Claire kecil mengangguk, ia melangkahkan kaki-kaki kecilnya menuju kamarnya yang berada di lantai atas rumahnya. Dari tangga ia melihat ibunya berdiri sambil menghela napas, ia terlihat gugup.
“Elena!” teriak pria itu lagi, membuat baik Elena maupun Claire terkejut.
Claire tidak menyukai pria asing itu. Ia datang beberapa bulan yang lalu, tapi ia sering berbuat kasar. Meskipun ibunya selalu menyembunyikan, tapi Claire sering mendengar pertengkaran. Claire sering mendengar suara ibunya dipukul, memekik kesakitan, kemudian bagian tubuhnya membiru karena memar.
Setelah ayah Claire meninggal, Elena kesulitan membesarkan Claire sendirian. Ia harus bekerja dan juga mencari pengasuh untuk menjaga Claire selama ia pergi bekerja. Claire masih ingat ketika ibunya pulang kerja dengan mata berkaca-kaca, mengatakan semua akan baik-baik saja. Claire tahu beberapa tahun kemudian bahwa ibunya ternyata dipecat. Terlalu banyak yang harus dilakukan Elena sendirian, ia
“Bagaimana cara mendaratkan benda ini?” tanya Claire.“Hmmm... Mendaratlah wahai Angin Notus?” ujar Leon dengan nada tidak yakin.Mereka menunggu beberapa saat, namun tidak ada yang terjadi.“Tadi itu sangat menggelikan,” ujar Claire sambil tertawa dengan nada menyindir. Karakter Eris membuatnya tak tahan untuk tak menyindir.Namun tiba-tiba, awan yang mereka naiki turun perlahan menuju tepian jurang. Suara gemericik air mulai terdengar saat mereka sudah berada di mulut jurang, meskipun tidak terlihat dari mana. Jurang itu terlihat begitu dalam dan gelap, tidak ada yang tahu seberapa dalamnya jurang tersebut. Awan dari angin Notus itu tiba-tiba menghilang setelah mereka mendarat.“Mereka bilang kebun buah milik Hera berada di balik air terjun yang ada di dalam jurang ini, kan?” tanya Claire.“Betul,” jawab Leon.“Lalu bagaimana cara kita masuk ke dalam jurang ini dan me
Guncangan terasa semakin kuat dan bebatuan mulai jatuh entah dari mana. Claire mulai panik, begitu pula Leon. Pria itu hanya berpegangan pada serabut halus awan tempatnya berada. Claire berkonsentrasi, ia tidak punya banyak waktu. Ia kemudian merasakan kekuatan Notus mulai mengaliri dirinya dan seketika tubuhnya terasa lebih ringan.Claire membuka matanya yang kini bersinar kehijauan. Ia kemudian terbang melesat bagai angin ke arah air terjun. Ia berputar-putar mencari ke sekeliling air terjun itu ke arah atas dan bawah, namun ia tidak melihat sedikitpun ruangan yang dimaksudkan para Graeae. Ia mencoba mencari lebih ke bawah dan tiba-tiba ia merasakan angin dari balik air terjun itu.Claire menemukannya! Ada sebuah lorong gelap kecil di balik air terjun itu. Ia mencoba melesat kembali ke arah Leon berada. Namun bebatuan mulai berjatuhan ke bawah. Leon sedang menghancurkan bebatuan yang menghujani dirinya dengan pedang Perseus. Pedang itu berwarna keemasan bersinar dala
“Leon, jangan bercanda!” seru Claire.“Percayalah, Claire, aku sama sekali tidak berminat bercanda,” jawab Leon.“Shit! Gambar apa saja yang ada di sana?” tanya Claire.“Gambar tameng, cermin, pedang, sepatu, dan yang terakhir gambar baju zirah,” jawab Leon“Tameng dan cermin sudah terpilih tadi. Tidak mungkin dua kali, kan?” tanya Claire.“Kamu benar, coret tameng dan cermin. Berarti tinggal pedang, sepatu, dan baju zirah,” jawab Leon.“Pedang... Perseus sudah punya pedang andalannya, bukan? Apakah mungkin dia menggunakan pedang lain?” tanya Claire.“Masuk akal... Jika kita mencoret pedang, berarti pilihannya tinggal sepatu dan baju zirah,” jawab Leon.“Sepatu dan baju zirah... Keduanya Perseus juga sudah punya. Ah sial!” seru Claire mengumpat.“Tunggu... sepatu itu modelnya sedikit aneh, tapi bukankah baju
Claire berteriak saat tubuhnya terjun bebas ke tanah. Leon berusaha menggapai tangannya, tapi percuma saja sebab Leon juga sedang terjun bebas bersama Claire. Mereka bersiap kehilangan satu nyawa lagi sebelum tiba-tiba sekelebatan cahaya putih bergerak cepat di bawah mereka. Claire dan Leon merasakan tangan-tangan halus memeluk mereka dari belakang lalu mereka dibawa melayang dan melesat cepat di udara.“Hesperides... Jangan halangi aku!” kata seratus kepala Ladon bersamaan. Suaranya yang berat, dalam, dan sedikit serak bergema di seluruh taman.Saat mereka berhenti melayang dan mendarat ke tanah, Claire dan Leon baru menyadari kalau mereka telah diselamatkan oleh empat wanita cantik berkulit putih dengan tubuh harum bunga-bungaan. Mereka semua bergaun putih tipis melayang dengan aksen floral yang indah.“Mereka berdua adalah tamu kami, Ladon!” seru salah seorang dari mereka. Rambutnya coklat gelap sewarna dengan tanah, matanya hijau sewa
“Stop it!” seru Leon sambil menghindar dari serangan pedang empat Hesperides yang mendendam itu.Namun nampaknya, para Hesperides itu tetap menyerang Leon yang masih dalam keadaan birahi. Leon melompat ke belakang sofa sambil mengumpulkan konsentrasinya dan mengambil pedangnya. Entah apa yang dilakukan Perseus pada mereka sebenarnya, Leon tidak pernah membaca sesuatu seperti itu dalam mitologi Yunani.Seperti yang diduga Leon, para Hesperides itu melompat dan menghunuskan pedangnya ke belakang sofa. Leon sudah bersiap sekarang. Ia menangkis empat pedang itu sekaligus dan membuat para Hesperides terjatuh mundur.“Kita bisa bicarakan semua ini dengan baik-baik!” seru Leon.Tapi, ini sebuah game. Negosiasi tidak bisa dilakukan semudah itu. Terkadang Leon melupakan hal penting seperti itu sebab semuanya terasa dan terlihat nyata. Para Hesperides mengepungnya dari empat penjuru dan mereka menyerang secara bersamaan. Leon melompat tinggi
Leon benar-benar melihat mata salah satu kepala Ladon mengikuti gerak tubuhnya. Jantung Leon berdebar kencang ketika Ladon mulai membuka mulutnya dan menyemburkan api ke arah Leon. Leon tahu, ia tidak akan bisa menghindari api itu dan sudah terlalu terlambat untuk mengeluarkan tameng yang seharusnya ia persiapkan sedari tadi.Namun tiba-tiba, Leon merasakan hembusan angin kencang datang hampir bersamaan dengan semburan api. Angin itu berasal dari arah yang berlawanan dengan kepala Ladon. Meskipun angin membuat api semakin besar, tetapi ia meniupnya kembali ke arah kepala Ladon, memberikan sedikit kesempatan untuk Leon menghindar.Leon sempat menoleh dan melihat Claire yang sudah terbang melesat. Leon bisa menebak siapa yang membuat hembusan angin kencang tadi. Sambil berlari, Leon membuka kotak peralatan digitalnya dan mengambil tameng. Dalam sekejap, tameng itu sudah berada di tangannya. Dengan tangkas ia berlari, namun tidak mudah melewati naga dengan kepala seratus.
Seketika setelah teriakan Leon terdengar mengalahkan bisingnya badai. Petir besar turun dari langit dan menyambar Ladon hingga naga itu menjerit dengan puluhan kepalanya yang masih tersisa.“Thunder!!” seru Leon sekali lagi pada langit.Lalu langit menurunkan petir yang jauh lebih besar dibandingkan yang pertama ke tubuh Ladon membuat naga itu jatuh berdebam ke tanah. Langit perlahan-lahan mulai menjadi cerah dan pusaran angin mulai menghilang.“Claire!! Dimana kamu?” panggil Leon sambil turun bersama pusaran angin yang hampir menghilang.Leon kemudian melihat tubuh Claire mulai nampak melayang lemah di pusaran angin yang memudar. Ia menutup matanya, tampaknya tidak sadarkan diri. Dengan kekuatan yang tersisa, Leon menangkap tubuh Claire dan kemudian mendarat ke tanah.Di hadapan mereka, Ladon terbaring tak berdaya di atas tanah. Tapi tidak seperti yang lain, ia tidak berkedip lalu menghilang. Suara napas dari puluhan kepala
Seketika bulu kuduk Leon meremang setelah mendengar pertanyaan dari Dolos tersebut. Apa yang ia takutkan? Apa maksud Dolos saat berkata bahwa ia sudah melihatnya? Namun sebelum Leon sempat bertanya, ia merasa dirinya sudah berada di tempat yang lain. Dimensi di sekelilingnya berubah.Leon kini berada di sebuah ruangan yang terasa tidak asing. Ruangan putih yang seluruhnya empuk, mulai dari lantai hingga dinding-dindingnya dilapisi dengan semacam busa tebal berwarna putih bersih. Leon memakai pakaian serba putih dengan jaket putih yang menyilangkan tangannya ke depan dada lalu diikat ke punggungnya. Jaket untuk menenangkan orang tidak waras.“No!” teriak Leon.Dia tidak ingin kembali kesini. Suara-suara itu kembali berbisik di telinganya.'Kenapa kamu tidak menyelamatkan ibu, nak? Leon dimana kamu?'Suara ibunya terdengar berbisik di telinganya.“Ibu? Ibu?” tanya Leon bingung sambil berputar-putar melihat ke s
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa