas Dipta. Mapan dalam finansial dan pekerjaan. Sosok yang dewasa, terlihat sabar dan penyayang.

Hanya saja sedikitpun tak ada getaran dalam dada ini saat bersamanya. Kami tak ubahnya terlihat sebagai sahabat saja. Sudah berusaha mencoba, tetapi tetap sama.

"Kay, masih trauma, Mah," jawabku.

"Sampai kapan? Jangan menyiksa diri sendiri. Ingat, kami tak bisa selamanya bersamamu. Kamu harus memiliki pendamping yang bisa menjagamu dan juga Prilly." Terlihat pengharapan di wajah cantik yang mulai mengeriput itu.

"Iya ma, Kay akan mencoba untuk belajar membuka hati," jawabku. Tak ingin wanita tangguhku ini mencemaskanku.

Ragu dalam hatiku, aku ingin bercerita tentang Mas Dipta, tapi pasti akan menjadi beban pikiran mereka. Sepertinya harus segera mencari jalan keluar, sebelum Mas Dipta mengacaukan hidupku kembali.

~

Kehadiran Mas Dipta membuat fokusku dalam bekerja berantakan. Jujur atau diam sama-sama tak menguntungkan bagiku, berpengaruh buruk pada hubunganku dengan Friska. Sahabatku itu sedang dimabuk cinta, tak mudah bicara pada wanita yang sedang jatuh cinta.

"Kay, aku mau makan siang di luar ya, Mas Dipta ngajak keluar. Mau ikut nggak? Dia nawarin juga kalau kamu mau ikut," ucap Friska, menarik kursi dan duduk di depan mejaku.

"Hmm, suruh jadi obat nyamuk hehehe," jawabku tertawa kecil. " Nggak lah, aku di kantin sebelah aja."

"Mas Dipta nanya-nanya tentang kamu, katanya kamu mirip tetangganya dulu. Kamu pernah tinggal di Banyuwangi kan saiy? mungkin beneran tetangga kamu dulu," cerita Friska.

Hatiku mulai tak nyaman. Mas Dipta mulai mengorek informasi tentangku ternyata.

"Kamu cerita juga kalau aku janda beranak satu?" tanyaku sedikit ragu.

Friska menggelengkan kepalanya, "Belum sampai ke situ sih, aku cerita tentang kamu."

Aku menarik nafas lega.

"Nggak usah cerita ya,"

"Memangnya kenapa?"

"Sapa tau ada temennya Mas Dipta yang masih lajang, bisa double date kita," jawabku asal. Friska tertawa.

"Ya udah, aku pergi dulu ya, bye sayang," pamit Friska beranjak dan berlalu. Wajah ceria nampak begitu jelas sebagai penggambaran hatinya yang sedang berbunga-bunga.

Aku tak suka kondisi seperti ini, sungguh sangat menyesakkan. Kenapa harus dia, yang Friska pilih. Kenapa dia juga berada di kota ini. Diriku berharap di kota ini akan menemukan ketenangan dan dapat memulai kisah baru, mengubur cerita kelam masa lalu.

Kembali menenggelamkan diri dalam pekerjaan yang sedari tadi hanya kubolak balik berkasnya tanpa mampu mengerjakan. Banyak laporan yang harus kukerjakan. Kuacak rambutku sedikit kasar, mencoba melepas bayang Mas Dipta dengan berbagai masalah yang dibawanya.

Hanya istirahat untuk sholat saja, hari ini. Beberapa laporan sudah diminta kantor pusat, aku maksimalkan menyelesaikan hari ini.

"Kamu nggak pulang?"

"Lembur aku, pusat minta selesai maksimal lusa, ini banyak banget soalnya," jawabku saat Friska menghampiri mejaku.

"Ya udah, aku duluan. Jangan malem-malem jaga kesehatan juga," pesan Friska, kemudian mencium pipi kanan kiriku.

"Iya cintah, bentar lagi kok," jawabku mengulas senyum.

Friska beranjak meninggalkanku. Kembali fokus ke laporan yang memang sudah di tunggu kantor pusat. Tak terasa jam sembilan sudah terlewat. Setelah kuemail, aku membereskan berkasku diatas meja. Merenggangkan sejenak badanku sebelum beranjak pulang.

Masih ada beberapa karyawan lain juga yang nampak asyik dengan pekerjaannya. Mereka membalas sapaku dengan lambaian tangan dan ucapan hati-hati di jalan. Di lobby bawah juga mulai sepi, hanya nampak beberapa karyawan bagian lapangan dan tiga security yang bertugas. Seperti biasa sapa manis selalu aku berikan.

Pedar di mobilku disertai suara 'blip blip' saat tombol gambar gembok terbuka kutekan di kunci mobil.

"Kay,"

Tangan ini baru akan membuka handling pintu mobil saat terdengar seseorang memanggil namaku.

"Mas ngapain di sini?" tanyaku sedikit terkejut melihatnya.

"Mas mau bicara hal penting," jawabnya.

Kulihat sekitarku, merasa tak nyaman saja. Pastilah sudah ada beberapa karyawan lain yang sudah mengenal Mas Dipta sebagai kekasih Friska.

"Tentang apa?"

"Tentang rencana pernikahanku dengan Friska," jawabnya.

Aku bergeming, menunggunya melanjutkan kata-katanya.

"Apa kamu tak apa-apa?"

"Memangnya kenapa? Itu tak tak ada hubungannya lagi dengan Kay, bukan."

"Mas minta maaf, mas dulu bersalah padamu. Mas tak memperdulikan perasaanmu waktu itu. Mas terlalu egois, maafkan mas,"

"Untuk apa? sudahlah mas, lupakan semua. Kay sudah maafin Mas Dipta, mas juga bisa lihat, Kay baik-baik saja kan. Tak perlu memikirkan Kay, kalau mas mencintai Friska, serius dan benar-benar ingin menjaganya, nggak masalah kok. Kay ikut bahagia," ucapku padanya.

"Apa Kay tak mencintai mas lagi?"

Aku menggelengkan cepat kepalaku.

"Nggak, rasa itu sudah mati, selepas mas menalakku dan mengembalikanku kepada orang tuaku," jawabku, tiba-tiba sesak itu kembali mendera dadaku.

"Apa kamu percaya?, kalau mas katakan sekarang mas menyesal."

Aku tersenyum sinis. Apa coba maksud pria ini, mengatakan semua itu sekarang. Hanya membuatku semakin sakit kepala saja.

"Percaya atau tidak, tak ada gunanya juga. Kay capek, Kay pulang dulu, permisi," ucapku sambil membuka pintu mobilku.

Kulajukan mobilku, bergerak menjauh meninggalkan Mas Dipta yang masih berdiri di tempat yang sama. Kesal kuacak rambutku sendiri. Ada apa dengannya, kenapa ingin terkait lagi denganku.

Bersambung.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ronggur Milae
hidup kok dibuat rumit, buat saya pribadi lelaki yg begitu, ngapain dipikirin, ya sdh ceritakan pada sahabat dan anak mu itu hal yg sebenarnya, dan buat pembatas yg jelas, klu masih ada rasa cinta di hati utk lelaki yg begitu, anda bodoh, dungu
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   LUKA 3

    Mataku sulit sekali terpejam, pikiranku kacau. Aku bangun beranjak ke meja kerjaku menyalakan laptop, mengalihkan ke pekerjaan mungkin bisa membantu. Tapi, ternyata kepalaku semakin pusing. Bayangan pria itu kembali hadir mengusik pikiranku. Mengingatkan aku kembali pada luka itu. Kenapa harus Friska, kenapa harus sahabatku. Tapi dia berhak tau tentang masa lalu antara aku dan Mas Dipta, masalah dia tetap melanjutkan hubungan atau tidak itu urusan nanti. Mas Dipta sendiri juga sepertinya menutupi semuanya. Bagaimana rasanya melihat pria yang pernah di cintai, kemudian pergi dengan meninggalkan luka, sekarang kembali datang dengan status calon suami orang terdekat kita, rasanya ... sungguh luar biasa sakitnya. Susah payah aku mengeringkan lukaku, mengubur masa lalu dan segala kenangan tentangnya. Dan juga kenyataan bahwa hanya dia pria yang pernah aku cintai, sampai detik ini. Aku memang trauma mencinta, tapi aku tak bisa membohongi rasa dan diriku sendiri bahwa masih

    Last Updated : 2021-10-22
  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka 4

    Cepat atau lambat, Friska pasti akan tau juga, dan akan lebin baik kalau dia tau bukan dari orang lain. Secepatnya aku harus mencari waktu yang tepat untuk bisa bicara dari hati ke hati, agar dia tak salah paham padaku. Sejenak kusingkirkan masalah Friska, berkas di mejaku sudah menunggu untuk segera aku eksekusi. Semua report yang diminta oleh pusat harus selesai hari ini. Mulai kusibak satu persatu tumpukan berkas itu. Tak terasa sudah siang, pantas saja perutku keroncongan. Telepon di mejaku berdering. Suara Friska terdengar saat aku mengangkatnya. Dia akan makan siang di luar, menanyakan apa aku akan menitip sesuatu. Aku jawab tidak, seperti biasa dia keluar dengan Mas Dipta. "Saiy, besok malam pulang ngantor kita ngopi di tempat biasa ya, lama nggak ke sana," ucapku sebelum Friska mengakhiri panggilannya. "Hayuklah, oke aja aku. Ya udah Mas Dipta sudah nunggu di depan. Eh dia nanyain kamu mau ikut nggak, dia mau nraktir ini." "Nggak ah, aku udah pesen Ma

    Last Updated : 2021-10-22
  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   LUKA 5

    "Maksud kamu?""Kami dulu dijodohkan, kami menikah tanpa cinta. Dan pernikahan kami hanya seumur jagung. Kami memilih berpisah karena tak ada kecocokan," jelasku kemudia pada Mas Byan. Pria itu masih bergeming menatapiku. Sejenak melihat ke arah Mas Dipta yang masih duduk di tempat yang sama. "Friska tau?"Aku mengelengkan kepala. Mas Byan memanggutkan kepalanya pelan."Wah, aku sampai bingung mau berkata apa," ucap Mas Byan. Pria berkumis tipis itu sesekali memegangi tengkuknya."Tapi Friska harus tau," ucapku kemudian. Mas Byan mengangguk setuju."Friska sedang jatuh cinta, dia tak pernah seperti ini sebelumnya. Jelas ini bukan hal yang baik untuknya, dan pasti akan menyakitinya," ucap Mas Byan kemudian."Tapi akan lebih sakit, kalau dia tau dari orang lain kan mas?" "Kamu baik-baik saja?" tanya Mas Byan. Sejenak dia memindai wajahku."Walaupun kamu bilang tak saling cinta, tetap terasa ti

    Last Updated : 2022-03-22
  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   LUKA 6

    "Ini materi training program baru yang akan segera di luncurkan, kamu pelajari dulu. Awal bulan kita meeting, kamu yang sampaikan materinya pada karyawan lain," ucap Pak Ryan, memberikan beberapa bandel buku pedoman."Baik, Pak," jawabku"Tiketnya sudah dipesankan?""Sudah Pak, saya emailkan sebentar lagi," jawabku."Kamu kirim ke nomor WA saya saja," perintahnya."Baik Pak, ada lagi?" tanyaku kemudian."Temani saya makan siang nanti, ada Pak Restu dari kantor pusat bersama beberapa manager datang ke cabang," ucapnya."Friska dan Hani juga pak?" "Kamu saja," jawabnya kemudian. Aku kembali mengangguk. Biasanya kami bertiga yang ikut menemani, saat ada tamu dari pusat. Banyak yang berbeda sekarang, meski baru tiga bulan mengantikan BM yang lama, banyak perbaikan di semua lini. Mungkin karena masih muda ambisi dan semangatnya masih besar.Setelah memastikan tak ada hal lainnya aku pamit dan berajak k

    Last Updated : 2022-03-22
  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   LUKA 7

    Friska memberondongku dengan berbagai pertanyaan. Aku sengaja mengatur mode senyap di ponselku tadi. Mendengar penjelasanku dia malah tertawa ngikik."Rejeki kamu yank, hahaha," ucap Friska. Aku hanya memanyunkan bibirku."Eh, ngerasa nggak kalau Pak Bos agak beda sama kamu?""Beda apanya, yang ada pekerjaanku nambah banyak.""Siapa tau, cuma alasan dia aja mau deket sama kamu," ucap Friska lagi."Wah, Mas Byan ada saingan sekarang.""Apaan."Friska kembali tertawa. "Ya udah, sana! aku banyak kerjaan," ucapku ke Friska, daripada dia terus mengodaku. "Aku tunggu di bawah nanti sepulang kantor," lanjutku."Siap, sayang," ucap Friska, masih sempat menguyel pipiku sebelum keluar ruanganku. Kupandangi sahabatku itu sampai menghilang dibalik pintu, ada ketakutan menderaku, takut tak ada lagi kebersamaan seperti ini untuk esok hari, takut senyum dan tawa ceria itu memudar, dan ak

    Last Updated : 2022-03-22
  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   LUKA 8

    Rencanaku untuk mengaku pada Friska sudah gagal, dan aku belum menemukan waktu yang tepat. Awal bulan seperti sekarang, kami harus berjibaku dengan banyak laporan. Jangankan nongki, makan siang saja kami di meja masing-masing. Seperti sekarang, ini hari minggu dan aku harus rela berada di kantor mulai pagi. Sore nanti aku dan Pak Ryan harus sudah berangkat ke Bali. Laporan yang paling urgent aku dahulukan, dan beberapa laporan sementara aku delegasikan.Tengah asyik bergulat dengan pekerjaanku, suara ketukan pintu mengalihkan fokusku. "Masuk!" ucapku setengah berteriak.Sosok Pak Ryan muncul dari balik pintu, dengan gaya yang berbeda. Rambutnya yang biasa klimis berpomade terlihat di terurai, kaos sedikit press body berwarna hitam berpadu denga riped jeans berwarna hitam juga."Lembur?" tanyanya."I ... iya," jawabku sedikit gugup, entah kenapa.Dia berjalan ke mejaku, dan menarik kursi kemudian duduk depanku. Tanpa sa

    Last Updated : 2022-03-22
  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   LUKA 9

    Motor matic kuparkir di belakang mobil, karena tak bisa masuk. Tidak di kantor, tidak di rumahku sendiri kelakuannya sama, mengganggu jalan."Assalamualaikum, " teriak Prilly saat masuk rumah, disambut jawaban dari ayahku dan pria itu. Prilly yang semula setengah berlari, melambatkan langkahnya."Salim dulu, sama temannya mama," pinta ayah ke Prilly, gadis kecilku itu langsung mendekat dan mencium punggung tangan pria itu. Pria itu mengusap lembut kepala Prilly. Pandangannya beralih ke arahku yang masih mematung di ambang pintu. Dia terlihat tak kaget saat Prilly disebut sebagai anakku."Kamu, tidak bersiap?" tanyanya padaku sopan."Iya," jawabku singkat.Aku tak ingin mempertanyakan maksud kedatangannya, atau mengutarakan kekesalanku padanya. Tak lucu juga kan? Kalau kami ribut di hadapan keluargaku. Aku beranjak ke kamar, bersiap dan mengecek bawaan sekali lagi."Itu ... kepala cabang yang baru?" tanya mama yang datang dengan botol

    Last Updated : 2022-03-22
  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka 10

    "Ayo!" ucapnya setelah menerima kartu pintu kamarnya. Aku berjalan mengekorinya. Kamar kami bersebelahan sama-sama di lantai dasar, menghadap ke kolam renang. Ini lebih seperti resort, dengan taman yang sangat luas."Kamu tidak lapar?" tanyanya padaku, saat aku akan masuk ke kamarku. "Kita cari makan selepas ini," lanjutnya."Iya," jawabku singkat.Kamar yang nyaman, melihat tempat tidur bersprei putih itu ingin rasanya segera menghempaskan badanku. Aku meletakan semua bawaanku dan menuju kamar mandi. Kamar mandinya juga tak kalah keren, ah kampungan sekali diriku. Tapi ini benar-benar nyaman sekali.Selepas membersihkan diri dan sholat aku mengecek ponselku yang bergetar dari tadi. Pak Ryan terlihat menelponku beberapa kali. Ih, tak sabaran sekali orang ini. Pesan masuk darinya, dia menunggu di dekat kolam renang."Apa selalu begitu perempuan, ribet," ucapnya saat melihatku datang. Aku menarik kursi dan duduk di

    Last Updated : 2022-03-23

Latest chapter

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Pov Ryan Ending

    Waktu terasa begitu lambat berjalan dan pandanganku mengarah ke pintu serta lampu yang berada di atas pintu ruang operasi. Kenapa terasa sangat lama sekali mereka berada di ruangan itu, rasa cemas membuat pikiranku semakin kacau.“Kita berdoa untuk mama dan adik ya,” bisikku pada Prilly, gadis kecilku itu mengangguk.Tanpa dikomando semua langsung berdiri saat pintu ruang operasi terbuka, terlihat beberapa orang keluar dari ruangan dan salah satunya dokter yang aku biasa panggil dokter Maria.“Puji Syukur Ibu dan anak selamat hanya masih memerlukan perawatan intensif jadi belum bisa ditemui.” Perkataan dokter Maria sedikit membuat perasaan lega dan tenang, Alhamdulillah istri dan anakku selamat meski aku belum bisa melihatnya.“Seorang jagoan, anaknya laki-laki dengan berat dua koma tujuh dan panjang lima puluh tiga centimeter.” Dokter Maria kembali menambahkan.“Alhamdulillah terima kasih Ya Allah, terima kasih dokter,” ucapku yang sekarang diatara perasaan senang dan juga cemas.“S

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Pov Ryan

    Meeting selesai menjelang jam tiga sore, selama itu pula aku mengabaikan panggilan serta pesan yang masuk di ponselku dan meng silentnya. Aku baruakan membuka pesan setelah aku benar-benar selesai dan sudah kembali berada di mobil. Sepertinya banyak sekali pesan dan panggilan masuk sedari tadi, baru saja aku akan melihat panggilan serta pesan yang masuk ponselku bergetar dan nama mama terlihat di layar ponsel.Buru-buru aku mengangkat panggilan dari mama yang sepertinya merupakan panggilan untuk kesekian kalinya, aku sempat melihat di panggilan tidak terjawab mama melakukan banyak panggilan. Perasaanku tiba-tiba terasa tidak enak.“Hallo assalamualaikum, Ma.” Aku membuka percakapan dengan sebuah salam seperti biasanya.“Waalaikumsalam, Ryan kamu dimana?” Suara mama terdengar bergetar dan tidak terdengar baik.“Ini aku baru selesai meeting, Ma. Mama kayak lagi nangis, ada apa?” tanyaku kemudian.“Kayana … Kayana.” Mama kemudian benar-benar menangis dan menyebutkan nama Kay, istriku.”

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Bab 92

    “Prilly yang bilang demikian, untuk apa aku membuat buat atau mengarang cerita.” Mas Dipta masih bersikeras dan terus menyanggah. “Beneran Prilly yang bilang,” lanjutnya lagi.“Sudahlah, Mas. Sekarang tolong bawa Prilly ke mobil, atau aku sendiri yang akan bangunkan Prilly.” Aku sudah semakin malas berbasa basi. Dan juga malas mendengar ocehan yang tidak jelas dari Mas Dipta.“Pulanglah, biarkan Prilly di sini.” Ekspresi wajah Mas Dipta mulai berubah tidak enak. Umur memang tidak menjamin kedewasaan seseorang, aku bisa merasakan Mas Dipta mulai kesal karena aku sedari tadi bersikap dingin kepadanya.“Prilly ikut aku pulang,” paksaku lagi. “Nggak bisa.” Mas Dipta bersikeras menahan Prilly.“Aku nggak ingin ribut, apalagi di depan Prilly. Ayolah Mas, bersikaplah sedikit bijak dan dewasa jangan seperti ini. Hal kayak gini nggak baik buat perkembangan psikis Prilly, harusnya Mas Dipta paham itu.” Sebisa mungkin aku menahan diri karena kalau aku sampai emosi pastinya tidak akan baik un

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Bab 91

    “Iya, Oma. Terima kasih banyak atas kepercayaannya,” ucapku kemudian dengan senyum dan sedikit menurunkan kepala.“Ya sudah, mau belanja lagi, borong buat cucu saya.” Aku mengangguk dan masih tersenyum lebih tepatnya menahan tawa senang.“Nis … temanin kalau mau ambil ganti,” ucapku pada Ninis. “Pak, kalau masih ribut, bawa keluar toko saja, sudah menganggu kenyamanan belanja yang lain,” perintahku pada Pak Puji.Aku tidak memperdulikan ocehan perempuan itu dan beranjak meninggalkan toko untuk kembali keruanganku. Sesampainya di ruangan aku meminta maaf pada Bu Rahayu yang telah menunggu sedari tadi dan kemudian menyelesaikan pertemuan hari ini.*Tetap saja perutku terasa kaku akibat kejadian tadi, meski aku bilang masa bodoh sedari tadi otakku terus berputar akan masalah tadi. Bukan sebuah kebetulan pastinya akan kejadian tadi, seperti sebuah hal yang memang disengaja dan direncanakan. Kalau mendengar ucapan perempuan itu, sepertinya tujuannya untuk menjatuhkan usahaku.Aku merasa

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Bab 90

    “Siapa?” tanyaku kemudian.“Maaf kurang tau,” jawab Titin sambil menggeleng.“Bu Rahayu, maaf permisi sebentar.” Aku membalikkan badan dan bicara pada rekananku itu karena akan ke depan untuk melihat ada keributan apa.“Oh iya, Jeng … silahkan.” Bu Rahayu mengangguk mempersilahkan.Aku segera beranjak menuju ke ruang toko tempat keributan terjadi. Terlihat seorang perempuan dengan balutan dress merah dan rambut pirang tengah berbicara dengan nada tinggi. Di tangannya terlihat beberapa pakaian bayi yang diacung- acungkan ke salah satu karyawanku.“Apa apaan ini, baju kayak gini di jual. Belum juga dipakai jahitan pada lepas. Produk sampah kok dijual." Perempuan itu melempar baju baju tersebut ke arah Ninis, karyawanku dan mendorongnya.“Maaf, Bu. Tolong jangan kasar … kalau ada yang ingin disampaikan bisa dibicarakan baik- baik, saya pemilik toko ini.” Aku berdiri di depan perempuan berambut pirang tersebut.“Bu? A … apa panggil aku tadi? Bu, kamu kira aku setua itu.” Nada suara peremp

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Bab 89

    “Selamat tidur anak papa.”Sebuah kecupan Mas Ryan layangkan di kening Prilly, pria itu baru saja mengangkat tubuh mungil Prilly yang tengah tertidur masuk ke dalam kamar. Seperti yang sudah pria itu janjikan tadi kepada Prilly, mala mini kami membuat tenda di taman dan juga membakar jagung serta daging. Mungkin karena kecapaian dan mengantuk Prilly tertidur lebih dahulu.“Aku lepas dulu tendanya,” ucap Mas Ryan beringsut dari atas tempat tidur.“Besok aja, Mas. Dah malem juga kan, istirahat aja.” Aku mendekati Prilly dan mengecup kening putri kecilku itu kemudian kembali berdiri.“Ya udah … lumayan capek, ngantuk juga.” Mas Ryan terlihat menggeliat kemudian berjalan ke arahku yang lebih dekat dengan pintu. “Tidur,” ucapnya sambil merangkul pundakku.“Huum, ngantuk juga,” timpalku sembari menguap, kantuk mulai mendekapku.“Sayang, kalau bayi gini ikut bobo nggak ya kalau kita tidur?” tanya Mas Ryan saat kami berjalan ke kamar sambil mengusap perut buncitku.Sebuah pertanyaan yang aku

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Bab 88

    “Ada apa ?” tanya mama yang ternyata sedari tadi memperhatikanku.“Mas Dipta,” jawabku tanpa bisa menyembunyikan ekspresi kesalku.“Kenapa lagi anak itu?” Kembali mama bertanya sambil mengangkat dagunya.“Dia ingin mengambil Prilly.”“Apa? Nggak waras itu anak.” Suara mama terdengar sedikit emosi. “Kalau itu masalahnya mama nggak bisa tinggal diam, enak saja mau main ambil. Atas dasar apa juga dia mau ambil Prilly, selama ini Prilly baik-baik dan aman-aman saja bersama kita. Bukan berarti karena dia ayah kandungnya bisa seenaknya main ambil.”Sudah bisa aku tebak kalau respon mama akan seperti ini. Papa menepuk pelan lengan mama, sepertinya agar mama lebih tenang dan tidak terbawa emosi.“Biar papa nanti bicara sama Mas Herman, tidak perlu ada keributan atau sampai rebutan hakatas Prilly. Kita bisa bersama-sama dalam menjaga dan mengasuh Prilly,” ucap Papa yang sedari tadi hanya diam. “Nanti papa yang urus dan bicara pada mereka.”“Suka heran mama sama Dipta, kenapa sepertinya tid

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Bab 87

    “Semoga tidak menurun ke Prilly,” harapku kemudian. Semoga hanya wajah rupawannya yang menurun di Prilly, tapi, tidak untuk sifat dan kelakuannya,“Mama Papa Dipta mana?” tanya Prilly yang baru turun dari tangga sambil melihat kea rah ruang tamu depan.“Pergi sama Papa aja, tadi Papa Dipta ada urusan.” Mas Ryan yang sedari tadi diam langsung angkat bicara.“Yah … kan sudah sering sama papa, kalau sama Papa Dipta kan jarang-jarang.” Raut wajah kecewa nampak sekali di wajah Prilly.Aku memahami yang dia rasakan, bagaimanapun ikatan darah memang lebih kental. Masih sebuah hal yang wajar dan tidak berlebihan karena bagaimanapun Mas Dipta adalah papa kandung Prilly. Apalagi saat bersama Mas Dipta apa yang Prilly mau selalu dipenuhi oleh papa kandungnya itu. Sangat berbeda saat bersamaku yang selalu memiliki aturan untuk setiap hal yang dilakukannya.Sebenarnya tidak ada yang kurang dari kehidupan Prilly semua hal juga telah aku dan Mas Ryan penuhi. Hanya saja untuk hal-hal tertentu kami m

  • Luka Hati Istri Yang Ditinggalkan   Luka Bab 86

    Mendengar aku dan Mas Dipta yang mulai saling berargumen Mama dan Papa juga Mama Jani beranjak meninggalkan kami bertiga. Aku, Prilly dan juga Mas Dipta masih berdiri di teras, bila menjemput Prilly, Mas Dipta memang jarang mau masuk ke dalam rumah. Keras kepala dan keegoisan pria itu tidak berkurang-kurang juga.“Iya aku tahu, tapi, ini juga demi kebaikan Prilly juga nantinya. Karena semua hal yang dia ingginkan nggak semunya bisa dia dapatkan.” Aku kembali menyuarakan apa yang ada dalam pikiranku.“Kalau kamu nggak bisa atau nggak mau, biar aku saja yang mengurus Prilly, memberikan apa yang anakku mau.”“Bukan begitu Mas, ah … haarus seperti apa aku menjelaskan.” Aku mulai merasa kesal. “Kita nggak boleh memanjakan anak, menuruti semua kemauannya. Sedari kecil kita harus mendidiknya dengan baik agar tidak menjadi pribadi yang manja dan semaunya sendiri.”Entah apa yang ada dalam kepala pria di depanku itu, selama ini aku sudah mendidik Prilly dengan cara yang aku anggap benar dan b

DMCA.com Protection Status