Seketika setelah teriakan Leon terdengar mengalahkan bisingnya badai. Petir besar turun dari langit dan menyambar Ladon hingga naga itu menjerit dengan puluhan kepalanya yang masih tersisa.
“Thunder!!” seru Leon sekali lagi pada langit.
Lalu langit menurunkan petir yang jauh lebih besar dibandingkan yang pertama ke tubuh Ladon membuat naga itu jatuh berdebam ke tanah. Langit perlahan-lahan mulai menjadi cerah dan pusaran angin mulai menghilang.
“Claire!! Dimana kamu?” panggil Leon sambil turun bersama pusaran angin yang hampir menghilang.
Leon kemudian melihat tubuh Claire mulai nampak melayang lemah di pusaran angin yang memudar. Ia menutup matanya, tampaknya tidak sadarkan diri. Dengan kekuatan yang tersisa, Leon menangkap tubuh Claire dan kemudian mendarat ke tanah.
Di hadapan mereka, Ladon terbaring tak berdaya di atas tanah. Tapi tidak seperti yang lain, ia tidak berkedip lalu menghilang. Suara napas dari puluhan kepala
Seketika bulu kuduk Leon meremang setelah mendengar pertanyaan dari Dolos tersebut. Apa yang ia takutkan? Apa maksud Dolos saat berkata bahwa ia sudah melihatnya? Namun sebelum Leon sempat bertanya, ia merasa dirinya sudah berada di tempat yang lain. Dimensi di sekelilingnya berubah.Leon kini berada di sebuah ruangan yang terasa tidak asing. Ruangan putih yang seluruhnya empuk, mulai dari lantai hingga dinding-dindingnya dilapisi dengan semacam busa tebal berwarna putih bersih. Leon memakai pakaian serba putih dengan jaket putih yang menyilangkan tangannya ke depan dada lalu diikat ke punggungnya. Jaket untuk menenangkan orang tidak waras.“No!” teriak Leon.Dia tidak ingin kembali kesini. Suara-suara itu kembali berbisik di telinganya.'Kenapa kamu tidak menyelamatkan ibu, nak? Leon dimana kamu?'Suara ibunya terdengar berbisik di telinganya.“Ibu? Ibu?” tanya Leon bingung sambil berputar-putar melihat ke s
‘Kamu membunuhku, Leon! Kenapa kamu membunuhku!’”Tidak! Ibu menghilang saat kita sedang bermain game! Aku tidak membunuhmu!” seru Leon sambil memejamkan kedua matanya, berusaha agar suara-suara yang mengganggunya itu hilang.Suara-suara yang sudah ia lupakan itu kembali lagi sama seperti lima tahun yang lalu setelah Leon menetap di rumah sakit jiwa. Ia mulai mendengar suara-suara yang menyalahkannya. Leon saat itu mulai meragukan kenyataan yang selama ini ia percaya. Ia mulai meragukan kalau ibunya benar-benar menghilang. Ia mulai sedikit mempercayai cerita kalau dialah yang membunuh ibunya.Kini segala perasaan itu kembali. Leon tidak bisa menangis, seolah-olah bola matanya sudah kering. Mungkin jika sebutir saja air mata Leon bisa keluar dari salah satu bola matanya, rasa sakit di hatinya bisa tersalurkan sedikit saja. Tapi tidak ada sedikitpun air mata yang mengalir dari bola matanya.Tiba-tiba dimensi di sekeliling Le
“Claire! Bertahanlah!” seru Leon.“Botol yang tepat akan menyembuhkan Eris,” kata Dolos lagi mengulangi kata-katanya.Leon tidak punya pilihan, ia harus memilih di antara kedua botol yang sekilas tampak sama persis itu. Ia mendekati kedua botol itu dan mengamatinya. Yang kiri atau yang kanan? Leon sama sekali tidak tahu bedanya.“Cepatlah, Leon...” kata Claire lemah.“Aku tidak tahu mana yang harus kupilih. Biarkan aku berpikir,” jawab Leon.Kiri atau kanan? Leon mulai panik. Kedua botol itu terlihat sama saja.“Shit!” Leon mengumpat kesal.‘Botol yang benar akan menyembuhkan Eris’ Kata-kata itu tiba-tiba terlintas di pikiran Leon.“Botol yang benar... Kanan?” tanya Leon pada dirinya sendiri.Leon masih ragu-ragu, tangannya bergerak perlahan. Namun tiba-tiba bunyi beep terdengar dari arah Claire. Claire mulai tak sadarkan
“Kamu sudah terperangkap di dalam game ini selama kurang lebih tiga tahun, Leon. Berarti kejadian hilangnya ibumu kurang lebih sudah delapan tahun yang lalu,” kata Claire.“Ah, betul juga. Aku hampir lupa kalau aku sudah berada di sini selama tiga tahun,” jawab Leon.“Ketika kita keluar dari sini, kita akan temukan ibumu,” ujar Claire lagi.“Kita?” tanya Leon.Claire mengangguk.“Aku akan membantumu, Leon. Yang penting, kita keluar dari sini dulu,” jawab Claire.“Thank you, Claire.”“You’re welcome,” jawab Claire sambil tersenyum. Ia sudah melupakan kekesalannya pada Leon saat ia pergi bersama para Hesperides.“Aku akan mencari cara, Claire. Aku berjanji.”Awan terus naik hingga mereka sampai ke permukaan jurang. Claire membuat awan itu bergerak ke daratan yang aman di tepian jurang lalu mereka turun bersama-sama.
Leon berjalan menuju ke tepian sungai, namun semakin jauh ia berjalan pandangannya mulai kabur.“Leon? Kamu tidak apa-apa?” tanya Claire.“Aku tidak apa-apa,” jawab Leon. Ia berpikir, mungkin saja ia terlalu lelah.Claire segera berlari mendekati Leon dan membantunya naik ke tepian.“Leon! Apa itu?” tanya Claire dengan tatapan ngeri. Leon melihat ke arah pandang Claire, sesuatu berwarna merah panjang dan berlendir menempel di kakinya. Bukan hanya satu tapi banyak.“Shit!” seru Leon. Namun tatapannya kabur sekarang dan tiba-tiba ia kehilangan keseimbangannya.“Leon!!” seru Claire panik sambil menangkap tubuh Leon.“Apa itu?!” seru Claire lagi saat melihat banyaknya binatang-binatang kecil yang panjang berwarna merah cerah dan berlendir. Rasa-rasanya Claire pernah melihat yang seperti itu di film-film monster. Claire membaringkan tubuh Leon di atas rumput lalu menut
“Leon, just make love to me right now,” jawab Claire.“Apa yang terjadi?” tanya Leon.“Ssshhhh!” kata Claire sambil menaruh jari telunjuknya di depan bibir Leon. Ia kemudian melucuti gaunnya dengan cepat hingga jatuh ke tanah. Claire kemudian memagut bibir Leon lagi dengan rakus, mencoba membangkitkan gairah pria itu. Tanpa sadar, gairahnya sendiri pun mulai bangkit. Meskipun ia tahu orang-orang di luar sana menonton mereka, tapi Claire kini tidak peduli. Alasannya untuk melakukannya dengan Leon kini sangat kuat.“C-claire...” panggil Leon lembut. Kini ia tidak tahu harus berkata apa lagi, otaknya seakan buntu. Ia lupa tadi akan bertanya apa pada Claire. Buah dada bulat padat milik Claire menggantung indah tepat di hadapannya, membuatnya tidak bisa tidak untuk menyentuhnya. Tak hanya sekedar menyentuh, Leon kini meremasnya dengan gemas.Mereka kini berbaring di atas rumput, namun Claire menolak untuk berada
Leon memperhatikan api unggun yang ada di hadapannya lekat-lekat. Ia ingin memastikan bahwa apa yang dilihatnya memang benar. Leon menggosok kelopak matanya lalu melihat sekali lagi, dan kini ia sangat yakin bahwa apa yang dilihatnya memang benar. Ada celah yang sangat samar di tengah api itu. Di dalamnya, Leon bisa melihat dengan sangat samar kode-kode komputer berwarna hijau cerah.Seperti dugaannya, pasti ada celah dalam game ini, dan kini ia telah menemukannya. Leon mengambil ranting kering yang ada di dekatnya lalu membakar ujungnya ke api unggun. Setelah ujung ranting tersebut menyala, Leon mengangkatnya dan memperhatikannya lebih dekat. Di titik pusat api, ia bisa melihat celah yang amat kecil dan samar. Namun celah yang ada di ranting terbakar itu terlalu kecil untuk dapat Leon masuki.Pandangan Leon kembali terarah pada api unggun yang ada di hadapannya tersebut. Ini mungkin satu-satunya kesempatan yang bisa Leon ambil, meskipun kemungkinan besar ia harus kehi
“Jadi mereka tidak akan bisa mendengar kita sekarang?” tanya Claire.“Benar dan saat ini mereka pasti sedang berusaha memperbaikinya. Kita tidak punya banyak waktu,” jawab Leon sambil tersenyum.“Baiklah. Apa rencananya?” tanya Claire.“Ikuti aku,” jawab Leon lagi. Mereka kemudian berjalan menuju ke bagian hutan yang ternyata masih rapi. Tanahnya seolah tidak pernah terganggu dengan gempa bumi yang sebelumnya terjadi. Rumputnya masih hijau dan pepohonannya masih rindang. Kontras dengan tanah yang baru saja mereka tinggalkan, meskipun jarak di antaranya tidak terlalu jauh. Inilah salah satu hal yang membuat Claire menyadari bahwa ia tidak berada di dunia nyata.Leon mengajak Claire duduk di bawah salah satu pohon yang rindang. Claire bersandar pada batang kayunya sambil menatap Leon.“Kamu merelakan satu nyawamu untuk mematikan audionya?”Itulah pertanyaan pertama yang keluar dari mu
“Lepaskan aku! Aku ini calon presiden kalian! Lepaskan aku sekarang juga!” seru Boston Hopkins pada para polisi yang memborgol tangannya.“Anda berhak untuk diam. Semuanya bisa Anda jelaskan di pengadilan. Anda juga bisa menyewa pengacara untuk membela Anda,” jawab polisi itu.“Pengawal! Pengawal!” teriak Boston Hopkins dengan panik. Tetapi tidak ada satupun pengawal yang mendekat. Sebab Leon sudah menyuruh mereka pergi sejauh mungkin.Boston Hopkins terpaksa menyerah kepada para polisi. Ia masuk ke dalam mobil polisi dan dibawa pergi. Sepanjang perjalanan, orang-orang melemparinya dengan telur busuk. Polisi harus menertibkan masyarakat agar tidak melempari Boston dengan telur dan benda-benda lainnya. Boston tidak percaya ini benar-benar menimpa dirinya. Padahal selangkah lagi saj
Fox kembali berbaring di sofa meluruskan kakinya yang sakit. Claire membantu Fox dengan mengganjal kakinya dengan bantal agar bengkaknya tidak semakin parah.“Aku bisa membantu Leon,” katanya.“Kamu tidak akan bisa membantu kalau kamu belum sehat. Istirahatlah dulu, kamu membutuhkannya,” jawab Claire.Claire pergi ke dapur dan ia pun memanaskan air untuk membuatkan teh hangat untuk Leon. Masih ada teh yang belum basi di apartemen itu. Ia pun membawakannya untuk Leon. Pria itu bahkan belum beristirahat sejak tadi. Tubuhnya masih basah kuyup.“Terima kasih,” kata Leon sambil tersenyum. Senyuman yang selalu membuat jantung Claire berdegup dua kali lebih cepat.“Apakah kamu tidak bisa ber
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
Claire berlari menuju ke arah jendela yang mulai terbakar itu, sementara Fox merangkak mengikuti Claire. Ia tidak mungkin diam saja, meskipun kini ia benar-benar tidak bisa melakukan apapun.“Leon!” seru Fox dengan suaranya yang parau. Rasa sakit di kepalanya semakin menjadi, sedikit lagi, ia tidak ingin pingsan sekarang. Ia harus membantu Claire dan Leon! Fox berusaha tetap sadar lebih lama, tetapi percuma saja. Sekejap kemudian segalanya menjadi gelap dan telinganya mulai berdenging. Fox jatuh dan tidak bisa mendengar atau melihat apapun lagi.“Leon!!” seru Claire.Ia hampir saja masuk ke dalam ketika tiba-tiba tangan Leon menggapai jendela. Saking terkejutnya, Claire hampir saja terjatuh.“Leon!” serunya lagi ketika ia sadar bahwa L
“Hey bro, kamu sudah lihat berita di televisi?” tanya salah seorang bodyguard yang sedang berjaga di markas tempat Fox menjalani hukumannya.“Sudah. Aku berpikir kita sebaiknya pergi sebelum polisi menangkap kita juga,” jawab bodyguard yang satunya.“Ssst!! Pelankan suaramu. Jika yang lain mendengar kita bisa dibunuh,” jawabnya.“Hey... let me go, please...” kata Fox mengiba pada kedua orang yang sedang berbisik-bisik itu.Dua orang itu berpandang-pandangan lalu melihat ke arah Fox.“Sorry, kid. Kalau kami melepaskanmu, kami pasti akan mati. Sekarang kecilkan suaramu atau kita akan dapat masalah!” seru orang itu dengan suara berbisik.
Tidak butuh waktu lama, Claire dan Leon sudah sampai ke apartemen lama Leon. Mereka berlari menuju ke elevator setelah memarkirkan mobil di garasi pribadi Leon. Elevator pribadi itu langsung mengantarkan mereka ke apartemen Leon yang ditinggal dalam keadaan berantakan. Bekas-bekas peluru masih ada di tembok, kaca jendela yang pecah, bahkan bantal sofa yang berlubang.Leon tidak menunggu waktu lama, ia langsung berlari ke ruang kerja lamanya lalu mengeluarkan laptop milik Claire dan segala peralatan yang ia bawa di dalam tas. Claire langsung menyalakan TV untuk mendengarkan ada berita apa di televisi. Begitu dinyalakan, berita di televisi langsung menayangkan hal yang sudah Claire dan Leon duga sebelumnya.“Sejumlah pejabat negara mendatangi kantor polisi secara tiba-tiba hari ini. Belum ada konfirmasi resmi dari pihak kepolisian tetapi informasi yang bere
Api yang keluar dari mulut Chimera itu kini sudah disemburkan ke arah Claire dan Leon. Air mata Claire meleleh turun ke pipinya. Dengan perlahan dan lembut, ia menyentuhkan bibirnya ke bibir Leon. Mungkin ini ciuman mereka yang terakhir. Tidak ada cukup kata-kata bagi Claire untuk mengungkapkan perasaannya pada Leon, ia memilih untuk mengungkapkannya melalui ciuman terakhir ini.Namun sesaat sebelum api itu membakar tubuh mereka, tiba-tiba Claire dan Leon merasa diri mereka tersedot ke dimensi yang berbeda. Saat mereka membuka mata, mereka kembali ke tempat mereka semula. Ini di apartemen Claire, di depan laptop mereka.“Apakah kita sudah mati sekarang?” tanya Claire.“Kurasa tidak,” jawab Leon.“Apakah ini ilusi?” tanya Claire lagi.
“Kamu akan menyusul mereka secepatnya. Jangan khawatir,” kata Boston sambil melihat ke mana arah pandang Fox.Fox tetap tidak menjawab. Ia tetap menatap Boston tanpa ekspresi. Wajahnya memerah, senada dengan warna rambutnya. Setiap melihat wajah Boston, ia teringat bagaimana Mrs. Andrew meninggal. Kepalanya mengeluarkan darah, bahkan kini masih meninggalkan noda di pakaian Fox. Dalam hati, Fox bersumpah bahwa ia akan menuntut balas. Boston harus mati di tangannya.“Terserah jika kamu ingin tetap membisu seperti itu. Tapi sekarang kamu harus mengirimkan hipnotis pada semua orang di Amerika. Akses ke satelitnya sudah kuberikan padamu,” kata Boston Hopkins lagi.Fox hanya diam saja, menatap Boston tanpa berkata apapun. Boston mulai jengah dengan sikap Fox, ia memberikan kode pada orang yang meno
“Ayo kita lakukan sekarang. Lebih cepat, lebih baik. Kita tidak ingin kehilangan momen ini,” kata Leon lagi. Ia sudah duduk di depan laptopnya bersiap untuk kembali masuk ke dalam The Myth. Matanya menatap ke arah Claire menunggu gadis itu duduk di sebelahnya dan segera memulai misi kali ini.Claire menghela napas panjang, berusaha untuk menenangkan dirinya sendiri. Ia kemudian melangkahkan kakinya dan duduk di sebelah Leon. Jantungnya berdebar, perasaannya mengatakan bahwa ada sesuatu yang salah. Namun, ia harus melakukan ini. Seperti kata Leon, ini mungkin kesempatan mereka untuk menghancurkan Boston Hopkins untuk selamanya.“Kamu sudah siap?” tanya Leon.“Iya,” jawab Claire singkat.Ia menatap wajah Leon lalu sesaat kemudian, tanpa