Darren yang merasa sangat muak berhadapan dengan Merlin mulai melangkahkan kakinya untuk pergi, tapi Aiden mencegahnya.
"Jangan cegah aku Opa, aku sangat muak berhadapan dengan wanita ular seperti dia," ucap Darren.
Neila yang tidak mengerti apa-apa, hanya menjadi pendengar perdebatan antara mereka.
"Kau adalah pewaris tunggal dan pemilik yang sebenarnya kekayaan ini, jadi bukan kau yang pergi dari sini, tapi orang yang tidak tau diri yang harus pergi," ucap Aiden dengan nada datar.
Tangan Merlin mengepal kuat mendengar apa yang diucapkan oleh Aiden, raut wajahnya terlihat memerah karena menahan amarah.
"Seharusnya kau tunjukkan wajah itu kepada anakku jangan kepadaku, apa kau tidak malu sudah membuat kekacauan ini?" tanya Elma dengan tatapan seolah-olah ingin membunuh Merlin.
"Apa kesalahanku kepada kalian? Kenapa kalian sangat membenci aku?" tanya Merlin dengan suara dibuat memelas.
"Cih ... sangat menjijikan, wanita murahan," ucap Darren mendecih.
"Darren!" pekik suara bariton seorang pria, semuanya menoleh ke arah pemilik suara itu.
Merlin langsung berbalik dan memeluk suaminya yang baru saja tiba, Jordhan menatap nyalang kepada Darren yang sudah memaki Merlin.
"Aku sudah katakan, bersikap baik kepada ibumu!" bentak Jordhan.
"Dia bukan ibuku, dia hanya istrimu!" ucap Darren tajam.
"Sudahlah, jangan memaki Darren lagi dia tidak bersalah aku sangat mengerti, Darren pasti tidak mau menerima aku sebagai ibu sambungnya karena dia sangat mencintai ibunya, aku cukup tau diri," ucapan Merlin membuat Jordhan semakin menatap nyalang kepada Darren.
"Kau dengar apa yang diucapkan oleh wanita yang sudah kau maki?" tanya Jordhan.
"Aku tidak butuh pembelaan darinya, aku tidak akan termakan tipu muslihat yang dia lakukan, aku tidak sebodoh yang kau kira," ucap Darren seraya melayangkan tatapan tajam kepada Merlin.
"Bawa dia pergi dari sini, sebelum aku benar-benar muak dan menyeret kalian keluar dari sini," ucap Aiden datar kepada Jordhan.
"Kalian terlalu memanjakan anak ini Mom, Dad, itulah yang membuat dia semakin liar," ucap Jordhan lalu membawa Merlin menuju kamar mereka.
"Andaikan aku bisa berjalan, sudah aku pastikan dia tidak akan selamat dari tamparanku," ucap Elma.
"Duduklah, Darren," ucap Aiden.
Darren pun kembali duduk menuruti perintah kakeknya.
"Niela, maafkan untuk kejadian tadi, kau pasti merasa tidak nyaman," ucap Elma.
"Tidak apa Nyonya, seharusnya saya yang tau diri dan tidak berada di antara kalian," ucap Niela.
"Jangan panggil aku Nyonya, panggil aku Oma dan panggil suamiku Opa, seperti pria es itu memanggil kami," ucap Elma.
"Tapi Nyonya ...."
"Kau sudah tau jika aku tidak suka dibantah," ucap Aiden.
"Lebih baik kita makan sekarang, kalian pasti lapar," ucap Elma.
Lalu Niela pun mendorong kursi roda Elma menuju ruang makan.
"Apa yang oma dan Opa inginkan?" tanya Darren yang masih duduk berdua dengan Aiden.
"Hanya memperkenalkan dia kepadamu," jawab Aiden.
"Bohong," ucap Darren.
"Kenapa harus berbohong, oma memang memerlukan perawat pribadi, dan Opa membayar dia untuk menjadi perawat oma, dia salah satu perawat terbaik yang ada di rumah sakit sana," ucap Aiden dengan santai, padahal di dalam otaknya sudah tersusun rencana yang sangat baik.
"Aku pikir kalian ...."
"Akan menjodohkan kau dengan dia?" tanya Aiden menyela.
"Ya ... Seperti yang sudah-sudah," ucap Darren.
"Aku sudah bosan menjodohkan bongkahan es sepertimu," ucap Aiden lalu beranjak dari tempatnya, "ayo makan, setelah itu kau jangan pergi lagi, tinggal lagi di sini."
"Tidak, Opa!"
"Darren!" ucap Aiden seraya melayangkan tatapan tajam kepada Darren.
Darren hanya menghela nafasnya dengan panjang lalu kedua pria itu pun berjalan menuju ruang makan, di sana Aiden melihat Niela dengan telatennya menyiapkan makanan dan obat untuk Elma.
"Kalian duduk," ucap Elma.
Lalu keduanya duduk, dengan Darren tetap memasang wajah tanpa ekspresi.
"Niela, bisa tolong ambilkan makanan juga untuk Darren?" tanya Elma.
"Tentu ...."
"Tidak perlu, aku bisa sendiri," ucap Darren menyela Niela.
"Diamlah Darren, turuti saja perintah Oma," ucap Elma.
Dengan tangan sedikit bergetar, Niela mengambilkan makanan untuk Darren. Elma dan Aiden saling pandang dan tersenyum tipis melihat pemandangan itu.
"Bukankah mereka terlihat cocok?" tanya Elma berbisik seraya memberikan makanan kepada Aiden.
"Ya, semoga saja gadis pilihamu bisa mencairkan gunung es itu," jawab Aiden, lalu pandangannya beralih kepada Niela yang diam mematung.
"Apa kau tidak ingin makan juga?" tanya Aiden.
"Maaf Tuan ... Maksudku Opa, aku ...."
"Kami mengundangmu datang ke sini untuk mengajakmu makan bersama, dan membicarakan kontrak kerjamu, Niela," ucap Aiden menyela jawaban Niela.
"Kontrak kerja, maksud anda?" tanya Niela.
"Makanlah dulu, nanti akan aku jelaskan," jawab Aiden.
Niela pun duduk dan mereka mulai menikmati makanan, Niela dan Elma sesekali bertukar cerita, jangan ditanya lagi bagaimana ekspresi Darren, selalu dingin dengan wajah datar.
Selesai makan malam mereka duduk di sofa karena Aiden ingin membicarakan masalah yang serius kepada mereka.
"Aku sudah meminta pihak rumah sakit agar kau yang menjadi perawat pribadi istriku, dan ini kontrak kerjamu, lakukan pekerjaanmu dengan baik," ucap Aiden seraya memberikan map yang dibawa oleh asistennya kepada Niela.
"Tapi bagaimana kontrakku dengan pihak rumah sakit?" tanya Niela.
"Kau bodoh atau bagaimana? Jika Opa mengatakan sudah membicarakan ini dengan pihak rumah sakit, itu artinya kau tidak memiliki urusan lagi di sana," jawab Darren gemas."Darren, jaga ucapanmu," ucap Elma.
"Apa yang harus ku jaga?" tanya Darren.
Elma hanya menggelengkan kepalanya melihat sikap Darren yang tidak bisa bersikap ramah kepada wanita selain dirinya dan Kyra.
"Diamlah, Darren!" ucap Aiden tajam, lalu beralih kepada Niela yang nampak serius membaca kontrak kerjanya.
"Bagaimana kau setuju?" tanya Aiden.
"Apa anda serius dengan bayaran ini?" tanya Niela yang sempat tercekat melihat nominal uang yang akan dia dapatkan setiap bulannya.
"Kenapa? Apa lima ribu dolar setiap bulan tidak cukup? Aku bisa menambah lagi jika pekerjaanmu sangat memuaskan," ucap Aiden.
"Tidak Tuan, ini lebih dari cukup, pihak rumah sakit tidak memberikan bayaran sebanyak ini kepadaku," jawab Niela.
"Baiklah, kau bisa mulai bekerja besok, kemasi pakaianmu dan kau harus tinggal di sini," ucap Aiden.
"Sekarang, Tuan?" tanya Niela.
"Ya sekarang, Darren yang akan mengantarmu," jawab Aiden.
"Tidak Opa, aku harus pulang," ucap Darren.
"Kau tidak akan pergi ke mana-mana Darren, mulai sekarang Opa tidak ingin mendengar alasan apapun, jangan pedulikan wanita itu kau tetap pewaris tunggal Royal, serahkan tanggung jawab perusahaanmu kepada Albert, dan kau mulai ikut mengelola Royal," ucap Aiden tajam.
"Ck ... aku tidak ingin bekerja sama dengan dia, Opa," ucap Darren.
"Sampai kapan? Sampai Opa mati kau tidak akan mengelola Royal?" tanya Aiden.
"Aku masih ingin mengelola perusahaanku Opa, tidak semudah itu memberikan kepercayaan kepada Albert sepenuhnya," ucap Darren.
"Opa beri waktu enam bulan, lebih dari itu Opa tidak ingin mendengar alasan lagi, sekarang pergi antar Niela," ucap Aiden.
"Biar dia diantar supir saja," ucap Darren.
"Tidak Darren, Oma tidak akan mempercayakan Niela kepada orang lain. Bagi Oma, Niela sama sepertimu, kau juga tau kalau Oma sangat ingin memiliki anak dan cucu perempuan," ucap Elma.
"Aku bisa pergi sendiri, Oma," ucap Niela, dia tidak ingin melihat Darren dan Elma berdebat karena dirinya.
"Oma dengar, dia bisa pergi sendiri," ucap Darren.
"Hari menjelang malam, sangat berbahaya jika wanita pergi sendirian, kau sangat tau bagaimana keadaan malam hari di kota ini," ucap Elma.
Dengan kesal Darren lalu beranjak dari tempatnya dan melirik sekilas kepada Niela yang masih diam.
"Kau jadi pergi atau tidak? Aku tidak hanya mengurusimu," ucap Darren tajam.
"Astaga ... pantas saja selama ini tidak ada wanita yang dekat denganmu, sikapmu sangat menyebalkan, Khalfani junior," ucap Elma dengan gemas.*** Bersambung ***"Oma, Opa aku pergi dulu," ucap Niela, setelah berpamitan dia pergi mengikuti Darren. "Hati-hati, Nak," ucap Elma. "Apa ini akan berhasil?" tanya Aiden. "Entahlah, aku tidak tau, kita coba saja lihat bagaimana perkembangannya," jawab Elma. "Apakah saat aku muda sikapku sama seperti dia?" tanya Aiden. "Kau memang menyebalkan, tapi tidak seperti dia, Khalfani junior itu sangat-sangat menyebalkan," Aiden tertawa mendengar jawaban Elma. "Walaupun aku sangat menyebalkan, kau sangat mencintai aku sampai saat ini," ucap Aiden jahil. "Haiish ... jangan membicarakan hal itu, kita sudah tua dan tidak pantas mengumbar cinta," ucap Elma. "Kita memang harus terus mengumbar cinta agar di mansion ini penuh dengan cinta lagi seperti dulu, tidak seperti sekarang yang ada hanya ketegangan dan perseteruan, entah kapan ini akan berakhir," ucap Aiden. "Semoga dengan kehadiran Niela
"Siapa dia?" tanya Darren lirih saat melihat seorang pria paruh baya masuk ke rumah Niela. Pria itu terlihat seperti menahan amarah. "Apa peduliku," ucap Darren kembali fokus menatap layar ponselnya. BRAAK "DASAR WANITA MURAHAN, KE MANA SAJA KAU, HUH?" tanya pria itu nyalang. Suaranya sampai terdengar keluar, Darren kembali menghentikan kegiatannya lalu menajamkan penglihatan dan pendengarannya. "Aku baru pulang bekerja," terdengar samar-samar suara Niela yang ketakutan dari dalam. "Kau pikir aku bodoh? Aku sudah mencarimu ke rumah sakit, temanmu mengatakan kau sudah pulang sejak sore, pergi ke mana dulu kau? Apa mencari pria seperti ibumu?" tanyanya lagi. "Tidak Dad, aku hanya pergi ke ...." "Anak kurang ajar, tidak tau diuntung," ucapnya lagi bersamaan dengan suara pekikan Niela. Darren yang masih mendengarkan keributan di dalam, segera keluar dari mobilnya,
"Apa kalian sedang menyembunyikan sesuatu dari kami?" tanya Elma dengan pandangan yang memicing. "Ti ... Tidak, Oma," jawab Niela gugup. "Lalu kenapa kedua sudut bibirmu lebam?" tanya Elma. "A ... Aku terbentur Oma, ya terbentur." "Astaga ... Dasar bodoh, mana mungkin orang terbentur tepat di sudut bibir," ucap Darren lirih dengan gemas karena kebodohan Niela. "Kau yakin jika itu karena terbentur?" tanya Elma. "Oma, ini sudah waktunya minum obat, lebih baik kita pergi ke kamar, setelah itu Oma istirahat," ucap Niela mengalihkan pembicaraan. "Ya, kali ini kau selamat, Oma tau kalau kau mengalihkan pembicaraan," ucap Elma, lalu Niela mendorong kursi roda Elma menuju kamar. Darren juga memutar langkahnya menuju lift, untuk ke lantai tiga di mana kamarnya berada, tapi langkahnya dicegah oleh Aiden. "Ada apa lagi Opa? Aku sangat lelah hari ini," ucap Da
"Benar-benar wanita ular, ilmu apa yang dia gunakan hingga pria itu sangat mempercayainya, ingin sekali aku melmelenyapkannya sekarang juga. Tapi semuanya belum terbongkar," ucap Darren seraya melepas dasi dan jas yang ia gunakan. Setelah itu Darren masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya, banyak kejadian yang ia alami hari ini. Bertemu dengan Niela gadis lugu yang diam saja ketika dirinya dianiaya dan sekarang gadis itu tinggal seatap dengannya. Dirasa cukup segar, Darren segera menghentikan aktifitasnya di kamar mandi menuju walk in closet, setelah itu Darren duduk di tepi ranjang, tangannya terulur mengambil foto Liora yang terpajang di atas nakas. "Lio, gadis lugu itu mirip denganmu, tapi sayangnya dia sangat lemah tidak sepertimu yang berani," ucap Darren seraya membelai foto Liora. "Banyak janji yang belum sempat aku penuhi kepadamu, maafkan aku, Honey. Aku tidak akan menjadi pengecut lagi seperti dulu, aku aka
BRAAK Darren menutup pintu kamar Niela dengan sangat kencang, membuat Niela terkejut. "Dasar pria menyebalkan, kau tidak tau jika banyak wanita yang ingin memiliki tubuh langsing seperti aku," pekik Niela tapi Darren tidak mungkin akan mendengarnya. "Terima kasih, kau telah menyelamatkan aku," ucap Niela lalu mengunci pintu kamarnya karena takut Darren akan kembali dan benar-benar membuat Niela melayaninya.Setelah itu, Niela menutup jendela dan tirai, Niela baru merasakan sakit di sekujur tubuh karena perbuatan ayahnya. "Syukurlah, setidaknya aku tidak akan disiksa lagi oleh daddy," ucap Niela, lalu mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai terlelap.*** "Vallery," gumam Darren seraya menatap langit-langit kamarnya dengan kedua tangan yang menopang kepalanya. "Cantik," gumam Darren lagi, "astaga ... kenapa aku terus membayangkan wajah dia," uca
Darren melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota di pagi hari yang masih belum terlalu padat, pandangannya memicing saat melihat wanita di halte menggunakan pakaian formal, dan membawa sesuatu di tangannya. "Tahan Darren, jangan berhenti di hadapan dia," ucap Darren. Darren berhasil melewati wanita itu, tapi baru beberapa meter Darren memundurkan kembali mobilnya dan berhenti tepat di hadapan wanita itu. "Ah sial ... kenapa kau tidak bisa diajak bekerja sama," umpat Darren. Lalu dia menurunkan kaca mobilnya. "Haish ... sepagi ini kenapa aku harus bertemu denganmu," umpat Vallery. "Diam bodoh, kau mau ke mana?" tanya Darren. "Mencari pekerjaan," jawab Vallery. "Masuklah!" perintah Darren. "Tidak mau, kau pasti akan meledekku," ucap Vallery. "Ya sudah jika kau tidak mau, sebenarnya aku bisa memberimu pekerjaan," ucap Darr
Mata Darren memicing saat melihat wanita yang ada di foto itu, wajah wanita yang ada di sana sangat familiar untuk Darren. "Kau kenal dia?" tanya Aiden. "Sebentar," jawab Darren dengan tetap mengamati foto itu dengan seksama. "Haiish ... menebak siapa dia saja, kau sangat lambat, Darren," ucap Aiden gemas."Bukan seperti itu Opa, aku tidak yakin jika dia wanita yang aku maksud," ucap Darren. "Lalu menurutmu dia siapa?" tanya Aiden. "Dia Grace, dokter yang menangani mom di rumah sakit," jawab Darren, lalu Darren kembali menatap foto itu, mungkin saja dia salah melihat. "Astaga, ternyata kau sangat lambat berpikir Darren," ucap Aiden. "Ada apa, Opa?" tanya Darren. "Dia itu adik ibumu," jawab Aiden dengan gemas. "What? Mommy memiliki adik?" tanya Darren. "Ya, Opa baru mengetahui dua minggu yang lalu," jawab Aiden. "Pantas saja
"Kau sudah jatuh cinta, Mr. Khalfani!" "Astaga!" Darren memekik karena terkejut merasa mendengar suara serupa bisikan."Lio," ucap Darren lirih."Liora sudah tidak ada, Darren," ucap Albert yang mendengar gumaman Darren. "Dia masih ada di dalam hidupku," ucap Darren, Albert hanya menghela nafas panjang mendengar ucapan Darren yang belum bisa lepas dari Liora. "Ada apa kau menghubungiku tadi?" tanya Albert. "Grace itu adik kandung ibuku," jawab Darren. "Sudah ku duga," ucap Albert. "Cari tau tentang dia," ucap Darren. "Sudah aku lakukan," ucap Albert. "Sejak kapan?" tanya Darren. "Sejak aku menduga hal itu," jawab Albert. "Ternyata kau cepat tanggap, aku kira kau hanya memikirkan ...." "Wanita!" sela Albert. Darren mengangkat bahunya. "Wanita membuatku selalu cerdas," ucap Albert dengan menyeringai.
Darren kembali menatap Vallery yang tersenyum melihat bunga-bunga yang tumbuh dengan sangat cantik di sekitar danau. Tempat ini adalah tempat impian Liora, yang belum sempat Darren wujudkan, dan ini pertama kalinya Darren mengajak seorang wanita ke tempat ini. "Kau belum menjawab pertanyaanku," ucap Darren. "Yang mana?" tanya Vallery. "Kenapa kau tidak memikirkan dia lagi, bukankah kau sangat mencintai pria itu?" tanya Darren. "Itu karena aku mencintaimu," tapi nyatanya ungkapan itu hanya Vallery pendam dalam hatinya. Rasanya, Vallery ingin sekali meloloskan kalimat itu dari bibirnya, tapi Vallery tidak ingin merusak hubungan pernikahan Darren dengan Niela. "Haiish ... Kau sangat lambat, sudahlah aku tidak ingin mendengar lagi jawabanmu," ucap Darren lalu beranjak dari tempatnya. "Kau mau ke mana?" tanya Vallery. "Pulang," jawab Darren singkat. "Lalu aku bagaima
Troy nampak duduk dengan santai sambil menikmati kepulan asap rokok yang ia nyalakan, suara seorang pria yang mengemis memohon ampun kepadanya terdengar sangat merdu di telinga Troy. Dia sedang berada di suatu tempat, tempat yang selalu Troy gunakan untuk menyiksa musuh dan orang yang berkhianat kepadanya. "Kau menyiksa siapa lagi?" tanya Edward, dia teman Troy yang baru saja tiba dari Jerman. "Pria yang sudah membuat adikku menderita," jawab Troy. "Hmm ... sudah aku katakan, berikan adikmu padaku, aku akan membuat dia seperti ratu apapun yang dia minta aku pasti akan mengabulkannya," ucap Edward, memang sudah lama dia menyukai Vallery. "Cih ... aku pun mampu memberikan yang lebih dari pada apa yang kau berikan, adikku tidak membutuhkan uangmu," ucap Troy dengan pongahnya. "Ya terserah kau, satu hal yang harus kau tau, kalau aku benar-benar mencintai adikmu," ucap Edward. "Tuan, apa and
"Aku memang memiliki perasaan yang berbeda kepada wanita ini, perasaan yang sama saat aku bersama Liora, tapi aku tidak yakin dengan semua ini karena Liora selalu hadir di dalam pikiranku," ucap Darren dalam hatinya. Kyra kembali tersenyum melihat Vallery dan Darren yang sama-sama terdiam. "Kalian akan saling mencintai, sama seperti aku," ucap Kyra. "Astaga, perkembangan yang sangat bagus," pekik Grace yang baru saja datang ingin memeriksa keadaan Kyra. Tapi Grace mendapatkan kejutan melihat Kyra yang tersenyum dan mengatakan hal lain. "Grace!" ucap Darren, Kyra memiringkan kepalanya seraya terus memandangi wajah Darren, dia merasa tidak asing dengan wajah Darren. "Kau, Jo?" tanya Kyra lirih seraya menunjuk kepada Darren."Bukan Mom, aku Darren anakmu," jawab Darren. "Tidak, jangan bunuh anakku, mereka melenyapkan anakku, Jo!" pekik Kyra histeris. "Siapa yang mer
"Kau sudah jatuh cinta, Mr. Khalfani!" "Astaga!" Darren memekik karena terkejut merasa mendengar suara serupa bisikan."Lio," ucap Darren lirih."Liora sudah tidak ada, Darren," ucap Albert yang mendengar gumaman Darren. "Dia masih ada di dalam hidupku," ucap Darren, Albert hanya menghela nafas panjang mendengar ucapan Darren yang belum bisa lepas dari Liora. "Ada apa kau menghubungiku tadi?" tanya Albert. "Grace itu adik kandung ibuku," jawab Darren. "Sudah ku duga," ucap Albert. "Cari tau tentang dia," ucap Darren. "Sudah aku lakukan," ucap Albert. "Sejak kapan?" tanya Darren. "Sejak aku menduga hal itu," jawab Albert. "Ternyata kau cepat tanggap, aku kira kau hanya memikirkan ...." "Wanita!" sela Albert. Darren mengangkat bahunya. "Wanita membuatku selalu cerdas," ucap Albert dengan menyeringai.
Mata Darren memicing saat melihat wanita yang ada di foto itu, wajah wanita yang ada di sana sangat familiar untuk Darren. "Kau kenal dia?" tanya Aiden. "Sebentar," jawab Darren dengan tetap mengamati foto itu dengan seksama. "Haiish ... menebak siapa dia saja, kau sangat lambat, Darren," ucap Aiden gemas."Bukan seperti itu Opa, aku tidak yakin jika dia wanita yang aku maksud," ucap Darren. "Lalu menurutmu dia siapa?" tanya Aiden. "Dia Grace, dokter yang menangani mom di rumah sakit," jawab Darren, lalu Darren kembali menatap foto itu, mungkin saja dia salah melihat. "Astaga, ternyata kau sangat lambat berpikir Darren," ucap Aiden. "Ada apa, Opa?" tanya Darren. "Dia itu adik ibumu," jawab Aiden dengan gemas. "What? Mommy memiliki adik?" tanya Darren. "Ya, Opa baru mengetahui dua minggu yang lalu," jawab Aiden. "Pantas saja
Darren melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang membelah jalanan kota di pagi hari yang masih belum terlalu padat, pandangannya memicing saat melihat wanita di halte menggunakan pakaian formal, dan membawa sesuatu di tangannya. "Tahan Darren, jangan berhenti di hadapan dia," ucap Darren. Darren berhasil melewati wanita itu, tapi baru beberapa meter Darren memundurkan kembali mobilnya dan berhenti tepat di hadapan wanita itu. "Ah sial ... kenapa kau tidak bisa diajak bekerja sama," umpat Darren. Lalu dia menurunkan kaca mobilnya. "Haish ... sepagi ini kenapa aku harus bertemu denganmu," umpat Vallery. "Diam bodoh, kau mau ke mana?" tanya Darren. "Mencari pekerjaan," jawab Vallery. "Masuklah!" perintah Darren. "Tidak mau, kau pasti akan meledekku," ucap Vallery. "Ya sudah jika kau tidak mau, sebenarnya aku bisa memberimu pekerjaan," ucap Darr
BRAAK Darren menutup pintu kamar Niela dengan sangat kencang, membuat Niela terkejut. "Dasar pria menyebalkan, kau tidak tau jika banyak wanita yang ingin memiliki tubuh langsing seperti aku," pekik Niela tapi Darren tidak mungkin akan mendengarnya. "Terima kasih, kau telah menyelamatkan aku," ucap Niela lalu mengunci pintu kamarnya karena takut Darren akan kembali dan benar-benar membuat Niela melayaninya.Setelah itu, Niela menutup jendela dan tirai, Niela baru merasakan sakit di sekujur tubuh karena perbuatan ayahnya. "Syukurlah, setidaknya aku tidak akan disiksa lagi oleh daddy," ucap Niela, lalu mulai merebahkan tubuhnya di atas ranjang dan mulai terlelap.*** "Vallery," gumam Darren seraya menatap langit-langit kamarnya dengan kedua tangan yang menopang kepalanya. "Cantik," gumam Darren lagi, "astaga ... kenapa aku terus membayangkan wajah dia," uca
"Benar-benar wanita ular, ilmu apa yang dia gunakan hingga pria itu sangat mempercayainya, ingin sekali aku melmelenyapkannya sekarang juga. Tapi semuanya belum terbongkar," ucap Darren seraya melepas dasi dan jas yang ia gunakan. Setelah itu Darren masuk ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuhnya, banyak kejadian yang ia alami hari ini. Bertemu dengan Niela gadis lugu yang diam saja ketika dirinya dianiaya dan sekarang gadis itu tinggal seatap dengannya. Dirasa cukup segar, Darren segera menghentikan aktifitasnya di kamar mandi menuju walk in closet, setelah itu Darren duduk di tepi ranjang, tangannya terulur mengambil foto Liora yang terpajang di atas nakas. "Lio, gadis lugu itu mirip denganmu, tapi sayangnya dia sangat lemah tidak sepertimu yang berani," ucap Darren seraya membelai foto Liora. "Banyak janji yang belum sempat aku penuhi kepadamu, maafkan aku, Honey. Aku tidak akan menjadi pengecut lagi seperti dulu, aku aka
"Apa kalian sedang menyembunyikan sesuatu dari kami?" tanya Elma dengan pandangan yang memicing. "Ti ... Tidak, Oma," jawab Niela gugup. "Lalu kenapa kedua sudut bibirmu lebam?" tanya Elma. "A ... Aku terbentur Oma, ya terbentur." "Astaga ... Dasar bodoh, mana mungkin orang terbentur tepat di sudut bibir," ucap Darren lirih dengan gemas karena kebodohan Niela. "Kau yakin jika itu karena terbentur?" tanya Elma. "Oma, ini sudah waktunya minum obat, lebih baik kita pergi ke kamar, setelah itu Oma istirahat," ucap Niela mengalihkan pembicaraan. "Ya, kali ini kau selamat, Oma tau kalau kau mengalihkan pembicaraan," ucap Elma, lalu Niela mendorong kursi roda Elma menuju kamar. Darren juga memutar langkahnya menuju lift, untuk ke lantai tiga di mana kamarnya berada, tapi langkahnya dicegah oleh Aiden. "Ada apa lagi Opa? Aku sangat lelah hari ini," ucap Da