Waktu pun berselang, di hari yang menjadi hari pesta ulang tahun Somi.Namun pagi itu Jisoo bangun sedikit lebih telat dari biasanya. Hal itu terjadi karena ia bergadang semalaman untuk menyelesaikan bab terakhir skripsi Somi.Setelah selesai mengirim skripsi Somi, Jisoo pun tidur dengan pulas hingga melewatkan jam alarm yang nyaris tak dapat membangunkannya.Namun sang ibu terpaksa membangunkan Jisoo di tengah lelapnya ia tidur."Ibu harus pergi, makanan sudah ibu siapkan.. dan ibu titip buah tangan ini untuk ibu Somi.." pesan ibu dengan terburu-buru memakai sweater sederhana.Jisoo yang masih belum sadar betul hanya mengangguk sekilas."Baik ibu.." sahut Jisoo seadanya."Jam berapa kamu akan pergi??" tanya ibu sebelum hendak meraih gagang pintu untuk pergi."Mungkin sekitar jam 2 nanti, karena aku akan mengambil hadiah dulu di tempat yang sudah aku pesan baru setelah itu menuju rumah Somi.." jawab Jisoo dengan nada masih terngantuk-ngantuk.Ibu menatap Jisoo dengan wajah sendu. Lalu
Dan sore itu.Kediaman Park Somi terus kedatangan para tamu undangan. Dan salah satu tamu itu adalah Kim Jisoo yang akhirnya tiba dirumah mewah Somi.Jisoo berdiri dengan canggung di sisi halaman rumah Somi yang menjadi tempat acara di gelar. Terlihat jelas jejeran dekorasi dengan hiasan bunga segar mempercantik suasana acara ulang tahun Somi.Namun rupanya sosok Jisoo menjadi bahan bisik-bisik para tamu yang hadir disana. Bagaimana tidak, pakaian yang di kenakan Jisoo sangatlah kuno. Sangat berbeda dengan mereka."Mengapa Kim Jisoo miskin itu ada di sini?" bisik seorang gadis yang merupakan teman 1 kampus Somi dan Jisoo pada kelompoknya."Sudah pasti Somi yang mengundang dia..""Somi terlalu baik, mengapa harus mengundang dia? padahal Jisoo ini pasti ingin memanfaatkan Somi lagi seperti waktu itu!!" tuding seorang gadis sinis.Dan dari kejauhan, Jisoo dapat melihat tatapan sinis dari kelompok teman kampusnya yang tak menyukai kehadirannya.Namun Jisoo hanya menghela nafas pelan, ia ak
"Aku mencintaimu, Park Somi!!" ucap Beakyung dengan suara jelas.Jisoo yang mendengarkan hal itu begitu syok.Somi yang mendapatkan pengakuan cinta itu pun membuat kesan terkejut yang natural."Beakyung?? kau??""Aku tau, selama ini kau yang menulis surat itu.. aku juga tau..kau yang membantu aku menyelesaikan isi buku yang akhir bisa aku terbitkan..karena semua yang kau lakukan, aku yakin, aku benar-benar jatuh cinta padamu, Putri Korea.." ucap Beakyung dengan tatapan ke seriusannya.Deg..Jisoo yang mendengarkan hal itu tak bisa berkata-kata. Semua usaha yang ia lakukan secara sembunyi-sembunyi selama ini ternyata telah membuat Beakyung yang ia kagumi jatuh cinta pada sosok dirinya.Somi dapat melihat jelas reaksi Jisoo yang mengetahui hal itu dengan jelas."Somi.. aku tau kau sudah lama melakukan hal itu, mungkin aku terlalu bodoh sehingga tak menyadarinya selama ini, tapi kali ini aku yakin..""Tunggu!! Beakyung!!" potong Jisoo yang akhirnya terpancing untuk buka suara di tengah pe
Waktu pun berlalu, di kediaman rumah keluarga Aritama. Terlihat keluarga nan harmoni tengah makan malam bersama dengan hikmad.Namun ada yang berbeda dari sang putri, Maya yang terlihat tak begitu berselera makan. Insting sang ibu Marwah melihat ada yang berbeda dari sang putri."May, di makan dong itu saladnya"Maya sedikit terkaget."Ah, ya mah" sahut sang putri dengan menarik sendok garpu dan mulai mengaduk mangkuk salad sayurnya.Namun Marwah melihat jika sang putri tak begitu antusias ketika melahap salad sayur seperti biasanya.Marwah melirik sang suami yang hampir menyelesaikan makannya."Mas?""Hm?"Marwah memberi mimik dengan menunjuk sekilas pada sang putri.Erwin menoleh mengikuti arah tunjuk sang istri, lalu kembali menatap wajah sang istri dengan heran."Kenapa?" tanya sang istri dengan berbisik.Erwin sang Papa malah dengan santai mengangkat bahunya. Lalu kembali fokus pada sendok terakhir.
Waktu pun berlalu, kabar lamaran Dimas Anggara dari Star Tomo pun kian santer terdengar di dua perusahaan besar itu.Papa Erwin terlihat sangat-sangat antusias sehingga ia dengan cepat mutuskan untuk menggelar acara pernikahan putrinya itu dalam waktu dekat.Namun berbeda dengan mama Marwah yang masih ragu akan calon mantunya tersebut.***Disatu pagi yang cerah, Maya terlihat menyibukkan diri dengan alat membuat kue. Hal itu menjadikan sang mama ikut merasa aneh.Rasanya putrinya tak pernah begitu menyukai keribetan dalam masak memasak apa lagi membuat kue kering yang memerlukan keuletan."Maya??"seru mama Marwah yang baru saja masuk ke showroom dapurnya yang biasa ia gunakan untuk menciptakan membuat kue baru.Maya yang baru saja hendak menimbang tepung seketika terkaget."Eh, mama??""Kamu? ngapain??" tanya sang mama dengan wajah terheran dan perlahan mendekat pada sang putri.Maya hanya tersenyum simpul, dengan wajah be
Setelah cake yang Maya buat selesai di panggang, Maya pun bersegera membawanya kekantor Star Tomo tanpa memberi kabar sang calon tunangan yang kabarnya akan ada meeting siang.Maya sengaja mengerjakan semua ini demi memberi kejutan pada Dimas yang sudah hampir 3 minggu berada di luar negeri.Maya benar-benar tak sabar bertemu dengan sang pujaan hati.Langkah kaki ya terlihat santai namun sejatinya jantungnya berdebar dengan sangat senang. Ia bahkan sudah membayangkan jika nanti Dimas akan senang dan akan memberikan kecupan karena kejutan ini.Namun kian langkah Maya tiba di lantai ruang kerja Dimas. Terlihat luar ruangan itu sepi, bahkan tak terlihat dua sekertaris Dimas yang selalu setia di meja kerjanya.Wajah Maya hanya melihat kesekeliling dengan sekilas dan berpikir mungkin saja kedua sekertaris itu tengah keluar di jam istirahat siang.Tanpa curiga langkah kaki Maya kian mendekat pada pintu ruangan Direktur Utama yang
Di satu ruangan rapat, terlihat Marcel dengan menerima tamu sang penting. Ia terlihat sangat serius mendengar penjelasan demi penjelasan ketika ada satu perusahaan menengah yang ingin memasukkan inovasi terbaru untuk perusahaan.Namun di tengah ke seriusan rapat tersebut tiba-tiba saja pintu ruangan itu terbuka dengan sangat kasar.BRAK!!Sontak para anggota rapat memalingkan muka dan menatap dengan wajah tak nyaman pada saat itu.Dan kening Marcel terlihat berkerut ketika melihat sosok saudara kembarnya, Maya datang dengan wajah sembab."Maya??"Langkah wanita muda itu terlihat marah dan menuju kursi depan. Namun Marcel dengan cepat mendekat dan menahan lengan Maya."Papa??"tanya Maya dengan wajah frustasi menatap wajah kembaran ya."Ada apa?" seru Marcel yang terkaget melihat wajah frustasi Maya."Aku tanya Papa dimana!!" pekik Maya marah pada Marcel yang masih saja lamban.Marcel terkaget lalu ia pun terlihat kesal denga
Di satu rumah sakit keluarga Sandres. Terlihat keluarga dr. Safa dan dr. Daniel memeriksa tubuh Erwin dengan sesama.Keduanya tak bisa menyimpulkan dengan pasti gejala yang terjadi pada ipar mereka. Sehingga dr. Safa dengan cepat memanggil tim dokter spesialis untuk menangani Direktur utama Aritama itu.Mama Marwah yang baru saja tiba di rumah sakti di sambut dengan sang putri yang terlihat gelisah dan wajah sembab."Mama??" seru Maya dengan cepat berlari kecil dan memeluk sang mama.Wajah gusar Marwah terlihat jelas, ia syok ketika mendengar sang suami jatuh pingsan di kantor dan kini berada di rumah sakit Petramedika."Apa yang terjadi??" tanya mama Marwah dengan perasaan gundah.Wajah penyesalan Maya terlihat di sana, hingga dengan berat hati ia menceritakan kronologis peristiwa-peristiwa yang akhirnya membuat sang Papa jatuh pingsan."APA??" seru Marwah tak percaya."Maaf mah?? semua salah Maya, mah" ucap Maya dengan penuh penyesal
Maya mengeliat manja pada tempat yang terasa nyaman ia peluk."Nyamannya.. dan ada detak jantung" gumam batin Maya dalam dunia mimpi.Hening, ia kian mendengar jelas detak jantung yang membuatnya harus segera sadar.Kedua mata Maya terbuka dengan terkaget melihat dirinya memeluk tubuh sang suami yang terlihat tidur dengan lelapnya."Aaaaaaaa" jerit Maya yang histeris. Lalu ia cepat-cepat menjauh dari tubuh Ferdian yang terlihat terusik dengan jeritan histeris Maya."Ada apa??" seru Ferdian dengan berusaha benar-benar sadar.Maya terlihat kelabakan meraba tubuhnya sendiri. Lalu menatap wajah Ferdian yang baru saja bangun dengan terpaksa."Ma-s?? ki-ta?? ki-ta??" ucap Maya terbatah-batah mencoba mencerna situasi macam apa pagi ini."Apa?? kita kenapa??" tanya Ferdian kesal karena terbangun dengan kegaduhan."Mas harus jelasin, kenapa Maya sampai ada di ranjang ini?" tuntut Maya dengan wajah gusar."Kan kau sendiri y
"Mulai detik ini, aku umumkan jika New-A akan berganti menjadi New-Dragon.. dengan Direktur pelaksanaan Zarulita Maya" ucap Ferdian lantang saat itu.Dan ucapan itu kian terngiang di benak Maya. Kini Maya berada di ruang Direktur utama. Ia termenung menatap kursi Direktur yang kosong.Tak lama terdengar suara pintu di ketuk, lamunan Maya buyar.Tok..tok..Ceklek...pintu ruang Direktur terbuka.Akhirnya sang pahlawan itu datang. Maya pun berbalik untuk menyambut suaminya itu. Namun ketika ia berbalik, tatapan terpaku ketika melihat sang kembaran lah yang masuk."Marcel?"Senyum dari wajah sang kembaran terlihat jelas."Selamat kembaran ku, kau akhirnya bisa mengakhiri perang ini" ucap dengan berjalan lalu seketika memeluk tubuh Maya.Maya hanya bisa menerima tanpa menolak. Ia menikmati pelukan saudara kandungnya itu.Pelukan itu tererai, Marcel menatap wajah kembarnya."Kalau begitu, aku akan kembali k
Keesokan paginya.Tidur lelap Ferdian pun terusik ketika mendengar suara guyuran air shower dari ruang wadrobe.Perlahan ia pun bangun dari tidurnya lalu terduduk dengan menoleh pada ruang wadrobe."Apa dia mandi sepagi ini lagi??" seru Ferdian sembari merenggangkan tubuhnya dan menatap sofa tempat tidur Maya yang kini kosong.Lalu sekilas ia melihat di sisi tempat tidurnya terlah tersusun bantal-bantal dengan rapi.Ferdian pun berdecak sehingga terlihat senyum simpul dari wajahnya. Ternyata ia benar-benar tertidur dengan lelap sampai tak menyadari jika wanita itu bangun lebih awal dan merapikan bantal seperti perintahnya tadi malam.Sekilas ia mengingat ucapan Maya."Mungkin mas gak akan faham arti kehadiran orang tua, karena kehilangan mereka itu benar-benar sangat menyakitkan" tutur Maya malam itu.Namun tak lama, lamunan Ferdian bayar ketika mendengar langkah Maya yang baru saja keluar dari ruang wadrobe dengan handuk melil
Waktu berjalan cepat hingga jam menunjukkan 12 malam.Maya dan Ferdian berdiri di depan rumah mereka dengan melambaikan tangan pada Papa Johan yang pergi meninggalkan kediaman Bastian."Apa tadi terjadi pertengkaran??" singgung Maya bertanya dengan ekspresi datar dan masih menatap mobil sedan mewah itu pergi meninggalkan halaman rumah.Ferdian hanya diam tak menjawab, lalu tanpa di duga ia pergi meninggalkan Maya sendiri di sana.Maya menoleh dengan wajah bingung."Ckckck.. heran, kok bisa ada orang kayak begini, di tanya gak di jawab.. di diemin malah maen tinggal aja.. manusia gak sih nie orang??" gumam Maya sendiri sembari ikut melangkah di belakang suaminya."Tunggu mas!!" seru Maya dengan sedikit mempercepat langkah kakinya. Namun hal itu malah menimbulkan rasa sakit di bekas jahitan."Akh!!"pekik Maya yang reflek menahan perutnya yang sakit dengan tangan.Hal itu membuat Ferdian mencuri perhatian dirinya yang akhirn
Waktu pun berlalu.Kini Maya pun kembali ke kediaman Bastian. Maya berjalan dengan sedikit pelan, walau dokter menyatakan bekas operasi aman. Namun Maya tidak boleh gegabah dalam berjalan agar bekas lem jahit operasi tidak rusak. Dan hal itu di patuhi oleh Maya.Dirumah Bastian pun, Mami Sari menyambut Maya dengan suka cita. Ia memberi perhatian ekstra pada cucu menantunya itu."Lain waktu, kamu harus makan tepat waktu.. kesehatan itu mahal harganya Maya" ceramah Mami Sari panjang lebar.Maya yang hanya bisa tersenyum kecil mendengar ceramah sang nenek."Untuk sementara waktu kamu makan bubur saja, jangan makan yang pedas-pedas dulu.. dan harus banyak makan buah juga sayur" timpal sang nenek menyambung ceramahnya yang kian panjang."Iya mami" sahut Maya patuh sembari berjalan pelan menuju ruang makan.Ferdian pun mengikuti langkah keduanya dari belakang.Dan tanpa terduga, sosok pria paruh baya pun terlihat duduk dengan w
Kehadiran sang mama telah membuat sisi manja Maya pun muncul.Maya kembali bersama sang Mama yang membantunya berjalan hingga ke kamar pasien super VIP itu."Syukurlah jika kamu sekarang jauh lebih baik, mama panik sekali ketika mendengar kabar dari suamimu" jelas sang Mama dengan duduk di sisi kiri sang putri.Maya terlihat merasa bersalah ketika mendengar ucapan sang mama."Maaf ya mah, Maya udah buat mama jadi khawatir"Mama Marwah menghela nafas pelan sembari mengenggam jemari sang putri."Mama cuma bisa bersyukur jika saat ini kamu memiliki pendamping hidup, yang sangat menjaga kamu.." ujar sang mama nanar."Dia, pasti suami yang sangat baik" timpal sang mama dengan menoleh pada pintu yang terdapat kaca bening. Sehingga sosok sang menantu yang berada di luar kamar itu terlihat.Maya pun ikut melihat dengan terteguh pada pria yang terlihat serius berbicara dengan handphonenya itu.Lalu mama kembali menatap
Hening..Kamar pasien Maya seketika hening, ketika dokter dan perawat itu meninggalkan ruangan kamarnya.Terlihat Maya dan Ferdian melirik dengan wajah canggung.Maya hanya menghela nafas pelan.Ferdian berjalan menuju meja di samping tempat tidur Maya dengan meletakkan plastik bungkusan yang ia bawa tadi.Maya meremas selimut yang ada di tubuhnya."Ehem.." suara grehem Maya yang seolah mencairkan suasana."Sepertinya dokter terlalu berlebihan, kalau cuma belajar jalan mah, kayaknya Maya bisa sendiri" celetuka Maya yakin dengan menyingkirkan selimut dari tubuhnya.Ferdian hanya melihat gerakan Maya yang berusaha untuk bangun dari tidurnya.Dan terlihat jelas jika Maya berusaha bangun dengan ekspresi wajah menahan sakit."Ssst.." desis bibir Maya mengeluarkan suara rintihan samar.Ferdian sudah menduga jika wanita ini hanya bermulut besar dan berlawanan pada kenyataan yang jelas-jelas terlihat jika ia tak sang
"MAYA!!" seru Ferdian untuk mencoba menyadarkan istrinya.Namun tak satupun panggil itu menyadarkan sang istri yang terlihat telah hilang kesadarannya.Hingga tanpa pikir panjang Ferdian dengan cepat mengendong tubuh Maya yang terlihat benar-benar tak berdaya.Dan kepanikan Ferdian berhasil membuat seisi rumah Bastian itu panik.Mami Sari sampai tercengangg melihat tubuh Maya berada dalam gendong Ferdian."Apa yang terjadi?? Maya kenapa?" tanya Mami Sari yang panik.Ferdian berjalan cepat menuju garasi mobil tanpa menjawab pertanyaan sang Mami yang mengikuti langkahnya dari belakang."Panggilkan Pak Dendi!! CEPAT!!" hardik Ferdian tanpa melihat pada siapa yang ia suruh.Wajahnya benar-benar di baluti rasa cemas.Tak lama seorang pria tua datang dengan setengah berlari."Cepat bukakan pintu!!" seru Ferdian pada sang Supir.Pak Dendi pun dengan segera membuka kunci mobil otomatis itu. Lalu membuka pintu mobil
Waktu pun berlalu dua hari. Dan pertikaian antara Maya dan Ferdian pun terus berlangsung dingin. Keduanya benar-benar menghindar satu sama lain.Maya terus berusaha tanpa pantang menyerah, ia menghabiskan banyak waktu untuk bisa kembali masuk ke dalam perusahaan Dragon.Sungguh ia akan mencoba cara apa pun untuk bisa bertemu kembali dengan Master.Namun sayangnya, Ferdian sudah memerintahkan jika Juan untuk sementara waktu untuk tak masuk ke kantor agar terhindar dari Maya.Dan dari info yang di terima, Maya terus menunggu sosok Master Kw itu hingga sore. Ia benar-benar menunjukkan kegigihannya. Ia membuang segala gengsi untuk bisa bertemu kembali dengan sang Master dengan bertanya pada satu persatu karyawan Dragon tempat tinggal sang Master.Ferdian benar-benar di buat terperangah, ia tak menyangka jika Maya benar-benar nekat. Namun sayang, Ferdian tak sedikit pun bersimpati pada perjuangan Maya.***Di sisi lain, sang Mami ter