Emily tidak tahu apa yang akan dikatakan oleh Jeffry sebagai usahanya untuk menyanggah keputusan yang telah Emily buat, karena ia sudah berada di mobil saat pria itu hendak mengatakan sesuatu.
Emily cukup pandai menghindar. Hingga Jeffrey tak sadari bahwa Emily sudah tidak lagi berada tepat di hadapannya.Entah apakah Emily yang pandai melarikan diri ataukah Jeffry yang terlalu tenggelam dalam lamunannya. Karena itulah yang terjadi, Emily kini sudah mengemudikan mobilnya menuju ke rumah.Ia bergegas merebahkan diri saat dirinya tiba dan tidak menemukan Shila di mana pun. Hanya ada secarik kertas yang menyatakan bahwa Shila terpaksa harus kembali ke apartemennya karena mendapatkan kabar bahwa anjing peliharaannya melarikan diri.Sungguh konyol, tetapi itulah yang terjadi.Tak berapa lama, Emily jelas mendengar suara ketukan dari arah pintu yang ia duga itu adalah Jeffry yang tak terima dengan keputusan Emily.Pria ituHari ini, Emily tidak bisa bangun dari ranjang karena sejak kemarin ia sudah memuntahkan seluruh isi perutnya. Bahkan hingga sesiang ini, tak ada makanan apa pun yang sukses bertahan.Namun, ia tidak mengabarkan pada Shila mengenai apa yang dialaminya sejak kemarin. Ia memang menghubungi Shila, tetapi hanya untuk memberinya pekerjaan untuk ditangani selama beberapa hari sampai dirinya pulih.Emily tak perlu mengatakan apa pun mengenai kondisinya, Shila tahu betul bagaimana karakter sahabatnya, sehingga ia tidak terlalu banyak bicara tetapi melakukan sesuatu yang penting untuk ia lakukan.“Shila, kau masih di sana?” tanya Emily, yang berusaha menahan gejolak dalam lambungnya yang datang lagi. “Oke, sebentar tunggu dulu dan jangan matikan teleponku, oke?”Emily meletakkan ponsel yang masih terhubung dengan Shila itu di nakas dan ia berlari secepatnya ke toilet dan kembali menumpahkan cairan kekuningan yang terasa pahit.Tampaknya
Emily terpaku kala mendengar ucapan Jared. Ia tak mengerti, mengapa pria itu menyebut nama Emily dan menyamakan dengan dirinya sendiri? Apakah Emily yang sedang tak mengerti ke mana arah pembicaraan ini? “Emilia? Bukankah itu memang namaku, Jared? Nama yang ayah berikan untukku. Tak berbeda dengan Emily, nama asliku. Emilia sangat cantik,” jawab Emily sembari tersenyum bingung. Jared tertawa ringan, sadar kalau Emily tak mengenali siapa Emilia dan wajar kalau ia bertanya. “Kau belum tahu, ya? Emilia itu ... ia adalah kakak kita. Putri sulung dari orang tua kita,” urai Jared yang mendapat reaksi kebingungan yang makin jadi dari Emily. “Aku tidak mengerti, Jared.” Jared sudah terlanjur terperosok pada lubang yang ia gali sendiri dengan sengaja. Ia hanya tak ingin Emily menjadi satu-satunya yang tidak mengenal Emilia. Ia model terkenal dan kecantikannya seolah mengudara dengan bebas hingga seorang pria berhasil merebut hatinya.
Jeffry selalu bisa menekuk pertahanan Emily yang begitu tegak sebelumnya. Hanya dengan kalimat bernada ancaman, lalu berhadapan seperti ini, membuat Emily seolah bertekuk lutut.Tidak semudah itu, sebenarnya. Hanya saja, Jeffry sudah memulai segala kepemilikannya terhadap Emily dengan sikap dan perhatian yang seharusnya ia dapatkan dari sang suami yang kini telah berubah status menjadi mantan.Perhatian yang demikian saja sudah cukup. Ditambah pesona Jeffrey Allen yang sebenarnya tak jauh berbeda dengan Jason dan Jared. Hanya saja Emily tak tahu apa yang membuat pria ini tampak begitu spesial.“Aku bukan milik siapa pun, Jeff. Aku adalah milikku sendiri dan tak ada yang bisa mengatur kehidupanku. Jika kau datang hanya untuk berbuat sesukamu, maka kau salah cari musuh. Kau yang akan kalah.”Ancaman yang dibalas ancaman, Emily pikir cukup ampuh untuk mengusir pria seperti Jeffry Allen. Ternyata, Emily salah besar. Karena keesokan harinya, Jeffry lagi-lagi datang dengan hal lain. Sebuah
Emily sudah mulai bekerja untuk hari ini, mencoba melupakan apa yang terjadi kemarin. Semua yang Jared paparkan memang membuat Emily berpikir keras, karena hingga pertanyaan terakhir terlontar dari mulutnya, Jared masih bungkam.Sampai kini, tentu saja, Emily tak tahu apa masalah mereka dengan Jeffry. Apa yang membaut mereka begitu membenci Jeffry?Namun, ketika tiba di kantor, semua pikiran Emily mengenai Jeffry lenyap sudah. Tentu saja ini dikarenakan lagi-lagi ia harus melakukan hal konyol dengan duduk santai di kursi roda sementara Shila akan mendorong kursi roda itu ke mana pun Emily ingin pergi.Bahkan sepanjang perjalanan di kursi roda, ia hanya memberengut dan tak bersemangat karena semua mata akan memandang ke arahnya.“Katakan pada bosmu itu, Shila! Ini hal terkonyol yang pernah kulakukan dan aku sangat malu karena ini! Aku membencinya! Juga ide-idenya yang selalu membuatku tampak konyol!” gerutu Emily sepanjang perjalanan menuju kafetaria.Hari ini Emily tidak membawa bekal
“Mengapa kau hanya diam, Emilia? Bahkan sejak tadi kau tidak menyentuh makananmu,” ucap Jeffry yang memandangi Emily sejak tadi seolah ia tersihir pesona wanita di hadapannya.Tak ada yang tahu apa niat Jeffry sebenarnya, Emily hanya tak ingin bersikap naif seperti ketika dirinya mencintai Jason, hingga rela melakukan apa pun demi mendapatkan hati pria itu.Kali ini, ia akan bermain perlahan. Jika memang Jeffry benar mencintainya, meski dalam kurun waktu lama dan sulit sekalipun, ia akan tetap memperjuangkannya.Emily menggeleng mendengar pertanyaan Jeffry yang sesungguhnya ia tak ingin menjawab sama sekali. Jika ditanya mengapa ia tampak begitu galau, jawabannya adalah karena kondisi masalah yang harus ia jalani ternyata tidak seperti apa yang dihadapi kebanyakan orang.Rahasia yang disimpan dan bahkan dikubur sekian lama pada akhirnya menjadi bumerang dan dirinya yang tidak ada hubungan dengan rahasia itu, turut menanggung akibatnya.
Pembicaraan antara Emily dan Jeffry di telepon ditutup dengan undangan makan malam di kediaman Jeffry. Emily tak mampu menolak, karena sebagai jurusnya, Jeffry mengatakan kalau sang putri yang meminta agar ia mengundang Emily.Meski Emily masih sebal dengan pria itu, tetapi tidak dengan putrinya. Itu sebabnya ia tak sengaja langsung mengiyakan saat Jeffry dengan tegas mengundang Emily, bahkan wanita itu boleh membawa Shila jika mau.Sayangnya, Shila tak ingin mengganggu kesempatan untuk Emily dan Jeffry saling mengenal lebih baik.Dan hari itu tiba. Emily sudah mematut diri di depan cermin, memastikan kalau gaun yang ia kenakan itu pas di tubuhnya dan tidak tampak aneh karena perutnya yang mulai membuncit dan membuat Emily jadi lebih sering menyunggingkan senyum tiap kali memandang dirinya dengan perut besarnya itu di cermin.Ia tak sabar untuk segera menimang bayinya. Namun, tentu saja masih cukup lama dan untuk saat ini ia hanya bisa men
Emily menyerah. Anggap saja ia kalah kali ini, kalah berkali-kali meski sudah membangun dinding tinggi, tetap saja pada akhirnya ia menyerah.Sentuhan Jeffry meruntuhkan pertahanannya. Namun, bukan berarti ia naif. Ia hanya ingin merasakan kembali apa yang sudah lama tidak ia rasakan. Begitu pula dengan Jeffry.Sekian lama sejak sang istri meninggal, Jeffry tak pernah menginginkan wanita mana pun, seperti ia menginginkan Emily kali ini. Dan itu benar.Emily layaknya opium yang membuatnya begitu mencandu. Kecupannya, desahannya, bahkan bagaimana cara wanita itu membalas gerakan ritmis yang ia berikan, membuatnya ingin mengulang kembaliEmily harus menjadi miliknya, tak peduli meski itu artinya ia harus mengalami kejadian yang sama seperti saat bersama mendiang istrinya terdahulu.Emily mengerjap saat sinar mentari menyeruak melalui celah tirai dan tentu saja ia tahu di mana dirinya berada. Ia melakukan itu atas kesadaran dan dengan kerelaan sepenuhnya. Ia tak akan menggantungkan harapa
Emily bangkit dan menemukan dirinya di dalam dekapan Jeffry. Bergegas ia turun dari ranjang karena merasakan sesuatu yang seolah mengaduk-aduk lambungnya. Ia memuntahkan semua yang ada di dalam perutnya, kecuali bayinya, tentu saja.Saat ia keluar dari kamar mandi, Jeffry sudah menanti di ambang pintu dengan raut cemas. Ia membantu Emily untuk kembali berbaring di ranjang dan menyelimuti tubuh wanita tercintanya itu.“Apakah ini tidak apa-apa, Emilia? Kau sudah memuntahkan segalanya sejak semalam. Tidakkah sebaiknya kita memanggil dokter? Dokter Avery pasti—““Urgh! Mengapa kalian para orang kaya memakai dokter yang sama?” keluh Emily, kemudian melorotkan tubuhnya hingga dalam posisi telentang. “Aku akan baik-baik saja. Kecuali kau mencari dokter lain.”“Baiklah. Aku akan mencari yang terbaik. Tunggu di sini!”Belum sempat Jeffry beranjak dan keluar dari kamar, Emily dengan cepat mencekal pergelangan tangan Jeffry hingga membuat pria itu hentikan langkahnya. Ia berbalik dan kembali d